Kamis, 02 April 2015

SECRET FIRE chap 7


Title : BERSEMI DI NEGERI SAKURA

Author        : Sulis Kim
Main Cash  : Kim Jaejoong
                     Jung Yunho
                       DBXQ
                      Suju and Other
                    Rate : M 18+
          Genre : Historical Romance

                 WARNNING

REMAKE novel johanna lindsay ber judul secret fire * bersemi di rusia* dengan beberapa bagian Yang di ubah untuk menyesuaikan cerita.

Author cinta damai jika merasa tidak suka jangan baca . Jika anda membaca tolong tinggalkan jejak * swing *

YAOI. ff yaoi pertama saya . Biarpun remake mohon untuk di cela dan butuh masukan jika memang menurut chinggu perlu.
감사함니다.

Happy reading ...


Jaejoong membeku jemarinya mencengkeram semakin erat handuk yang ia lilitkan ke tubuhnya, dan otaknya langsung mengingkari kenyataan. Dia tidak ada disini, dia tidak ada disini, dia tidak akan berani.

Jaejoong tidak mau berbalik dan melihat, bahkan saat langkah Yunho semakin mendekat.

Kabulkan satu keinginanku, Tuhan, ku mohon, buat aku berpakaian penuh, satu mukjizat saja.

" Jaejoongie ..."
" Kau tak boleh masuk kesini."
" Aku sudah disini."
" Kalau begitu pergi sekarang atau aku . . ."
" Kau terlalu banyak bicara, Boojae. Kau bahkan berbicara sendiri. Apakah kau harus bersifat denfesif dan waspada begitu? Apa yang kau takutkan?"

" Aku tidak takut." Sergah Jaejoong lemah. " Ada cara yang pantas untuk melakukan sesuatu, dan fakta kau masuk disini tanpa di undang bukan salah satunya."

" Apakah kau akan mengundangku?"
" Tidak."
" Kalau begitu kau pasti mengerti kenapa aku tidak mengetuk."

Yunho sedang bermain main denganya, memanfaatkan dilema Jaejoong, dan Jaejoong tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Tidak ada martabat berdiri  dengan handuk seperti itu, meskipun mereka sama sama namja.

Ia memang takut. Yunho berada di belakangnya. Ia bisa merasakan nafas Yunho di belakang kepalanya. Aroma Yinho menyelubunginya. Menatap Yunho akan menjadi kehancuran.

" Aku ingin kau pergi, Jung." Jaejoong heran suaranya bisa begitu tenang, sementara sistem syaraf mulai panik. " Aku akan gabung denganmu setelah beberapa menit, setelah aku . . ."

" Aku ingin tetap disini" Yunho mengucapkan kata kata itu begitu ringkas, tetapi ia mengungkapkan semuanya. Jaejoong tidak bisa memksanya pergi kalau Yunho tidak mau dan mereka berdua tahu itu.

Kegugupan Jaejoong meledak dalam.kekesalan tak beralasan ketika akhirnya ia berbalik menatap Yunho.

" Kenapa?"
" Pertanyaan bodoh, Jongie."
" Apa maksudmu? Kenapa aku? Dan kenapa sekarang? Aku basah kuyup karena hujan. Aku terlihat seperti tikus kejebur got. Bagaimana kau ...kenapa kau mau . . ."

Yunho terkekeh melihat kegagapan Jaejoong. " Kau selalu menghancurkan segalanya dengan bagaimana dan kenapa. Kau ingin tahu kenyataanya, Mungil? Aku duduk di mejaku membayangkan kau melepas semua pakaianmu itu, dan rasanya seakan kau melepaskanya di depanku, bayanganya sangat jelas. Kau tahu ingatanku tentang dirimu sama menggodanya dengan kenyataan. Aku bisa memejamkan mata dan melihatmu lagi dalam seprai hijau . . ."

" Hentikan!"
" Tapi kau ingin tahu kenapa aku bisa menginginkanmu sekarang, bukan?"
Sentuhan Yunho saat itu mencegah Jaejoong menjawab. Malah pikiranya begitu kacau hingga akhirnya ia menyerah. Sentuhan Yunho begitu lembut bergerak di bahunya yang telanjang, sampai akhirnya tangan Yunho menangkup leher Jaejoong yang ramping.

Sementara jemari lain berada di tengkuk Jaejoong, ibu jari Yunho terangkat ke bawah dagu Jaejoong untuk mendongakkan wajah wanita itu.

" Seharusnya aku tidak menelanjangimu dalam pikiranku" Bibirnya menyapu pelipis,lalu pipi Jaejoong." Tapi aku tak bisa menahan diri. Dan sekarang aku membutuhkanmu, Boojae. Aku membutuhkanmu" bisiknya penuh gairah, tepat sebelum bibirnya melumat bibir Jaejoong.

Ketakutan Jaejoong menjadi kenyataan, tetapi ia tidak dan tidak bisa menolak ciuman Yunho. Seperti madu, anggur yang sangat manis, Yunho terasa begitu lezat, membuat Jaejoong.merasa nakal ... Ingat konsekuensinya, Jaejoong. Kau harus menolak, gunakan imajinasimu dan anggap yunho pria tua yang menjijikan.

Jaejoong mencoba, tapi tubuhnya tau perbedaannya dan memohon agar dia berpikir ulang. Kenapa ia harus menolak? Kenapa? Saat itu ia tidak bisa menemukan jawabanya.

Ketika Jaejoong menempelkan tubuhnya ke tubuh Yunho, Yunho membiarkan gairahnya lepas. Kemenangan menjalari darahnya menajamkan indranya seperti sebelumnya, karena kesuksesan tak pernah seperti ini sebelumnya.

Tebakanya benar, Jaejoong hanya lemah pada serangan langsung. Tetapi Yunho tidak lupa apa yang terjadi pagi itu. Ia bahkan tidak berani berhenti untuk bernafas, takut takut kalau namja itu akan menjaga jarak, dan kesempaan emas ini akan hilang.

Tetapi yang di lakukan Jaejoong padanya ... Demi tuhan, Yunho takkan mungkin bergerak perlahan. Ia harus mengerakan segenap usahanya untuk tidak menghancurkan Jaejoong karena hasratnya.

Tangan kecil Jaejoong bergerak gerak liar di punggung Yunho, ke rambutnya, mencengkeram, mendesak. Lidah Jaejoong bertarung dengan lidah Yunho, tanpa ragu, penuh keberanian. Yunho tidak mungkin salah. Jaejoong sama berhasratnya seperti Yunho, tapi Yunho tidak mau mengambil resiko.

Tanpa melepaskan ciuman Yunho membuka mata untuk mencari jalan ke tempat tidur Jaejoong. Seharusnya ia mencarinya ketika masuk kesini pertama kali, tetapi ia terlalu terpaku pada pemandangan tubuh Jaejoong dalam lilitan handuk longgar sampai sampai tidak bisa melihat hal lain.

Tetapi sekarang, sementara dimana Yunho memandang sekeliling kamar Jaejoong dan tidak menemukan tempat tidur, matanya melayang kembali ke apa yang tidak ingin dicernanya sejak melihat pertama kali. Ranjang gantung!

Rasanya seperti si guyur air dingin. Apakah ia di kutuk atas ketiadaan tempat tidur? Tidak bisa diterima. Ada karpet. Karpet tebal dan . . . Tidak! Yunho tidak sudi bercinta di lantai. Tidak kali ini. Kali ini harus sempurna agar ia memiliki senjata yang bisa di gunakan membujuk Jaejoong lain kali.

Jaejoong sangat terpaku pada gairah Yunho, sehinhga perhatian Yunho yang teralihkan sejenak terasa seperti lonceng peringatan yang berdentang dalam kepalanya.

Jaejoong tidak tau kenapa, itu tidak penting. Ia tersentak menyadari apa yang sedang di lakukanya ...dan apa yang sedang di lakukan Yunho.

Pria itu membopongnya. Yunho mulai berjalan menuju pintu, dengan pelan, tanpa sekalipun memisahkan bibir mereka. Tetapi ada perbedaan tentang ciuman pria itu, hasrat yang semakin memuncak  seolah olah ...dia sudah memahami Jaejoong. Dia tahu apa yang bisa membuatmu menjadi orang tolol.

Terlambat, indranya sudah kembali entah ia suka atau tidak. Jaejoong menoleh kesamping untuk mematahkan kekuatan Yunho atas dirinya. " Kau mau bawa aku kemana?"

Yunho tidak berhenti." Ke kamarku."

" Tidak, kau tidak bisa membawaku keluar dalam keadaan seperti ini."

" Tak ada yang melihatmu."
Tadinya suara Jaejoong goyah. Sekarang setajam cambuk." Turunkan aku, Yunho"

Yunho berhenti, namun tidak menurunkan Jaejoong. Pelukanya semakin erat, dan Jaejoong menduga Yunho tidak melepaskanya semudah itu.

" Aku membantumu ketika aku membutuhkanmu." Yunho mengingatkan Jaejoong." Apakah kau menyangkalnya?"

" Tidak."
" Kalau begitu kau juga bisa melakukan hal yang sama untukku."
" Tidak."

Tubuh Yunho menegang, nada suaranya tajam" Kau harus bersikap adil, Jaejongie. Aku membutuhkanmu sekarang, saat ini. Sekarang bukan saatnya mengingat martabat konyolmu."

Itu membuat Jaejoong marah." Martabat konyol? Jangan samakan aku dengan kekasih kekasih Jepangmu, yang nyatanya tidak punya martabat sama sekali. Aku orang Korea! Martabat konyolku hal yang cukup normal, terima kasih, itu tidak akan berubah. Sekarang turunkan aku, Yunho, sekarang juga."

Yunho merasakan dorongan untuk menjatuhkanJaejoong, ia sangat marah pada Namja itu. Bagaimana mungkin Jaejoong bisa berubah pikiran dari sifat ekstrem ke sifat ekstrem lainya? Dan kenapa ia meladeni wanita itu? Ia sudah tau kata kata tidak akan merobohkan pertahanan Jaejoong.

Yunho membiarkan kaki Jaejoong meluncur ke lantai, getapi lenganya yang satu lagi merangkuk pundak Jaejoong menurunkan tubuh namja itu ketubuhnya yang keras.

Kontak fisik itu melonggarkan handuk yang diselipkan di pinggang Jaejoong. Dan hanya tubuh mereka yang saling melekat eratlah yang mencegah handuk itu terjatuh.

" Aku mulai berpikir, kau tidak tau apa yang kau inginkan ,Jongie."

Jaejoong menggerang ketika tangan Yunho lainya memegang dagunya, bersiap siap melumat bibirnya lagi. Jaejoong takkan sanggup menahanya, tidak lagi,tidak sekarang. Ia belum pulih dari serangan pertama.

Yunho salah, sangat salah. Jaejoong tahu benar apa yang diinginkanya.
" Apakah kau akan memaksaku, Yunho.?"

Yunho nelepaskanya begitu tiba tiba sampai Jaejoong terhuyung mundur beberapa langkah," Takkan pernah." geramnya.

Jaejoong bersikap tidak bijak sana dengan membuat Yunho tersinggung. Ia tidak bermaksut begitu. Ia hanya melakukan usahanya terakhir untuk mengendalikan diri. Karena takut begitu menyerahkan dirinya pada Yunho, Yunho akan menguasainya ...pikiranya danvtubuhnya, hingga tak ada lagi yang tersisa dari Kim Jaejoong.

Rasa frustasi Yunho tidak mungkin disalah artikan. Ketika Jaejoong melirik pria itu setelah menyelamatkan handuknya dengan panik, Yunho menyisir rambutnya dengan tangan seolah ingin menjambak setiap helainya. Lalu Yunho berhenti, menatap Jaejoong dengan tatapan bingung juga marah.

" Demi tuhan, kau benar benar namja berbeda! Kemana namja menggairahkan itu pergi ketika yang puritan ini kembali."

Apakah Yunho buta? Tidak bisakah ia melihat bahwa Jaejoong gemetar oleh gairah,tubuhbya menjerit mendamba tubuh Yunho?

Setelah melemparkan satu tatapan marah terakhir, Yunho pergi, membanting pintu karena marah. Tetapi begitu keluar ia menyesal telah memancing Jaejoong, ia menyesal melihat ekspresi kaget yang tersirat di wajah Jaejoong karenanya.

Tak ada namja maupun wanita yang mencium seperti Jaejoong yang bisa di anggap puritan. Jaejoong menginginkanya. Dan Yunho bertekat membuat Jaejoong mengakuinya.

Ia sudah kehilangan kesempatan ini dengan tidak memilih karpet. Bukankah dia belum pernah bercinta di tempat tempat aneh.

Yunho pernah bercinta di bilik teater selama waktu istirahat. Saat ia mengencani salah satu artis teater.

Yunho mendesah berat seraya berjalan pergi. Setidaknya Jaejoong memanggil Yunho. Kompensasi besar untuknya.

Keesokan paginya, tempat tidur di antarkan ke kabin Jaejoong.

 
     ~~~*~~~
 

" Apa rencanamu setelah kita tiba di Osaka?"

Jaejoong mengabaikan posenya dan menatap tajam Jessica. Mungkin Jessica benar benar tidak tau kalau Jaejoong  tawanan.? Sedangkan semua pelayan mengetahuinya. Kemungkinan Yunho tidak ingin memberitahunya.

" Aku bekum memikirkanya."
" Kau bergerak. Miringkan kepalamu kembali ke samping, dagu diangkat . . .Ya begitu."

Tiba tiba Jessica merasa kasihan pada Jaejoong, ia sudah mengetahui seluk beluk kakaknya. Kemungkinan Yunho akan mempertahankanya lebih lama setelah mereka berlabuh terlalu kecil.

Jessica menyukai namja itu, Jaejoong orang yang cerdas dalam segala hal.
" Kau tahu Jongie."

Jaejoong terdiam menunggu Jessica melanjutkan ucapanya." Yunnie bukan pria yang menjalin hubungan untuk waktu lama. Kurasa ia bahkan tidak sanggup untuk mencintai satu orang. Seorang wanita mendapatkan waktu dua minggu, tidak termasuk wanita simpanan tapi tidak mencintai, mereka hanya hiburan. Tunggu ... Putri keluarga Go, Go Ahra pengecualian, Yunho akan menikahinya, jadi wanita itu tidak masuk hitungan."

" Putri..."
" Kau tidak boleh sampai mencintai kakakku, dan aku tahu kau cukup bijak untuk tidak mencintainya."

Jaejoong masih mencerna kata kata Jessica, menikah . Telinganya masih berdenging mendengar kata kata itu. Fakta Yunho akan menikah tidak ada hubunganya denganku?

" Kau benar putri, aku cukup bijak sana untuk tidak jatuh cinta pada kakakmu. Malah aku senang dia sudah lupa aku ada disini."

Jessica sama sekali tidak percaya itu, nada suara Jaejoong terlihat acuh tak acuh.

Beruntung sekali Yunho tidak mendengar percakapan mereka. Karena dia datang sepuluh menit kemudian.

Yunho mengenakan Pakaian resmi hitam abu abu, tapi itu tidak penting? Apa rambut pria itu lebih panjang? Iya sedikit. Apakah tatapan Yunho yang dilemparkan kearahnya hanya tatapan penasaran? Mungkin bahkan bukan itu.

Jaejoong mendesah dalam hati, Kim Jaejoong tidak boleh memiliki kekasih, bahkan kekasih menarik seperti Yunho sekalipun. Itupun sudah membuat Jaejoong bukan lord.

" Apa ini?"
Ada nada penasaran dalam nada pria itu. Tentu ia tahu saja Jessica sedang melukisku? Batin Jaejoong.

Jessica masih marah pada kakaknya itu. " Yang benar saja, Yunnie. Kelihatan apa? "
Itu bukan pertanyaan,hanya balasan untuk memperjelas kejengkelan Jessica. Jessica tidak suka di ganggu terutama oleh Yunho.

Tetapi sikap sinisnya di abaikan. Yunho mengalihkan perhatianya pada Jaejoong, tidak mampu menyembunyikan kekagetanya. " Kau menyetujui ini?"

" Yang benar saja, Jung, kelihatanya apa?" Jaejoong tak bisa menahan diri untuk melontarkan balasan yang sama.

Yunho tertawa terbahak bahak , padahal Jaejoong tidak bermaksud menghiburnya.

" Apakah kau menginginkan sesuatu, Yunnie?" tanya Jessica sambil mendelik.

Tidak. Well, ada, tapi ini bukan sesuatu yang bisa ia akui pada adiknya, dan terutama tidak kepada Jaejoong. Ia sudah menahan diri untuk tidak mencari Jaejoong, permainan ini menguji kesabarannya , untuk mencari tahu hasil taktiknya. Tapi hari ini Jaejoong mengunci dirinya di kamar Jessica, berpose untuk lukisan potret. Yunho tidak tahan lagi.

Yunho tidak menjawab pertanyaan Jessica dan tidak bermaksud melakukanya. Ia masih tersenyum ketika mendekati Jessica, pura pura melihat karyanya, padahal itu hanya alasan untuk menatap Jaejoong tanpa ketara. Ia ingin membandingkan lukisan potret itu dengan model aslinya. Itu rencananya.

Tetapi seperti halnya rencana lain yang berhubungan dengan Jaejoong, rencana inipun gagal. Yunho tak bisa mengalihkan pandangannya dari lukisan potret itu.

Yunho tahu adiknya cukup ahli dalam hobinya tetapi tidak seahli ini. Tapi bukan itu yang membuat Yunho terkesiap. Namja dalam lukisan itu adalah namja yang membuatnya bergairan, tetapi bukan dia. Kemiripan ada. Mereka bisa jadi kembar. Tetapi bukan namja yang di lihatnya setiap memejamkan mata.

Terlukis dalam warna terang itu adalah bangsawan, berkuasa, terhormat, nigrat dalam kesan setiap posenya, darah biru sejati.

Dalam jas putih sejati rambut dan pakaian rapi. Wajah yang menawan, Ia bisa saja menjadi raja muda abad pertengahan, angkuh tak bisa di tak luka., dan juga mempesona ...ya Jessica telah menangkap kecantikan yang tak dilihat . . .

Demi tuhan apa yang kupikirkan? rutuk Yunho. Jaejoong adalah artis, pose ini, pakaian itu semua kepura puraan semata. Hanya sandiwara.

Yunho menyentuh bahu Jessica untuk mengalihkan perhatianya." Apakah Jaejoong sudah melihat ini?"

" Belum."
" Dia tidak mengizinkan" timpal Jaejoong saat mendengar pertanyaan Yunho. " Dia menjaganya seperti permata kerajaan. Apakah benar benar mengerikan."

" Tidak, sama sekali tidak." Yunho merasa Jessica menegang mendengar jawaban datar terhadap mahakaryanya itu" Eh, Jaejoong , apa kau keberatan keluar sebentar? Aku ingin bicara secara pribadi dengan adikku."

" Tentu saja."
Jaejoong kesal karena Yunho memperlakukanya dengan sikap acuh tak acuh seperti di tunjukan pria itu untuk anak buahnya. Tetapi apa yang di harapkan Jaejoong setelah selama ini? Sikap Yunho yang tidak peduli menjelaskan semuanya. Tebakan Jessica nyaris mendekati kebenaran. Jaejoong memang berharap tanpa sadar, untuk apa,? ia tidak yakin.

Di dalam kabin, Jessica berputar menghadap kakaknya. Yunho kembali menghadap lukisan potret itu. " Bagaimana? " jessica bahkan tidak menyembunyikan kekesalanya.

" Kenapa kau belum menunjukan ini pada Jaejoong.?"

Jessica bingung mendengar pertanyaan tak terduga itu." Kenapa?" Dan lagi, sambil berpikir.
" Kenapa? Karena aku pernah mendapat model yang berubah tidak sabar ketika melihat kemiripan dan menolak duduk cukup lama bagiku untuk menyelesaikan lukisannya." sekarang Jessica mengangkat bahu.
" Mungkin Jaejoong tidak begitu. Dia cukup tau tentang lukisan untuk mengerti dia tidak bisa menilai karya yang belum selesai. Dan dia model yang hebat, dia tidak keberatan duduk berjam jam. Aku sanggup menyelesaikan sebanyak ini. Seperti kaulihat lukisannya sudah hampir selesai."

Yunho masih menatap potret itu. Apakah yang di pikirkan Jaejoong sementara ia duduk sabar selama berjam jam. Apakah Jaejoong pernah memikirkanya? Apakah Jaejoong mengingat satu malam bersamanya? Apakah cara Yunho terakhir dengan menghindar berhasil! Tidak, sejauh penglihatanya. Jaejoong hanya melirik sekilas.

" Aku menginginkan lukisan potret itu." kata Yunho tiba tiba.

" Kau, apa?"
Yunho menatap adiknya dengan tidak sabar. " Jangan membuatku mengulangi kata kataku, Jessy."

" Well, kau tidak bisa memilikinya."
Jessica mengangkat kuas dan menghujamkanya ke warna cat hitam. Yunho mencengkeram tangan Jessica tepat di atas siku untuk mencegahnya menghancurkan lukisan itu.

" Berapa harganya?" tuntut Yunho.
" Kau tidak bisa membelinya, Yunnie." Jessica senang bisa menolak Yunho."  Ini tidak untuk di jual. Di sampin itu aku akan memberikanya ke pada Jaejoong. Aku menikmati kehadiranya selama pelayaran melelahkan ini dan. . ."

" Kalau begitu apa yang bersedia kau terima sebagai gantinya?"

" Tidak a...." Jessica tersentak. Yunho serius menginginkan lukisan tersebut, mungkin Jessica bisa meminta apapun. " Kenapa kau menginginkanya?"

" Itu lukisan terbaik yang pernah kau lukis."

Jessica mengerutkan kening. " Bukan itu alasan yang kau berikan ketika Jaejoong ada disini, apakah benar benat mengerikan, tidak sama sekali tidak" Jessica meniru  kata kata mereka. Masih kesal dengan jawaban Yunho yang hambar.

" Sebutkan hargamu, Jessy"
" Aku ingin kembali ke Korea.
" Tidak saat ini."
" Kalau begitu aku ingin memilih suamiku sendiri."

" Kau terlalu muda untuk keputusan itu"
" Tapi bagaimana kalau apa yang menurutmu baik berbeda denganku?"

" Misalnya?"
Terlalu tua, jelek atau menjengkelkan."

Yunho tersenyum padanya, untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, dengan kehangatan yang disimpanya. " Aku berjanji kau akan mendapatkan suami yang bisa kau terima"

Kini Jessica tersenyum. " Lukisan potret itu milikmu."

" Bagus, tapi Jaejoong tak boleh melihatnya, tidak sekarang dan tidak ketika sudah selesai."

" Tapi dia berharap ..."
" Katakan padanya lukisanya jatuh, catnya  rusak, hancur"
"Tapi kenapa?"

" Kau tidak melukisnya sebagai dirinya, tetapi sebagai orang yang dia ingin kita yakini. Dan aku tidak ingin dia tahu betapa luar biasa sandiwaranya."

" Sandiwara?"
" Dia bukan seorang Lord, Jessy."

" Omong kosong." protes Jessica. Tertawa pendek. " Aku sudah menghabiskan waktu denganya, aku bisa membedakan Lord atau rakyat jelata? Ayahnya earl di korea. Jaejoong berpendidikan tinggi, lebih tinggi dari kebanyakan pria yangku kenal."

" Mungkin saja di anak haram, atau lainya."

" Kenapa kau tidak menyukai, Jaejoong"
" Apakah aku berkata begitu?"
" Tapi kau tidak percaya padanya."

" Tidak, tapi dia membuatku tertarik. Yang pasti dia konsisten dengan kebohonganya. Sekarang bisakah kau melakukan seperti yang kuminta.?"
Jessica masih merenggut, tetapi menangguk.

 

     ~~*~~
 

Kapal itu kembali sunyi. Kali ini Jaejoong menolak bertanggung jawab, tidak peduli petapa sering dia ditatap dengan tatapan memohon oleh para pelayan Yunho, seolah Jaejoong bisa melakukan sesuatu untuk suasana hati Yunho yang buruk.

Tapi kali ini Jaejoong membulatkan tekat pagi itu. Ia mengetuk kamar Yunho. Doojoon membuka pintunya dan cepat cepat keluar setelah Jaejoong masuk. Ia terkejut saat melihat Jaejoong, tapi tidak melebihi keterkejutan Yunho saat melihatnya.

Yunho langsung menegakkan tubuh dan merapikan rambut, lalu menahan diri dan kembali bersandar di belakang meja.

Jaejoong tidak memperhatikan. Ia menatap kertas kertas di atas meja, bertanya tanya apa yang di lakukan Yunho selama perjalanan panjang ini.

Akhirnya ia mendongak menatap Yunho dan kecewa melihat tatapannya di balas dengan tatapan tak terba ...indah namun tanpa emosi.

" Kuharap aku tidak mengganggumu?" Jaejoong berubah gugup, cepat cepat mengalihkan pandangan dari Yunho ke arah buku buku di dinding. " Aku melihat . . waktu itu ... Makaudku, ketika aku datang kesini waktu itu, koleksimu yang . . . Apakah kau keberatan kalau aku meminjam satu atau dua buku."

" Meminjam. Tidak, dinding dinding disini menjaga buku buku itu agar tidak rusak dari angin laut. Tapi kau boleh membaca apapun yang kau suka disini."

Jaejoong berputar terlalu cepat, menunjukan kekagetan dan keresahanya." Disini?"

" Ya, aku tidak keberatan di temani, teman yang pasif sekalipun takut berada di ruangan yang sama denganku."

Jaejoong menegang. " Tidak, tapi . . ."
" Aku tidak akan menyentuhmu, jongie, kalau itu yang membuatmu cemas."

Kata kata Yunho tulus, ekspresinya datar. Ia tidak peduli, pikir Jaejoong. Yunho suda memberikan tawaran sederhana dan masuk akal. Jaejoong mengangguk dan menghampiri rak buku. Mengambil satu dan bergerak ke sofa satin putih untuk membuat dirinya nyaman.

Sudah satu jam berlalu, dan Jaejoong masih belum sanggup mencerna sepatah katapun. Mustahil berkonsentrasi di ruangan yang sama dengan Yunho, bertanya tanya apakah pria itu mengamatinya, terlalu gugup untuk mendongak dan mencari tahu.

Walaupun tidak melihat, Jaejoong bisa merasakan keberadaan Yunho mendominasi dirinya, mempengaruhi indranya dengan cara aneh. Jaejoong merasa hangat dan semakin panas, sementara ruangan itu cukup sejuk.

" Ini tidak berhasil bukan, Jaejongie.?"

Tuhan, lega rasanya karena Yunho mengakhiri siksaan ini. Dan Jaejoong tidak perlu meminta pria itu menjelaskan pertanyaan tadi. Apakah Yunho juga sulit berkonsentrasi dengan kehadiran Jaejoong disana? Tidak, itu konyol. Yinho mungkin hanya merasakan kegelisahan Jaejoong.

" Tidak, memang tidak." sahut Jaejoong agak malu. Ia menutup buku di pangkuan lalu mendongak menatap Yunho.

Itu adalah kesalahan. Yang tidak di tunjukan oleh suara pria itu dan ditunjukan oleh mata Yunho. Mata itu berwarna hitam terang yang menurut Jaejoong erat kaitanya dengan gairah,hasrat, nyaris kelam dan tajam. Mata itu seolah menelanjangi Jaejoong, menusuk jiwanya, mencari cari perasaan yang tidak berani di akuinya.

" Saat ini pilihanmu terbatas." kata Yunho lirih. Suaranya bertentangan dengan emosi di matanya. " Kau bisa naik ketempat tidurku atau bawa buku itu dan pergi. Tapi lakukan salah satunya . . . sekarang."

Jaejoong tidak mampu menahan diri untuk tidak melirih ke arah Yunho. Ia mengira Yunho tidak akan menggodanya lagi. Salah lagi, Jaejoong.

" Kurasa, sebaiknya, aku pergi."
" Terserah.... padamu."
Kata kata itu meluncur susah payah dari mulut Yunho. Butuh segenap usaha Yunho untuk tetap duduk diam, sementara setiap ototnya menjerit ingin berdiri dan mencegah Jaejoong melarikan diri.

Jaejoong bersandar di pintu yang tertutup, jantungnya berdebar kencang, pipinya panas, dan ia mencengkeram buku itu di dada sangat erat sapai jemarinya sakit. Ia merasa seolah baru lolos dari hukuman mati.

Tetapi Jaejoong ingin berjalan ke tempat didur itu. Dan kalau Yunho berdiri, kalau pria itu melakukan satu gerakan kearahnya .... Ketika melirik Yunho terakhir kali, Jaejoong melihat, Yunho berusaha keras tidak bergerak.

Ya Tuhan, pergi menemui Yunho adalah tindakan gila. Seharusnya Jaejoong ingat ia tidak aman berada di dekat pria itu. Tapi ia kira Yunho sudah kehilangan minat. Jaejoong berjalan pergi, kerutan cemas kembali menghiasi alisnya. Namun perasaan melankonis yang akhir akhir ini menggerogotinya.

      ~~~*~~~

Siang itu, kapal pribadi Pangeran berlabuh di pelabuhan Yokohama minato mirai. Beberapa mobil mewah sudah menunggu ketika Pangeran turun dari kapal.

Jaejoong pikir ia akan satu mobil dengan Yunho, namun ia salah. Ia digiring masuk ke mobil mewah lainya bersama Jessica, gadis itu berceloteh ria menceritakan kehidupan masa kecil mereka membuat perjalanan yang di lalui berjam jam sampai tak terasa.

Mereka berhenti di Mansion mewah di Osaka. Gadis itu melompat turun dan memeluk keponakan dari saudara tiri mereka yang lainya.

Ketika Jaejoong akan turun pintu tertutup dengan sendirinya. Jaejoong sudah akam bicara, namun Jessica kembali dan mengetuk kaca mobil.

" Apa Yunho tidak memberi tahumu, kau akan pergi bersamanya ke Kyoto . Kau akan betah disana, sangat asri, dan kau akan melihat banyak kuil sebelum sampai di estat utama keluarga Jung. Sekarang Yunnie masih sibuk mengurus beberapa urusan, semoga kita bisa bertemu lagi Jaejoong." sebelum Jaejoong menjawab Jessica sudah berlari kembali ke arah anak anak yang sudah menunggunya.

Bodoh, seharusnya ia mengatakan pada Jessica kalau Yunho menculiknya. Entah kenapa ia tidak ingin mengatakanya.

Mobil kembali melaju kencang ,Kemudian mobil itu berhenti di mansion mewah lainya. Tak ada orang yang datang ataupun sopir yang membukakan pintu. Satu menit kemudian Yunho masuk dan duduk di sampingnya.

Jaejoong terlalu tegang untuk bersikap sopan,karena Yunho duduk di sampingnya. " Aku tidak suka di bawa berkeliling oleh supir gila di kota yang tidak ku kenal pada entah jam berapa ini, dan telebih lagi...."

" Apa yang dikatanya ketika kau memberitahunya? "
Jaejoong merenggut ke arah Yunho yang menyelanya." Memberitahu siapa? Apa?"

" Jangan pura pura bodoh, Jongie~a." Yunho mendesah. " Jessica. Kau sudah menceritakan kisah sedihmu kan?"

" Oh, ....sebenarnya tidak."
Alis Yunho terangkat tajam. " Tidak. Kenapa tidak?"

" Tidak ada waktu," Sahut Jaejoong kaku.
" Kau punya waktu berhari hari ...."

" Oh tutup mulutmu, Yunho. Aku hendak memberitahunya, jangan pikir aku tidak berniat melakukanya. Dia seharusnya tahu penjahat menjijikan macam apa kau ini. Tapi kami terlalu cepat tiba di rumah saudara tirimu dan Jessica terlalu bersemangat lalu pergi begitu saja.... Jangan berani berani tertawa."

Yunho tidak bisa menahanya. Ia belum pernah melihat Jaejoong seperti ini sejak awal pelayaran, dengan api menyala nyala di mata biru hitam yang indah itu. Yunho sudah lupa betapa menarik namja itu kala sedang marah. Dan Jaejoong sudah meredakan kekhawatiran terakhirnya. Jessica bisa menimbulkan masalah kalau memutuskan berpihak pada Jaejoong.

" Untunglah kau tidak memberi tahunya, Jongie," komentar Yunho seraya bersandar di kursi mewah itu.

" Untung bagimu." balas Jaejoong.
" Ya, itu memang membuat segalanya lebih mudah."

" Lalu sekarang bagaimana?"
" Kau akan tinggal bersamaku sedikit lebih lama."

Yunho sudah mengurus semua bisnisnya di kota siang itu. Para pelayan sudah disuruh berangkat lebih awal untuk memberi tahu bibinya bahwa ia sudah kembali dan akan segera tiba di rumah.

Yang lain sudah disuruh mencari salah satu temanya, tentu saja juga Go Ahra . Yunho masih tidak ingin berpikir untuk melanjutkan pendekatanya terhadap Ahra, walaupun ia tahu harus segera di lakukanya.

Tetapi sekarang otaknya di penuhi Jaejoong dan seminggu kedepan. Ia akan memiliki Jaejoong untuk dieinya sendiri selama seminggu kedepan karena Jessica sudah di titipkanya di kota. Tak ada yang tahu apa yang akan terjadi.

" Tak bisakah kau mengirimku pulang sekarang.?" nada muram dalam suara Jaejoong membuat Yunho kesal, namun ia mengabaikanya.

" Tidak sampai pertemuan para bangsawan itu selesai. Ayolah, tentunya kau ingin melihatblihat Jepang selama kau disini. Kau akan menikmati perjalanan ke Kyoto."

" Yunho itu sangat jauh, Apakah kau berniat membawaku ke pegunungan"

Yunho tersenyum mendengar ketidak tahuan Jaejoong." Tenang sayangku, aku tidak akan menyakitimu, kau akan tinggal di rumahku anggap saja rumah sendiri."

" Apakah aku harus pergi, tak bisakah kau meninggalkanku disini.?"

" Tentu saja, kalau kau mau berada di balik pintu selama sebulan atau lebih. Di desa Jongi tidak ada orang Korea " Yunho tidak perlu menelaskan lebih. " Di desa kau akan bebas, berkunjung kemanapun tapi dengan beberapa pengawal tentunya, aku tidak mau kau tersesat di hutan."

" Apakah semerikan itu."
Yunho tersenyum." Kau bilang kau pintar tentang angka, kau bisa membantuku mengerjakan pembukuan."
" Kau percayakan pembukuanmu kepadaku?"

" Apakah tidak boleh?"
" Tidak, sebenarnya .....sialan, Yunho kau benar benar mengira bakal lolos tanpa konsekuensi apapun, bukan? Kaukira aku namja bodoh berhati lemah yang tidak akan memastikan kau mendapatkan ganjaran, bahwa tidak akan melakukan sesatu untuk membuatmu menderita? Kau tidak mengerti apa yang sudah ku lakukanbpadaku dan keluargaku,atau lebih tepatnya kau tidak peduli. Kau sudah mencemari reputasiku dengan penculikan ini. Hidup adikku mungkin sudah hancur. Itu juga tanggung jawabmu, mungkin dia sudah kawin lari karena aku tidak ada disana untuk mencegahnya. Dan kakakku tidak siap menerima tanggung jawa. Sementara ayahku ...."

Rentetan kata kata Jaejoong teepotong tiba tiba ketika Yunho mencodongkan tubuhnya dan menarik Jaejoong duduk di pangkuanya." Aku memang bersalah padamu. Akulah orang pertama yang mengakuinya. Tapi situasimu tidak seburuk yang kau kira, Jaejoongie. Aku akan mencarikan pelayan untukmu yang akan berada disisimu setiap menitnya dan tidak akan mengubah cerita meski di ancam mati. Dan aku juga akan mencarikanmu Istri atau suami untuk kehormatanmu yang hilang dan banyak uang membuatmu hidup mandiri. Dan kalau adikmu sudah menikah dengan orang uang tidak kau setujui aku bisa membuatnya menjadi janda, dan kakakmu ..berapa umurnya?"

" Dua puluh tiga " Jawab Jaejoong otomatis karena terlalu terjenggang.

" Dia sudah cukup dewasa untuk tanggung jawab. Dan untuk ayahmu aku akan menceritakan padanya, apa yang sudah kulakukan untukmu"

" Jangan"

      ~TBC~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar