Sabtu, 04 April 2015

SECRET FIRE chap 9


Title : BERSEMI DI NEGERI SAKURA

Author    : Sulis Kim
Main Cash  : Kim Jaejoong
                     Jung Yunho
                       DBXQ
                   Suju and Other
                    Rate : NC+
          Genre : Historical Romance

            WARNNING

REMAKE novel johanna lindsay ber judul secret fire * bersemi di rusia* dengan beberapa bagian Yang di ubah untuk menyesuaikan cerita.

Author cinta damai jika merasa tidak suka jangan baca . Jika anda membaca tolong tinggalkan jejak * swing *

YAOI. ff yaoi pertama saya . Biarpun remake mohon untuk di cela dan butuh masukan jika memang menurut chinggu perlu.
감사함니다.

Happy reading ...

 

 
Ia tidak percaya dirinya sudah melakukan hal ini pda Jaejoong, Namja itu tidak akan pernah memaafkanya. Seharunya itu tidak penting, demi Tuhan, itu penting.

Seharusnya aku di cambuk, pikir Yunho. Ia bisa mendapatkan wanita manapun dengan jentikan jari . Ia tidak punya alasan untuk memaksa Jaejoong, walaupun ia yakin Namja itu menginginkanya dan Jaejoong hanya butuh dorongan untuj mengakuinya.

Yunho bahkan tidak bisa melakukan apa yang diminta Jaejoong dan menjauh dari namja itu, bagaimana mungkin ? Ia tidak mungkin membiarkan jaejoong tersiksa.

Tapi dia tidak akan menerima kenikmatan. Itulah hukuman yang pantas untukku, pikir Yunho, meyakinkan Jaejoong dalam keadaan terangsang tapi tidak melakukan apa pun untuk meredakan gairaku sendiri.

Bertekat tetap mempertahankan keputusan itu walaupun bisa membunuhnya, Yunho dengan cepat melepaskan jubah dan memasukin kamar Jaejoong.

Namja itu sudah ada di atas tempat tidur, mata Yunho menyapu seluruh tubuh Jaejong, dari ujung kepala, dada lekukan pinggang dan kaki jenjangnya yang indah itu.

Jaejoong adalah namja paling menarik yang pernah di kenalnya, dan ia menginginkan Jaejoong. Tubuhnya terbakar, ia tidak pernah menginginkan seseorang sampai seperti ini. Dan ia tidak bisa mendapatkan Jaejoong. Ia sudah menempatkan hukumanya.

" Yunho tolonglah."

Jaejoong menyadari kehadiranya, mata Yunho beralih ke mata Jaejoong dan ia menggerang. Jaejoong sudah mempertaruhkan harga dirinya. Yunho harus melakukan hal yang sama.

" Ssst, mungil, tenanglah. Jangan berkata apa apa. Semuanya akan baik baik saja, aku bersumpah. Kau tidak perlu mengizinkanku mencintaimu malam ini. Biarkan aku membantumu."

Seraya bicara, Yunho naik ke tempat tidur, berhati hati untuk tidak menyentuh Jaejoong ,sampai menatap mata Jaejoong, ia mengulurkan tanganya untuk mencari sumber penderitaan namja itu. Pinggul Jaejoong terangkat dari tempat tidur, kepalanya mendongak, teriakan tajam, terenggah tersiksa, setengah nikmat meluncur dari bibirnya.

Yunho terus memejamkan mata, sampai ketegangan mengalir dari tubuh Jaejoong, ketika membuka mata ia melihat Jaejoong menatapnya, mata namja itu kini tak terbaca, raut wajahnya terlihat santai sampai terlihat seperti tidur.

Yunho tau Jaejoong sadar sepenuhnya, otak wanita itu jernih dan aktif sementara tubuhnya beristirahat terbebas dari pengaruh obat. Yunho sudah siap untuk disemprot atau di pukul oleh Jaejoong, bukan malah pertanyaan yang di tujukan Namja itu.

" Apa maksudmu, aku tidak perlu mencintaiku malam ini?"

" Tepat seperti itu."
Yunho berbaring di samping Jaejoong; Jaejoong hanya perlu menunduk untuk melihat bukti gairah pria itu. " Kau akan menyia nyiakan itu?"

Yunho nyaris tersedak melihat kemana arah pandang Jaejoong. " Ini bukan pertama kalinya."

" Tapi kali ini tak perlu, aku tak bisa melawan lagi."

" Itu karena obatnya. Aku tidak mengambil kesempatan."

" Yunho ...."
" Boojae, tolonglah! Aku tidak punya kendali diri yang besar, dan diskusi ini tidak membantu."

Jaejoong mendesah kesal. Yunho tidak mendengarkan. Pria itu begitu bertekat melalui semua ini tanpa menerima kenikmatan sendiri sampai tidak mau mendengar apa yang di katakan Jaejoong.

Obat itu tidak ada hubunganya dengan penyerahan Jaejoong. Obat itu hanya membuatnya menyerah lebih cepat. Jaejoong ingin memanfaatkan kesempatan itu. Kenapa Yunho bersikap terhormat sekarang?

Api yang menjalari pembuluhnya, rasa sakit jauh di dalam dirinya, sudah kembali di mulai.

" Yunho, bercintalah denganku," seru Jaejoong.
" Oh, tuhan."

Yunho mencium Jaejoong untuk membuatnya diam, dengan keras dengan indah, tetapi Yunho tidak bercinta denganya. Yunho menghentikan usaha Jaejoong setiap kali menarik Yunho mendekat. Bagian bagian tubuhnya yang dizinkan hanya bibir dan tangannya, yang bekerja secara ajaib. Namun tanpa kebersamaan, takkan ada kepuasan nyata.

Ketika denyut nadi Jaejoong kembali mereda dan nafasnya kembali normal, Jaejoong membulatkan tekat bahwa ia tidak akan menerima keadaan setengah setengah.

" Yunho.?"

Yunho menggerang. Tubuhnya setengah menekuk keningnya di tempelkan ke lengan, matanya terpejam rapat. Ia terlihat seperti pria yang dicengkeran rasa sakit. Jaejoong tersenyum menggeleng geleng dalam hati.

" Yunho, lihat aku."
" Tidak, setidaknya, beri aku waktu untuk . . ."

Ia tidak bisa menyelesaikan ucapanya. Jaejoong melihat otot otot lehernya menegang, tanganya terkepal. Tubuhnya mengkilap karena keringat, panas karena tenaga yang di kerahkan. Ia mengerahkan kekuatanya untuk melawan dorongan yang alamiah.

Dan Jaejoong mungkin akan melakukan hal yang sama kalau obat itu tidak membuatnya tidak bisa melawan

Jaejoong berbaring miring menghadap Yunho dan berkata pelan." Kalau kau tidak bercinta denganku, Jung Yunho, aku bersumpah akan memaksamu."

Kepala Yunho terangkat." kau akan apa?"

" Kau mendengarku."

" Jangan mengada ada, Jongie. Itu tidak mungkin."

" Begitukah?"
Jaejoong membelai bahu Yunho, membiarkan jemarinya membelai lengan Yunho. Yunho langsung mencengkeram pergelangan tangan Jaejoong, dengan erat, dan menjauhkanya.

" Jangan!"
Nada suara yang tajam tidak menggoyahkan Jaejoong. " Kau bisa menahan tanganku, Yunho, tapi bagaimana dengan tubuhku?"

Yunho langsung melompat turun dari tempat tidur. Untuk sementara pemandangan Jaejoong teralih olek pemandangan tubuh Yunho.

Ya, Tuhan. Laki laki itu begitu tampan dalam ketelanjanganya, otot ototnya yang kencang begitu jelas, kuat, indah dan simetris.

" Hentikan itu." Yunho memberenggut ketika Jaejoong menatap setiap jengkal Tubuhnya.

Jaejoon mendongak kilatan geli timbul di matanya. " Apakah kau juga akan menutup mataku? Dan mungkin mengikatku? Bagaimanapun juga, kau sudah berjanji akan membantuku, tapi kau tidak bisa melakukanya kalau kau tidak mau mendekatiku, dan aku tidak akan berjanji untuk tidak menyentuhmu."

" Sialan , Jaejoong, aku tidak ingin kau membenciku!"

" Tapi aku tidak membencimu," kata Jaejoong kaget. " Aku tidak bisa"

" Kau tidak tahu apa yang kau katakan sekarang," Yunho berkeras." Besok . . ."

" Persetan dengan besok! Demi Tuhan, aku tidak percaya aku sedang berdebat denganmu soal ini. Kau tidak cocok bersikap keberatan, Yunho, sama sekali tidak, atau apakah kau sedang menghukumku, karena aku terlalu lama ...."

" Demi Tuhan, tidak!"

" Kalau begitu, jangan membuatku memohon ... Oh, Tuhan, mulai lagi. Yunho, hentikan sikap bodohmu ini. Kau harus bercinta denganku, kau harus.!"

Yunho kembali dan memeluk Jaejoong erat erat. " Oh, Tuhan Boo. Maafkan aku. Kupikir ...."

" Kau terlaku banyak berpikir". Bisik Jaejoong seraya melingkarkan lengan di leher Yunho, senang karena menyentuh kulit Yunho.

Bibir Yunho menyerbu wajah Jaejoong, lalu ia mencium Jaejoong, lidahnya mendesak dalam, tanpa ampun, kekuatan gairahnya tumpah dalam ledakan rindu. Ketika Yunho menyatukan tubuh mereka berdua beberapa detik kemudian, Jaejoong merasakan kebahagiaan murni. Dan denyut manis yang menyusuk semakin terasa manis karena Yunho mencapai klimaks bersamanya.

Yunho baru saja mulai. Ini fantasinya yang jadi kenyataan, yang telah diimpikanya sejak lama: membuat Jaejoong membutuhkanya sepenuhnya, sekarang setelah penolakan yang tidak masuk akal sudah luntur. Ketika Jaejoong akhirnya berbaring lemah, Yunho memuja wanita itu dengan mulut dan tanganya, tak bisa berhenti mencintai Jaejoong sedetikpun.

Jaejoong tersenyum, merasakan tarikan hangat dan lembut di nipplenya, jemari panjang yang membelai kulitnya dengan lembut. Ia mungkin lelah saat itu, hanya sebentar tetapi otaknya berkerja dengan baik.

Dan saat itu, Jaejoong tahu ia mencintai Yunho.

        ~~~*~~~

Sinar matahari pagi mengubah kamar bak kemilau berlian. Sinar matahari menembus jendela dan tercurah ke karpet, tetapi tidak mencapai tempat tidur.

Di ranjang besar itu Jaejoong merengangkan tubuh dengan nikmat, kesadaran perlahan lahan menjalari dirinya dengan cepat. Ada sesuatu uang penting ... Ah, ya , semalam. Ia tersenyum Ketika kenangan kembali dalam ingatanya. Desahan senang meluncur dari mulutnya sebelum ia membuka mata.

Ia sendirian. Ia memandang sekeliling kamar, ia masih sendirian. Ia mengangkat bahu dan membiarkan kepalanya kembali ke bantal.

Ia ingin memberi tahu pria itu bahwa semua yang dikatakanya semalam masih berlaku pagi ini. Dan kalau Yunho ada disini sekarang, ia akan memberi tahunya, benar tidak ada alasan merahasiakannya, ia akan memberi tahu Yunho bahwa ia mencintai pria itu.

Ia buru buru berpakaian, hanya dengan sekali kirik ke arah cermin meja rias untuk memastikan kancing kemejanya sudah terpasang dengan pantas. Tapi ia berniat menggoda yunho dan membuka tiga kancing atas kemejanya.

Tempat yang paling mungkin untuk mencari Yunho adalah kamar tidur pria itu, jadi Jaejoong mengetuk pintu penghubung, dan ketika tidak mendapatkan jawaban, ia tetap membukanya. Dengan tidak sabar Jaejoong berjalan melintasi koridor dan bukanya melewati kamarnya sendiri. Ia kaget setengah mati ketika berhadapan dengan bibi Yunho waktu membuka pintu.



Aoko baru hendak mengetuk. Ia terkejut melihat Jaejoong keluar dari kamar Yunho, ketika ia dengan jelas mendengar perintah agar namja itu di tempatkan di kamar putih. Kalau ia butuh banyak bukti atas apa yang di lakukan namja itu, ia sudah mendapatkanya. Dan penampilan Jaejoong yang tidak pantas merupakan sifat liar pemuda itu.

Jaejoong yang puling lebih dulu, ia buru buru mundur membenarrkan kemejanya dan menegakkan punggung menampilkan sikap terhormat. Aoko melihat sikap sombong itu dan marah.

" Aku mencari keponakanku."
" Aku juga." sahut Jaejoong sopan. " Jadi kalau anda tidak keberatan . . ."

"Sebentar, tuan." nada suara Aiko penuh perintah, kata tuan diucapkan dengan nada menghina. " Kalau Yunho tidak ada disini sedang apa kau ada di kamarnya?"

" Seperti yang ku katakan tadi , mencarinya."

" Atau mengambil kesempatan mencuri darinya."

Tuduhan itu begitu tidak pantas, hingga Jaejoong tak bisa menerimanya. " Dengan segala hormat, madam. Aku tidak mencuri."

" Apakah aku harus percaya pada kata katamu? Jangan konyol. Orang Korea mungkin mudah di bohongi, tapi kami orang Jepang tidak. Kau harus di geledah."

" Maaf."
" Kami akan melakukan lebih pada dirimu kalau menemukan barang berharga pada dirimu."

" Apa apaan ..." Jaejoong terkesiap ketika Aoko menyeretnya menyusuri koridor. Jaejoong masih kaget hingga tidak sempat melawan.

Wanita itu memikiki tinggi yang sama dengan Jaejoong, dan pantang bagi Jaejoong untuk melawan menyerang seorang yeoja.

Jaejoong mendapati dirinya di tarik menuruni tangga, tempat beberapa pelayan berhenti di selaras dan melongo menatap kejadian tersebut.

Jangan emosi Jaejoong, yunho akan meluruskan semua ini. Bagaimanapun juga kau tidak melakukan apapun yang di tentang Yunho.

Di pintu masuk aula yang lebar Jaejoong di dorong ke arah pelayan bule pria terdekat. Lebih tua dari pada yang lain, tapi lebih tegap, sepertinya ia benar benar heran dengan apa yang harus dilakukanya dengan Jaejoong.

" Geledah dia dengan teliti untuk mencari barang barang berharga. Dia di temukan di dalam kamar pangeran."

" Tunggu sebentar," kata Jaejoong dengan ketenangan yang di paksakan. " Yunho tidak akan membiarkan hal ini, madam. Dan aku yakin kalau anda tau itu , aku menuntut dia di panggil."

" Menuntut? Menuntut?
" Pendengaran anda cukup hebat" sela Jaejoong sinis.

Mungkin seharusnya ia menahan lidahnya, tetapi sekarang ia sangat marah. Nenek sihir itu tidak berhak menuduhnya melakukan kejahatan. Itu sama sekali tidak berdasar.

Bagi Aoko, sikap sinis Jaejoong merupakan puncaknya. Tak ada yang pernah berbicara selancang itu, dan di hadapan para pelayan pula, itu tak bisa dibiarkan.

" Aku akan ...." Aoko mulai berteriak, lalu sepertinya mengendalikan diri, walaupun wajahnya merona marah.

" Tidak, aku akan membiarkan Yunho mengurusnya, biar kaulihat bahwa dirimu tidak berarti apa apa baginya. Dimana pangeran?"  Aoko berbalik mengahadap pelayan yang menyaksikan adegan ini dengan tercenggang.

" Ayo pasti ada yang melihatnya pagi ini. Dimana dia?

" Dia tidak ada disini, putri."

" Siapa yang bicara?"

Gadis pelayan itu hampir tidak melangkah maju. Menarik perhatian majikanya ketika sedang marah marah bukanlah tindakan bijak, tapi ia harus bicara.

" Kakak saya membangunkan saya sebelum fajar, putri, untuk mengucapkan selamat tinggal. Dia berburu buru karena pangeran sudah pergi, dan dia maupun sisa rombongannya harus buru buru menyusul."

" Lupakan semua itu!" bentak Aoko." kemana dia pergi?"

" Ke Tokyo."

Hening sesaat. Lalu salah satu sudut Aoko terangkat. Melirik Jaejoong " Jadi dia memang menganggap serius kewajibanya. Seharusnya aku tidak meragukanya. Seharusnya aku tau kalau dia akan pergi melanjutkan hububganya dengan putri Go Ahra. Tapi dia meninggalkanmu disini agar aku bisa mengurusmu. Seharusnya aku langsung mengusirmu."

" Ide bagus." kata Jaejoong kaku. Jaejoong terlalu marah pada Aoko hingga tidak terkejut mendengar berita ini. Yunho sudah pergi? Begitu saja? Dan untuk bertunangan? Tidak, itu anggapan Aoko, bukan kenyataan. Mungkin Yunho punya alasanya sendiri dengan tidak berpamitan, atau meninggalkan pesan.

" Jadi Kau ingin pergi?"
" Kalau begitu, mungkin aku harus menahanmu disini. Mungkin Yunho sudah melupakanmu, tapi tugas Kangin untuk mengurusmu, dan ia begitu ceroboh meninggalkanmu tanpa intruksi. Aku harus memastikan kau ada disini, meskipun aku ingin melakukan sebaliknya."

" Karena kau akan tinggal disini, kau harus di ajari sopan santun, sikap kurang ajar tidak di perkenankan disini."

" Kalau begitu kau sendiri bisa memanfaatkan  tata krama madam, karena seingatku aku bersikap sopan padamu sampai kau menuduhku yang tidak tidak. kau, di lain pihak sudah menghinaku sejak awal"

" Cukup! " Aoko berteriak." Akan ku pastikan kunjungan ke gudang kayu menghapus sikap kurang ajarmu, Semen, bawa dia kesana segera."

Jaejoong hampir tertawa, kalau nenek sihir ini mengira mengurung Jaejoong di gudang kayu akan membuat perbedaan. Jaejoong sudah pernah dikurung sebelumnya.

Orang yang memeganginya semen, bukan? Ragu selama lima detik penuh sebelum mulai menyeret Jaejoong kebelakang rumah. Orang orang yang melihat terkejut, keran, sekaligus ketakutan.

Gudang kayu itu merupakan bagunan kecil seperti kandang atau tempat tempat kayu disimpan, tanpa jendela bahkan tak berlantai. Ketika melihat itu, keangkuhan Jaejoong sedikit pudar.

Tegarlah Jaejoong, ini memang tidak akan menyenangkan.

Selain Semen dan Aoko, ada pelayan pria yang paling kekar, yang hadir karena satu anggukan dari Aoko. Mereka berempat kini ada di dalam gudang. Tetapi bukan dilepas dan ditinggalkan sendirian, Jaejoong malah diserahkan pada pria yang lebih muda dan berotot yang mencengketam dan menahan kedua tanganya di depan tubuh.

" Apa aku juga akan diikat?" tanya Jaejoong sambil meringis." Luar biasa."

" Tidak perlu tali,"kata Aoko meremehkan." Rodion cukup mampu menahanmu selama waktu dibutuhkan."

" Selama yang di butuhkan untuk apa?"

" Kau akan di pukuli dengan tongkat sampai kau bersedia meminya maaf atas kelancanganmu."

Wajah Jaejoong memucat sejenak. Jadi itulah arti kunjungan kegudang kayu! Demi Tuhan, ini benar benar seperti abad kedelapan.!

" Kau sudah gila," Jaejoong mengungkapkan setiap kata dengan pelan dan jelas, sementara ia menoleh dan melotot ke arah Aoko, yang kini berdiri di belakangnya. " Aku bangsawan Korea, lord Kim Jaejoong."

Aoko tersentak tapi hanya sesaat. Ia sudah menarik kesempatan tentang Jaejoong, dan para pelayan satu satunya yang tergantung pada kesan pertama.  Namja itu bukan orang penting, perlakuan Yunho membuktikan itu. Aoko bertugas mematahkan keangkuhan itu sebelum menjalar ke pelayan pelayan lain.

" Siapapun dirimu," sahut Aoko dingin. " Kau harus belajar sopan santun. Kau boleh memutuskan sendiri berapa lama yang di butuhkan untuk memperbaiki sikapmu. Kau boleh memohon ampun padaku sekarang ..."

" Tidak akan pernah!" bentak Jaejoong. " Aku hanya menghormati orang orang yang pantas menerimanya. Kau, madam, hanya mendapatkan kebencianku."

" Mulai. " perintah Aoko, wajahnya kembali pucat karena marah.

Kepala Jaejong di ayunkan kebelakang, matanya penatap pelayan yang mencengkeram pergelangan tanganya." Lepaskan aku sekarang juga."

Ada nada memerintah dalam suaranya, sampai pegangan Rodio benar benar melonggar. Tetapi Aiko ada disana. Jaejoong menyadari dilema pria itu, melihat keraguan dan kekhawatiran yang menghiasi raut. Wajahnya yang kasar, dan tahu sang majikan menang.

" Sebaiknya kau berharap kau tidak ada ketika pangeran tahu tentang ..."
Jaejoong berhenti , menguatkan diri, mendengar ayunan tongkat sebelum tongkat itu mengenainya. Rasa sakit lebih besar dari appaun yang bisa di bayangkan. Nafasnya mendesis dari giginya yang terkatup. Pukulan pertama itu membuatnya jatuh terlutut.

" Katakan padanya apa yang ingin di dengarnya , tuan" bisik Rodion dengan dan memohon sambil menunduk menatap Jaejoong.

Rodion satu satunya orang yang melihat wajah Jaejoong ketika tongkat itu menghujamnya pertama kali, hujaman kedua lebih parah karena berada di tempat yang sama, hujaman ketiga menghujam bagian bawah punggungnya.

Tangan Jaejoong bergetar, darah muncul dari bibirnya karena tertekan giginya. Ia begitu kecil dari namja namja lain, begitu halus, bukan rakyat jelata yang bertubuh kuat ,dan mampu bekerja keras untuk menanggung hukuman seperti itu.

" Lepaskan aku" adalah jawaban Jaejoong untuk permohonan Rodio.

" Demi Tuhan, saya tidak bisa , tuan." katanya menderita, sementara Semen mengayunkan tongkat.

" Kalau begitu, jangan biarkan aku ... jatuh."

" Katakan saja padanya ..."

" Aku tidak bisa." Jaejoong terkesiap, lalu terhuyung maju karena pukulan berikutnya. " Harga diri seorang Kim ... Kau tahu."

Rodion hampir tak percaya. Harga diri? Dan namaja itu serius! Hanya bangsawan yang membiarkan harga diri mengendalikan tindakan mereka. Demi Tuhan, apakah aku salah? Pikir Rodion. Apakah namja itu mengatakan yang sebenarnya tentang jati dirinya.

Ia sangat lega ketika beberapa saat kemudian bisa berkata. " Dia pingsan, Putri."

" Namja keras kepala. Sudah jelas tidak ada gunanya memaksa dia meminta maaf, tapi berikan dia beberapa pukulan lagi, semen untuk berjaga jaga."

Semen lah menjawab." dia sudah tidak sadarkan diri, putri."

" Lalu, dia tidak akan merasakanya, tapi nanti setelah  dia siuman."

Rodio menggeryit seiring ayunan tongkat sialan itu, ia berharap bisa menggantikan pukulan itu. Tetapi setidaknya ia menahan lengan Jajeoong agar tidak jatuh, seperti yang di takutinya, walaupun Rodion tidak akan mengerti apa artinya.

" Geledah dia" adalah perintah terakhir Aoko.

Semen membungkuk melakukanya, mendongak setelah sesaat. Menggeleng." Tidak ada apa apa, putri."

" Well, tidak ada ruginya memastikan."

Rodio dan Semen bertukar pandang, dan Rodiolah yang membawa namja itu kekuar gudang kayu.

         ~~~*~~~

Jaejoong sadar setelah , entah berapa lama ia pingsan. demam karena pukulan itu, Rodio membawanya ke rumah salah satu saudaranya yang tinggal tidak jauh dari estat Yunho.

Seorang wanita paruh baya yang tinggal dengan suami dan tiga ananknya. Wanita itu sangat baik , ramah. Dan menjaga Jaejoong layaknya anak sendiri.

Wanita itu juga menceritakan bagaimana khawatirnya Rodio tentang demamnya. Setikdaknya Pria itu takut dengan ancaman Jaejoong.

Hari ini seluruh warga akan ke gereja pagi ini, dan Jaejoong membujuk Parasha untuk meninggalkanya di rumah seorang diri,

" Tidak sayang, aku tidak akan meninggalkanmu sendirian dirumah sementara saudara tiri pangeran disini, Jung Jihan mengunjungi ibunya dan makan malam disini semalam "

Jung Yihan adalah anak Alexandrof dengan salah satu pelayanya, itulah sebabnya mereka tidak tinggal  dalam satu atap. Aoko membenci ibu Yunho, wanita itu berdarah korea dari kalangan biasa dan Aoko membenci siapapun yang berasal dari Korea, termasuk Jaejoong. Mungkin wanita itu berpikir Yunho akan seperti ayahnya menikahi wanita dari rakyat jelata dan menyebarkan benih dimana mana.

" aku akan baik baik saja, aku tidak akan kemana mana" ucap Jaejoong menyakinkan.

Mungkin karena kondisi Jaejoong yang tidak mungkin untuk kabur membuat wanita itu mengangguk, sebelum meninggalkan Jaejoong seorang diri.

Hanya ini kesempatan satu satunya untuk melarikan diri dari semuanya, dari Yunho. Meski hati Jaejoong sedikit nyeri membayangkan ia mungkin tidak akan bertemu lagi dengan Yunho. Ia tidak keberatan bertemu lagi dengan Yunho, jika ia sudah terbebas dari belenggu pria itu.

Tidak, ia sudah bertekat. Beberapa hari ini ia sudah mencari informasi tentang pedesaan dan hutan disini, juga jalan menuju kota, ia bisa meminta bantuan disana.

Disebelah rumah parasha ada kandang kuda, dan ia akan menunggang kuda, tidak ada jalan lain. Ia bisa karena ia pernah belajar. Hari ini, hanya ini kesempatanya, beberapa jam saat mereka di sibukkan di gereja ia akan melarikan diri.

Ia bergerak hati hati karena luka di punggungnya masih terasa sakit, bersyukurlah ia, katena kulitnya tidak terkekupas dan bisa lebih cepat untuk sembuh.

Ia berjalan sambil mengawasi gereja, sementara ia menyelinap ke kandang dan melepaskan salah satu kuda dari pengikatnya. Tapi saat ini hanya ada satu harapan bahwa ia bisa keluar dari kawasan estat Yunho tanpa terlihat. Dengan hati hati ia naik , dan sakit itu menyerangnya sampai ke tulang.

Ia harus menahan punggungnya tetap tegak, dan menahan sakit yang kembali menyerang indranya. Sedikit lagi ia akan masuk ke jalan setapak, melewati hutan akan lebih cepat untuk sampai ke kota, semoga ia tidak tersesat.

Ia tidak berani menoleh kebelakang, derap kuda semakin cepat, sudah empat jam ia berkuda, atau empat jam pemikiranya. Entah berapa lama ia berkuda dia sendiri tidak yakin. Ia yakin ia tidak tersesat karena melihat salah satu estat yang pernah ia lewati bersama Yunho.

Ia terus maju dengan detap kuda yang semakin kencang sampai ia lelah, rasa sakit di punggungnya tak bisa di tahan lagi. Sampai ia menemukan semak semak untuk menyembunyikan kudanya dari jalan, dan beristirah meregangkan otot ototnya.

Ia berusaha turun dan terjatuh dari atas kuda membentur tanah yang keras, tubuhnya sudah tidak kuat lagi, yang ia ingat hanya menggegam tali kudanya agar tidak hilang.


         ~~~~*~~~~


" Jadi kau lah merpati kecil yang terbang dari sarangnya."
Kaki Jaejoong si senggol sedikit untuk memastikan mendengar pernyataan tersebut. Ia membuka mata, kebingungan, dan melihat pria itu berdiri di kakinya dengan sikap sombong, bekacak pinggang. Disini? Begitu cepat? Jantungnya mencelos, lalu cepat cepat ia berdiri dengan gamang.

" Yunho?"
" Ah ,jadi kau." pria itu tersenyum padanya. " Tadinya aku tidak yakin, penampilanmu tidak seperti seseorang ... Ah....dikenal, Yunho. Dan kau namja yang manis."

Jantung Jaejoong mencelos pria itu bukan Yunho, tapi hampir mirip. Pria itu sama seperti Yunho tubuh dan tingginya dan memiliki tatapan tajam. Meski mata itu bukan mata setajam musang seperti milik Yunho.

" Jung Yihan."
" Siap melayaninu, merpati."

Selera humornya menjengkelkan dalam situasi itu." Sedang apa kau disini?"

" Pertanyaan itu seharusnya di ajukan padamu, Bukan?"

" Tidak, aku punya alsan yang sangat bagus untuk berada disini. Tapi kau tidak,kecuali kau disuruh mengejarku."

" Tentu saja."

Mata Jaejoong menyipit sedikit. " Kalau begitu kau membuang buang waktu. Aku tidak akan kembali"

Yihan bukan sikap yang tepat untuk berdebat, dan Jaejoong sudah akan siap untuk membela diri. Tetapi ia melupakan kondisinya. Bahunya belum terangkat dua sentimeter dari tanah ketika ia menggerang, air mata menusuk matanya.

" Kau lihat apa yang terjadi, kalau kau tidur di tanah dan bukanya ranjang empuk yang kau tinggalkan." Yihan mengomel lembut sementara tanganya mencengkeram pergelangan tangan Jaejoong dan menariknya berdiri.

Jeritan kesakitan Jaejoong membuatnya terkejut dan ia melepaskan Jaejoong. " Demi Tuhan, ada apa denganmu? Apa kau terjatuh dari kuda.?"

" Kau idiot!" Jaejoong terkesiap, setengah konsentrasi di tunjukan untuk diam, dan setengah lainya pada amarah. " Jangan berpura pura, seluruh estat tau dan kau ada disana."

" Kalau semua tahu, maka mereka berhasil menyembunyikanya dariku, apapun itu yang sedang kau bicarakan."

Mata Jaejoong terlihat lebih gelap terpaku pada Yihan, pria itu pucat, ekspresinya cemas. Ia mengatakan yang sebenarnya.

" Maafkan aku." kata Jaejoong. " Karena telah menyebutmu idiot. Kalau aku agak sensitif dan kesakitan" ia tersenyum sendiri oleh pikiran katanya. " itu karena aku dipukuli habis habisan dengan tongkat."

" Yunho tidak nungkin melakukanya!" Yihan terkejut sekalipun marah pada tuduhan untuk saudaranya.

" Tentu saja ia tidak melakukanya, kau ..." Jaejoong menahan diri untuk tidak marah." Dia tidak melakukanya, tapi bibi sialanmu itu yang melakukanya."

" Aku tidak percaya, " Yihan mendengus. " Aoko? Aoko yang manis dan pendiam?"

" Lihat dirimu, aku sudah mengalami cukup banyak keraguan dan fitnah, bulan bulan akhir ini. Tapi kali ini aku memiliki luka di punggungku untuk membuktikan apa yang ku katakan, dan bibimu yang manis dan penurut itu akan membayar setiap pukuan kalau aku tiba di kedutaan korea. Duta besar Korea kebetulan teman baik ayahku, Earl of Stranfford, dan kalau penculikan Yunho atas diriku tidak membuat keadaan kacau, kehebohan terakhir ini jelas akan melakukanya. Aku berencana menuntut bibimu di hukum seumur hidup! Dan kau boleh berhenti menatapku seakan aku akan berubah menjadi lobak." Jaejoong menambahkan dengan ketus. " Dan aku tidak gila."

Yihan tersenyum polos, Demi tuhan, namja itu sangat mirip dengan saudaranya, tidak heran Yunho tertarik padanya, apa namja itu juga berbicara kasar pada Yunho? Mengingat selama ini tidak ada yang berani membantah saudaranya itu, bahkan kakaknya Jihoon sekalipun.

" Kau pintar berkata kata, tapi kau terlalu kecil untuk ukuran namja, apa kau benar benar seorang namja? Dan bagus sekali kau menemukan tempat terpencil, kita bisa ...."

" Tidak kita tidak bisa" sela Jaejoong tajam, dengan mudah membaca pikiran yihan.

" Kenapa tidak bisa?"

" Tidak, kita tidak bisa."
Parasha benar tentang saudara pangeran yang satu ini, saat ini Jaejong kelihatan berpakaian lebih buruk dari gaun pelayan wanita milik lucy. Tubuhnya penuh debu, dan rambutnya yang semakin panjang, berantakan.

" Kau yakin ,merpati"
" Sangat"

" Kurasa kau sudah jatuh cinta pada,Yunnie." lanjut Yihan. " mereka selalu begitu, mereka selalu melihatnya dulu, mereka menyembah nyembah di kaki kakakku , dan tidak melihatku dan menepuk nepuk kepalaku, tidak ada yang menganggapku serius."

" mungkin karena kau tidak ingin di anggap serius."

" Tajam sekali pengamatanmu, dan karena kau sudah tau sebaiknya kita pergi sekarang."

" Tidak aku tidak mau ikut denganmu, kita tidak akan kemana mana bersama , Yihan, bibimu akan menyiksaku, dan Yunho meninggalkanku bukan untuk disiksa.."

" Tentu saja tidak. Dan aku sendiri yang akan melindungimu, sungguh merpati, percayalah padaku."
Yihan masih tidak percaya bahwa wanita manis itu memerintahkan agar namja selembut Jaejoong si pukuli dengan tongkat.

" Jadi Jaejuko maukah ..."

" Demi Tuhan, namaku Jaejoong."

" Baiklah ,Merpati. Kau mau ikut denganku, Yunho akan meluruskan masalah ini setelah ia kembali. Kau tidak ingin ada disana kalau dia kembali, bukankah begitu?"

       ~TBC~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar