Rabu, 15 April 2015

The Great Revenge chap2

Rate: T

Genre: Puan agak kurang paham dengan masalah ini. Bisa jadi genre-nya romance, drama, tragedy and family.

Warning: Boys love, yaoi, m-preg, beberapa butir typo yang kemungkinan terlewat ketika proses peng-edit-an, jalan cerita yang cukup lambat, beberapa adegan penyiksaan, karakter para tokoh yang tidak sesuai kepribadian aslinya pastinya dan banyak lagi yang lainnya.

Cast:

- Kim Jaejoong as Kim Jaejoong/Selir Hwan (15 tahun)

- Jung Yunho as Raja Yi Yunho/Raja Sukjong (30 tahun)

- Kim Junsu as Kepala Pengawal Kim (28 tahun)

- Go Ahra as Permaisuri Yi Ahra (30 tahun)

- Shim Changmin as Putera Mahkota Yi Changmin (15 tahun)

- Park Yoochun akan muncul di chapter yang kesekian, jadi umur dan perannya juga belum Puan tentukan, hehehe.

The Great Revenge
by

Puan Hujan

Chapter 2

 
 

Pagi-pagi sekali, tepatnya ketika matahari baru saja menampakkan semburat cahayanya di ufuk timur dengan titik-titik embun yang masih bertengger di dedaunan, Jaejoong sudah rapi. Sesuai janjinya, hari ini Jaejoong kembali akan menemui Yang Mulia Raja Yi Yunho di paviliun yang sama seperti kemarin. Remaja cantik itu tak ingin terkena hukuman dari sang raja. Lagipula, bukankah dengan begini maka jalannya untuk menarik perhatian sang raja berparas tampan itu akan semakin terbuka?

Mengingat pertemuan pertamanya dengan Raja Sukjong itu, Jaejoong tak henti menyunggingkan senyum manisnya. Sesungguhnya pada hari itu, Jaejoong yang kebingungan memikirkan cara untuk merebut simpati sang raja yang tak pernah ia lihat seumur hidupnya pada akhirnya memutuskan untuk berjalan tanpa tujuan. Langkah kakinya akhirnya terhenti ketika menemukan sebuah padang rumput luas yang dipenuhi bunga-bunga liar yang sangat indah. Jaejoong yang kelelahan akhirnya memilih mendudukkan dirinya di bawah sebuah pohon besar berdaun lebat dan memainkan serulingnya. Siapa yang menyangka bahwa tak jauh dari tempatnya melepas lelah, terdapat hutan kerajaan yang pada waktu bersamaan juga disinggahi oleh Yang Mulia Raja yang sedang berburu? Bukankah terlihat seperti suatu kebetulan yang sangat menguntungkan?

Remaja cantik itu memerhatikan pantulan wajahnya di cermin usang berbentuk bulat yang menempel di dinding kamar tidurnya untuk memastikan penampilannya sekali lagi. Diperhatikannya dengan seksama ikatan jaegori berwarna hijau pucuk daun yang ia kenakan. Setelah merasa puas, ia beralih pada tatanan rambutnya. Diambilnya sebuah sisir bambu yang memiliki bagian halus dan kasar di kedua sisinya itu dari atas lemari pakaiannya. Perlahan-lahan, disisirnya rambutnya yang panjang sepinggang itu, lalu mengikatnya dengan sehelai pita berwarna senada dengan hanbok yang ia kenakan. Jaejoong tersenyum senang melihat penampilannya.

Remaja cantik itu bergegas meninggalkan kamar tidurnya. Dihampirinya meja kayu bulat yang terdapat di dapurnya. Sebuah keranjang bekal yang terbuat dari rotan yang diserut halus tampak di atasnya. Jaejoong membuka tutup keranjang itu, memastikan isinya, lalu menutupnya kembali. Ia kemudian menyampirkan keranjang bekal itu di tangan kanannya. Segera dilangkahkannya kedua kakinya menuju keluar ketika dilihatnya cahaya matahari sudah semakin naik. Remaja cantik itu kemudian mengunci pintu rumahnya dengan sebuah palang kayu. Sebelum itu, di ambilnya sebuah payung kertas yang berukir sepasang naga terbang yang berada di tepi pintu. Setelah itu ia segera mengayunkan langkah-langkah kecilnya, menyusuri jalan pintas menuju paviliun raja yang berjarak cukup jauh itu.

ooo 000 ooo

Jaejoong tiba di paviliun yang tampak terapung itu pada saat bayang matahari hampir sama tingginya seperti sehari sebelumnya. Segera dilangkahkannya kedua kakinya menuju pendapa. Kening remaja cantik itu sempat mengernyit ketika kedua matanya melihat hanya sekitar sepuluh orang prajurit yang berjaga di luar pendapa. Sementara seseorang berpakaian sama seperti lelaki yang pada waktu itu nyaris menamatkan riwayatnya tampak sedang mengelus kepala kudanya yang sedang merumput tak jauh dari pendapa.

Jaejoong menghentikan langkahnya ketika di depannya telah berdiri Kepala Pengawal Kim dalam balutan hanbok berwarna biru cerah dengan gat[21] yang dilengkapi gatkkeun[22] yang terdiri dari dua baris manik-manik biru tua diselingi satu manik hitam yang menjuntai mengitari gat yang ia kenakan, yang menandakan kedudukan sosialnya sebagai salah satu kalangan atas. Namja manis yang sesungguhnya merupakan seorang ahli pedang itu memberikan senyuman manisnya pada Jaejoong yang dibalas remaja cantik itu dengan sebuah senyuman tak kalah manis. Kim Junsu kemudian mengajak Jaejoong masuk ke dalam paviliun, dimana Raja Sukjong telah menunggu kedatangannya.

Di ruang peristirahatan berukuran besar dengan karpet merah terbentang di tengah-tengah paviliun, Yang Mulia Raja Yi Yunho tampak sedang duduk di depan sebuah meja kayu rendah berukir. Ia segera mempersilakan remaja cantik yang diam-diam menarik perhatiannya sejak pertemuan pertama itu untuk duduk di hadapannya. Jaejoong dan Kepala Pengawal Kim membungkukkan tubuh mereka, memberi hormat. Setelah itu Jaejoong dengan langkah perlahan mendudukkan dirinya di depan sang raja dengan hanya dipisahkan oleh sebuah meja kayu. Di letakkannya keranjang bekal yang sejak tadi dibawanya tak jauh dari sisi kanan tubuhnya. Sedang Kepala Pengawal Kim mengambil posisinya di belakang Yang Mulia Raja Yi Yunho.

"Kau membawa sesuatu?" tanya sang raja yang cukup penasaran dengan isi kotak bekal si remaja cantik.

"Benar, Yang Mulia. Joongie membawakan sesuatu untuk Yang Mulia. Bolehkah Joongie membuka dan menghidangkannya?" tanya Jaejoong dengan sopan. Yang Mulia Raja menganggukkan kepalanya pertanda setuju.

Remaja cantik itu lantas membuka penutup keranjang bekalnya. Dikeluarkannya sebuah bungkusan kain tebal dari dalam keranjang dan meletakkannya di atas meja kayu. Dengan gerakan hati-hati, dibukanya empat simpul kain tebal yang rupanya membungkus sebuah guci keramik berisikan air panas. Jaejoong juga mengeluarkan sebuah poci dan tiga buah cawan keramik dari dalam keranjang bekalnya, dan menatanya di atas meja. Ia mengambil segenggam daun teh kering dari dalam keranjang lalu menuangkannya ke dalam poci. Dengan teliti remaja cantik itu menuangkan air panas dari dalam guci keramik ke atas daun teh yang berada di dalam poci. Sambil menunggu teh menjadi dingin, Jaejoong kembali duduk di posisi awalnya setelah sebelumnya membungkukkan tubuhnya, memberikan penghormatan.

"Teh yang Joongie bawakan untuk Yang Mulia ini adalah teh Chamomile. Menurut Tabib Lee yang sering membeli tanaman obat pada Joongie, teh Chamomile memiliki manfaat yang sangat banyak, Yang Mulia," jelas Jaejoong. "Joongie juga membawakan bunga Chamomile yang sudah kering. Dua sendok bunga kering dari tanaman ini apabila ditambahkan ke dalam cawan berisi teh Chamomile memiliki khasiat yang sangat bagus untuk seseorang yang mengalami masalah kurang tidur ataupun sulit tidur, Yang Mulia," lanjutnya. Yang Mulia Raja Yi Yunho sedikit menaikkan alisnya mendengar penjelasan remaja cantik itu.

"Dan menurutmu aku memiliki masalah kurang tidur? Bagaimana caranya kau menyimpulkan hal itu?" tanya sang raja penuh nada keheranan. Bahkan permaisuri selaku istri sahnya saja tak mampu membaca 'wajah'nya dengan baik selama bertahun-tahun menemaninya. Bagaimana mungkin di depan seorang remaja berusia lima belas tahun berwajah cantik ini ia seolah sebuah buku dengan halaman yang begitu mudah untuk dibaca dan dipahami?

"Joongie tidak asal menebak, Yang Mulia. Raut wajah Yang Mulia yang kurang tidur sangat terlihat. Apakah Yang Mulia menyadari bahwa ada kantung hitam di bawah mata Yang Mulia? Bukankah itu pertanda yang jelas kalau Yang Mulia memang memiliki masalah sulit tidur?" Jaejoong balik bertanya. Sang raja yang mendapat jawaban lugas dari remaja cantik itu kontan terdiam. Dalam hati, ia memuji kecerdasan si namja berparas menawan itu.

"Kau benar. Akhir-akhir ini aku memang memiliki masalah kurang tidur. Banyak kejadian yang terjadi belakangan ini membuatku berpikir keras. Oh iya, bukankah tadi kau bilang kalau minuman yang kau sajikan ini memiliki khasiat yang sangat banyak? Bisa kau jelaskan padaku?" pinta Yang Mulia Raja.

"Tentu, Yang Mulia. Menurut yang Joongie ketahui dari Tabib Lee, teh Chamomile merupakan ramuan kuno yang dipercaya mampu meredakan tekanan pikiran, mengatasi gangguan kecemasan, juga kesulitan tidur. Di samping itu, minuman ini juga mampu menghilangkan radang, ruam atau iritasi pada kulit, kram perut pada wanita ketika datang bulan, juga membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh, Yang Mulia," jelas Jaejoong lancar yang lagi-lagi menambah kadar kekaguman sang raja.

"Selain berbakat sebagai peniup seruling, kau juga ternyata berbakat di bidang ilmu pengobatan. Apakah kau berencana untuk menjadi murid Tabib Lee?" selidik Yang Mulia Raja.

"Tentu saja tidak, Yang Mulia. Joongie tidak terlalu tertarik untuk belajar mengenai ilmu pengobatan. Lagipula, Tabib Lee tidak pernah mau mengangkat seorang murid. Lelaki tua yang irit bicara itu terkenal sangat pendiam, kalau ada yang menjadi muridnya bisa dipastikan mati bosan sebelum menamatkan pelajaran. Tabib Lee mengeluarkan suaranya pada Joongie selain untuk memesan tanaman obat juga untuk memarahi Joongie yang sering usil menyembunyikan peralatan medisnya," tutur Jaejoong yang tak kuasa menahan semburat merah yang menjalar di pipinya ketika menceritakan soal kenakalannya. Yang Mulia Raja dan Kepala Pengawal Kim hanya tersenyum tipis mendengar penuturan remaja cantik itu.

Tak ada lagi pembicaraan yang terdengar. Tak berapa lama, Jaejoong kembali membungkukkan tubuhnya dan memeriksa poci teh yang telah dingin. Dengan mengangkat ujung lengan jeogori yang ia kenakan, remaja cantik itu menuangkan teh dari dalam poci ke dalam tiga buah cawan keramik yang berada di hadapannya.

"Silakan menikmati tehnya, Yang Mulia, Kepala Pengawal Kim," kata remaja cantik itu lagi.

Kepala Pengawal Kim yang sejak tadi duduk di belakang Yang Mulia Raja memindahkan tubuhnya hingga ia berada di sisi meja kayu rendah itu. Sebagai seorang yang menjadi kepercayaan raja, maka Kepala Pengawal Kim juga bertanggung jawab sepenuhnya atas keselamatan sang raja. Meskipun di matanya Jaejoong terlihat seperti remaja polos lainnya, namun tetap ada prosedur yang harus diembannya demi keselamatan Yang Mulia Raja yang ia pertaruhkan dengan nyawanya. Oleh sebab itu maka Kim Junsu merupakan orang pertama yang mencicipi teh Chamomile yang telah disajikan remaja berparas cantik itu. Ia sedikit tertegun ketika menyesap minuman itu. Kembali ia menyesap untuk kedua kalinya, kemudian menatap sang raja. Ia menganggukan kepalanya.

Yang Mulia Raja akhirnya mengangkat ujung gonryongpo[23] yang ia kenakan, dan mulai menyesap teh Chamomile yang telah dihidangkan. Reaksi beliau sama seperti Kepala Pengawal Kim ketika pertama kali mencicipi minuman tersebut. Yang Mulia Raja kemudian mengalihkan pandangannya pada remaja cantik yang tengah menunduk di hadapannya.

"Rasanya begitu berbeda dengan teh yang kuminum sehari-hari, maupun yang kuminum pada saat upacara minum teh. Ada rasa segar yang berbeda ketika bertemu di ujung lidah. Bagaimana menurutmu, Kepala Pengawal Kim?" tanya Yang Mulia Raja.

"Hamba merasakan hal serupa, Yang Mulia," jawab Kim Junsu penuh hormat. Raja terlihat mengangguk puas. Ia kembali menyesap tehnya dengan mengangkat cawan menutupi muka.

Mereka terus berbincang-bincang hingga matahari terus merangkak naik dan Jaejoong telah pun menuangkan teh untuk yang kedua kalinya ke dalam cawan mereka bertiga. Jaejoong pada akhirnya diminta untuk memainkan serulingnya oleh sang raja. Remaja cantik itu dengan patuh menuruti permintaan Yang Mulia Raja, dengan hati bersorak kegirangan karena ia selangkah lebih dekat untuk mendapatkan perhatian dari sang penguasa Dinasti Joseon itu.

ooo 000 ooo

Waktu terus bergulir sejalan dengan warna kehidupan. Hari berganti sedemikian cepat hingga tanpa terasa sudah empat purnama Jaejoong masuk ke dalam kehidupan Yang Mulia Raja Yi Yunho. Pada setiap akhir pekan, sang raja yang memang terang-terangan menunjukkan ketertarikannya pada remaja cantik itu akan meminta Jaejoong menemuinya di paviliun di hutan kerajaan dan memainkan seruling untuknya. Sang raja meyakini bahwa sesungguhnya ia telah jatuh cinta pada namja cantik bermata indah itu. Namja menggemaskan yang justru sepertinya tak menyadari tanda-tanda ketertarikan yang ditunjukkan oleh Yang Mulia Raja.

Sesungguhnya, Jaejoong sendiri bukannya tak menyadari akan ketertarikan sang raja padanya. Remaja cantik berkulit seputih susu itu dengan cerdasnya memanfaatkan ketidakmampuan sang raja berjauhan dengannya demi memuluskan rencana balas dendam keluarganya. Ia melaksanakan pesan ibunya untuk membuat sang raja takluk pada pesonanya dengan sangat baik. Jaejoong juga sengaja bersikap seolah-olah buta akan perhatian berlebihan yang ditunjukkan oleh Yang Mulia Raja agar sang raja semakin sulit untuk melepaskan diri dari jeratan pesonanya. Dan sepertinya hanya masalah waktu yang akan bicara mengenai kapan waktunya Jaejoong akan masuk ke istana.

"Kuperhatikan sejak tadi kau melamun. Ada yang kau pikirkan?" tanya Tabib Lee yang sore itu mengunjungi rumah sederhana Jaejoong untuk mengambil beberapa tanaman obat yang telah ia pesan sebelumnya. Jaejoong yang sedang asyik dengan pemikirannya sedikit kaget dengan pertanyaan Tabib Lee. Dengan cepat ia menggeleng sambil kembali memusatkan perhatian pada beberapa tanaman kering yang sedang ia bungkus.

"Joongie hanya sedikit lelah, Tabib Lee," jawab remaja cantik itu. Tabib Lee menyunggingkan senyum samarnya, namun tak bertanya lebih lanjut. Jaejoong menyerahkan beberapa bungkusan berisi tanaman obat yang dipesan oleh tabib setengah baya itu. Setelah membayar sejumlah uang, sang tabib yang sangat jarang membuka suara itu pamit pulang. Joongie mengantarkannya hingga ke depan pintu.

Baru saja sekelipan mata Jaejoong menutup pintu rumahnya, kembali terdengar ketukan dari luar. Jaejoong yang mendengus kesal segera membuka pintu dan kekesalannya berubah menjadi keterkejutan karena yang berkunjung ke rumahnya adalah Kepala Pengawal Kim, orang kepercayaan raja.

"Ke-kepala Pengawal Kim? Bagaimana Anda bisa ke rumah Joongie? Dan ada keperluan apa sehingga Anda mengunjungi rumah sederhana Joongie ini? Apakah Yang Mulia Raja yang memerintahkannya?" tanya Jaejoong beruntun tanpa mampu menyembunyikan keterkejutannya.

Kim Junsu tersenyum manis di depan pintu.

"Kau tak menyuruhku masuk?" goda kepala pengawal itu. Remaja cantik itu segera tersadar dari keterkejutannya dan menggeser tubuhnya yang berdiri di muka pintu, mempersilakan orang kepercayaan raja itu untuk masuk ke dalam rumahnya yang sederhana.

"Maafkan ketidaksopanan Joongie, Kepala Pengawal Kim. Duduklah!" ujar remaja cantik itu setelah mampu menetralisir kekagetannya. Ia kemudian menuang air dari sebuah poci di atas meja ke dalam sebuah cawan dan menyerahkannya pada Kepala Pengawal Kim.

"Terima kasih. Dan sebaiknya kau panggil saja aku Kim Ahjussi. Itu lebih enak didengar daripada kau menyebut namaku beserta jabatanku. Aku kemari membawa perintah khusus dari Yang Mulia Raja Sukjong untuk menjemputmu ke istana Changdeok," papar Kim Junsu dengan tegas, sambil mendudukkan dirinya di dipan satu-satunya yang berada di ruang tamu berlantai tanah liat itu. Di dalam hati, ada perasaan miris yang merambat di hati kepala pengawal itu melihat kehidupan remaja cantik di hadapannya yang begitu sederhana.

"Men-menjemput Joongie ke istana? Apakah Yang Mulia akan menghukum Joongie karena Joongie menghabiskan kangkung di gerbang kerajaan?" tanya remaja cantik itu yang membuat Kepala Pengawal Kim tak mampu menahan tawa. Ia terkekeh lucu.

"Yang Mulia Raja tidak akan menghukummu hanya karena kau menghabiskan kangkung liar yang tumbuh subur di gerbang kerajaan, Joongie. Tapi Yang Mulia pasti akan sangat murka dan menjatuhkan hukuman seberat mungkin bila kau menolak perintahnya," desis kepala pengawal berwajah manis itu di akhir kalimatnya, sengaja menakut-nakuti remaja cantik di hadapannya. Jaejoong yang meyakini ucapan Kim Junsu itu membulatkan matanya.

"Andweee[24]! Joongie tidak mau dihukum," kepala remaja cantik itu menggeleng kuat.

"Kalau begitu sebaiknya kau tidak membuang waktu. Segeralah kemasi barang-barang berhargamu," perintah Kim Junsu.

"Tapi kenapa Joongie harus membawa barang-barang berharga Joongie, Kim Ahjussi? Apa Joongie tidak akan diijinkan untuk kembali lagi ke rumah ini?" tanya Jaejoong yang masih kebingungan.

"Tentu saja tidak. Yang Mulia Raja memintamu untuk jadi pemusik istana, dan itu artinya kau akan tinggal di sana," jelas Kim Junsu dengan sabar. Mata indah remaja berparas rupawan itu makin melebar.

"Joongie akan di tinggal di istana? Apakah di sana banyak makanan enak?" tanya Jaejoong dengan kepolosannya. Kim Junsu menjawab pertanyaannya dengan anggukan.

"Baiklah kalau begitu. Ahjussi tunggu sebentar, ne? Joongie akan segera berkemas," pamit Jaejoong sambil meninggalkan Kepala Pengawal Kim. Ia bergegas menuju kamarnya. Di dalam kamar, ia menggelar sebuah kain tebal di atas tempat tidur. Dikeluarkannya barang-barang berharga peninggalan ibunya, serulingnya, beberapa hanbok yang ia miliki, juga sebuah guci berisikan uang hasil kerjanya selama ini. Tak lupa pula selongsong bambu berisikan surat ibunya yang ia sembunyikan di antara pakaiannya. Disatukannya benda-benda tersebut dan menyusunnya dengan rapi di atas kain yang segera ia ikat dengan kuat. Tak lama, ia keluar dengan memanggul sebuah bungkusan berukuran cukup besar.

"Hanya itu yang kau bawa?" tanya Kepala Pengawal Kim yang sedikit mengerutkan kening melihat hanya satu bungkusan yang dibawa oleh remaja itu.

"Tentu saja, Ahjussi. Hanya barang-barang di dalam bungkusan ini yang merupakan barang berharga buat Joongie. Oh iya, apakah Joongie juga boleh membawa kelinci-kelinci Joongie? Tidak banyak, hanya sepuluh ekor, Ahjussi. Boleh ya? Tak ada yang merawat mereka kalau Joongie tinggalkan. Jebal!" pinta Jaejoong memasang tampang memelas.

"Bawalah!" sahut Kim Junsu. Jaejoong tertawa riang. Diletakkannya bungkusan yang tadi dipanggulnya di kaki dipan yang diduduki oleh Kim Junsu. Remaja cantik itu kembali meninggalkan Kepala Pengawal Kim yang sedang menikmati minumannya. Tak berapa lama kemudian, Jaejoong kembali dengan sebuah keranjang bambu yang dianyam jarang yang telah berisikan kelinci-kelincinya.

"Ahjussi, Ahjussi bisakan menunggu Joongie sedikit lebih lama? Joongie ingin berpamitan pada Jang Ahjumma dan Ahjussi serta Tabib Lee. Rumah mereka tidak terlalu jauh dari sini. Joongie akan cepat-cepat. Tidak apa-apa kan, Ahjussi?" ijin Jaejoong. Bagaimanapun, ketiga orang yang telah disebutkannya itu sudah seperti keluarganya sendiri. Sungguh tidak sopan bila ia pergi begitu saja tanpa berpamitan.

Kepala Pengawal Kim yang rupanya memahami perasaan remaja itu kembali hanya menganggukkan kepalanya seraya tersenyum lebar.

"Pergilah, dan cepat kembali! Kita harus segera sampai ke istana sebelum malam," tukas Kepala Pengawal Kim. Jaejoong mengangguk mantap dan segera berlari meninggalkan orang kepercayaan raja itu.

Sepeninggal Jaejoong, Kim Junsu mengamati bungkusan kain tebal di ujung kakinya. Senyuman indahnya kembali merekah mengingat kepolosan remaja cantik itu. Kejap berikutnya, senyuman kepala pengawal itu berubah dengan ekspresi sendu jika mengingat sukarnya hidup yang harus dijalani oleh remaja berusia lima belas tahun itu. Dalam hati Kim Junsu, timbul sebentuk perasaan sayang kepada namja cantik yang pandai memainkan seruling itu. Perasaan sayang seorang kakak kepada seorang adik yang tak pernah ia miliki.

Tak sampai sepeminuman teh kemudian, Jaejoong sudah kembali ke rumahnya menemui Kepala Pengawal Kim. Keringat tampak menyembul di beberapa titik di wajahnya. Kepala Pengawal Kim bergegas berdiri. Dibawanya bungkusan kain tebal juga keranjang berisi kelinci. Jaejoong mengekorinya dari belakang setelah mengunci rapat pintu rumahnya. Mereka berjalan perlahan tanpa suara menuju seekor kuda berbulu hitam yang sedang merumput tak jauh dari pagar kayu yang hampir roboh di depan rumah remaja cantik itu.

Kim Junsu membantu si remaja cantik itu untuk duduk di punggung kudanya. Ia juga menyerahkan bungkusan kain tebal beserta keranjang berisi kelinci kepada namja berparas rupawan itu. Setelah itu, ia juga melakukan satu lompatan indah dan dengan gerakan mengagumkan berhasil duduk di punggung kudanya, tepat di depan Jaejoong. Tanpa membuang waktu, namja dewasa berwajah manis yang sangat ahli memainkan pedang itu menarik tali kekang kudanya. Ia pun dengan cepat menggebah kudanya menyusuri jalanan, membuat remaja cantik yang duduk di belakangnya memejamkan mata rapat-rapat. Debu-debu beterbangan di sepanjang jalan yang dilewati oleh kaki sang kuda.

ooo 000 ooo

Ketika matahari baru saja terbenam, menghadirkan malam yang mulai merambat menyelimuti mayapada, Kepala Pengawal Kim dan Jaejoong tiba di istana melalui pintu Taman Rahasia yang terdapat di bagian belakang istana. Meskipun belum pernah berkunjung ke istana Changdeok, namun Jaejoong sering mendengar cerita dari mulut ke mulut mengenai hikayat Taman Rahasia yang terletak di belakang area bangunan utama istana itu. Taman Rahasia sendiri sesungguhnya hanya sebuah taman biasa yang didesain sedemikian rupa dan disesuaikan dengan kontur tanahnya yang berbukit dengan hutan yang lebat, kolam-kolam, mata air yang melewati bebatuan, juga paviliun-paviliun berukuran besar ataupun kecil yang dibangun menyatu dengan alam sekitar. Meskipun begitu, tidak sembarangan orang yang bisa memasuki taman indah yang memiliki beragam tanaman langka itu. Hanya keluarga raja, ataupun orang-orang tertentu yang dipilih oleh raja.

Dalam mimpi sekalipun, remaja cantik itu tak berani berharap untuk menjadi salah satu dari orang yang terpilih itu. Namun begitulah kenyataannya, Yang Mulia Raja Yi Yunho memilihnya!

Kim Junsu melompat dari kudanya dengan sebuah gerakan indah tanpa suara. Ia juga tak lupa menurunkan remaja cantik yang masih terpesona pada keindahan Taman Rahasia yang diterangi oleh penerangan dari lampion-lampion yang terpasang di setiap sudut taman. Kepala Pengawal Kim menepuk pundak remaja itu pelan, lalu mengajaknya berjalan lurus melewati sebuah lorong memanjang, hingga tiba di sebuah ruangan yang dijaga oleh dua orang prajurit bersenjatakan tombak.

Kim Junsu menggeser pintu kamar yang terlihat indah dengan seni garis itu dan mempersilakan remaja cantik itu masuk. Sementara kedua prajurit yang menjaga pintu membungkukkan tubuh, memberi hormat.

"Ini kamarmu. Kau bisa menata barang bawaanmu esok hari jika kau lelah. Segeralah beristirahat! Atau jika kau ingin membersihkan diri, kau bisa menikmati pemandian air panas yang telah disediakan. Yang Mulia Raja mengutus dua orang dayang untuk memenuhi segala keperluanmu. Beliau juga memberikan hadiah selamat datang padamu. Ini," tutur Kepala Pengawal Kim seraya menyerahkan sebuah kotak perak berukir berukuran kecil dengan lambang Kerajaan Joseon di permukaannya. "Kau bisa melihat isinya setelah aku keluar. Aku harus segera menghadap Yang Mulia Raja untuk melapor tentang kedatanganmu. Kalau kau butuh sesuatu, kau bisa mengatakannya pada prajurit yang bertugas menjaga pintu. Aku pergi dulu," pamit Kim Junsu sambil memutar langkah dan meninggalkan remaja cantik itu.

Jaejoong perlahan menutup pintu kamarnya. Di letakkannya bungkusan kain tebal dan keranjang berisi kelinci yang sejak tadi ia pegang ke atas meja bulat di sudut ruangan yang terlalu besar untuk ukuran sebuah kamar itu. Bergegas dibukanya kotak perak yang tadi diberikan oleh Kepala Pengawal Kim. Matanya membulat melihat di dalam kotak itu terdapat sebuah cincin bermata berlian dengan bentuk lambang Kerajaan Joseon. Jaejoong memandangi cincin itu sejenak sebelum mengenakannya di jari manisnya. Jaejoong kembali memerhatikan cincin bermata berlian yang tampak begitu pas di jari manisnya, lalu menciumnya. Sebuah senyuman indah mekar sempurna di bibir remaja cantik itu.

Remaja cantik itu kemudian mengayunkan kakinya perlahan menyusuri tiap sudut ruangan yang luasnya tiga kali lebih besar dari rumah yang selama ini ia tempati. Dirabanya setiap dinding yang didominasi kayu dan batu. Langkahnya akhirnya terhenti ketika di depannya terdapat sebuah tempat tidur berukuran besar dengan empat pilar tinggi yang menyangga kelambu sutera menutupi sisinya. Tempat tidur itu berlapiskan selembar kain berwarna hijau yang serasi dengan keseluruhan isi ruangan. Dengan mata berbinar, remaja cantik itu meletakkan pantatnya di atas tempat tidur. Ia tertawa kecil sambil mengayun-ayunkan kakinya yang menjuntai. Tak puas dengan itu, remaja cantik itu lalu merebahkan tubuhnya dan berguling-guling di atas tempat tidur itu. Entah berapa lama ia larut dalam kegembiraannya hingga kantuk datang mendera. Si namja berparas jelita itu pun akhirnya terkulai memejamkan matanya di atas ranjang di kamar barunya.

ooo 000 ooo

Meski sudah lebih tiga hari Jaejoong tinggal di istana, remaja cantik itu masih merasa seperti sedang bermimpi. Meskipun ia hanyalah seorang pemusik istana yang memiliki tugas khusus untuk memainkan seruling kepada Yang Mulia Raja, namun ia merasa diperlakukan begitu istimewa. Untuk memenuhi kebutuhannya, dua orang dayang istana setiap saat selalu siap untuk melayaninya. Sedangkan untuk penjagaan, sepuluh orang prajurit terpilih selalu siap setiap saat untuk menjaganya bergantian. Jaejoong merasakan kehidupannya berubah dengan menyolok. Tak ada lagi hanbok-hanbok dengan warna yang mulai memudar, semuanya berganti dengan pakaian baru berbahan sutera terbaik.

Meskipun begitu, selama tiga hari keberadaannya di istana, belum sekalipun Jaejoong bertemu dengan Yang Mulia Raja Yi Yunho. Menurut Kepala Pengawal Kim yang rajin mengunjunginya setiap petang dengan membawakan pesan-pesan sang Raja Joseon itu, Yang Mulia Raja sedang disibukkan dengan pembicaraan penting dengan para pejabat istana mengenai rencana penyerangan tentara Ming. Dan hal tersebut sangat menguras waktu juga pikiran beliau.

Jaejoong tidak terlalu mempermasalahkan hal itu. Ia masih setengah tak percaya dengan nasib baik yang sedang menaunginya. Tak perlu bersusah-payah ternyata untuk membuat sang raja jatuh pada pesonanya. Yang perlu ia pikirkan hanyalah langkah selanjutnya. Hal itu membuatnya sering duduk menyendiri untuk memikirkan rencana-rencana ke depan. Seperti halnya hari ini, Jaejoong duduk melamun dengan pikiran mengembara tidak menentu di dalam Taman Rahasia yang dipenuhi bunga-bunga yang sedang mekar dan menyebarkan keharumannya ke seluruh penjuru taman itu.

"Tuan Muda," Jaejoong menoleh ketika mendengar sebuah suara dari arah samping kanannya mengusik lamunannya. Seorang dayang berwajah cukup cantik sudah berdiri di dekatnya. Sikapnya begitu hormat, sambil sedikit membungkukkan tubuhnya.

"Ada apa?" tanya Jaejoong pelan.

"Yang Mulia Permaisuri ingin bertemu," sahut dayang itu.

"Ada yang ingin kukatakan padamu, Pemusik Kim," ujar Yang Mulia Permaisuri dengan nada datar.

"Oh!" Jaejoong tersentak kaget.

Dayang di sampingnya segera menyembah hormat, lalu bergegas berbalik meninggalkan taman itu. Jaejoong berdiri dan membalikkan tubuhnya yang sedari tadi duduk di sebuah kursi batu menghadap ke arah kolam mini berisikan ikan-ikan koi yang sedang asyik berenang. Ia lalu buru-buru membungkukkan tubuhnya, memberi penghormatan pada Yang Mulia Permaisuri yang tahu-tahu sudah berada di dekatnya. Permaisuri berwajah cantik yang mengenakan dangui[25] berwarna merah muda dan seuran chima[26] berwarna scarlet itu melangkah mendekati Jaejoong dengan kesan angkuh, lalu duduk di atas kursi batu yang tadi diduduki oleh remaja cantik itu. Sedang Jaejoong sendiri hanya berdiri saja.

"Enak juga berada di sini…," kata Yang Mulia Permaisuri seraya mengedarkan pandangannya ke sekeliling.

"Ya," hanya itu yang bisa diucapkan Jaejoong.

"Kau senang?"

"Ya, Yang Mulia Permaisuri," lagi-lagi Jaejoong menjawab singkat.

"Tapi kau harus ingat satu hal, Pemusik Kim. Kesenangan yang kau peroleh sekarang ini bukan berarti bisa berbuat seenaknya saja di istana Changdeok ini. Kau harus sadar, siapa dirimu. Hanya rakyat jelata yang kebetulan memiliki sedikit kemampuan. Jangan pernah berharap lebih, apalagi mengharapkan bisa mendampingi Yang Mulia Raja," sinis Yang Mulia Permaisuri dalam berujar, meskipun nada suaranya terdengar lembut di pendengaran.

Jaejoong hanya diam saja. Di dalam hatinya, sebuah seringai lebar terbentang. Ternyata ini rupanya putri bungsu Perdana Menteri Go yang dimaksudkan Eomma. Cantik, sayang hatinya busuk, batin remaja cantik itu. Di hadapan sang permaisuri, ia memasang wajah sedihnya yang seolah sedang merasakan sakit hati teramat sangat.

"Yang Mulia Raja memberikan semua kesenangan ini karena kasihan padamu. Beliau seorang raja besar yang sangat memerhatikan rakyatnya. Dan tentunya kau harus bersyukur atas apa yang kau peroleh saat ini, Pemusik Kim. Jangan sampai kau besar kepala dan lantas menginginkan yang lebih dari ini semua," kembali Yang Mulia Permaisuri berkata lembut. Namun nada suaranya sangat menyakitkan hati.

Dan Jaejoong kembali hanya bisa diam tanpa berkata sedikit pun. Dibiarkannya saja Yang Mulia Permaisuri itu melampiaskan kecemburuannya padanya. Di dalam hatinya, ia tertawa keras menanggapi ucapan-ucapan wanita cantik itu.

"Satu hal lagi yang perlu kau ingat, Pemusik Kim. Yang Mulia Raja tidak akan mengambil pendamping seorang rakyat kebanyakan sepertimu!" sambung Yang Mulia Permaisuri tegas, tanpa tedeng aling-aling lagi.

Jaejoong mendongakkan kepalanya yang sejak tadi menunduk. Pandangannya tajam menusuk ke bola mata Yang Mulia Permaisuri. Kata-kata terakhir dari istri sah Raja Sukjong itu membuatnya tak bisa menahan diri lagi.

"Yang Mulia Permaisuri!"

Belum lagi Jaejoong membuka mulutnya, tiba-tiba terdengar sebuah suara bentakan keras. Yang Mulia Permaisuri dan si remaja cantik sama-sama terkejut dan menoleh. Yang Mulia Permaisuri menatap tajam ke arah orang yang membentak dengan keras tadi.

"Mau apa kau ke sini, Selir Suk?" bentak Yang Mulia Permaisuri sengit. Dipandanginya wanita muda dalam balutan dangui berwarna biru langit dan seuran chima berwarna senada yang melangkah ringan menghampiri mereka. Sebuah kipas terkembang dan bergerak-gerak di depan dada wanita muda yang dipanggil Selir Suk itu.

"Sikapmu sungguh memalukan, Yang Mulia Permaisuri. Sama sekali tidak mencerminkan sikap seorang ratu dari sebuah kerajaan besar seperti Joseon," tajam dan sangat menusuk kata-kata Selir Suk. Sedikit pun tak dipedulikannya pertanyaan Ratu Joseon itu.

"Lancang sekali mulutmu, Selir Suk," sentak Yang Mulia Permaisuri gusar.

"Kau boleh saja membenci kami, para selir yang selalu kau anggap sainganmu, Yang Mulia Permaisuri. Tapi alangkah memalukannya jika kau selalu meluapkan kecemburuanmu kepada setiap orang. Terlebih pada anak sepolos ini," dengan enteng Selir Suk menunjuk ke arah Jaejoong dengan kipasnya. Remaja cantik itu terlihat masih terpana dengan adu mulut dua wanita yang merupakan istri dan selir dari Yang Mulia Raja tersebut.

"Kau pikir siapa dirimu hingga berani berkata seperti itu padaku? Apa kau lupa kalau kau hanyalah seorang selir, Selir Suk? Sebaiknya kau tutup mulut busukmu jika kau masih ingin menikmati kesenangan di istana ini," ketus Yang Mulia Permaisuri.

"Kau mengancamku, Yang Mulia Permaisuri? Apa yang akan kau lakukan kali ini? Pastinya tak jauh-jauh dari mengandalkan kedudukan ayahmu sebagai Perdana Menteri sekaligus mertua Yang Mulia Raja, bukan? Apa kau juga ingin membuat fitnah atas keluargaku seperti apa yang telah kau dan keluargamu lakukan kepada keluarga Park?" sindir Selir Suk seraya tersenyum sinis. Jaejoong sedikit mengangkat kepalanya ketika mendengar salah satu selir raja itu menyebut marga keluarganya.

"Tutup mulutmu!" bentak Yang Mulia Permaisuri dengan wajah memerah.

"Kau yang seharusnya berhati-hati menjaga mulutmu mulai saat ini, Yang Mulia Permaisuri. Jangan sampai kau menyesal di kemudian hari jika kata-katamu hari ini justru akan menjatuhkanmu di masa depan," balas Selir Suk dengan berani.

"Kau sungguh keterlaluan, Selir Suk. Kau pasti akan merasakan akibatnya!" bentak sang permaisuri.

Setelah berkata demikian, Yang Mulia Permaisuri segera bangkit dari duduknya dan meninggalkan Taman Rahasia itu. Selir Suk memandangi kepergian sang permaisuri sambil tersenyum sinis, sedang Jaejoong hanya memandanginya dengan diam, namun matanya mulai berkaca-kaca. Didudukkannya pantatnya di atas kursi batu yang tadi ia duduki. Ia menutupi wajahnya dengan kedua lengannya. Tak lama, isak tangis tertahan keluar dari bibirnya. Selir Suk memandanginya sesaat, lalu duduk di samping namja cantik itu. Dengan lembut, dipeluknya pundak remaja berusia lima belas tahun itu dan merengkuhnya ke dalam pelukan. Dan tangis Jaejoong akhirnya tumpah di dalam pelukan Selir Suk.

ooo 000 ooo

Kim Junsu sedang memasang pelana kuda tunggangannya di bangsal kuda istana yang terletak di bagian belakang istana, tepatnya di sebelah barat Taman Rahasia, ketika seorang prajurit yang dikenalinya sebagai prajurit yang bertugas menjaga pintu ruangan Jaejoong menghampirinya dengan tergopoh-gopoh. Ia menghentikan kegiatannya, lalu memerhatikan prajurit yang memberinya hormat itu.

"Ada apa hingga kau kau berlari seperti itu, Prajurit?" tanya Kepala Pengawal Kim itu

"Ampun, Kepala Pengawal Kim. Tuan Muda Joongie menghilang dari kamarnya," lapor prajurit itu, menjawab pertanyaan Kim Junsu.

"Hah?! Apa kau bilang? Menghilang? Bagaimana mungkin itu terjadi? Bukankah selain prajurit penjaga pintu juga masih ada sepuluh orang prajurit pilihan yang bertugas menjaganya bergantian? Lalu, apakah kalian sudah mencarinya di sekeliling istana?" tanya Kepala Pengawal Kim setengah tak percaya. Meski begitu, rasa cemas mulai merayap menguasai hatinya. Terlebih setelah beberapa hari yang lalu seorang dayang menceritakan mengenai ucapan Yang Mulia Permaisuri terhadap remaja cantik itu kepadanya. Apa jangan-jangan ia pergi karena hal itu? batin Kim Junsu.

Sang prajurit lalu menceritakan apa yang terjadi. "Kami sudah mencari ke sekeliling istana, tapi Tuan Muda Joongie tak juga ditemukan. Tapi menurut Dayang Choi, pakaian dan perlengkapan Tuan Muda Joongie masih berada di tempatnya," ujarnya. Kepala Pengawal Kim mengerutkan keningnya.

"Itu artinya ia masih berada di sekitar sini," balas Kepala Pengawal Kim. Ia segera menyambar pedangnya yang tergeletak tak jauh darinya dan bangkit berdiri.

"Kau kembalilah ke tempatmu, Prajurit! Aku akan segera menghadap Yang Mulia Raja dan memimpin pencarian," perintah kepala pengawal berwajah manis itu. Dengan langkah cepat ia berjalan meninggalkan sang prajurit yang membungkukkan tubuhnya, memberi hormat sebelum kembali ke tempatnya semula.


             ~~~TBC~~~

Catatan:

21. Gat: Topi dari rambut kuda dengan bagian tengah berbentuk tabung dengan pinggir yang lebar, biasanya dikenakan oleh kaum bangsawan atau kalangan atas.

22. Gatkkeun: Benang topi yang dihiasi manik-manik pada gat (hanya kalangan atas yang memiliki gat dengan gatkkeun, untuk menunjukkan status sosial mereka).

23. Gonryongpo: Baju harian untuk raja dan Putra Mahkota. Biasanya berupa jubah besar berwarna merah dengan lambang naga.

24. Andwe: Tidak.

25. Dangui: Pakaian sehari-hari wanita istana.

26. Seuran chima: Rok panjang berpola emas yang digunakan bersama dangui.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar