Rabu, 15 April 2015

The Great Revenge chap 3A


Rate: T

Genre: Puan agak kurang paham dengan masalah ini. Bisa jadi genre-nya romance, drama, tragedy and family.

Warning: Boys love, yaoi, m-preg, beberapa butir typo yang kemungkinan terlewat ketika proses peng-edit-an, jalan cerita yang cukup lambat, beberapa adegan penyiksaan, karakter para tokoh yang tidak sesuai kepribadian aslinya pastinya dan banyak lagi yang lainnya.

Cast:

- Kim Jaejoong as Kim Jaejoong/Selir Hwan (15 tahun)

- Jung Yunho as Raja Yi Yunho/Raja Sukjong (30 tahun)

- Kim Junsu as Kepala Pengawal Kim (28 tahun)

- Go Ahra as Permaisuri Yi Ahra (30 tahun)

- Shim Changmin as Putera Mahkota Yi Changmin (15 tahun)

- Park Yoochun akan muncul di chapter yang kesekian, jadi umur dan perannya juga belum Puan tentukan, hehehe.

Story by : Puan hujan.

  Chapter 3 

Jaejoong tersenyum bahagia menyaksikan dua keranjang di tangan kanan dan kirinya yang dipenuhi tanaman kangkung liar. Remaja cantik itu sebetulnya tak berniat meninggalkan istana diam-diam, hanya saja dikarenakan ketika ia ingin meminta bantuan seorang dayang untuk memberikan makanan pada kelinci-kelincinya, dayang tersebut terlihat dalam keadaan tidak enak badan. Ketika Jaejong berusaha meminta bantuan kepada prajurit yang bertugas menjaganya, dua orang prajurit yang bertugas pada hari itu malah tampak tertidur tak jauh dari ruangannya, dengan raut wajah yang sangat kelelahan. Tak ingin merepotkan orang lain, Jaejoong lalu berinisiatif untuk mencarikan kangkung untuk kelinci-kelincinya. Ia pergi ke gerbang hutan kerajaan lewat pintu belakang istana, hingga tak ada yang sempat memerhatikannya.

Remaja cantik itu baru saja meletakkan dua keranjangnya di ujung kakinya dan hendak membuka pintu ruangannya ketika seseorang mencekal pergelangan tangan kanannya. Jaejoong yang terkejut segera membalikkan tubuhnya dan mendapati Kepala Pengawal Kim sedang menatapnya tajam dengan pandangan yang sukar diartikan.

"Dari mana saja kau?" tanya Kim Junsu datar.

"Ahjussi, Joongie hanya keluar istana sebentar untuk mencarikan kangkung untuk kelinci-kelinci Joongie," jawab remaja cantik itu sambil meringis, merasakan sakit di pergelangan tangannya. Kim Junsu melepaskan cekalannya.

"Kenapa kau tidak meminta bantuan kepada para dayang atau prajurit, Joongie? Tidak tahukah kau betapa cemasnya aku ketika seorang prajurit penjaga pintumu mengatakan bahwa kau menghilang? Tidak tahukah kau kalau Yang Mulia Raja juga begitu kuatir mendengar bahwa kau menghilang dari kamarmu sendiri?" tanya Kim Junsu dengan nada pelan. Sorot matanya yang semula tajam berubah. Ia sendiri merasa heran dengan dirinya yang tidak bisa marah kepada remaja cantik yang sudah dianggapnya sebagai adik sendiri itu.

Jaejoong lalu menceritakan kejadian yang sebenarnya. "Maafkan Joongie, Kim Ahjussi. Joongie sudah membuat Ahjussi cemas. Joongie janji tidak akan mengulanginya lagi," lirih remaja cantik itu dengan wajah menunduk. Kim Junsu menghela napasnya, lalu menepuk pundak remaja itu.

"Bukan aku yang harus kau pikirkan. Kau harus menjelaskan semua ini pada Yang Mulia Raja. Beliau yang sangat mencemaskanmu, Joongie," ujar Kepala Pengawal Kim itu. Jaejoong menganggukkan kepalanya.

"Ne, Ahjussi. Joongie akan menemui Yang Mulia Raja dan meminta maaf. Joongie sudah membuat banyak orang cemas. Joongie menyesal, hiks," remaja cantik itu tak mampu membendung penyesalannya hingga terisak.

"Tidak perlu!" sebuah suara berat yang begitu penuh wibawa tiba-tiba terdengar dari arah belakang kedua namja berbeda usia itu. Jaejoong dan Kepala Pengawal Kim segera menoleh dan mendapati bahwa Yang Mulia Raja sudah berada di dekat mereka dengan didampingi oleh dua orang pengawal. Jaejoong dan Kepala Pengawal Kim serta prajurit yang bertugas menjaga pintu segera membungkukkan tubuh mereka.

"Bisa kalian tinggalkan kami? Kau juga, Kepala Pengawal Kim!" titah Yang Mulia Raja kepada semua orang yang berada di depan pintu kamar remaja cantik yang menjadi pemusik istana termuda itu. Para prajurit, pengawal, serta Kepala Pengawal Kim sekali lagi membungkukkan tubuh, memberikan penghormatan sebelum akhirnya meninggalkan tempat itu.

Yang Mulia Raja perlahan menggeser pintu kamar remaja cantik itu, lalu melangkah memasukinya. Jaejoong mengikuti di belakangnya dengan kepala masih tertunduk. Begitu mereka berdua telah sampai di dalam, Jaejoong segera menutup pintu kamarnya. Remaja cantik itu lalu duduk bersimpuh di lantai, sedang Yang Mulia Raja berdiri membelakanginya dengan pandangan lurus menatap ke luar jendela.

"Joongie mengaku bersalah, Yang Mulia. Joongie mohon ampun. Tidak seharusnya Joongie membuat Yang Mulia cemas karena pergi meninggalkan istana diam-diam. Joongie menyesal," lirih remaja cantik itu.

Suasana di dalam ruangan itu untuk beberapa saat terlihat hening. Yang Mulia Raja masih terdiam sambil membelakangi remaja cantik itu. Tak lama, Raja Joseon itu membalikkan tubuhnya, lalu mengayunkan langkah mendekati remaja cantik yang sedang duduk bersimpuh di depannya. Sang raja mencengkeram kedua pundak remaja itu pelan, lalu memintanya berdiri. Jaejoong menurut. Ia perlahan berdiri dengan kepala masih menunduk.

Kejap berikutnya, Jaejoong merasakan sebuah perasaan hangat yang tiba-tiba menjalar menyelimuti seluruh hatinya ketika Yang Mulia Raja memeluknya dengan erat seolah tak ingin melepaskannya lagi.

"Jangan lagi kau melakukan hal itu. Kau membuatku dilanda perasaan cemas sedemikian hebat. Aku takut kau meninggalkanku," bisik Yang Mulia Raja di telinga remaja itu.

"Joongie berjanji tidak akan melakukannya lagi, Yang Mulia. Tapi kenapa Yang Mulia berkata seperti itu? Apa alasannya Joongie meninggalkan Yang Mulia? Joongie senang berada di sini. Semua orang baik pada Joongie. Terutama Yang Mulia," jawab remaja cantik yang masih berada dalam pelukan sang raja itu. Raja Sukjong perlahan melepaskan pelukannya. Ditatapnya lurus bola mata remaja itu yang saat itu juga sedang menatapnya. Tangannya terangkat dan menjepit dagu Jaejoong. Perlahan-lahan, Yang Mulia Raja mendekatkan wajahnya ke wajah remaja cantik itu. Bibir remaja cantik itu sedikit terbuka dengan mata tidak berkedip. Semakin dekat wajah mereka, dengus napas semakin terasa hangat menerpa kulit.

Menggeletar seluruh tubuh Jaejoong ketika bibir Yang Mulia Raja Yi Yunho menyentuh lembut bibirnya. Saat itu juga remaja cantik itu merasakan aliran darahnya seolah terbalik. Remaja cantik itu sama sekali tidak menolak ketika tangan sang raja melingkar di pinggang rampingnya, dan kembali merengkuhnya ke dalam pelukan. Dengan tangan gemetaran karena malu, remaja cantik itu melingkarkan tangannya ke leher Yang Mulia Raja. Membuat bibir mereka semakin rapat menyatu.

"Ah…," Jaejoong mendesah ketika Yang Mulia Raja melepaskan bibirnya.

Entah perasaan apa yang menyeruak ke dalam dirinya, Jaejoong langsung merebahkan kepalanya di dada bidang sang raja yang telah mengambil ciuman pertamanya itu. Bibirnya yang merah merekah terlihat masih bergetar dengan semburat merah menghiasi kedua belah pipinya. Jaejoong merasa sungguh malu!

Yang Mulia Raja kembali menggamit dagu namja cantik itu, dan mengangkatnya ke atas. Yang Mulia Raja agak terkejut juga menyaksikan wajah remaja itu yang merah padam menahan malu, dengan bibir bergetar yang sedikit terbuka. Jaejoong ingin menundukkan kepalanya, tapi Yang Mulia Raja menahannya. Terpaksa namja cantik itu menatap wajah sang raja yang tampan di depannya.

"Kau kenapa, hemmm?" tanya sang raja dengan lembut.

"Ah, tid…, tidak, Yang Mulia," jawab Jaejoong sedikit tergagap. Remaja cantik yang tidak lagi mampu menguasai perasaan malunya itu kembali membenamkan wajahnya ke dada bidang sang raja. Yang Mulia Raja mengusap helaian rambut remaja itu dengan lembut, menghirup aroma menyenangkan yang menguar dari tubuh indah dalam balutan hanbok merah muda itu.

"Joongie…,"

"Ya, Yang Mulia?"

"Menikahlah denganku!"

Jaejoong mengangkat wajah cantiknya, menatap wajah tampan Raja Sukjong yang memiliki sepasang mata setajam elang itu. Doe eyes-nya yang dibingkai oleh bulu-bulu mata yang panjang dan lebat membulat sempurna mendengar permintaan Yang Mulia Raja itu. Kejap berikutnya, remaja cantik itu kembali menundukkan wajahnya, sembari memainkan ujung simpul jeogori yang ia gunakan dengan jemari lentiknya.

"Yang Mulia Raja meminta Joongie untuk menjadi selir Yang Mulia?" tanya Jaejoong memastikan dengan nada pelan, seolah untuk dirinya sendiri, namun masih mampu ditangkap oleh sepasang indera pendengar Yang Mulia Raja Yi Yunho.

"Ya. Kenapa? Kau keberatan dan ingin menolak?"

"Memangnya Joongie memiliki pilihan untuk menolak? Menjadi seorang selir dari Yang Mulia Raja bukankah merupakan sebuah kehormatan? Tapi…," Jaejoong sengaja menggantungkan kalimatnya. Ia mengangkat sedikit wajahnya sehingga pandangannya sejajar dengan dada bidang sang raja yang tersembunyi di balik balutan gonryongpo yang digunakan oleh penguasa Joseon tersebut.

"Tapi apa?" desak Yang Mulia Raja, sedikit tak sabar.

"Tapi bukankah Joongie hanya rakyat jelata yang beruntung memiliki sedikit kemampuan hingga mendapat belas kasihan Yang Mulia Raja dan diijinkan tinggal di istana? Apakah memiliki selir yang berasal dari kalangan bawah seperti Joongie tidak akan membuat Yang Mulia Raja malu? Lagipula, kata Yang Mulia Permaisuri, Yang Mulia Raja tidak akan mengambil pendamping dari orang kebanyakan seperti Joongie," jelas remaja cantik itu sambil mendongakkan wajahnya hingga pandangan mata mereka berdua beradu di satu titik. Ia sedikit memajukan bibirnya di akhir perkataannya yang mengutip semua ucapan Yang Mulia Permaisuri beberapa waktu yang lalu.

Yang Mulia Raja tersenyum kecil melihat tingkah Jaejoong. Tangan kanannya yang sejak tadi melingkar di pinggang ramping remaja cantik itu perlahan terangkat. Disisipkannya beberapa helai anak rambut Jaejoong yang sedikit meriap dipermainkan angin ke belakang telinga remaja cantik itu. Tindakan sang raja tersebut membuat Jaejoong kembali menundukkan wajahnya dengan muka bersemu merah.

"Jadi itu yang dikatakan oleh Yang Mulia Permaisuri ketika ia menemuimu kemarin?" tanya Yang Mulia Raja dengan nada sedikit menggoda.

"Eh…?!" Jaejoong tersentak kaget. Dibungkamnya mulutnya dengan telapak tangannya. Matanya membulat, seolah baru menyadari sesuatu. "Ampuni Joongie yang telah lancang bicara, Yang Mulia. Maksud Joongie…," remaja cantik itu berusaha mencari alasan yang tepat ketika ia menyadari telah kelepasan bicara. Namun jauh di dalam hati, remaja cantik itu bersorak kegirangan karena berhasil menjatuhkan sang permaisuri di hadapan suaminya sendiri.

Yang Mulia Raja menutup bibir merah merekah milik remaja cantik itu dengan jari telunjuknya.

"Kau tak perlu menutup-nutupi kelakuan Yang Mulia Permaisuri. Tanpa kau beri tahu, aku juga telah mengetahui kejadian yang sebenarnya. Aku ini seorang raja, dan aku memiliki hak penuh untuk memilih siapa yang layak menjadi selirku. Yang Mulia Permaisuri memang seorang ratu, tapi ia tak berhak menentukan siapa yang pantas atau tidak untuk mendampingiku. Aku mencintaimu sejak pertama kali melihatmu di paviliun hutan kerajaan, Joongie. Karena itu, menikahlah denganku dan belajarlah membuka hatimu untuk mulai mencintaiku," pinta sang raja.

Wajah cantik Jaejoong yang terbalut kulit seputih susu sontak memerah selayaknya kepiting rebus mendengar ungkapan perasaan dari Raja Sukjong yang sangat dihormati oleh seluruh rakyatnya itu. Perkataan sang raja tampan yang diketahuinya telah memiliki lima orang selir itu menimbulkan perasaan hangat yang menjalar di sudut hati remaja cantik itu. Rasa hangat yang indah, menelusup perlahan ke setiap sudut di relung hatinya. Namun Jaejoong yang baru berusia lima belas tahun dan belum pernah mengenal jatuh cinta itu sebisa mungkin mengabaikan perasaan asing yang menggelitiknya. Ia tak ingin terlena dalam dekapan rasa yang tidak ia pahami lalu melupakan tujuan awalnya untuk membalaskan dendam keluarganya.

Satu demi satu perkataan sang ibu dalam suratnya melintas di benak Jaejoong. Kenyataan bahwa ayah dari lelaki yang memintanya untuk menjadi selirnya itu merupakan sosok sentral yang memberi perintah dalam eksekusi mati seluruh anggota keluarga Park membuat hati Jaejoong bergejolak. Meskipun hal tersebut dilakukan oleh mendiang raja terdahulu dalam keadaan tidak sadar, karena berada di bawah pengaruh ramuan penakluk pikiran, sanggupkah Jaejoong mengesampingkan kenyataan bahwa ayah dari lelaki yang sedang memeluknya itu tetaplah seseorang yang telah membuatnya kehilangan seluruh anggota keluarganya? Sebuah pemikiran mendadak berkelebat di benak remaja cantik itu. Hal itu membuatnya kembali merebahkan kepalanya di dada bidang sang raja sambil memeluk pinggang kekar penguasa Joseon itu. Yang Mulia Raja membalas tindakan remaja cantik itu dengan turut memeluk erat pinggang ramping Jaejoong. Jaejoong memejamkan matanya, membiarkan sang raja meletakkan dagunya di pundaknya, tanpa menyadari seringai lebar dari remaja cantik yang berada di dalam dekapannya.

Untuk beberapa saat, tak ada suara yang tercipta di antara mereka. Hanya desir angin yang terdengar cukup keras mengetuk-ngetuk permukaan jendela. Yang Mulia Raja Sukjong dan Jaejoong larut dalam pelukan mereka dalam balutan suasana sunyi.

"Yang Mulia…," lirih suara Jaejoong memecah kesunyian, dengan posisi masih dalam dekapan sang raja.

"Hemmm?"

"Joongie bersedia menjadi selir Yang Mulia," ujar Jaejoong dengan nada pelan, namun penuh keyakinan. Yang Mulia Raja sontak mengangkat dagunya dari pundak remaja cantik itu. Dengan ujung jarinya, diangkatnya dagu Jaejoong sehingga pandangan mereka kembali bertemu. Sang raja menemukan kesungguhan dari ucapan remaja cantik itu yang nyata tersirat dari sepasang doe eyes-nya yang besar dan indah. Hal itu membuat Yang Mulia Raja mengembangkan senyuman lebar.

"Tapi Joongie juga mengajukan dua buah syarat," lanjut Jaejoong. Senyum di wajah Yang Mulia Raja mendadak memudar.

"Katakan, apa syaratmu?" tanya Yang Mulia RajaYi Yunho dengan nada suara penuh tekanan.

"Yang pertama, Yang Mulia harus menemani Joongie memetik kangkung di pintu gerbang hutan kerajaan untuk kelinci-kelinci Joongie. Kalau Yang Mulia menolak, Joongie juga tidak bersedia menjadi selir Yang Mulia," sahut Jaejoong dengan sikap yang begitu menggemaskan. Matanya berpijar jenaka dengan sebuah senyum kecil menghiasi bibirnya.

Penguasa Joseon itu membatu di tempat. Sang raja tampan itu kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya, mengusir segala praduga yang sempat singgah di benaknya mengenai syarat yang akan diajukan oleh calon selirnya itu. Dan sungguh, menemani remaja berusia lima belas tahun itu memetik kangkung sama sekali tidak termasuk dalam kemungkinan-kemungkinan yang sempat ia pikirkan! Jawaban yang diberikan oleh si remaja cantik itu benar-benar di luar dugaannya.

"Kenapa Yang Mulia malah menggeleng seperti itu? Yang Mulia tidak mau mengabulkan syarat yang Joongie ajukan? Apakah syaratnya terlalu berat untuk Yang Mulia?" bibir merah merona itu terlihat mengerucut. Yang Mulia Raja yang nyaris tak mampu mengendalikan diri melawan segala pesona yang terpancar dari remaja cantik itu menggeleng cepat.

"Tentu saja aku akan mengabulkannya, Joongie. Jangankan menemanimu memetik kangkung, menemanimu membuka ladang dan menanamnya juga aku tak akan merasa keberatan," sahut Yang Mulia Raja dengan nada meyakinkan. Jaejoong tertawa kecil mendengar jawaban sang raja.

"Lalu apa syaratmu yang kedua?" sambung Yang Mulia Raja, tak peduli pada tertawaan namja cantik itu.

"Yang Mulia harus mengijinkan Joongie untuk menyediakan Sup 12 Rasa untuk Yang Mulia, sehari sebelum penobatan Joongie sebagai selir. Bagaimana?" tanya Jaejoong.

Yang Mulia Raja Yi Yunho benar-benar terdiam mendengar syarat kedua yang meluncur dari bibir remaja cantik itu. Sudah ber-abad lamanya Sup 12 Rasa tak pernah disebut-sebut orang, bahkan dalam nukilan sejarah kerajaan juga ia hampir terlupakan. Hanya beberapa kitab pusaka kerajaan yang berusia sangat tua yang menyinggung mengenai nama makanan yang satu itu. Sulitnya mengolah makanan itu menjadi penyebab mengapa semakin hari namanya semakin meredup dari peredaran.

Sup 12 Rasa, adalah sejenis hidangan yang dimasak oleh seorang calon pengantin wanita sebagai pembuktian kesucian. Hanya seorang perawan suci yang seumur hidupnya belum pernah terjamah tangan lelaki yang mampu menyediakan sup dengan dua belas rasa berbeda itu. Sesuai dengan namanya, air yang digunakan untuk membuat Sup 12 Rasa juga diambil dari mata air suci dari dua belas tempat berbeda yang hanya akan menampakkan diri kepada seorang perawan sejati. Pembuatan Sup 12 Rasa sehari menjelang pernikahan merupakan tradisi kerajaan yang sudah sejak lama ditinggalkan.

Yang Mulia Raja masih berdiam diri untuk beberapa saat lamanya. Benaknya terus memutar pikir. Sup 12 Rasa biasanya disediakan oleh seorang yeoja, apakah hasilnya akan tetap sama apabila disediakan oleh seorang namja, meskipun namja itu juga masih suci? Dan menurut sejarah, sup itu hanya akan menghasilkan dua belas rasa berbeda apabila si pembuat seumur hidupnya belum pernah terjamah lelaki, sedangkan Jaejoong sendiri telah merasakan bibir Yang Mulia Raja menempel di bibirnya. Bahkan saat ini mereka sedang menyatu dalam sebuah pelukan. Bukankah secara tidak langsung remaja cantik itu telah gagal sebelum membuktikan apa pun?

"Apa kau mengetahui sejarah Sup 12 Rasa?" tanya Yang Mulia Raja setelah lama berdiam diri. Jaejoong mengangguk.

"Yang Mulia tidak usah cemas. Joongie yakin Joongie bisa melakukannya," Jaejoong yang menemukan sirat kekhawatiran di kening sang raja berusaha meyakinkan penguasa Joseon itu.

"Baiklah kalau itu maumu. Aku akan mengabulkan semua syarat yang kau ajukan," putus Yang Mulia Raja sambil menghembuskan napas berat. Jaejoong tersenyum lebar mendengar ucapan sang raja berwajah tampan itu.

Mengikuti nalurinya, kedua lengan Jaejoong yang semula berada di pinggang Yang Mulia Raja perlahan terangkat, lalu saling mengait di seputar leher sang raja yang berwajah tampan dengan garis tegas itu. Dengan sedikit berjinjit, remaja cantik itu mendekatkan wajah mereka sehingga kening dan hidung mereka saling menempel. Jaejoong bahkan memberanikan diri memberikan sebuah ciuman singkat di pipi Yang Mulia Raja meski wajahnya merah padam, tak kuasa menahan malu.

Dengan sebuah gerakan cepat dan tak terduga, sang raja yang cukup terkejut dengan tindakan calon selirnya itu mengangkat tubuh ramping yang indah itu ke dalam gendongannya, mendekapnya pada dadanya hingga Jaejoong mampu mendengar kerasnya detakan jantung sang raja. Jaejoong yang terperanjat dengan gerakan tiba-tiba itu hanya mampu memekik manja sambil mempererat pelukannya di leher Yang Mulia Raja Yi Yunho.

Sang penguasa Joseon itu membawa Jaejoong ke peraduannya. Ia mendudukkan dirinya di pembaringan Jaejoong yang berlapis sutera merah. Remaja cantik itu sendiri duduk dengan manisnya di atas pangkuan sang raja yang kembali memeluk pinggangnya dengan sebuah pelukan longgar. Dengan sedikit kekanakan, Jaejoong mengayunkan kedua kakinya ke depan dan belakang, membuatnya dihadiahi kekehan ringan dari sang raja. Dan selanjutnya, hanya canda tawa yang terdengar dari ruangan itu, yang sesekali ditingkahi suara pekikan manja Jaejoong ketika Yang Mulia Raja menggelitik pinggang rampingnya

Braaakkk!

Sebuah suara gebrakan meja yang cukup keras terdengar dari dalam kediaman khusus Yang Mulia Permaisuri, mengusik keheningan senja yang baru saja menyelimuti Kerajaan Joseon. Sang pelaku tak lain adalah wanita cantik yang merupakan permaisuri dari Raja Sukjong itu sendiri yang saat ini sedang duduk dengan gelisah. Wajahnya tampak memerah menahan amarah. Deru napasnya terlihat memburu. Sementara tangan kanannya yang baru saja beradu dengan permukaan meja rendah yang berada di hadapannya tampak mengepal, sehingga buku tangannya terlihat memutih.

Perdana Menteri Go yang merupakan ayah kandung dari wanita cantik itu tampak duduk tenang di depan putrinya, dengan meja rendah dari kayu yang memiliki permukaan halus sebagai pembatas di antara keduanya. Sedikit pun tak tampak kegusaran di wajah tuanya ketika mengetahui bahwa sang raja telah menunjuk pemusik istana termuda yang baru beberapa waktu tinggal di istana sebagai selirnya. Reaksinya tentu saja berbeda dengan reaksi sang anak yang jelas-jelas membenci keputusan sang raja tersebut. Terlebih, ia sendiri telah terlanjur mengatakan bahwa Yang Mulia Raja tidak akan mengambil selir dari orang kebanyakan. Terpilihnya Kim Jaejoong yang berasal dari kalangan rakyat jelata sebagai selir yang baru tak ubah melempar setumpuk kotoran ke wajah Yang Mulia Permaisuri.

"Seharusnya kau bisa bersikap lebih tenang dalam situasi seperti ini, Permaisuri," tegur sang perdana menteri kepada putri bungsunya itu.

"Abeoji[27] memintaku tenang? Bagaimana mungkin sebagai seorang istri aku masih bisa bersikap tenang ketika suamiku memutuskan untuk mengambil seorang selir untuk yang kesekian kalinya, Abeoji? Seumur hidupku, aku paling tidak suka berbagi. Apalagi membagi suamiku dengan orang lain. Bukankah Abeoji mengetahui hal itu?" tanya Yang Mulia Permaisuri dengan nada suara penuh tekanan. Perasaan marah, kecewa, cemburu, juga sakit hati campur aduk di dalam hatinya.

"Apakah kau lupa bahwa suamimu adalah penguasa negeri ini, Permaisuri?" Perdana Menteri Go balik bertanya dengan sikap yang masih terlihat tenang. Diteguknya teh yang mulai dingin di dalam cawan keramik yang terhidang di atas meja di hadapannya.

"Tentu saja tidak, Abeoji. Aku tidak pernah lupa bahwa suamiku adalah penguasa tertinggi kerajaan ini. Tapi mereka, para selir itu adalah ancaman terbesar terhadap kedudukanku sebagai permaisuri. Mereka juga merupakan ancaman untuk Putera Mahkota, puteraku satu-satunya. Selama ini, aku sudah dengan terencana mengadu domba para selir itu melalui dayang kepercayaan mereka, agar mereka membenci satu sama lain. Aku tak ingin mereka bersekutu untuk menggoyahkan kedudukanku. Karena jika hal itu sampai terjadi, maka bukan hanya kedudukanku yang berada dalam bahaya, tapi juga kedudukan keluarga kita dalam pemerintahan. Aku tak ingin apa yang telah kita lakukan kepada keluarga Park berbalik terjadi kepada keluarga kita, Abeoji," ujar Yang Mulia Permaisuri sambil mendengus kesal. "Demi kelangsungan kedudukanku, aku bahkan telah menuruti perintahmu untuk memaksa tabib istana terdahulu untuk memasukkan ramuan pencegah kehamilan ke dalam jamuan makan para selir agar mereka tidak mendapat keturunan untuk selamanya. Aku bahkan sudah memotong lidah dan tangan si tua bangka itu agar ia tidak membuka mulut dan membeberkan semua perbuatanku. Aku sungguh tak ingin usahaku yang telah sampai sejauh ini berakhir sia-sia, Abeoji," lanjut Yang Mulia Permaisuri. Kebencian nyata terpancar dari nada suaranya.

"Semuanya tidak akan terjadi kalau kau mampu mengendalikan emosimu dengan baik dan kembali berpikir dengan tenang, Permaisuri," sahut sang ayah.

"Hal itu bukan mustahil terjadi, Abeoji. Yang Mulia Raja telah menunjuk pemusik istana itu sebagai selirnya. Dan kini Selir Suk mulai memperlihatkan aksi membangkangnya padaku dan terang-terangan mendukung anak kecil itu. Bukan tidak mungkin pula, para selir itu diam-diam bersekutu di belakangku. Katakan padaku, Abeoji, bagaimana aku harus bersikap tenang dalam situasi seperti ini?"

"Permaisuri, keistimewaan apa yang ada pada anak itu hingga ia membuatmu begitu lepas kendali? Anak kecil itu adalah seorang namja. Satu-satunya keluarga yang memiliki keistimewaan dimana para namja memiliki rahim dan dapat mengandung sebagaimana layaknya wanita adalah keluarga Park, dan mereka sudah kita singkirkan. Tak ada yang perlu kau cemaskan dari anak kecil itu. Ia tidak berbahaya dan bukanlah suatu ancaman untuk kedudukanmu. Yang perlu kau waspadai justru adalah Selir Suk. Bukankah katamu dia mengetahui tentang apa yang kita lakukan pada keluarga Park?" Perdana Menteri Go menatap putrinya dalam-dalam. Yang Mulia Permaisuri tampak menghembuskan napas berat. Diraihnya cawan keramik berisi teh yang sejak tadi tak tersentuh. Dengan sekali teguk, isi cawan itu sudah berpindah ke dalam perutnya. Wanita cantik itu kemudian meletakkan kembali cawan keramiknya ke atas meja. Amarahnya mulai mereda. Raut tegang di wajahnya berangsur-angsur mulai mengendur. Dan sekali lagi ia menarik napas panjang, lalu menghembuskannya.

"Walaupun ia seorang namja, aku tetap harus mewaspadainya, Abeoji. Aku tetap akan mencari tahu mengenai latar belakang anak itu. Bukankah Abeoji sendiri yang pernah mengatakan untuk selalu mewaspadai orang-orang yang kita anggap musuh? Dan mengenai Selir Suk, kurasa untuk saat ini kita tak perlu melakukan tindakan apa pun terhadapnya ataupun keluarganya, Abeoji. Kita tunggu saat yang tepat. Kudengar, pasukan Ming telah bersiap untuk berperang dengan kita. Dan bukankah ayah dari Selir Suk merupakan tangan kanan panglima perang kerajaan? Abeoji tentu bisa membuat ayahnya berada di garis depan saat peperangan nanti, bukan? Dengan begitu, kita tak perlu mengotori tangan kita dan bersusah payah untuk menyingkirkan musuh sepertinya," terdengar sinis nada suara Yang Mulia Permaisuri. Sebuah senyum meremehkan tersungging di bibirnya.

Perdana Menteri Go terkekeh mendengar ucapan putrinya. Lelaki setengah baya itu tampak mengangguk-anggukkan kepalanya, sembari mengelus jenggot panjangnya yang mulai memutih.

"Kau memang putriku. Tak sia-sia aku mendidikmu sejak kecil. Mengenai Selir Suk, biar aku yang membereskannya. Sebaiknya kau memusatkan perhatianmu untuk tetap mendapat perhatian utama dari Yang Mulia Raja dan Yang Mulia Ibu Suri. Jangan tunjukkan ketidaksenanganmu di depan Yang Mulia Raja atas penunjukan selir baru itu, Permaisuri. Sebaiknya, bersikaplah seolah-olah kau sama sekali tidak keberatan atas tindakannya itu. Percayalah, kedudukanmu dan keluarga kita aman selama kita mampu memainkan peranan sebaik mungkin. Ingat itu," saran Perdana Menteri Go.

Tak akan ada yang menduga, betapa liciknya sosok yang selalu bersembunyi di balik topeng sikap tenang yang selama ini selalu ia perlihatkan.

Lelaki separuh baya itu kemudian bangkit dari duduknya. Dengan langkah yang masih terlihat tegap, ia melangkahkan kedua kakinya mendekati pintu. Tangannya baru saja terangkat dan hendak membuka pintu berdaun dua itu ketika suara sang anak menghentikan laju langkahnya.

"Tunggu, Abeoji!"

Perdana Menteri Go menghentikan gerakannya. Ia lalu membalikkan tubuh, memicingkan matanya memandang putri bungsunya yang turut bangkit dari duduknya dan berjalan perlahan menghampirinya.

"Ada apa, Permaisuri?"

"Abeoji, apa kau masih memiliki Getah Salju Tiongkok?" tanya Yang Mulia Permaisuri dengan nada pelan ketika jaraknya dengan sang ayah hanya sekitar selangkah. Perdana Menteri Go mengerutkan kening mendengar pertanyaan putrinya itu.

"Getah Salju Tiongkok? Untuk apa kau menanyakan racun yang sangat langka itu, Permaisuri?" tanya sang ayah dengan sedikit berbisik, tak mengerti jalan pikiran anak perempuannya itu.

Getah Salju Tiongkok, nama yang mungkin terdengar cukup indah untuk sejenis racun yang paling mematikan sekaligus mengerikan yang pernah ada di muka bumi. Siapapun yang terkena racun ganas ini, baik dalam jumlah banyak atau sedikit, dipastikan akan langsung berdepan dengan kematian. Penyebaran racun yang berlangsung dalam sekelipan mata mampu membuat seluruh daging terlepas dari tubuh, menyisakan rangka yang memutih. Racun yang berasal dari getah pepohonan beracun yang hanya tumbuh di dataran Tiongkok. Dan pohon-pohon beracun tersebut hanya menghasilkan getah yang berwarna putih laksana butiran salju setiap seratus tahun sekali. Getah Salju Tiongkok tak memiliki penawar. Oleh sebab itu, hanya segelintir orang yang bisa memiliki racun yang sangat langka dan mematikan itu.

"Aku hanya merasa bahwa aku akan membutuhkan racun itu suatu hari nanti, Abeoji," sahut Yang Mulia Permaisuri.

"Hemmm…," Perdana Menteri Go bergumam. "Aku tak lagi memilikinya. Terakhir kugunakan saat melenyapkan saksi mata yang sempat menyaksikan saat aku menyelinap masuk ke kediaman keluarga Park, belasan tahun yang lalu. Aku akan meminta teman lamaku, seorang tabib di Tiongkok untuk mengirimkannya kembali jika kau memang membutuhkannya. Tapi berhati-hatilah menggunakannya, Permaisuri. Jangan sampai kau terlibat dalam masalah," ujar sang ayah. Yang Mulia Permaisuri hanya mengangguk kecil, meyakinkan Perdana Menteri Go. Sebuah senyum culas kembali tersungging di bibirnya.

"Abeoji tenang saja. Percaya padaku, aku tak akan ceroboh menggunakannya," balas Yang Mulia Permaisuri. Sang ayah menganggukkan kepala, lalu membalikkan tubuhnya dan membuka pintu. Lelaki setengah baya itu kemudian melangkahkan kakinya keluar dari kediaman khusus Yang Mulia Permaisuri. Sepeninggal sang ayah, Yang Mulia Permaisuri tampak berpikir keras. Tak lama, sebuah seringai jahat muncul di wajah cantiknya. Sepasang bola matanya yang cukup indah terlihat berkilat, menguarkan aroma kekejian yang terencana dalam benaknya.

"Kim Jaejoong! Abeoji benar, apa istimewanya dirimu hingga Yang Mulia Raja menunjukmu sebagai selir? Hemmm, kita lihat saja, apa yang akan aku lakukan terhadapmu. Bagaimana mungkin seekor ayam hutan sepertimu berpikir untuk mendampingi merak istana, huh? Siapapun kau, aku tak akan pernah mengijinkanmu untuk mengambil tempatku di sisi Yang Mulia Raja. Tidak akan pernah!" desis Yang Mulia Permaisuri sambil mengeluarkan sebuah tawa sinis penuh kebencian. Sudut bibir wanita cantik itu lagi-lagi terangkat, membentuk seulas senyum licik. Tak lama kemudian, Yang Mulia Permaisuri tampak melangkah tergesa-gesa menghampiri satu sudut di ruangannya. Ia lalu menjatuhkan diri di belakang sebuah meja rendah dan menarik laci yang berada di sisi kanannya, lalu meraih selembar kertas. Dengan gerakan cepat, ia mulai mencelupkan kuas ke dalam botol tinta dan mulai menulis di atas kertas tersebut. Entah apa yang ditulisnya, namun raut wajahnya terlihat kembali menegang sempurna.


             ~~~TBC~~~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar