Senin, 30 Maret 2015

SECRET FIRE chap 6

Title : BERSEMI DI NEGERI SAKURA

Author    : Sulis Kim
Main Cash  : Kim Jaejoong
                     Jung Yunho
                       DBXQ
                   Suju and Other
                    Rate : T~ M
          Genre : Historical Romance

            WARNNING

REMAKE novel johanna lindsay ber judul secret fire * bersemi di rusia* dengan beberapa bagian Yang di ubah untuk menyesuaikan cerita.

Author cinta damai jika merasa tidak suka jangan baca . Jika anda membaca tolong tinggalkan jejak * swing *

YAOI. ff yaoi pertama saya . Biarpun remake mohon untuk di cela dan butuh masukan jika memang menurut chinggu perlu.
감사함니다.

Happy reading ...
 
 
 
Kabin Jaejoong telah di tata ulang selagi ia makan malam dengan Yunho. Karpet sudah di bentangkan, san tempat tidur gantung di pasang di antara dua tiang. Lemari pakaian, kursi, meja Jaejoong adalah peti. Benar benar sel yang tidak menyenangkan.

Kalau Jaejoong belum membenci penjaranya, ia sudah langsung membenci tempat tidur gantungnya itu selama beberapa hari setelahnya. Pengalaman pertamanya adalah bencana. Empat kali ia mendarat di lantai sebelum akhirnya menyerah dan tidur di tempat ia jatuh.

Tetapi otot ototnya yang nyeri membuatnya mencoba lagi pada malam berikutnya. Ia berhasil setelah jatuh dua kali. Seluruh tubuhnya memar memar.

Harga dirinyalah yang membawanya ke penjara ini, seandainya ia menerima tawaran sebagai pelayan adik Yunho. Tidak ada pilihan mungki. Jaejoong harus memikirkan itu walau membenci gagasan sebagai pelayan.

Yunho memang cerdas. Jaejoong tidak akan tahan sendirian tanpa melakukan sesuatu yang bisa di kerjakan. Bahkan pakaian yang seharusnya ia permak sudah diambil dan diserahkan kepada orang lain untuk dikerjakan. Dengan tangan dan otak yang diam, Jaejoong bosan setengah mati.

Tetapi ia belum menyerah, dan ia tidak kelaparan karena roti dan air. Karena Leeteuk berhasil menyelipkan buah dan keju kepadanya setiap hari dan beberapa pasty isi daging, tanpa sepengetahuan dua penjaga di luar pintunya.

Tetapi bukan karena itu membuat Jaejoong bertahan. Itu karena para pelayan Yunho memohonnya menyerah. Sepertinya pangeran menerima hukuman kurungan Jaejoong atas diri Jqejoong seburuk Jaejoong sendiri, dan itu memberi Jaejoong dorongan untuk bertahan lebih lama daripada yang ingin dilakukanya.

Jaejoong masih ingat, Yurilah orang pertama yang menyadarkan tentang setangan perasaan bersalah Yunho. Saat mendengar Gadis itu bersumpah bahwa suasana hati Yunho yang gelap akan berubah kalau Jaejoong mau bertindak bijak dan melakukan yang diinginkan pangeran.

Leeteuk lebih inpormatif lagi. " Aku tidak bertanya apa yang kau lakukan sampai membuat Yunho sama marah, kalau bukan karena satu hal , pasti ada hal lain. Aku tahu itu tidak bisa dihindapi.

Ucapan itu terlalu menarik untuk di lewatkan. " Kenapa?"

" Dia belum pernah bertemu orang sepertimu, sayang. Emosimu bisa menandingi emosinya. Ini tidak buruk kurasa. Dia gampang kehilangan minat pada teman kencanya, tapi kau berbeda."

" Apakah hanya itu yang perluku lakukan, membuatnya kehilangan minat padaku? Menjaga emosiku?"

Leeteuk tersenyum " Kau ingin dia kehilangan minat? Tidak, tidak usah di jawab. Aku tidak akan percaya padamu."

Jaejoong mengabaikanya. " Terima kasih makananya Leeteuk, tapi aku benar benar tidak ingin membahas tentang Yunho samamu. "

" Kurasa tidak, tapi ini harus di katakan, karena apa yang kau lakukan tidak hanya mempengaruhi dirimu sendiri, tapi kami semua"

" Mustahil."

" Benarkah? Kami semua tahu kaulah penyebab suasana hati Yunho yang buruk. Kalau dia mengalami suasana hati seperti ini dirumah, itu tidak terlalu penting. Dia bisa pergi ke club, ke pesta. Dia bisa minum minum, judi berkelahi. Dia akan melampiaskan hatinya yang buruk pada orang asing. Tapi di kapal tidak ada pelampiasan. Tidak ada yang berani bicara lebih keras dari bisikan, suasana hatinya mempengaruhi semua orang, membuat semua orang tertekan."

" Dia hanya manusia biasa."
" Bagimu dia hanya manusia. Bagi kami dia lebih daripada itu. Dalam hati kami tahu tidak ada yang perlu di takutkan. Dia pria baik dan kami menyayanginya. Kalau dia tidak gembira bagaimana kami bisa gembira.?" Leeteuk masih mengatakan banyak lagi waktu itu, dan Jaejoong menyambut perdebatan untuk menghilanhkan rasa bosan.

Bahkan Kangin datang pada hari ketiga ia di kurung dan menjelaskan tentang harga diri pangeranya yang tak mau kalah. Menyarankan untuk menerima tawaran yang kedua.

" Setiap hari kau mendekam di kabin ini, suasana hatinya semakin buruk. Bisakah tolong kau pertimbangkan lagi"

Itulah kata ajaibnya tolong, apalagi Kangin yang mengucapkanya.

" Kenapa bukan dia yang mempertimbangkanya lagi? Kenapa harus aku yang menyerah?"

" Dia pangeran." kata Kangin sederhana. Meski hampir kehilangan kesabaran. Dan meninggalkan Jaejoong.

     ~~*~~

" Aku ingin bertemu Mr.Kangin."
Jaejoong mengakihkan pandangan dari satu pengawal ke pengawal lain. Wajah mereka datar.

Mereka hanya menatap Jaejoong, tak bergerak dari bangku mereka.
" Menyebalkan" Jaejoong cukup Frustasi untuk bicara keras keras. Ia sudah bicara dengan lima bahasa tapi mereka tidak juga menjawabnya.

Ia mencoba lagi sebelum harga dirinya bangkit" kalian tahu? Pria bertubuh besar, Mr, kangin. Pelayan Pangeran Alexandrof."

Wajah kedua pria itu langsung berubah hidup mendengar nama pangeran. Senyum mengembang di wajah mereka. Salah satunya berdiri begitu cepat sampai bangkunya jatuh dan nyaris tersandung. Ia buru buru berjalan menyusuri koridor ke kabin Yunho.

Jaejoong panik. " Tidak! Aku tidak mau bicara dengan dia, dasar idiot!"

Tidak penting apakah ia bisa menghentikan Pria itu atau tidak. Sebelum pengawal itu tiba di pintu Yunho, pintu terbuka dan pangeran melangkah keluar.

Dari atas bahu pengawal itu, mata Yunho bertemu dengan mata Jaejoong. Sementara mendengar suara semburan suara pria itu, Jaejoong tidak tau bahasa yang mereka gunakan.

Tetapi Jaejoong bukan pengecut. Ia tetap berdiri tegar sementara Yunho menghampirinya. " Kau ingin bertemu dengan Kangin?"

Mata Jaejoong terbelalak." Kenapa mereka .. Mereka ..." Ia melotot ke arah dua pengawal yang kini berdiri agak jauh disana.

" Mereka mengerti bahas jepang, sedikit tapi tidak cukup...."

" Jangan katakan padaku," Jaejoong mencibir. " Sama seperti kapten,itu bukan? Lupakan saja."

Ekspresi Yunho sama sekali datar saat menunguk menatap Jaejoong." Mungkin aku bisa membantumu?"

" Tidak,"  terlalu cepat. " Ya, Tidak."
" Kalau kau tidak bisa mengambil keputusan ..."

" Oh, baiklah," Jaejoong hampir membentak. " Aku ingin menyampaikan pesan kepada Kangin, tapi karena kau ada disini, sebaiknya aku sendiri yang memberi tahumu. Aku menerima syaratmu, Jung" Yunho hanya memandanginya, rona panas mulai menjalari pipi Jaejoong. " Kau dengar aku?"

" Ya." kata itu muncul dalam desahan. Kekagetan Yunho terlihat jelas sekarang, senyumanya hampir membutakan karena terlalu cerah.

" Aku hanya tidak mengira ...Maksudku, aku mulai berpikir ..."
Yunho terdiam. Tak mampu berkata kata adalah pengalaman baru untuknya. Demi tuhan, di sinilah ia, baru saja ingin berbicara pada Jaejoong, ingin mengatakan pada Jaejoong untuk melupakan tuntutan bodoh itu, dan Jaejoong malah melakukan ini.

" Aku tidak salah mengerti kan, Jaejoongie, kau mau bekerja untukku?"

Jaejoong menghembuskan nafas, ia sudah menduga Yunho akan menyombongkan diri.  " Aku tidak tahu apakah bekerja itulah yang tepat " sahut Jaejoong. " Aku akan membantu adikmu, karena sepertinya dia butuh bantuan. Adikmu, Jung " Jaejoong menegaskan. " Bukan kau."

" Sama saja karena aku yang membayar pengeluaranya."

" Pengeluaran,? kau tidak akan mengungkit ngungkit soal uang lagi,bukan?" mata yang disipitkan memperingatkan Yunho bahwa ia tidak boleh mengungkit ngungkit itu.

" Baiklah, tidak ada pembahasan tentang upah." Yunho menyerah. " Tapi aku penasaran, Jae. Kenapa kau berubah pikiran?"

Jaejoong membalas pertanyaan itu dengan peetanyaanya sendiri. " Kenapa suasana hatimu begitu buruk akhir akhir ini?"

" Bagaimana ...apa hubunganya dengan semua ini?"

" Mungkin tidak ada, hanya saja aku di beritahu akulah penyebabnya. Aku tidak akan percaya sedikitpun, tentu saja, tapi aku lalu di beritahu bahwa semua orang di kapal merasa gugup karena emosimu ini. Kau sangat tidak peka, Jung. Orang orangmu berusaha membuatmu senang, walaupun merugikan orang lain, dan kau bahkan tidak sadar kau membuat mereka ketakutan setengah mati. Atau apakah kau tahu dan tidak peduli.?"

Yunho memberengut lama sebelum Jaejoong selesai bicara. " Apakah kau sudah selesai mengkritikku.?"

Mata Jaejoong melebar berpura pura polos. " Kau yang bertanya, kenapa aku berubah pikiran, bukan? Aku hanya mencoba menjelaskan . . ."

Yunho langsung tahu Jaejoong memancingnya. " Jadi kau menyerah demi para pelayanku yang malang? Kalau aku tahu kau akan begitu berbaik hati, sayangku, aku pasti mengabaikan adikku dan memaksa kau melayaniku."

" Ya tuhan, kau . . ."
" Nah, nah " omel Yunho. Selera humornya sudah kembali sehingga bisa menggoda Jaejoong. " Ingat pengorbananmu sebelum mengatakan sesuatu yang membangkitkan emosiku lagi."

" Pegi ke neraka."
Yunho mendongak dan tertawa gembira. Amarah Jaejoong bertentangan dengan penampilan yang sederhana. Apakah Yunho sempat cemas semangat Jaejoong akan hilang karena di kurung beberapa hari.

Tawanya mereda, tetapi senyuman masih tersisa. Yunho menatap mata Jaejoong dan lagi lagi merasa aneh tentang pengaruh yang di timbulkan namja ini pada dirinya. " Apakah kau tahu, emosimu ini membuatku bergairah?"

" Aku tidak bisa mengatakan hal yang sama tentang emosimu . . ." kata Jaejoong, lalu diam ketika memahami maksud Yunho.

Jantung Jaejoong jungkir balik. Nafasnya tercekat. Ia terpesona menatap mata Yunho berubah hitam. Dan ketika tangan Yunho dengan lembut menyelinao ke balik rambut di lehernya dan perlahan lahan menariknya mendekat, Jaejoong tidak kuat mencegah itu yang diketahuinya akan terjadi.

Setiap sensasi sensual yang dirasakanya di bawah pengaruh obat itu kembali menerjang Jaejoong ketika bibir Yunho menyentuh bibirnya. Lidah Yunho meluncur tanpa gangguan di antara gigi Jaejoong dan dengan santai menjelajahi mulutnya, hingga rasa panas menyeruah dia beberapa bagian tubuh Jaejoong. Pinggulnya mendesak maju secara naluriah tanpa dorongan dari Yunho.

Yunho masih memegang leher Jaejoong. Jaejoong lah yang mendekatkan tubuh, ingin bersentuhan, ingin ...

Yunho sangat takjub dengan respon Jaejoong. Ia mengira akan di tampik oleh ayunan tangan atau tendangan, tapi malah mendapati tubuh Jaejoong berubah lembut dan menyerah. Dari pada memaksa Jaejoong, karena penolakan tegas Jaejoong menunjukkan hanya ini satu satunya cara ia bisa membawa wanita itu kesana, Yunho harus mencium Jaejoong lebih awal.

Jaejoong merasa limbung ketika ciuman itu berakhir. Tangan Yunho meluncur ke sisi wajah Jaejoong, dan sama seperti malam itu, Jaejoong menoleh ke telapak tangan Yunho tanpa sadar.

Suara terkesiap Yunho ketika melihat isyarat lembut inilah yang menyadarkan Jaejoong. Ia meletakkan tanganya di dada Yunho dan mendorong kuat kuat.
Yunho tidam bergerak, dan karena ia sama sekali tidak menahan Jaejoong, Jaejoong nyaris terjungkal sendiri, masuk ke kabinya.

Ia melotot kepada Yunho dan mengangkat sebelah tangan ketika Yunho melangkah menghamoirinya.

" Jangan mendekat, Jung."
" Kenapa?"

" Pokoknya jangan. Dan jangan berani berani mencoba lagi."

" Kenapa?"
" Sialan kau, dan kenapa kenapa mu itu. Karena aku tidak mau kau melakukanya, itulah sebabnya!"

Yunho tidak melewati ambang pintu. Ia bersandar di kusen, menyilangkan tanganya di dadanya yang bidang seraya menatap Jaejoong sambil berpikir.

Jaejoong kebingungan. Bagus. Namja itu  juga gugup dan mungkin agak takut, memberi Yunho kekuatan yang tidak pernah dirasakanya di dekat namja itu. Mungkinkah Jaejoong terkejut, sama seperti Yunho, karena respon hangatnya pada ciuman Yunho?
Apakah Jaejoong takut itu akan terjadi lagi?

" Baiklah, Jongie, kau sudah meyakinkanku tentang ketidak sukaanmu berciuman." ada tawa dalam suaranya. Karena mereka berdua tahu betapa menggelikan peryataan itu. " Kau tidak benar benar takut padaku sekarang , bukan?"

Jaejoong mendidih, karena Yunho belum juga bergerak. " Tidak, tapi kalau kau ingin aku ikut denganmu, sebaiknya kau menunjukan jalannya."

Pria itu tertawa, tetapi ketika Jaejoong mengikutinya menyusuri koridor ia mengira mendengar Yunho berkata.
" Kau memenangi ronde ini, mungil, tapi aku tidak janji akan selalu mematuhimu."

        ~~*~~

" Aku akab menyebutmu the Daisy"  kata Jessica.

" Kau menyamakanku dengan dengan bunga aster?"

Jessica senang mendengar pembukaan yang diberikan kepadanya. Ia sempat tidam setuju saat Yunho membawa namja itu ke kamarnya.

Kesempatan untuk merendahkan mahluk itu " Well, kau jelas bukan mawar. Ya kau namja, lebih mirip bunga aster yang disinari matahari, dengan rambut membosankan itu ... Tapi kau punya mata yang indah, dan kau cantik. Pantas saja Yungo memungutmu dari jalanan."

Namja itu memang memiliki mata yang indah, kulit bersih dan wajah yang cantik untuk ukuran seorang namja.

Jessica menatapnya dengan mata seniman dan bukanya dengan mata kebencian, Jessica makin bersemangat untuk menjadikan Jaejoong ubyek lukisanya.

Jaejoong hanya menggerang dalam hati, yang benar saja ia disuruh membersihkan kamar tidur dan membantunya berdandan, Ia tidak lupa siapa dirinya hingga disinilah ia sekarang duduk di kursi dengan Jessica dan papan serta alat lukis bodohnya itu.

" Apa kau punya gaun kuning, aku dengar Yunho memberikanmu beberapa Gaun, setidaknya saat mengira kau Yeoja sungguhan. Dan harus menggunakam gaun kuning , untuk memberikan pengaruh bunga aster, kau mengerti. Dan sedikit riasan di wajah dan rambutmu itu."

Tenanglah Jaejoong. Dia hanya memancingmu dan dia tidak benar benar pintar dalam hal itu.

" Tidak ada gaun kuning, putri. Aku namja kalau kau lupa, dan aku tidak akam memakai gaun. Kau bisa harus berimprovisasi, kurasa, atau membayangkan . . ."

" Tidak, aku harus melihatnya ... Tapi tentu saja kau bisa memakai gaunku."  Jessica serius dan mengabaikan fakta Jaejoong seorang namja.

" Tidak, aku tidak mau." kata Jaejoong kaku.

" Tapi kau harus, kau sudah setuju membiarkan aku melukismu."

" Aku tidak setuju, putri. Aku namja bagaimana mungkin memakai gaun..."

" Tapi kau memakai seragam pelayan yang lebih sexy, kau ingat. Tolonglah."

Kata itu mengejutkan mereka berdua. Jessica memalingkan wajah untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah, entah mengapa lukisan potret itu tiba tiba menjadi berharga untuknya.

Jaejoong melihat wajah Jessica yang memerah, entah mengapa dia menolak hal yang sepele, merasa seperti namja jalang. Menolak tanpa alasan yang jelas, benar benar jahat.

Mungkinkah karena Jessica yang manja dan mengatakan hal hal tanpa benar bermaksud begitu atau karena adik Yunho.

" Baiklah, Putri aku akan berpose untukmu beberapa jam setiap hari " kata Jaejoong setuju.

" Tapi aku harus berkeras memiliki waktuku sendiri." ia akan menghadapi tugas lainya nanti, tidak ada gunanya berdebat sekarang. Tidak ketika ia bisa mengenal Jessica ketika cakarnya sudah tersimpan.

         ~~*~~

Badai pertama dari sekian banyak badai hingga minggu berlalu tiba siang itu. Badai tidak ganas hanya menganggu sebagian orang di kapal, terutama Jessica ia tahan berlayar kecuali dalam keadaan ini, membuatnya langsung naik ke tempat tidur.

Jaejoong meninggalkan kabinya, berniat mencunci gaun yang akan di pakainya sendiri.

" Tuan muda?"
Jaejoong berhenti mendadak, heran mendengar dirinya di panggil seperti itu. Dan oleh Leeteuk?

Wanita itu menunggu di pintu kabinya, dan tersenyum lebar.

" Tadi kau panggil aku apa?"tanya Jaejoong sebelum melangkah memasuki kamar.

Leeteuk mengabaikan nada tajam dalam suara Jaejoong. " Kami tahu siapa anda, My lord. Hanya pangeran dan suamiku yang meragukan anda."

Melegakan sekali ada orang percaya padanya, siapapun orang itu. Tapi tak ada yang berubah selama Yunho masih tak percaya. " Kenapa dia tidakbpercaya padaku, Leeteuk? Pakaian dan keadaan tidak merubah jati diri orang yang sebenarnya."

" Orang orang jepang bisa sangat keras kepala. Mereka berkeras menyakini kesan pertama. Alasan Kangin lebih kuat, karena di jepang, ia akan di hukum mati jika dianggap menculik seorang bangsawan. Jadi anda bisa lihat kenapa dia tidak berani mengakui anda lebih daripada yang dikiranya sejak awal."

"  Pangeranmu terlalu sibuk memikirkan cara merayuku, tidak sempat memikirkan kalau mereka tidak berada di jepang saat menculikku."

Nada benci itu membuat Leeteuk kaget. "  Maafkan aku , My lord. Hanya saja ... Apakah anda tidak merasakan apapun terhadap Pangeran, Percintaan sesama jenis sudah bisa di terima di jepang."

" Sebaliknya " sahut Jaejoong tanpa ragu " Aku membencinya"

" Tidak, tidak. Kau pasti hanya karena marah ... Aku hanya berpikir. . . , lupakan saja. Tapi sayang sekali kalau begitu, karena dia sangat tertarik pada anda. Tapi tentu saja anda sudah tau itu"

" Kalau maksudmu usahanya merayuku ketempat tidurnya, aku bisa meyakinkanmu, Leeteuk. Aku tidak bodoh, seorang pria bisa berhasrat pada namja yang tidak ia hormati,kenal ,bahkan sukai. Kalau begitu kata pelacur mungkin tidak akan owrnah ada. Jangan pernah terkejut atas sikapku yang blak blakan. Karena aku tidak percaya."

" Bukan begitu My Lord. " Leeteuk buru buru menengkan. " Kami mengenal pangeran. Dia menyukai anda. Kalau tidak, dia tidak mungkin masih menginginkan anda. Kalau tidak emosinya tidak akan begitu sering terjadi melihat sejauh menyangkut anda.  Apakah anda tidak memperhatikan perbedaannya sejak anda menyetujui permintaannya? Itu sebabnya aku disini, untuk berterimakasih, mewakili kami semua atas pengorbanan yang anda lakukan"

Desahan berat keluar dari bibir Jaejoong. Sebaiknya ia diam, Leeteuk bukan orang yang gampang menyerah.

" Apakah putri memberikan itu kepada anda?" Leeteuk menunjuk gaun yang tersampir di lengan Jaejoong.

"Aku harus mencuci dan menyetrikanya." Leeteuk tertawa melihat tatapan jijik bercampur tekad yang muncul di wajah Jaejoong.

" Tidak usah khawatir, My Lord. Aku akan memberikanya pada tukang cuci, dia akan mengembalikanya pada anda disini. Jessica tidak perku tahu." Leeteuk mengambil gaun itu dan melangkah keluar sebelum Jaejoong menolak.

     ~~*~~

" JAEJOONGIE?"

Jantung Jaejoong berhenti berdetak. Seharusnya ia tidak mencoba menyelinap melewati kamar Yunho yang terbuka.

Jaejoong melirik kedalam dengan malas malasan. Pria itu duduk di meja kerjanya, setumpuk kertas ada di hadapanya, segelas vodka di sikunya.

Suara Jaejoong tidak sabar,jelas jelas menandakan ia tidak suka ditajan oleh Yunho. " Aku akan pergi ke geladak."

" Dalam hujan?"
" Sedikit hujan tidak akan melukai siapapun."
" Di darat , mungkin. Di kapal, geladak bisa sangat licin dan ..."

Mata Jaejoong beralih ke mata Yunho. " dengar, Jung, entah aku bebas di kapal ini, seperti yang kau janjikan padaku, atau sebaliknya aku tetap di kurung di kamarku. Yang mana?"
Dengan berkacak pinggang dan dagu terangkat, Jaejoong kelihatan siap dan mungkin mengharapkan perang.

Yunho tersenyum lebar tidak mau mendorong Jaejoong lebih jauh. " Silahkan saja pergi dan buat dirimu basah. Tapi ketika kau kembali, aku ingin berbicara denganmu"

" Tentang apa?"
" Ketika kau kembali, Jongie."

Mata Yunho kembali ke kertas kertasnya. Jaejoong disuruh pergi dengan singkat, pembahasan di tutup. Jaejoong menggertakan gigi dan berderap pergi.

" Ketika kau kembali, Jongie." Jaejoong meniru kata kata Yunho dengan marah sementara ia menaiki tangga dengan langkah keras " Apa lagi yang direncanakan pria itu sekarang."

Hujan yang menerpa wajah Jaejoong menarik perhatianya ketika Jaejoong melangkah ke geladak, dan kesombongan Yunho terlupakan untuk sementara.

Jaejoong berjalan ke pagar, mencengkeramnya, dan memandang laut dan langit yang berguncang, alam adalah keadaan terbaik. Dan ia hampir melewatkanya. Bahkan sekarang ia bisa melihat matahari mengintip dari balik awan di kejauhan sementara tenggelam di kaki langit. Kapal akan segera meninggalkan badai.

Tetapi sementara ini ia menikmati apa yang tidak pernah diimpakan dirumah: ditiup angin dan basah tanpa mencari perlindungan, tanpa mencemaskan pakaianya akan kebasahan. Memang kekanak kanakan, tetapi begitu menyenangkan sampai Jaejoong ingin tertawa, ia memang tertawa saat mencoba menangkap hujan dengan kedua tanganya, meminumnya dan berhasil, juga ketika angin meniup pakaianya.

Semangatnya masih tinggi ketika angin sore memaksanya turun. Dan ia kesal ketika mendekati pintu kamar Yunho yang masih terbuka dan ingat Yunho ingin bertemu denganya.

Jaejoong sudah membuat laki laki itu menunggu selama dua jam, kalau itu bisa membuat Yunho kesal, Jaejoong akan sangat senang.

" Apa kau masih ingin berbicara denganku, Jung." tanya Jaejoong ramah.

Yunho masih duduk di belakang meja. Mendengar suara Jaejoong, ia menjatuhkan pena bulunya dan bersandar di kursi mengamati Jaejoong. Kenyataan bahwa Jaejoong terlihat seperti sesuatu yang bisa di gondol pulang oleh kucing sepertinya tidak membuat Yunho terkejut.

Rambutnya basah dan terjuntai, beberapa anak rambut menempel di kening dan pipinya, kemejanya transparan dan menempel ...sutra air sungguh nama yang tepat ...dengan genangan air terbentuk di kakinya.

Ekspresi Yunho mungkin tidak menunjukan kekesalan tapi suaranya terdengar kesal, walaupun bukan dengan alasan yang di duga Jaejoong. " Apakah kau harus begitu resmi ketika memanggilku? Teman teman dan keluargaku memanggil Yunnie atau Yunho"

" Bagus sekali."
Jaejoong bisa mendengar desahan Yunho yang jelas di sebrang ruangan.
" Masuklah, Jae."

" Tidak, kurasa sebaiknya tidak" Jaejoong melanjutkan dengan sikap tak acuh yang sama sama menjengkelkanya. " Aku tidak ingin membuat lantainya basah."

Bersin menghancurkan efek yang di harapkan Jaejoong, dan kalau ia menatap mata Yunho, ia bisa melihat kilatan geli disana. " Sedikit hujam tidak akan menyakitkan, katamu? Pergi dan ganti pakaianmu, Jaejongie."

" Akan ku lakukan begitu kau memberitahuku ..."
"Ganti bajumu dulu "

Jaejoong ingin mendesak Yunho segera menyelesaikan obrolanya. Dan seperti yang sudah sudah , Yunho berhasil membuatnya kesal. Tetapi kali ini Jaejoong membanting pintu Yunho sampai tertutup sebelum berderap pergi

Pintu sialan untuk apa Yunho membiarkan pintu itu terbuka?
"Supaya dia bisa mencegatmu, Jaejoongie, seperti yang sudah dilakukanya. Kebebasan macam apa ini kalau dia masih tidak bisa pergi ke geladak tanpa sepengetahuanya.?

Demi tuhan, sekarang Jaejoong merasa semua moyif Yunho berhubungan denganya. Bisa saja pria itu hanya kepanasan dan menangkap angin sejuk yang berhembus ke koridor.

" Berhayal itulah yang kau lakukan Jaejoong, sementara kau tahu benar kau tidak penting baginya."

Jaejoong membanting pintu Kamarnya sendiri dan berkutat dengan kancing kancing kemejanya. Ia menendang pakaian begitu terjatuh ke lantai.

Sepatu, baju dan celana dan celana dalamnya jatuh ke atas tumpukan yang sama sebelum ia sadar kamar itu terlalu gelap untuk mencari pakaian baru di dalam lemarinya.

Ia menghentakan kaki ke arah wastafel untuk mencari handuk. " Percakapanmu sebaiknya penting, pangeranku yang agung dan hebat, hanya itu yang bisa ku katakan." suaranya menghibur dalam gelap begitu ia menyalakan lampu.

" Membuatku bertanya tanya, mungkin merupakan gagasan untukmu ..."

" Apa kau selalu bicara sendirian, Jongie."

Jaejoong membeku jemarinya mencengkeram semakin erat handuk yang ia lilitkan ke tubuhnya, dan otaknya langsung mengingkari kenyataan. Dia tidak ada disini, dia tidak ada disini, dia tidak akan berani.

Jaejoong tidak mau berbalik dan melihat, bahkan saat langkah Yunho semakin mendekat.

Kabulkan satu keinginanku, Tuhan, ku mohon, buat aku berpakaian penuh, satu mukjizat saja.

" Jaejoongie ..."

     ~TBC~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar