Kamis, 16 April 2015

The Great Revenge chap 6C

Disclaimer: Sesungguhnya, hanya Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki napas dan jalan kehidupan semua karakter yang ada dalam cerita Puan ini. Puan hanya meminjam nama mereka saja.

Rate: M

Genre: Puan agak kurang paham dengan masalah ini. Bisa jadi genre-nya romance, drama, tragedy and family.

Warning: Boys love, yaoi, m-preg, beberapa butir typo yang kemungkinan terlewat ketika proses peng-edit-an, jalan cerita yang cukup lambat, beberapa adegan penyiksaan, karakter para tokoh yang tidak sesuai kepribadian aslinya pastinya dan banyak lagi yang lainnya.

Cast:

- Kim Jaejoong as Kim Jaejoong/Selir Hwan (15 tahun)

- Jung Yunho as Raja Yi Yunho/Raja Sukjong (30 tahun)

- Kim Junsu as Kepala Pengawal Kim (28 tahun)

- Go Ahra as Permaisuri Yi Ahra (30 tahun)

- Shim Changmin as Putera Mahkota Yi Changmin (15 tahun)

- Park Yoochun akan muncul di chapter yang kesekian, jadi umur dan perannya juga belum Puan tentukan, hehehe.

Chapter 6C



Sepeninggal Putera Mahkota Changmin yang akhirnya berpamitan meninggalkan kediaman khusus sang selir terkasih ayahnya, Dayang Kwan dan Dayang Choi kembali mendatangi majikan cantik mereka itu. Di tangan Dayang Choi tampak sebuah nampan besar yang menyangga sebuah bungkusan kain hijau yang entah apa isinya di atasnya. Mereka langsung menghampiri Jaejoong yang saat itu memilih untuk membaringkan tubuhnya di atas kasur lipat yang digelar di ruangan tengah kediaman pribadinya. Sebuah kipas berpola naga terbang terkembang di tangannya. Kedua dayang yang mengenakan hanbok berwarna hijau giok itu segera membungkukkan tubuh begitu tiba di dekat remaja cantik itu.

"Bungkusan apa yang kau bawa itu, Dayang Choi?" tanya Jaejoong dengan nada begitu lembut.

"Selir Hwan, saya membawa bungkusan berisi bahan makanan yang dipersiapkan oleh Dayang Istana Han atas perintah langsung dari Yang Mulia. Menurut Dayang Istana Han, Anda diminta oleh Yang Mulia Raja untuk membuat satu jenis makanan yang menurut Anda memiliki filosofi yang nyaris mendekati dengan kepribadian Anda sendiri dari semua bahan yang berada dalam bungkusan ini. Tidak boleh ada satu pun bahan yang tidak terpakai. Hal ini sebagai bentuk hukuman untuk Anda karena telah melanggar perintah Yang Mulia saat perang berlangsung. Untuk lebih jelasnya, Anda bisa bertanya langsung pada Dayang Istana Han," jelas Dayang Choi dengan sikap begitu hormat. "Dayang Istana Han juga mengatakan bahwa bahan lainnya sudah dipersiapkan di Dapur Istana. Anda bisa menentukan jenis masakan yang ingin Anda sajikan setelah melihat seluruh jenis bahan yang disediakan," dayang muda itu menambahkan. Jaejoong mengatupkan kipas yang sejak tadi digunakannya, lalu terdiam sejenak. Kata-kata Selir Suk terngiang kembali di telinganya.

"Jadi Dayang Istana Han yang menemui kalian, sekaligus menyampaikan bentuk hukuman buat Joongie? Bukan Yang Mulia Raja sendiri?" tanya Jaejoong tanpa mampu menyembunyikan kekecewaannya. Remaja cantik itu mengubah posisinya. Ia kini duduk berhadapan dengan kedua dayang kepercayaannya itu sambil mengangkat sebelah kakinya yang tersembunyi di balik seuran chima berwarna biru langit yang dikenakannya. Nampan berisikan sebuah bungkusan dari kain berwarna hijau menjadi pembatas di antara mereka.

"Sebenarnya Yang Mulia ingin menyampaikannya secara langsung kepada Anda. Ketika Anda sedang menerima kunjungan dari Putera Mahkota Changmin, Yang Mulia sempat mampir kemari. Namun beliau mengurungkan niatnya untuk masuk karena tidak ingin mengganggu kegiatan Anda dan Putera Mahkota. Selain itu beliau juga harus segera memimpin rapat dengan para menteri dari Enam Kementrian. Karena itulah beliau mengutus Dayang Istana Han untuk menyampaikannya kepada Anda. Akan tetapi, disaat Dayang Istana Han ingin menemui Anda, Anda masih terlibat perbincangan dengan Putera Mahkota. Karena itu Dayang Istana Han menitipkan bungkusan beserta pesan untuk Anda melalui kami berdua," papar Dayang Kwan menyambung penjelasan dari rekannya. Wajah Jaejoong yang sempat berselimut mendung kembali ceria. Ia terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya. Memaklumi keadaan Dayang Istana Han pada saat itu, begitu juga dengan keadaan kedua dayang kepercayaannya itu.

"Coba buka bungkusan itu, Dayang Choi. Joongie ingin melihat isinya," perintah remaja cantik itu lagi. Dayang Choi mengangguk hormat, lalu mulai melepaskan tali jerami yang mengikat bungkusan itu. Dayang muda berwajah cukup cantik itu mengerutkan keningnya begitu melihat ke dalam bungkusan. Segera dituangkannya seluruh isi bungkusan ke atas nampan besar yang dibawanya. Apa yang tersaji di depan biji mata ketiga orang di dalam ruangan itu membuat mata mereka terbelalak lebar. Bagaimana tidak? Kini di atas nampan itu terlihat gundukan berbagai bahan makanan yang digabung menjadi satu. Di antara gundukan beras putih yang terdapat di atas nampan, terlihat beberapa bahan makanan lainnya seperti bawang bombai, bawang merah, bawang putih, cabai merah, lada, paprika hijau, tomat, daun bawang, jamur kancing bahkan butiran garam. Dayang Kwan dan Dayang Choi berbagi pandang dengan ekspresi terkejut yang tak mampu disembunyikan. Sedangkan Jaejoong tertegun sambil memandangi gundukan bahan makanan di depannya.

"Astaga! Jangan-jangan Dayang Istana Han memberikan bungkusan yang salah," ujar Dayang Choi yang sudah sadar dari keterkejutannya.

"Itu benar. Bagaimana mungkin dari bahan makanan yang sudah bercampur aduk seperti ini bisa disajikan sebuah masakan? Sebaiknya kita mengembalikan bungkusan ini kepada Dayang Istana Han dan memintanya untuk mengganti dengan bahan yang benar, Selir Hwan," saran Dayang Kwan menimpali. Tangannya dengan sigap bergerak cepat hendak memasukkan kembali gundukan bahan makanan itu ke dalam bungkusannya. Tapi remaja cantik itu malah mencegahnya sambil menggelengkan kepalanya. Sebuah senyuman tampak menghiasi wajah cantiknya. Senyuman manis yang membuat bingung kedua dayang kepercayaannya.

"Tidak! Kalian tidak perlu mengembalikan bungkusan itu pada Dayang Istana Han. Dia tidak memberikan bungkusan yang salah," tutur remaja cantik itu penuh kelembutan.

"Tapi, Selir Hwan…,"

"Kalian tahu alasan kenapa Joongie harus menyajikan satu jenis masakan dari bahan-bahan ini, bukan? Sebagai bentuk hukuman atas kesalahan Joongie sendiri. Yang Mulia adalah seorang raja yang sangat bijak, karena itulah beliau menghukum Joongie dengan cara seperti ini. Tahukah kalian, menyatukan semua bahan makanan di dalam satu bungkusan ini justru memperlihatkan betapa cerdiknya sosok Yang Mulia Raja," kembali kedua dayang kepercayaan remaja cantik itu beradu pandang mendengar pertanyaan Jaejoong, lalu serempak menggelengkan kepala.

"Setelah selesai menyajikan makanan dari bahan-bahan ini, Joongie berjanji akan memberitahu kalian alasan mengapa Joongie mengatakan bahwa Yang Mulia itu cerdik. Sekarang, kemarikan nampan itu, Dayang Choi," perintah Jaejoong sambil menggulung kedua lengan pakaiannya sebatas siku tanpa melepas senyum dari sudut bibirnya. Tanpa banyak bicara, jari jemari lentik remaja cantik itu bergerak cepat memisah-misahkan bahan makanan yang telah bercampur menjadi satu itu. Mula-mula ia memisahkan paprika hijau dari butiran-butiran beras putih yang membentuk gundukan itu, lalu disusul dengan bawang bombai, bawang merah, bawang putih, cabai merah, tomat, daun bawang, jamur kancing dan biji lada. Bahan-bahan itu disisihkannya di pinggiran nampan. Setelah itu ia melanjutkan pekerjaannya di bagian tersulit, yakni memisahkan butiran-butiran garam dari beras-beras putih. Remaja cantik itu melakukannya dengan sabar, tanpa mengeluh sedikit pun. Dayang Kwan dan Dayang Choi yang merasa kasihan melihat majikan mereka itu menawarkan jasa untuk membantu Jaejoong namun dengan halus ditolak oleh remaja cantik itu, sehingga kedua dayang muda tersebut akhirnya hanya duduk memerhatikan selir terkasih junjungan mereka sambil sesekali bergantian menyeka keringat yang kadang menyembul di wajah remaja berparas rupawan itu.

Kira-kira empat peminuman teh berikutnya, Jaejoong yang dengan kepintarannya bisa dengan cepat mengetahui maksud tersirat sang suami memberikan hukuman yang menurutnya cukup ringan itu telah menyelesaikan pekerjaannya memisahkan semua bahan makanan yang sebelumnya telah tercampur. Dengan ujung lengan bajunya, disekanya beberapa butir keringat yang menyembul di kening dan pelipisnya. Sebuah senyum lebar terpatri di sudut bibir merahnya. Ia kemudian melakukan beberapa gerakan untuk melemaskan otot-ototnya yang terasa kaku setelah duduk menunduk cukup lama, lalu menarik sebuah laci dari lemari pendek di belakangnya. Dikeluarkannya sehelai kain kuning yang kemudian digunakannya untuk menutupi bahan-bahan makanan di dalam nampan. Tak lama, remaja cantik itu bangkit dari duduknya sambil membawa nampan berisi bahan-bahan makanan yang sudah dipisah-pisah itu. Kedua dayang muda yang mengetahui bahwa majikan cantik mereka itu hendak menuju Dapur Istana turut bangkit dari duduk mereka dan bergegas mendampingi remaja cantik itu.

Dalam perjalanan menuju Dapur Istana yang melewati jalanan berpasir yang dikelilingi pepohonan maple yang memiliki daun beraneka warna, para pekerja istana yang kebetulan berpapasan dengan remaja cantik yang berjalan agak perlahan sambil menyangga nampan besar didampingi oleh kedua dayang kepercayaannya itu tampak membungkukkan tubuh mereka, memberi hormat sambil diam-diam mengagumi kecantikan alami yang dimiliki oleh selir terkasih raja itu. Jaejoong yang sejatinya memang merupakan sosok yang ramah membalas salam hormat mereka sambil sedikit menganggukkan kepala dan menyunggingkan senyuman manisnya. Ia kemudian meneruskan kembali langkah-langkah sepasang kakinya menuju Dapur Istana yang sudah tampak di depan mata.

Dayang Istana Han yang merupakan Juru Masak Utama Kerajaan Joseon tersenyum lebar di undakan teratas tangga batu tepat di depan pintu Dapur Istana, menyambut kedatangan remaja cantik yang sangat dikaguminya itu. Jaejoong sedikit membungkukkan tubuhnya begitu tiba di dekat wanita yang masih tetap terlihat cantik meski usianya sudah tidak muda lagi itu. Dayang Istana Han turut membungkukkan tubuhnya, sambil memuji kerendahan hati yang dimiliki oleh selir termuda Kerajaan Joseon itu. Ia membimbing Jaejoong menuju meja kayu besar tempat para juru masak istana biasanya mengolah bahan makanan, sementara Dayang Kwan dan Dayang Choi hanya mengantarkan sampai di depan pintu. Kedua dayang kepercayaan Jaejoong itu menunggu majikan mereka sambil duduk menikmati hembusan angin di koridor kanan, tak jauh dari gentong-gentong kayu besar bertutup rapat yang berisi beberapa jenis air sebagai bahan memasak. Sekelebatan ingatan ketika menyajikan Sup 12 Rasa singgah di benak Jaejoong, membuatnya tersenyum. Remaja berparas menawan itu kemudian meletakkan nampan yang dibawanya di sebelah nampan besar bertutup kain hitam yang telah lebih dahulu diletakkan di sana.

Dayang Istana Han menarik kain hitam yang menutupi nampan itu, lalu menatap Jaejoong dengan senyum ramah tak lepas dari bibirnya.

"Ini adalah bahan-bahan lain yang telah dipersiapkan sesuai dengan perintah Yang Mulia, Selir Hwan. Ada fillet dada ayam, beberapa lembar daging asap, telur, wortel, pasta tomat, juga minyak wijen untuk memasak. Kesemua bahan ini harus ada di dalam masakan yang akan Anda sajikan. Sementara untuk keindahan penyajian, Anda bisa menggunakan daun-daun selada segar ini, juga kacang panjang serta bahan lain yang menurut Anda bisa digunakan dari bahan yang tersisa. Nah, apakah Anda sudah memikirkan akan menyajikan masakan apa?" tanya Dayang Istana Han di akhir penjelasannya. Jaejoong terdiam sejenak, kelihatan sedang memikirkan jenis makanan yang bisa ia ciptakan dari bahan-bahan yang telah dipilih itu. Sejurus kemudian remaja cantik itu tersenyum lebar.

"Joongie sudah memikirkan makanan apa yang akan Joongie sajikan. Joongie memutuskan untuk membuat Omeuraise[47], Dayang Istana Han," putus Jaejoong. Dayang Istana Han mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu menepuk pelan pundak remaja cantik itu.

"Pilihan yang sangat pintar, Selir Hwan. Filosofi di dalam makanan itu memang sangat tepat untuk menggambarkan diri Anda. Anda bisa memulainya sekarang, Selir Hwan," tutur Dayang Istana Han yang tak lagi memanggil remaja cantik itu dengan sebutan Pemusik Kim karena statusnya yang telah berubah. Perkataan Dayang Istana Han disambut dengan anggukan oleh remaja cantik itu.

Jaejoong menyukat beras putih dari nampan yang dibawanya dengan dua mangkuk keramik kecil lalu memindahkannya ke dalam mangkuk keramik berukuran lebih besar. Setelah mencuci bersih beras itu, ia segera memindahkannya ke dalam gamasot di atas tungku yang apinya sudah menyala. Remaja cantik itu menambahkan air dengan tinggi seruas jari, lalu menutup kembali periuk besi itu dan bersiap mengolah bahan lainnya sambil menunggu beras yang ditanak matang.

Hal yang selanjutnya dilakukan Jaejoong adalah memotong-motong fillet dada ayam dan daging asap berbentuk dadu, disusul dengan memotong paprika hijau dan tomat yang telah dibuang bijinya dengan bentuk yang sama. Setelah itu remaja berparas menawan itu mengiris tipis jamur kancing yang dilanjutkan dengan memotong serong daun bawang dan cabai merah. Ia kemudian memotong wortel berbentuk lidi dengan panjang dua ruas jari. Jari-jemari Jaejoong yang telah terbiasa bergelut dengan pekerjaan memasak bergerak lincah mengupas bawang bombai, bawang merah, juga bawang putih. Ia mencincang bawang bombai dalam bentuk kasar, sementara bawang merah dan bawang putih dicincang halus.

Jaejoong membuka kembali tutup gamasot dan mengaduk pelan beras yang di bagian permukaannya sudah mengeluarkan gelembung-gelembung buih putih kecil, lalu kembali menutup periuk besi itu. Sambil menunggu nasi yang merupakan bahan utama dalam pembuatan Omeuraise itu matang, remaja cantik itu menghaluskan biji lada. Ia kemudian melirik ke arah kacang panjang yang menurut Dayang Istana Han bisa digunakan untuk menambah keindahan dalam penyajian hasil masakannya. Otaknya yang pintar berputar cepat, dan akhirnya ia memutuskan untuk memotong kacang-kacang panjang itu dalam ukuran yang berbeda-beda.

Tidak berapa lama kemudian, nasi yang dimasak akhirnya matang. Jaejoong membuka tutup gamasot dan mendiamkan nasi di dalamnya beberapa saat hingga nasi menjadi lebih dingin agar tidak lengket ketika digoreng. Untuk mempercepat proses pendinginan, remaja cantik itu turut mengipas-ngipas nasi yang baru saja matang. Setelah dirasa cukup, Jaejoong memindahkan nasi dari dalam gamasot ke dalam mangkuk keramik besar dan meletakkannya di atas meja dapur.

Remaja cantik itu lalu bergerak cepat memanaskan minyak wijen dan mulai menumis bawang bombai, bawang merah dan bawang putih. Ketika bau harum dari bawang yang ditumis mulai tercium, remaja cantik itu memasukkan potongan dada ayam ke dalam tumisan dan memasaknya hingga matang. Setelah itu ia menambahkan dengan potongan daging asap, paprika hijau, tomat, wortel, cabai merah serta jamur kancing. Semua bahan diaduk rata hingga akhirnya remaja cantik itu mulai memasukkan nasi, irisan daun bawang, garam, juga lada tumbuk ke dalam penggorengan. Tangan Jaejoong yang kecil namun bertenaga dengan cekatan mengaduk semua bahan yang sedang dimasaknya. Tak lama, nasi goreng yang dimasak oleh remaja berparas menawan itu telah selesai. Ia segera menguak kayu bakar dan mengecilkan api. Nasi goreng yang telah masak ia sisihkan menjadi tiga bagian sama rata, lalu diletakkan ke atas tiga buah piring keramik datar.

Jaejoong menyiapkan sebuah mangkuk keramik berukuran sedang lalu memecahkan enam butir telur untuk dijadikan telur dadar sebagai pembungkus nasi goreng yang telah ia buat sebelumnya. Ditambahkannya sedikit garam dan lada tumbuk juga tiga sendok pasta tomat ke dalam mangkuk dan dengan cepat mengocok isinya. Setelah semua bahan tercampur rata, Jaejoong menyiapkan tiga buah mangkuk keramik kecil dan membagi adonan telur sama rata ke dalam mangkuk-mangkuk tersebut. Remaja cantik yang merupakan selir termuda Kerajaa Joseon itu lalu segera menambahkan kayu bakar di tungku masak dan memanaskan minyak wijen di atas wajan dengan permukaan datar.

Setelah minyak mulai panas, Jaejoong segera menuang satu bagian telur dalam mangkuk keramik pertama ke dalam wajan dan memasaknya hingga matang. Lalu dilanjutkan dengan bagian telur di mangkuk kedua dan ketiga hingga semua matang dengan sempurna. Setelah telur dadar yang dimasak selesai, Jaejoong menguak kayu bakar untuk memadamkan api. Remaja cantik berkulit seputih susu itu kemudian menyiapkan satu piring datar dan meletakkan selembar telur dadar di atasnya. Ia lalu memindahkan nasi goreng di piring pertama di atas telur dadar itu dan menggulungnya dengan rapi. Setelah Omeuraise pertama selesai, Jaejoong melanjutkannya dengan yang lain hingga akhirnya di depannya tersaji tiga buah Omeuraise.

Jaejoong kemudian menyiapkan satu piring keramik putih datar berukuran lebih besar, lalu meletakkan daun-daun selada segar di atasnya yang disusun sedemikian rupa membentuk setengah lingkaran di bagian kanan dan kiri. Potongan-potongan kacang panjang ia selipkan sebagian di bawah daun-daun selada dari yang berukuran paling pendek di awal, disusul kacang berukuran panjang di bagian tengah dan diakhiri dengan kacang berukuran pendek kembali, sehingga membentuk seperti renda. Ia kemudian dengan hati-hati memindahkan nasi goreng yang sudah dibungkus dengan telur dadar itu di atas daun selada. Ia meletakkan dua buah Omeuraise di atas piring itu, yang dibentuk seperti sepasang sayap kupu-kupu, yang diperindah dengan renda dari daun selada segar dan potongan kacang panjang, sementara sisanya diletakkan di piring keramik lain yang lebih kecil. Remaja berkulit seputih susu itu kemudian meletakkan meletakkan potongan wortel yang dibentuknya menyerupai bunga sebagai penghubung kedua Omeuraise yang saling bertemu punggung itu. Ia lalu membelah sebuah cabai merah menjadi empat bagian, dan diletakkannya di bagian depan hingga masing-masing membentuk seperti jungut kupu-kupu. Jaejoong kemudian menuangkan pasta tomat di atas kedua Omeuraise itu sebagai sentuhan akhir dengan bentuk saling silang. Setelah itu, ia mulai menghias Omeuraise tersisa di piring lainnya. Setelah selesai, ia lalu memberikan piring berisi Omeuraise itu kepada Dayang Istana Han yang segera menghampiri remaja cantik itu setelah melihat Jaejoong telah selesai dengan pekerjaannya.

"Sempurna! Anda memiliki bakat alam dalam hal memasak, Selir Hwan. Untuk kedua kalinya, Anda berhasil membuat saya terkagum-kagum dengan kemampuan Anda yang luar biasa itu. Omeuraise buatan Anda ini sangat enak," puji Dayang Istana Han dengan tulus setelah mencicipi nasi goreng gulung buatan Jaejoong, tak urung membuat pipi remaja cantik itu memerah.

"Dayang Istana Han terlalu memuji. Kemampuan Joongie tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kemampuan Anda dan juru masak yang lain," sahut Jaejoong merendah. Dayang Istana Han menggeleng pelan melihat tingkah selir terkasih raja itu.

"Sepertinya aku bisa menikmati makan malamku sedikit lebih cepat dari biasanya dan dengan menu yang tidak biasa dan suasana yang berbeda pula," sebuah suara yang terdengar berat namun berwibawa mengintrupsi kedua orang itu. Jaejoong dan Dayang Istana Han tampak terkejut ketika menyadari sosok yang berdiri tepat di depan pintu Dapur Istana itu adalah Yang Mulia Raja Sukjong sendiri dalam balutan gonryongpo berwarna merahnya. Kedua orang itu dengan cepat membungkukkan tubuh mereka. Sang raja mengangkat lengan kanannya, lalu tersenyum lebar memandangi kedua orang yang masih terkejut dengan kedatangannya yang tiba-tiba itu.

"Dayang Istana Han, bawa makanan yang telah dimasak oleh Selir Hwan ke koridor kiri. Aku ingin makan di sana sambil menikmati pemandangan senja. Kudengar, pemandangan di kala senja hari di tempat ini terlihat jauh lebih indah daripada tempat lainnya. Aku ingin membuktikan hal itu," tukas sang raja memberi perintah kepada Dayang Istana Han yang langsung dilaksanakan oleh Juru Masak Utama kerajaan itu. Jaejoong mengayunkan sepasang kakinya mendekati sang suami yang masih menatapnya sambil tersenyum lebar. Begitu jarak di antara mereka tinggal selangkah, sang raja segera merengkuh tubuh mungil selir terkasihnya itu dan membawanya ke dalam pelukan. Jaejoong menyusupkan wajahnya di dada bidang sang suami sambil memejamkan matanya, menikmati belaian lembut sang suami pada punggungnya.

"Maaf karena membuatmu lelah, Sayang. Seharusnya aku membiarkanmu beristirahat lebih lama untuk mengembalikan tenagamu, bukan malah langsung memintamu menjalankan hukumanmu," ucap sang raja penuh nada penyesalan. Jaejoong mengangkat wajahnya. Kedua tangannya yang kecil menangkup wajah sang suami.

"Yang Mulia tidak perlu meminta maaf. Joongie sama sekali tidak keberatan menjalankan hukuman yang sudah seharusnya Joongie terima. Justru Joongie ingin berterima kasih kepada Yang Mulia yang telah mengajarkan Joongie arti sebuah kesabaran dan mematuhi perintah. Joongie harus banyak belajar dari Yang Mulia," sahut remaja cantik sambil tersenyum manis. Senyuman sang raja semakin lebar merekah ketika menyadari sang selir terkasih mampu menangkap dengan baik makna tersirat di sebalik hukuman yang ia berikan.

"Aku senang mendengar kau memahami tujuanku memberikan hukuman itu padamu. Dan aku sangat puas karena kau memilih untuk membuat Omeuraise, karena filosofi yang terkandung di dalam makanan itu memang sangat mendekati kepribadianmu: cantik luar dalam. Sekarang, temani aku bersantap. Aku merindukan makanan hasil olahan jemari lentik ini," tutur sang raja sambil menggenggam jemari lentik selir terkasihnya. Jaejoong menundukkan kepala menahan perasaan malu yang mendadak kembali menyerangnya. Akan tetapi, remaja cantik itu dengan riang mengikuti langkah kaki suaminya menuju koridor Dapur Istana sebelah kiri.

Mereka duduk berhadapan dibatasi oleh sebuah meja persegi berkaki rendah, menikmati tiupan angin yang berhembus cukup kencang dari koridor yang hanya dipagari kayu setinggi lutut orang dewasa. Dayang Istana Kwan dan Dayang Istana Choi serta Dayang Istana Han yang sebelumnya telah diminta oleh Yang Mulia Raja untuk meninggalkannya berdua saja dengan selir terkasihnya sudah tak lagi terlihat. Pemandangan senja yang tersaji memang benar-benar indah. Cahaya matahari yang kemerahan memantul di atas permukaan kolam buatan di sebelah kiri mereka. Sepasang angsa putih tampak berenang menyongsong petang menuju tepian. Jaejoong memotong nasi goreng gulung itu menjadi beberapa bagian, lalu menyuapkannya pada sang suami.

Sang suami mengunyah nasi goreng di dalam mulutnya dengan gerakan perlahan. "Benar-benar enak," pujinya. "Kau juga membentuknya dengan sangat indah. Mencerminkan dirimu yang tak hanya indah dari segi penampilan, tapi juga memiliki sisi dalam yang luar biasa," sambung sang raja, kembali memuji selir terkasihnya.

"Yang Mulia terlalu memuji, Joongie sungguh malu," elak Jaejoong dengan nada merajuk manja sambil menundukkan wajahnya yang beradu merah dengan semburat mentari senja. Meskipun bibirnya berkata begitu, namun hatinya senang luar biasa mendengar pujian suaminya.

"Aku mengatakan yang sebenarnya, Sayang. Masakan buatanmu ini benar-benar sangat enak. Ayo buka mulutmu, biarkan aku menyuapimu," pinta sang raja. Jaejoong membuka mulut kecilnya, sementara sang raja dengan sedikit nakal memasukkan nasi goreng yang cukup banyak ke mulut selir terkasihnya itu hingga pipi halus Jaejoong terlihat menggelembung. Sambil mendelik kesal, Jaejoong bersusah payah mengunyah nasi goreng yang berada di dalam mulutnya, menyisakan beberapa butiran nasi di sekitar bibirnya. Yang Mulia Raja mendekatkan wajahnya. Jaejoong yang menyangka kalau sang suami hendak menyeka butiran nasi di bibirnya menggunakan ibu jarinya menatap sang suami lekat-lekat. Namun remaja cantik itu sama sekali tidak menyangka bahwa sang suami malah menyeka butiran nasi di bibirnya menggunakan lidahnya. Wajah remaja cantik itu sontak merah padam. Dalam hati ia berharap beberapa prajurit yang bertugas menjaga sekitaran tempat itu tidak melihat perbuatan sang raja padanya. Sementara itu, sang suami hanya terkekeh pelan melihat tingkah selir kesayangannya yang masih suka bersikap malu-malu.

Sang raja dan selir terkasihnya itu menghabiskan beberapa waktu di koridor kiri tersebut, bahkan meski acara makan malam sudah selesai. Jaejoong duduk di atas pangkuan sang raja, dengan kedua lengan kekar sang raja memeluk erat pinggangnya. Mereka sama-sama menikmati pemandangan senja, menyaksikan mentari yang kian tenggelam dari peredarannya, beralih tugas dengan sang bulan. Memerhatikan barisan cahaya lampion yang cahanya memantul indah di permukaan air kolam buatan. Untuk beberapa saat kedua orang itu masih berada di sana, berbagi peluk dan canda, sebelum akhirnya malam menjelma utuh, membuat mereka segera beranjak meninggalkan tempat itu.

ooo 000 ooo

"Dasar bodoh! Kau benar-benar tidak berguna!" bentakan-bentakan kasar penuh kemarahan terdengar dari ruang keluarga yang tertata indah di kediaman pribadi Perdana Menteri Go. Suara bentakan itu sendiri terlontar dari bibir seorang wanita cantik berusia tiga puluh tahun yang tampak begitu menawan dalam balutan dangui dan seuran chima berwarna merah muda. Wanita cantik itu sepertinya tak mampu menahan kekesalannya yang memuncak. Ia tampak begitu murka. Tulang pipinya mengeras, dan sepasang bola matanya memerah. Menyiratkan kemarahan yang teramat sangat.

"Bayangkan keterkejutanku saat melihat Selir Hwan muncul di hadapanku dalam keadaan segar bugar tanpa kekurangan apa pun. Dan bayangkan juga keterkejutanku saat mengetahui bahwa kau tak hanya gagal mencelakai selir sialan itu, tapi malah terkena racun dari senjata rahasianya. Aku sungguh tak habis pikir, bagaimana bisa seorang panglima sepertimu dipecundangi oleh seorang anak kecil? Bukankah itu benar-benar hal yang memalukan, heh?!" semburan penuh kemarahan kembali terlontar dari bibir merah yang tipis itu. Tatapan wanita cantik itu begitu tajam, seakan hendak menembus langsung ke dalam jantung pemuda tampan di hadapannya yang sejak tadi terlihat menundukkan kepalanya tanpa sedikit pun berani mengangkat wajahnya.

"Putriku, tenanglah! Kendalikan amarahmu!" sela seorang lelaki separuh baya berpembawaan tenang yang duduk tepat di samping kiri wanita cantik itu, sambil menasehati dengan nada lembut wanita yang masih terus memandangi pemuda di hadapannya dengan tatapan tajam menusuk itu. Lelaki separuh baya itu tak lain adalah Perdana Menteri Go, sedang wanita cantik yang duduk di sampingnya adalah putri bungsunya sendiri, yang juga merupakan sosok ratu Kerajaan Joseon.

"Tenang? Abeoji memintaku tenang?" dengus wanita cantik itu. Seulas senyum sinis terpatri di sudut bibirnya. "Dia telah gagal menjalankan perintah yang kuberikan, Abeoji. Dan bayaran untuk kegagalannya hanya satu. Nyawanya sendiri!" sambung Yang Mulia Permaisuri dengan nada sangat dingin. Ucapannya tak pelak membuat pemuda yang duduk menunduk di hadapannya terlihat memucat. Butiran peluh yang menghiasi wajahnya terlihat semakin banyak.

"Aku sendiri tidak akan segan mengirimnya ke neraka sebagai imbalan kegagalannya, Ahra-ya. Akan tetapi, aku masih ingin mendengarkan alasannya yang tidak secepatnya menemui kita untuk melaporkan perihal kegagalannya, sekaligus perihal racun yang bersarang di lengan kirinya itu. Setelah itu, baru aku akan mempertimbangkan hukuman yang tepat untuknya. Biar bagaimana pun, dia adalah saudara sepupumu. Satu kali kegagalannya tidak berarti ia akan selamanya gagal," papar Perdana Menteri Go dengan nada tenang. Lelaki separuh baya itu menyangga dagunya dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya menumpu pada paha kiri.

"Huh! Abeoji terlalu berbaik hati," sungut Yang Mulia Permaisuri. Wanita cantik itu kembali memusatkan perhatiannya pada pemuda di depannya. "Dan kau! Bukankah kau sudah mendengar apa yang Abeoji inginkan? Katakan sesuatu! Jangan diam saja seperti arca batu. Luka di lengan kirimu itu tidak lantas membuatmu mendadak menjadi bisu, bukan?" bentak wanita cantik itu lagi, ketika dilihatnya sang pemuda yang tak lain adalah saudara sepupunya itu hanya tertunduk membisu, diam seribu bahasa.

Go Seung Ri, atau yang biasa dipanggil Panglima Go oleh prajurit bawahannya, perlahan mengangkat kepalanya mendengar bentakan sang kakak sepupu yang kesekian kalinya. Pemuda itu terlihat meringis sambil memegangi lengan kirinya yang terbalut jubah berwarna biru tua.

"Maafkan aku, Noona[48], Samchon[49]. Aku sama sekali tak bermaksud untuk mengelak atau pun menghindari kalian. Aku juga tidak pernah berkeinginan untuk menyembunyikan keadaanku yang terkena racun dari senjata rahasia milik Selir Hwan ini. Keadaannya tidak memungkinkan. Sekembalinya aku dari perjalanan untuk mencelakakan Selir Hwan, lengan kiriku yang terkena jarum sumpit ini rasanya sangat panas, seolah ada api yang menyala di dalam pembuluh darahku. Karena tak kuasa menahan panas yang membakar, aku memutuskan untuk langsung menemui tabib kepercayaan keluarga kita. Tabib Joong mengatakan bahwa pengetahuannya mengenai racun yang menyerangku sangat sedikit, dan ia juga sama sekali tidak mampu untuk menyediakan penawarnya. Akan tetapi Tabib Joong memberiku sejenis ramuan yang bisa membantu untuk mengurangi rasa panas yang seakan membakarku dari dalam tubuh. Dan setelah aku meminum ramuan itu, alih-alih mengurangi rasa sakitnya, aku malah dibuat tertidur dalam jangka waktu yang cukup lama. Dan ketika aku terbangun, aku baru sadar kalau hari sudah menjelang senja dan aku harus menampakkan muka di perjamuan istana, hingga tak memiliki kesempatan untuk bertemu dengan salah satu di antara kalian," tutur Seung Ri menjelaskan panjang lebar dengan nada perlahan. Perdana Menteri Go terlihat mengerutkan keningnya mendengar penjelasan keponakannya itu. Sementara Yang Mulia Permaisuri hanya tersenyum meremehkan.

"Menurutku alasanmu terlalu mengada-ngada, Seung Ri!" tukas Yang Mulia Permaisuri, mendahului sang ayah.

"Hatiku berat sekali untuk mengatakan hal ini, tapi harus kuakui kalau pendapat Ahra ada benarnya. Aku juga merasa janggal dengan penjelasanmu, Seung Ri. Begini, anggaplah aku bisa menerima alasan keterlambatanmu melaporkan hasil pekerjaanmu padaku kemarin, tapi bukankah hari ini kau memiliki waktu yang cukup panjang untuk memberitahuku? Seandainya aku tidak memanggilmu kemari, akan sampai kapan kau merahasiakan semuanya dariku?" selidik Perdana Menteri Go. Sepasang matanya yang sipit terlihat memicing, penuh isyarat keingintahuan.

"Apa yang sebenarnya kau rencanakan, Seung Ri-ya?" tuduh Yang Mulia Permaisuri tanpa tedeng aling-aling lagi.

"Noona!" Go Seung Ri terperanjat bukan main mendengar tuduhan langsung dari kakak sepupunya itu. Wajahnya yang semula menunduk langsung terangkat. Kedua bola matanya terbelalak lebar, seakan tidak memercayai pendengarannya sendiri demi mendengar secara langsung pertanyaan bertendensi tuduhan yang terlontar dari bibir wanita cantik itu.

"Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan. Tapi jika kau berharap aku dengan mudah percaya begitu saja dengan jawabanmu yang tidak mencerminkan jawaban dari seorang panglima kerajaan sebesar Joseon ini, maka kau sungguh bodoh, Seung Ri-ya," datar sekali jawaban dari wanita cantik yang merupakan istri sah sang Raja Sukjong itu. "Dan jika kau lupa, sekali lagi kuingatkan bahwa aku tidak membutuhkan orang-orang bodoh yang gagal untuk berada di belakangku. Orang-orang semacam itu hanyalah penghambat dalam jalanku. Jadi, kuberi kau kesempatan sekali lagi untuk bicara. Katakan yang sebenarnya, apa yang membuatmu tidak melaporkan berita kegagalanmu?" sambung wanita cantik itu.

Pemuda tampan bernama Go Seung Ri yang dengan jelas menangkap nada ketidakpercayaan pada nada suara sang kakak sepupu segera berlutut di hadapan kedua orang berpengaruh itu.

"Ampun, Noona. Tidak pernah sekalipun terbersit di benakku untuk merencanakan hal yang bertentangan dengan perintahmu. Aku tidak mungkin mengkhianatimu dan keluarga kita. Alasan utamaku tidak memberitahumu mengenai kegagalanku adalah karena aku sangat malu telah mengecewakanmu. Aku merasa tak punya muka untuk berdepan denganmu. Sedang alasanku yang lain mengenai keterlambatanku menemui kalian dikarenakan aku merasa ada seseorang yang mengawasi segala gerak-gerikku. Demi menghindari kecurigaan, aku sengaja tidak menemui salah satu dari kalian berdua. Aku tidak ingin kedokku sebagai sosok yang menyerang Selir Hwan dalam perjalanan terbongkar. Aku belum ingin mati di tiang gantungan. Maafkan aku, Noona," jelas Go Seung Ri terburu-buru. Keringat dingin sebesar butiran jagung memenuhi seluruh permukaan wajahnya, padahal angin yang bertiup melalui sela-sela jendela cukup kencang, membuat ruang keluarga itu dikungkung hawa dingin. Pemuda tampan itu terlihat kembali menundukkan wajahnya.

"Ternyata kau jauh lebih bodoh dari yang kubayangkan, Seung Ri-ya," kecam Yang Mulia Permaisuri, tetap dengan nada sinis.

"Ahra-ya…!" tegur Perdana Menteri Go sambil menatap tajam putri bungsunya itu. Yang Mulia Permaisuri seketika terdiam. Sementara Perdana Menteri Go kembali memusatkan perhatiannya pada sang keponakan yang masih bersimpuh di depannya.

"Seseorang? Siapa maksudmu?" tanya Perdana Menteri Go yang terlihat cukup mulai tertarik mendengar penuturan keponakannya itu. Melihat raut ketertarikan ayahnya, Yang Mulia Permaisuri mulai merubah mimik wajahnya menjadi penuh minat. Sirat kemarahan tak lagi terlihat di wajah wanita cantik itu, berganti dengan pandangan penuh tanya. Seumpama seekor bunglon, sang ratu Kerajaan Joseon itu dengan cepat bisa merubah warna kulitnya.

"Kepala Pengawal Kim, Samchon. Orang kepercayaan Yang Mulia Raja sendiri," sahut Seung Ri yang mulai berani mengangkat wajahnya, meski masih terlihat takut-takut untuk memandang tepat ke wajah sang paman.

"Hemmm," gumam Perdana Menteri Go sambil mengusap dagunya. "Pemuda Kim itu? Kau yakin? Apa yang membuatmu merasa bahwa ia mengawasimu?" selidik ayah mertua sang raja penguasa Joseon itu.

"Aku sendiri tidak terlalu yakin, Samchon. Hanya saja, tatapan matanya kepadaku terlihat tidak biasa. Seakan-akan ia mengetahui sesuatu yang kusembunyikan. Setidaknya itulah yang kurasakan ketika tanpa sengaja aku hampir membuatnya terjatuh di malam perjamuan istana kemarin. Sejak kejadian itu, aku merasa seolah ada sepasang mata yang terus mengawasi gerak-gerikku," jawab Seung Ri sambil kembali meringis, merasakan panas yang seolah membakar lengan kirinya itu. Tingkahnya itu tak luput dari penglihatan Perdana Menteri Go. Lelaki separuh baya itu kembali terlihat memicingkan matanya.

"Racun di lenganmu itu, apakah Tabib Joong tidak mengatakan ada alternatif penyembuhan yang lain?"

"Hanya ada dua pilihan, Samchon. Yang pertama, meminta penawarnya secara langsung kepada Selir Hwan, dan itu sama artinya dengan menyerahkan nyawa cuma-cuma. Atau yang kedua, memotong lengan kiriku agar racunnya tidak menyebar ke bagian tubuh yang lain. Menurut Tabib Joong, racun yang mengenaiku ini termasuk salah satu racun yang sangat langka dan berasal dari negeri China. Entah bagaimana caranya Selir Hwan bisa memiliki racun itu. Akan tetapi, Tabib Joong meyakini bahwa Selir Hwan pasti memiliki penawar dari racun itu, karena sejatinya bahan-bahan yang digunakan untuk membuat racun tersebut sama persis dengan bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat penawarnya, hanya bagiannya saja yang berbeda. Dan bahan-bahan itulah yang tidak diketahui oleh Tabib Joong. Bisa saja kita mengirim orang untuk menyelidikinya, akan tetapi hal itu akan membutuhkan waktu yang sangat lama, dan ketika kita mendapatkan informasi mengenai bahan pembuat racun itu, bisa dipastikan saat itu aku sudah berpindah ke liang kubur," sahut Seung Ri. Perdana Menteri Go tercenung sesaat mendengar penjelasan keponakannya itu. Tabib Joong yang menjadi tabib pribadi keluarganya selama puluhan tahun bukanlah tabib sembarangan. Bahkan Tabib Istana sering meminta pendapat dan rujukannya dalam hal pengobatan. Jika Tabib Joong yang memiliki pengetahuan mengenai ilmu pengobatan yang mumpuni itu saja sampai mengatakan bahwa ia tidak mengetahui mengenai penawar racun yang dimiliki oleh Selir Hwan, maka Perdana Menteri Go dengan cepat bisa memastikan bahwa lawan yang dihadapinya kali ini bukanlah lawan sembarangan, meski berwujud seorang remaja yang berusia sebaya dengan cucunya yang kadang bertingkah kelewat manja. Dalam hati, Perdana Menteri Go membenarkan kecurigaan putrinya, bahwa Selir Hwan bukanlah orang biasa. Bisa jadi sosok yang terlihat lemah itu justru adalah duri yang paling tajam yang akan mengenai kulitnya.

"Lalu apa keputusanmu?" sela Yang Mulia Permaisuri, setelah adik sepupu lelakinya itu selesai memberikan penjelasan dengan gambaran yang begitu gamblang.

"Maksud Noona?"

"Aku bertanya apa yang akan kau lakukan? Apa kau memilih mati perlahan-lahan dengan membiarkan racun itu bersemayam di dalam tubuhmu, atau kau memilih tetap hidup dengan hanya memiliki satu tangan?" dengus Yang Mulia Permaisuri. Seung Ri bersusah-payah menelan ludahnya yang mendadak terasa pahit.

"A-aku sudah memikirkannya beberapa waktu ini. Aku memilih untuk mengorbankan tangan kiriku. Aku hanya memerlukan alasan yang tepat jika ada yang bertanya mengenai apa yang terjadi dengan tangan kiriku itu, Noona," sahut Seung Ri sedikit terbata.

"Bagus! Keputusan yang sangat tepat. Anggap saja kehilangan tangan kirimu itu sebagai ganjaran yang setimpal untuk kebodohanmu yang gagal menjalankan tugas yang sebenarnya sangat ringan. Dan sebaiknya kau tenang saja, kukira Abeoji akan dengan senang hati mengirimmu ke perbatasan untuk menumpas gerombolan pemberontak yang mulai santer mengacau di sana agar kau terlepas dari jaring kecurigaan. Jika kau kehilangan salah satu anggota tubuhmu karena menumpas gerombolan pengacau kedaulatan istana, bisa kupastikan kau akan mendapat gelar pahlawan. Bukan begitu, Abeoji?" tanya Yang Mulia Permaisuri kepada ayahnya. Perdana Menteri Go menganggukkan kepalanya, menyetujui perkataan sang anak.

"Kukira aku akan meminta Tabib Joong untuk menyertaimu dalam perjalanan, agar bisa melakukan tindakan amputasi di sana. Bersyukurlah karena aku masih memiliki sedikit belas kasihan, sebab jika tidak, bisa kupastikan kau mati di tanganku detik ini juga, Seung Ri. Tolak tepi mengenai hubungan darah yang ada. Sikapmu yang tidak berani melaporkan kegagalanmu benar-benar memalukan!" tukas Perdana Menteri Go dengan nada suara begitu dingin. Seung Ri segera membungkukkan tubuhnya, dengan hati mengakui kebenaran kata-kata lelaki separuh baya itu. Di balik pembawaannya yang tenang, Perdana Menteri Go merupakan lelaki kejam yang tak segan menghabisi nyawa orang lain yang gagal menjalankan perintahnya, meski orang itu merupakan kerabatnya sendiri. Perdana Menteri Go tidak pernah pilih bulu dalam melenyapkan nyawa seseorang. Kekejamannya secara nyata menurun pada sang anak.

"Terima kasih, Samchon. Terima kasih, Noona. Aku berjanji untuk tidak pernah lagi gagal dalam menjalankan perintah kalian," ujar Seung Ri.

"Ku pegang kata-katamu. Dan jika sekali lagi aku mendengar berita kegagalanmu, maka tanganku sendiri yang akan melenyapkan nyawamu. Sekarang pergilah dari hadapanku! Dan cobalah untuk bersikap biasa ketika kau bertemu orang lain agar mereka tidak mencurigaimu. Terutama Kepala Pengawal Kim," kata Perdana Menteri Go sambil mengibaskan tangan kanannya di depan wajah, seolah sedang mengusir seekor lalat. Tanpa menunggu perintah dua kali, Seung Ri segera bangkit dari duduknya, lalu sedikit membungkukkan tubuhnya, kemudian dengan cepat meninggalkan ruang keluarga itu. Menyisakan Perdana Menteri Go dan putri bungsunya yang terlihat tenggelam dalam pemikiran mereka sendiri. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh kedua orang itu.

"Abeoji…," tegur Yang Mulia Permaisuri, memecahkan keheningan yang tercipta di antara mereka. "Apakah menurutmu dia mengatakan hal yang sebenarnya?" sambungnya.

"Dia memang gagal, Ahra-ya. Tapi dia mengatakan hal yang sebenarnya. Anak itu tidak akan berani berbuat macam-macam untuk menjatuhkan kita," jawab Perdana Menteri Go.

"Dulu Abeoji juga begitu yakin bahwa Selir Hwan bukanlah ancaman yang berarti untuk kita. Tapi kenyataannya? Selir sialan itu sedikit demi sedikit berhasil meraih simpati dari orang banyak dan mulai menancapkan kukunya. Dan hal itu sama sekali tidak baik untuk kita," tandas Yang Mulia Permaisuri, sambil mengingatkan kembali sang ayah.

"Kesalahan terbesarku adalah tidak mendengarkan ucapanmu dan terlalu meremehkan keberadaan Selir Hwan. Dan baru kini kusadari kebenaran kata-katamu tempo hari, Putriku. Selir Hwan ternyata tidak bisa kita pandang sebelah mata. Pengetahuannya mengenai racun sangat mengerikan. Di samping itu, jika diperhatikan secara seksama, tindak-tanduknya terkadang sama sekali tak mencerminkan diri sebagai anak dari seorang petani biasa. Kita harus mencari tahu siapa dia yang sebenarnya. Lebih cepat kita mengetahui asal-usulnya, semakin cepat kita bisa menyingkirkannya."

"Lalu apa rencana Abeoji? Bukan hanya mengenai Selir Hwan, tapi juga Seung Ri. Terus terang aku tidak lagi menaruh kepercayaan padanya, setelah apa yang dia lakukan. Aku mengenal baik suamiku, beliau pasti tidak akan tinggal diam dan memilih untuk menyelidiki kasus ini diam-diam. Untung saja aku sudah menyuruh orang melenyapkan nyawa pandai besi yang menempa jarum emas yang kupesan. Meski begitu, aku tidak yakin Seung Ri akan selamanya tutup mulut. Karena itu, menurutku lebih baik Abeoji mengirim utusan untuk membungkam mulut anak itu. Potong lidahnya juga jari-jari tangan kanan dan kedua kakinya. Kita bisa menyuap seluruh pasukan di perbatasan untuk mengatakan bahwa ia disandera oleh kawanan pemberontak, dan disiksa sedemikian rupa. Dengan demikian, ia tidak akan buka mulut seandainya suatu saat tertangkap. Jika keadaan memang mendesak, kita habisi saja nyawanya," tutur Yang Mulia Permaisuri, dengan nada sarat kebencian. Perdana Menteri Go terlihat manggut-manggut mendengar penuturan putrinya itu.

"Aku memuji gerakan cepatmu dalam menghilangkan jejak, Anakku. Dan menurutku, idemu mengenai Seung Ri sangat bagus. Aku akan menyusun beberapa rencana dengan orang-orang kita. Dan aku akan mengabarimu mengenai hasilnya nanti. Hhh…, hari sudah semakin larut, sebaiknya kau segera kembali ke kediamanmu, Ahra-ya. Aku tidak ingin memancing kecurigaan orang lain. Mulai saat ini kita harus lebih berhati-hati dalam segala tindakan. Sedikit saja tergelincir akan sangat fatal akibatnya," papar Perdana Menteri Go. Yang Mulia Permaisuri menganggukkan kepalanya. Wanita cantik itu lantas berdiri dari duduknya, dan memasang mantel bulu yang tebal untuk membungkus tubuhnya. Setelah mengencangkan ikatan mantel di bagian leher, wanita cantik itu segera bergerak menuju pintu keluar, setelah sebelumnya berpamitan kepada sang ayah. Perdana Menteri Go mengantarkan putrinya sampai di depan pintu, lalu kembali masuk ke dalam ruangan setelah bayang tubuh sang anak tak lagi nampak di pandangan.

ooo 000 ooo

Beberapa hari kemudian, di ruang pribadi Yang Mulia Raja, sang Raja Sukjong terlihat sedang terlibat pembicaraan serius dengan Kepala Pengawal Kim yang merupakan orang kepercayaannya. Sang raja yang mengenakan gonryongpo berwarna merah terlihat duduk berhadapan dengan kepala pengawal berwajah manis yang berusia dua tahun lebih muda darinya itu. Sebuah meja persegi berkaki rendah menjadi pembatas di antara keduanya.

"Jadi bagaimana hasil penyelidikanmu, Junsu-ya? Sudah menemui titik terang?" tanya sang raja sambil menuang teh dari sebuah poci keramik ke dalam dua cawan putih di atas meja persegi di hadapannya. Ia lalu menyerahkan satu cawan yang berisi teh kepada Kepala Pengawal Kim yang dengan segera menerimanya.

"Ampun, Yang Mulia. Ada beberapa hal yang ingin saya laporkan terkait penyelidikan yang sedang saya lakukan," jawab Kepala Pengawal Kim dengan hormat.

"Hmmm, katakan!" perintah Yang Mulia Raja sambil menyesap teh dari cawan yang berada di dalam genggamannya.

"Yang pertama mengenai perintah Yang Mulia untuk menyelidiki asal-usul Selir Hwan. Sesuai perintah, saya sudah menyebar beberapa telik sandi untuk menyelidiki latar belakang selir terkasih Anda tersebut, Yang Mulia. Menurut keterangan yang berhasil dikumpulkan sejauh ini, asal-usul Selir Hwan tak jauh berbeda dengan apa yang sudah kita ketahui bersama. Bahwa ia adalah anak dari seorang petani yang bernama Kim Hyun Joong. Kim Hyun Joong menikah dengan seorang gadis kembang desa yang menurunkan jejak kecantikan pada sang anak, namanya Han Young Woon. Dari hasil pernikahan mereka, lahirlah Selir Hwan. Selir Hwan tidak pernah melihat raut wajah sang ayah, sebab ketika Selir Hwan berusia lima bulan di dalam kandungan ibunya, sang ayah meninggal akibat berusaha menghalau kawanan babi hutan liar yang merusak ladang-ladang mereka. Ada sekitar sepuluh orang penduduk desa yang lain turut meninggal dalam kejadian itu. Sepeninggal sang suami, ibunya Selir Hwan tidak menikah lagi, meski banyak pemuda desa yang berniat memperistrinya. Selir Hwan kecil hidup berdua saja dengan ibunya. Sang ibu bekerja sebagai pembuat kue untuk menyambung hidup mereka. Akan tetapi, hanya sampai usia lima tahun Selir Hwan hidup bersama ibunya, karena sang ibu akhirnya menyusul sang ayah. Selir Hwan kemudian diasuh oleh tetangganya, seorang perempuan yang dipanggilnya Kang Ahjumma. Tiga tahun mengasuh Selir Hwan, perempuan baik hati itu pun menyusul kedua orangtua Selir Hwan. Sejak itu Selir Hwan hidup sendiri, namun ada dua tetangganya yang selalu memperhatikannya, yakni suami istri Jang, juga seorang tabib bernama Tabib Lee. Bisa dikatakan, keterangan yang berhasil dikumpulkan sama persis dengan keterangan yang pernah diberikan oleh Selir Hwan, Yang Mulia," papar Kepala Pengawal Kim.

"Benarkah? Jadi ia sama sekali tidak memiliki garis darah bangsawan?" tanya Yang Mulia Raja lagi.

"Seharusnya saya bisa dengan mudah menjawab pertanyaan Anda ini, Yang Mulia. Bahwasanya Selir Hwan memang bukanlah seorang keturunan bangsawan. Akan tetapi, ada satu informasi menarik yang diberikan oleh salah satu telik sandi yang saya kirimkan, Yang Mulia. Dan informasi itu justru mengenai ayah dari Selir Hwan," jawab Kepala Pengawal Kim. Ia kemudian menyesap teh di cawannya yang mulai dingin, untuk melegakan kerongkongannya yang terasa kering.

"Informasi menarik apa yang kau maksud?" desak sang raja, tanpa mampu menyembunyikan rasa penasarannya.

"Penduduk desa tempat Selir Hwan berasal, ternyata sulit sekali dimintai keterangan mengenai sosok ayahnya. Tapi ada seorang lelaki tua sesepuh desa yang secara tidak sengaja mengungkapkan bahwa sesungguhnya ayah Selir Hwan bukanlah pemuda asli desa itu. Beberapa penduduk menemukannya dalam keadaan pingsan dengan sekujur tubuh penuh luka di bibir pantai yang tidak terlalu jauh dari desa. Penduduk membawanya pulang ke desa, lalu berdasarkan hasil kesepakatan di antara mereka, pemuda yang mereka temukan itu dirawat oleh sepasang suami istri Kim, yang merupakan sesepuh desa yang sampai usia senja tidak juga memiliki keturunan. Beberapa minggu dalam perawatan, pemuda itu akhirnya kembali pulih seperti sedia kala. Akan tetapi, pemuda itu sama sekali tidak bisa mengingat dirinya, dari mana ia berasal, bahkan sama sekali tak mengingat namanya. Menurut tabib, pemuda itu kehilangan ingatannya akibat benturan keras di kepala. Sepasang suami istri Kim akhirnya memutuskan untuk mengangkat pemuda itu sebagai anak mereka, dan pemuda itu diberi nama Kim Hyun Joong," jelas kepala pengawal berwajah manis itu.

"Hmmm, aku tidak bermaksud memotong ceritamu, Junsu-ya. Akan tetapi apa hubungannya ceritamu itu dengan pertanyaanku sebelumnya?" tanya sang raja. Kepala Pengawal Kim tersenyum kecil mendengar pertanyaan dari junjungannya itu.

"Setelah mendapat informasi itu, saya memutuskan untuk memperluas jangkauan penyelidikan, Yang Mulia. Tidak lagi sebatas desa tempat kelahiran Selir Hwan, tapi juga ke desa lainnya. Dan pada saat bersamaan, seorang telik sandi yang saya sebarkan melaporkan bahwa pada tahun yang sama ketika ditemukannya pemuda yang pingsan dengan tubuh penuh luka di desa kelahiran Selir Hwan, Panglima Tertinggi Kerajaan Joseon terdahulu melaporkan berita kehilangan puteranya yang bernama Kim Tae Jun yang pada saat itu bertugas memerangi kawanan perompak di perairan timur Joseon. Tak ada satu pun yang selamat dalam rombongan putera pertama Panglima Kim Dae Seok itu. Hanya kapal perang mereka saja yang ditemukan, beserta bercak-bercak darah di lantai kapal, sehingga banyak yang berasumsi bahwa putera sang panglima dan seluruh armada kapal telah tewas. Anda tentu bisa menarik kesimpulan dari cerita saya, bukan?" Kepala Pengawal Kim menatap lurus ke sepasang bola mata sang raja.

"Dengan kata lain, kau ingin mengatakan bahwa sesungguhnya ayah dari Selir Hwan adalah putera pertama dari Panglima Kim yang kehilangan ingatannya, begitu? Atau dengan kata lain, Kim Hyun Joong dan Kim Tae Jun adalah orang yang sama, bukan begitu?" senyuman lebar tersungging di bibir sang kepala pengawal yang juga merupakan ahli pedang itu. "Dan jika informasi itu benar, maka itu berarti Selir Hwan adalah cucu dari Panglima Kim Dae Seok yang merupakan bangsawan terkemuka itu. Jika itu benar, maka aku sungguh tidak heran darimana kemampuan mengatur strategi perang selir terkasihku itu berasal. Kakeknya adalah ahli strategi kerajaan. Begitu pula ayahnya, meski aku hanya selentingan saja mengetahui tentang putera pertama Panglima Kim itu. Seingatku kami pernah bertemu beberapa kali di pesta kerajaan. Anak itu betul-betul penuh kejutan, eoh?"

"Saya belum bisa mengatakan bahwa informasi itu benar, Yang Mulia. Masih banyak tahapan penyelidikan yang harus dilakukan sebelum kita sampai pada kesimpulan bahwa ayah Selir Hwan adalah orang yang sama dengan putera pertama Panglima Kim. Saya sudah meminta telik sandi saya untuk menggali keterangan sebanyak mungkin. Kemungkinan besar, informasi itu benar. Akan tetapi, karena informasi ini sangat krusial, maka saya sudah menitipkan orang-orang yang mengetahui tentang latar belakang ayah Selir Hwan yang bukan merupakan penduduk asli desa itu ke tempat yang aman."

"Langkah yang kau ambil sangat tepat, Junsu-ya. Aku ingin kau menjaga informasi tentang Joongie hingga tetap seperti yang sudah diketahui oleh sebagian orang saja," perintah sang raja setelah sebelumnya sempat memberikan pujian untuk tindakan cepat sang kepala pengawal kepercayaannya itu.

"Maksud Anda?"

"Jangan sampai berita mengenai kemungkinan bahwa Joongie adalah cucu dari Bangsawan Kim diketahui oleh orang lain, Junsu-ya! Aku yakin sekali bahwa ada pihak-pihak tertentu di dalam istana yang bermaksud menyingkirkan Joongie dari kehidupanku. Aku tahu kalau tidak semua pihak merasa senang akan keputusanku mengangkat Joongie sebagai selir. Kau bisa membayangkan betapa keselamatan Joongie terancam seandainya ada pihak-pihak tertentu yang mengetahui asal-usul dirinya yang sebenarnya, bukan? Karena itulah aku ingin kau tetap mempertahankan informasi mengenai latar belakangnya. Usahakan hanya sedikit keterangan yang bisa dikumpulkan oleh pihak luar. Aku sangat yakin kalau pihak-pihak tertentu itu juga berusaha mencari celah untuk menyelidiki asal-usul Joongie agar bisa menyingkirkannya. Aku memercayaimu untuk melindungi kerahasiaan jati diri Joongie, Junsu-ya! Kirim beberapa orang utusan untuk terus mengawasi kediaman suami istri Jang dan juga Tabib Lee. Mereka bertiga pastilah sasaran utama pihak-pihak yang ingin mengorek keterangan tentang Joongie. Dan jika keadaan sudah semakin memburuk, bawa mereka ke tempat yang aman. Kau pasti bisa mengendalikan keadaan agar terlihat senatural mungkin, bukan?"

"Saya akan menjalankan perintah Anda dengan sebaik mungkin, Yang Mulia!"

"Aku tahu kalau aku bisa mengandalkanmu. Lalu, berita apa lagi yang kau bawa?" tanya sang raja.

"Saya ingin melaporkan mengenai penyerangan terhadap Desa Shinjeon dan Desa Neunghyeon yang kini sudah rata dengan tanah dan hanya tinggal nama saja, Yang Mulia. Bukankah kalau dipikir, sedikit janggal apabila pasukan Ming sampai membumihanguskan kedua desa itu hanya untuk bisa masuk ke Joseon? Bukankah akan jauh lebih mudah seandainya mereka langsung menyerang Desa Yeoju yang merupakan pintu masuk utama ke Joseon? Tapi kenyataannya berbeda. Mereka seolah sengaja memberi peringatan sekaligus waktu agar pasukan Joseon tiba ke desa itu. Seorang telik sandi melaporkan, bahwa beberapa waktu sebelum serangan pertama Ming pada kedua desa itu berlangsung, seorang utusan Perdana Menteri Go terlihat sedang melakukan pertemuan diam-diam dengan seorang petinggi Kerajaan Ming di dalam salah satu kapal yang bersandar di pelabuhan timur. Telik sandi itu mengikuti utusan tersebut sejak ia keluar dari rumah Perdana Menteri Go. Besar kecurigaan saya bahwa pertemuan itu terkait dengan serangan yang meluluhlantakkan kedua desa yang telah saya sebutkan sebelumnya, Yang Mulia. Anda pasti bisa menebak kaitan kedua kejadian itu, bukan?" jelas Kepala Pengawal Kim.

"Hmmm, setahuku kedua desa itu adalah pemasok bahan makanan utama untuk Dapur Istana. Jika kedua desa itu musnah, maka pihak yang paling diuntungkan adalah Perdana Menteri Go karena keluarga ayah mertuaku itu juga memiliki perkebunan yang selama ini selalu menjadi pilihan kedua. Jika dugaanku benar, maka tak diragukan lagi kalau ada sebuah konspirasi besar yang sedang mereka rencanakan. Huh! Sejak dulu aku memang tidak pernah memercayai lelaki tua itu. Sikapnya yang tenang tetap tak mampu menyembunyikan sinar licik dari sepasang bola matanya," dengus Yang Mulia Raja.

"Saya akan terus menyelidiki kasus ini, Yang Mulia. Saya akan mengumpulkan bukti yang lebih banyak. Hanya saja saya memerlukan lebih banyak telik sandi, Yang Mulia," timpal Kim Junsu.

"Kau tidak usah kuatir mengenai hal itu. Aku akan meminta Panglima Kang menyiapkannya untukmu," tegas sang raja berwajah tampan itu.

"Terima kasih, Yang Mulia. Dan ada satu hal lagi, Yang Mulia. Dari seorang telik sandi yang saya sebarkan, saya juga memperoleh informasi penting mengenai keberadaan satu keluarga Park yang masih tersisa, Yang Mulia," tutur Kepala Pengawal Kim dengan nada sangat pelan.

"Apa?!" Yang Mulia Raja langsung tergesa bangkit dari duduknya mendengar laporan sang kepala pengawal kepercayaannya. Cawan tehnya yang telah kosong turut terpelanting di ujung kakinya. "Katakan sekali lagi, Junsu-ya!" sambung sang raja yang seolah tidak memercayai pendengarannya sendiri.

"Saya menerima laporan bahwa ada satu keluarga Park yang masih hidup, Yang Mulia. Tapi saya sendiri belum menyelidiki kebenaran dari laporan ini. Keterangan yang saya dapatkan menyebutkan kalau keluarga itu terdiri dari ayah, ibu, dan dua orang anak lelaki. Sang ayah dan ibu serta anak lelaki pertama keluarga itu menghilang tidak tahu dimana rimbanya, akan tetapi diyakini kalau mereka belum tewas. Sementara anak lelaki bungsunya menjadi gila, dan dipasung oleh warga di sebuah gubuk tua di pinggiran desa setelah sempat membunuh anak kepala desa, Yang Mulia," jelas Kepala Pengawal Kim sambil memungut cawan yang terpelanting dan meletakkannya kembali di atas meja. Yang Mulia Raja yang mulai sedikit tenang juga terlihat kembali duduk di tempatnya semula.

"Selidiki hal ini, Junsu-ya! Selidiki secepatnya! Aku ingin tahu kebenaran tentang berita ini. Jika hal ini benar, maka sedikit demi sedikit kita menemui titik terang tentang kasus yang selama ini kita selidiki. Kau yang harus terjun langsung mencari tahu kebenarannya, Junsu-ya. Aku bisa meminta orang lain untuk menyelidiki keterkaitan ayah mertuaku dengan penyerangan terhadap kedua desa pertanian itu, tapi untuk kasus yang ini, aku ingin kau sendiri yang menanganinya," perintah sang raja berwajah tampan itu.

"Baik, Yang Mulia. Sebenarnya, saya memang ingin meminta secara khusus kepada Yang Mulia untuk memberikan tugas ini kepada saya sepenuhnya. Saya sungguh berterima kasih karena Yang Mulia juga sependapat dengan saya," timpal Kim Junsu bersemangat.

"Kau masih beranggapan kalau dia masih hidup, Junsu-ya?" tanya sang raja dengan nada pelan, sambil mengamati baik-baik wajah manis sang kepala pengawal kepercayaannya yang sudah dikenalnya sejak kecil itu. Ada riak kecil yang bermain di mata Kepala Pengawal Kim mendengar pertanyaan itu.

"Saya baru percaya kalau ia telah tewas jika saya melihat jasadnya, Yang Mulia. Atau paling tidak sekedar menemukan potongan kerangkanya. Tapi sebelum saya menemukan semua itu, saya tetap percaya bahwa dia masih hidup," jawab Kepala Pengawal Kim dengan nada sedikit bergetar. Lelaki berwajah manis itu tampak mengepalkan kedua tangannya, sementara dari sudut matanya, mengalir dua garis cairan bening yang buru-buru disekanya. Ia kemudian menarik napas panjang, berusaha melonggarkan pernapasannya yang mendadak sesak.

"Kau hanya perlu bersabar sedikit lebih lama, Junsu-ya!" kata sang raja yang mengerti betul apa yang dirasakan oleh pemuda manis di hadapannya itu. Kim Junsu menyunggingkan senyum tipisnya.

"Selama lima belas tahun saya bersabar, Yang Mulia. Menunggu sedikit lebih lama lagi tidak akan jadi masalah buat saya," jawab pemuda itu dengan mantap. Suaranya penuh keyakinan dan tekad yang kuat. Sang raja yang mendengar jawaban sang kepala pengawal kepercayaannya itu mau tak mau ikut tersenyum.

xoxoxoxoxoxoxoxoxoxox

Bersambung…

xoxoxoxoxoxoxoxoxoxox

Catatan:

42. Yaa: Hei.

43. Aniya: Tidak.

44. Waeyo: Kenapa.

45. Jeongmal: Benarkah.

46. Ootgejima: Berhentilah menertawakanku.

47. Omeuraise: Omelet berisi nasi goreng bercita rasa gurih.

48. Noona: Panggilan kepada kakak perempuan dari adik laki-laki.

49. Samchon: Paman (jika memiliki hubungan darah).

Beranda Puan Hujan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar