Selasa, 23 Juni 2015

Black Pearl chap 7 ( Remake ) YunJae

Title        : Black Pearl
Author    : Sulis Kim
Main C,  : Kim Jaejoong
                  Jung Yunho
                      Other

Rate    : M+18
Ganre  :Romance, Fiction.

            WARNING

Remake novel Christina Dodd. Title The Barefoot Princess. YAOI. Boy x boy. Dengan berbagai perubahan untuk keperluan cerita. Di ganti dengan Cast fav author. ^.^ jika tidak suka mohon jangan baca, demi kenyamanan bersama. Author cinta damai.

Apabila ada kesalahan typo dan lainya mohon di maklumi. Menerima kritik dan saran. No Bash. ^.^
 

Happy reading ...!

"Kita adalah pangeran. Jika sudah aman bagi kita untuk kembali ke rumah, kita akan memakan makanan yang enak, memakai pakaian mewas dan dihormati dan dicintai oleh semua."  Rambut Heechul yang berusia duapuluh tahun kusut karena hujan, bibirnya berwarna biru karena kedinginan.

Heechul benar benar mempercayai semuanya akan kembali seperti semula. Seperti yang dilihat Jaejoong yang berusia tujuh belas tahun. Itu masalahnya, mereka telah pergi dari Beaumontagne selama sepuluh tahun, akan tetapi Heechul masih benar benar percaya mereka akan kembali ke istana dan memperoleh kembali kehidupan mereka.

Kemarin perhatian mereka teralihkan. Jantung Jaejoong masih berdetak karena hampir saja tidak berhasil lolos, dan Jaejoong ingin bepergian lebih jauh dari Skotlandia.

Udara buruk menghalangi mereka. Jaejoong juga berharap udara buruk juga menghalangi para pengejar mereka.

"Sorcha akan kembali dan menyelamatkan kita, dan kita akan kembali keistana."

Jaejoong memberikan Heechul salah satu potongan roti. "Ini, makan ini."

Heechul membuat satu gigitan kemudian meringis.

Jaejoong mengamati roti yang diberikan oleh pemilik penginapan di bawah cahaya yang lebih terang. Roti itu berjamur.

"Apa kau ingat apa yang baru saja terjadi dengan kita. Kau menolak seorang hakim inggris dan mencuri kudanya. Dan itulah alasan kenapa kita melewati hutan menembus badai salju agar tidak ada yang curiga karena kita menunggangi kuda di kota. Tolonglah, Ya Tuhan, kita tidak akan aman."

"Sh! Heechuul melirik ke ruangan umum. "Hakim yang mengerikan itu memukuli kuda itu."

Jaejoong merendahkan suaranya juga. "Dia juga memukuli istrinya, dan jika dia mengejar kita dia akan menggantung kita."

"Dia tidak akan menangkap kita."

"Itu harapanmu."

"Aku bosan bersembunyi terus menerus, dan berbohong pada setiap orang. Tidak bisakah kita tinggal dan memulai kehidupan baru, Heechul?"

Heechul menatap Adiknya terkejut. "Aku tidak tahu kau merasa begitu."

"Bagaimana kau bisa tidak tahu?" Bagaimana Heechul bisa sedemikian bodoh? Jaejoong menjatuhkan sepotong roti.

" Kau tidak pernah mengatakan apa apa sebelumnya."

"Ya, aku pernah kau hanya tidak pernah mendengarkan aku sebelumnya." mungkin Jaejoong tidak benar benar mengatakanya secara gamplang. Akan tetapi ia tidak dalam suasana hati untuk bersikap adil.

Jaejoong selalu takut malarikan diri dari kota ke kota hanya untuk berembunyi.

Suasana penginapan terasa sepi, dimana yang lain dan juga pemilik penginapan.

"Kau pikir aku adalah adik kecilmu yang bodoh yang tidak tahu apa apa. Kau pikir kau akan melindungi aku, tapi kau tidak bisa melakukan apa apa. Aku harus masuk ke kota sendirian untuk mempersiapkan kedatanganmu agar dagangan kita laku. Aku tahu bagaimana hidup sendirian, Heechul. Usia yang sama ketika kau dikeluarkan dari sekolahan."

"Apakah aku terlalu melindungimu, Jaejongie?" air hujan telah mengering si wajah Heechul, akan tetapi kelembabanya masih tampak di pipinya. Dengan tergesa gesa Heechul menghapusnya dengan jarinya yang merah, dan pecah pecah.

Jaejoong merasakan ketukan rasa bersalah, tetapi ia menyapunya kesisi. "Ya, mengapa kita tidak berhenti di satu kota dan kita mencari pekerjaan ..."

"Karena Grandmama mengirimkan pembawa pesan untuk memperingatkan kita bahwa pembunuh bayaran mengejar kita."

"Setelah lima tahun, kau pikir mereka masih mengejar kita."

"Godfrey berkata jika keadaan di Neaumontagne sudah aman, Granmama akan membuat iklan. Dan menurut kabar Granmama masih hidup dan telah memperoleh kembali istana kita."

"Mungkin dia membuat para pemberontak takut setengah mati." gumam Jaejoong.

"Mungkin, tapi bukan itu intinya. Dia tidak akan lupa untuk mengirim orang mencari kita."

"Tidak, Granmama tidak melupakan apapun. Mungkin dia belum memegang kendali."

"Dan mungkin para pembunuh masih mengejar kita setelah kita keluar dari sekolah asrama?"

Heechul masih ingat bagaimana pengurus asrama mengusir mereka di tengah malam dalam badai salju tanpa bekal apapu selain beberapa receh uang yang di berikan oleh bebetapa guru disana. Ia juga ingat bagaimana Gofrey memberinya sebuah pisau dan mengajarkanya cara membela diri juga nasehat untuk menjaga diri dan juga Jaejoong. Para pembunuh bayaran itu selalu mengikuti mereka. Dan membunuh pria si pengantar pesan ketika pria itu mencoba menyelamatkan Heechul dan Jaejoong.

"Ya , Ya aku ingat." dan dua minggu setelah pelarian mereka, mereka bangun dan menemukan pria lain di kamar mereka yang gelap. Pria itu besar jika di bandingkan mereka anak laki laki yang masih di bawah umur. Pria itu membawa pisau yang berkilau dan pria itu maju mendekati mereka. Mereka berteriak dan penjaga penginapan bergegas masuk, pembunuh itu melumpuhkan pemilik penginapan ketika ia melewati pintu.

Dan ketika mereka menjelaskan siapa mereka sebenarnya penjaga penginapan  itu menggeram. Si penjaga penginapan melempar mereka keluar pada tengah malam.

"Akan tetapi itu lima tahun yang lalu,"kata Jaejoong " Kita telah berhati hatu. Tidak ada yang terjadi sejak saat itu. Mereka kehilangan jejak kita."

"Aku tidak dapat mengambil resiko. Tidak dengan nyawamu atau nyawaku sendiri. "Heechul melirik ke pintu. "Dimana pelayan yang akan membawakan kita makanan?"

Jadi ia juga, merasa khawatir akan berlalunya waktu.

"Mereka memerlukan waktu yang sangat lama." kata Jaejoong.

"Jika salah satu dari mereka dan melihat kuda .." mereka telah merawat kuda itu sendiri.

"Mereka akan melihat metapa kuda itu mahluk yang luar biasa..."

Kedua saudara itu saling melihat satu sama lain dengan khawatir. Mereka mendengar suara langkah kaki di sepanjang lorong dari dapur.

Jaejoong melompat mematikan lampu dan melemparkan diri ke dinding di belakang pintu sebwlumnya ia telah mengambil botol anggur yang telah kosong. Ia mengangguk kepada Heechul, yang balas mengangguk.

Pintu terbuka dengan deritan yang panjang, menyembunyikan rungan dari pandangan Jaejoong.

"Ada satu dari mereka. Yang lain mungkin di atas diam diam mungkin mencuri  dari kita."

Dengan perlahan Jaejoong bergeser sepanjang dinding, tetap berhati hati untuk tetap diam dan tidak mencolok.

Penjaga wanita masuk ke ruangan. Dan pelayan pria berjalan lamban di belakangnya. "Kuda yang bagus dimana kau mendapatkanya?"

" Itu hadiah dari ayahku." Tersenyum dengan seluruh daya tariknya, Heechul mendekati wanita itu. "Bukankah dia cantik?"

"Ayahmu! Seperti kau tahu siapa dia."

Heechul berjalan perlahan mendekati pelayan pria dan tersenyum. "Ini malam yang sangat buruk, kalian tidak memikiki tamu lain selain kami dan kami sudah membayar ..."

"Kami akan mengembalikan seluruh uangmu sebelum kau pergi, karena kami tidak menerima orang seperti kalian disini, bukan begitu Bert? Benar. Bert?" wanita itu berbalik untuk melihat Heechul menggiring Bert ke tempat Jaejoong yang mengangkat sebuah botol ke arah pelayan pria.

Si wanita berteriak.
Jaejoong menghantam pria itu sampai terjatuh seperti sebuah batu, berdentam di lantai.

Jaejoong berjalan mendekati wanita itu, si wanita berlari dan menjerit.

Heechul berlutut di dekat si pria. "Dia masih hidup."

"Bagus. Itu kejahatan lagi yang akan aku lakukan,"kata Jaejoong dengan suram.

"Mengapa mereka selalu mencurigai kita?" Heechul berdiri dan mulai membereskan barang barang mereka yang tidak banyak.

"Karena kita tidak berjalan seperti mereka, makan seperti mereka dan berbicara seperti rakyat biasa.

"Aku berharap ayah masih hidup."

"Ayah sudah meninggal ketika mempertahankan kerajaan Beaumontagne dari para pemberontak, kita tahu itu dengan pasti."



                  ~*~

"Jaejoong, Yunho menanyakanmu?" Yoori memasuki dapur dengan terburu buru. Jaejoong duduk di meja, tanganya menutupi keningnya. "Apakah kau merasa sehat untuk pergi ke bawah?"

"Tidak." Jaejoong mengangkat kepalanya. "Karena ...aku merasa belum merasa sehat, aku takut menukarkan penyakitku."

Mata Yoori melebar."Aku kira hanya sakit kepala?"

"Ya memang demikian! Akan tetapi sekarang aku sedikit batuk ...mungkin terlalu banyak mengabiskan waktu di tempat penyimpanan anggur yang lembab."

"Jika kau benar benar yakin bahwa tidak menguntungkan bagi kesehatanmu pergi ke bawah, maka dengan segala hormat, kita harus membebaskan Yunho atau kita akan bertanggung jawab atas kematianya. "

"Tidak. Tidak tidak, kita tidak bisa membebaskan sekarang!" jika ia membebaskanya pria itu akan merenggut Jaejoong dan memberikanya lebih banyak ciuman.

Yoori mendesah perlahan."Jaejongie. Kau tidak sakit, kau menghindari Yunho. Aku tidak menyalahkanmu, ketika kau memberitahu dia bahwa kita tidak akan membebaskan dia ..."

"Itu tidak menyenangkan? Dia tidak menyenangkan!"

"Dia dapat di bujuk."

"Mengapa aku harus membujuk dia?"  Jaejoong berharap Yoori menyebut nyebut kehormatan Directure Jung.

Sebaliknya Wanita tua itu mengatakan. "Karena penyimpanan anggur yang lembab."

Yoori memainkan rambut Jaejoong si keningnya. "Sekarang pergilah ke bawah dan bicara dengan anak itu. Tawarkan untuk membaca untuknya. Kau menyadari sejak hari pertama bahwa dia sangat tampan. Mungkin kau bisa bermain mata denganya."

"Aku lebih tampan. Dan kenapa aku harus bermain mata denganya?" pandangan Jaejoong melihat Yoori dengan ngeri. "Oh ,tidak . Dia bukan tipeku, aku tidak dapat bermain mata dengan pria."

"Kau cantik, dan benarkah kau tidak bisa? Aku rasa lirikan tersembunyi itu benar benar sesuai dengan seleramu."

"Kau ...kau berpikir aku menunjukan rasa suka ...sebuah perasaan ...untuk Jung sombong itu." Apakah Jaejoong tanpa disadari mendorong perhatian Yunho.

"Sebuah perasaan suka yang tidak diinginkan."

"Aku tidak ingin menyukai dia."

"Tidak, tentu saja kau tidak mau. Akan tetapi alam memiliki pikiran yang bebeda. Jadi pergilah ke bawah."

Untuk pertama kalinya Yoori memperhatikan Jaejoong dengan seksama tentang penampilanya. "Kau memerlukan sebuah warna." wanita itu mencubit pipi Jaejoong.

Dengan tatapan marah kepada Yoori, Jaejoong berjalan dengan kesal. Akan tetapi sebelum sampai di tangga ia menoleh. "Kau tidak pernah bercerita tentang ibunya."

"Aku pernah bercerita. Aku berkata kami kehilangan dia."

"Dia tidak hilang, dia mengabaikan keluarganya. Setidaknya itu yang di katakanya kepadaku."

"Memang terlihat seperti itu. Dia pergi dan tidak pernah kembali, tapi aku tidak mempercayainya. Dia mencintai anak laki lakinya dan mencintai Jung Siwon." Yoori tampak melamun. " Jung Kibum tidak mungkin melarikan diri."

"Itu yang aku katakan, tetapi dia..."

"Cobalah bayangkan kalau kau menjadi Yunho, ketika orang orang yakin bahwa ibunya berpikiran dangkal dan tidak bermoral." Yoori menempatkan tangan di pipi Jaejoong. "Dia mendengar orang orang dewasa bergosip dengan sangat kejam. Anak anak mengejeknya, mengatakan dia sangat nakal sehingga ibunya melarikan diri."

Wajah Jaejoong menciut." Aku mungkin mengatakan sesuatu seperti itu."

"Oh, Jaejongie. Aku sangat mencintaimu, kau harus menjaga kata katamu. Turunlah dan hibur dia."

Jaejoong kembali melangkah menuruni tangga. Ketika ia memasuki ruangan Yunho sedang merapikan ranjang. Hal itu mengejutkan Jaejoong, ia tidak pernah melihatnya melakukan sesuatu  yang hampir menyerupai tugas. Pria itu pasti sudah sangat bosan.

Memegang selimut di lenganya, Yunho mengangguk. "Mr. Kim, jika kau mau duduk, kita harus bicara."

Sopan santun, Yunho menunjukan sopan santun. Mengapa?

"Berbicara mengenai apa?" mengenai ciuman mereka? Jaejoong tidak mau berbicara tentang itu.

" Jika kau mau duduk." Yunho mengulang.

Jaejoong berjalan menuju kursi dan duduk. Yunho duduk di sebrangnya. "Aku memerlukan pakaian,"ujarnya.

Pakaian? Pria itu membahas pakaian. Betapa mengecewakan.

Jaejoong berpikir pria itu akan membahas ciuman yang masih memenuhi pikiranya. Namun sepertinya hal itu tidak di dalam pikiran Yunho.

"Aku telah mengenakan pakaian yang sama enam ...tujuh? ...hari sekarang. Dengan kecepatan rencanamu berjalan, aku mungkin harus mengenakannya selama enam hari lagi."

"Aku yakin, pamanmu akan mampu membayar uang tebusan kali ini."Jaejoong merasa tidak yakin akan hal itu.

Dari cara gigi Yunho mengatup rapat, jelas ia merasa ragu bahwa ia akan segera dibebaskan. "Walaupun demikian aku memerlukan pakaian bersih, dan pakaian bersih ada di kamarku di Nami. Yang aku perlukan adalah seseorang membawakanya." Yunho menusukkan pandanganya ke Jaejoong. "Karena aku tidak bisa membahas masalah mengenai pakaian dalamku dengan Bibi Yoori, seseorang itu haruslah dirimu."

"Kau ingin aku menyelinap kekamar tidurmu di Nami Island dan mencuri pakaian?"

"Benar, Mr. Kim, kau sepenuhnya mengerti." Yunho menarik kertas dari sakunya. "Aku telah menulis daftar dari kebutuhanku."

"Kebutuhanmu?" Jaejoong hampir tidak dapat mempercayainya kekasaran Yunho. "Bagaimana kau dapat mengusulkan aku masuk kerumahmu tanpa diketahui?"

"Kau telah terbukti memiliki pemikiran yang alaistis dan kriminal serta kemampuan untuk melaksanakan rencana apapun menjadi kenyataan. Aku sepenuhnya mempercayai hal itu, jika kau harus, kau dapat mencuri perak dari bawah hidung kepala pelayanku ketika sedang di bersihkan."

"Apakah kau memujiku atau menghinaku?"

"Aku akan membiarkanmu memutuskan." Yunho melambaikan daftar itu. "Sekarang dengarlah dengan teliti Pakaian dalamku ada di laci kamar tidur ...bukan diruang duduk tapi di kamar tidur...menghadap ke kaki ranjang. Aku menginginkan dua kemeja berasih, dua pasang celana dalam, kaus kaki panjang yang bersih ..."

Ketika Jaejoong mendengarkan Yunho membaca, ia menelan ludah. Yunho kira ia bisa berjalan ke estat itu tanpa dihentikan. Seperti ia layak berlaku disana, ia memang layak berada disana, dan ia memang layak, terdapat lebih dari seratus pelayan di rumah besar itu.

Membawa kembali pakaian pria itu bukan masalah. Jaejoong tidak tahu apa apa menganai seluk beluk rumah besar itu, bagaimana jika ia tersesat di dalam dan tidak bisa keluar dan kesempatan membawa pakaian yang benar tampaknya sangat kecil. Lebih baik untuk mengangguk dan berpura pura ia dapat melakukan tugas yang telah diberikan kepadanya.

"...dan itu saja," Yunho mengakhiri." Aku telah menggambarkan sebuah peta dari kamar tidurku dan daftar waktu saat pelayanku akan berada disana. Aku sarankan agar kau menghindarinya. Jika dia menangkapmu sedang membongkar bongkar pakaian dalamku, kemungkinan dia akan kehilangan kesabaran dan tidak bersedia mendengarkan cerita apa pun yang berusaha kau katakan kepadanya. Dia cukup pintar dan sangat senang kepadaku ..."

"Mengapa?"

" ...dan aku membayangkan kehilanganku telah membuatnya tidak tenang." Yunho menyodorkan kertas itu pada Jaejoong.

"Taruh di meja dan dorong kearahku,"kata Jaejoong.

"Aku kira kita telah lebih meningkat daripada itu." Yunho melakukan apa yang diperintahkan.

Jaejoong mengambil kertas itu, membukanya, dan berpura pura untuk mempelajari peta.

"Tentu saja, itu kemarin sebelum kita berciuman."

Jaejoong merapatkan giginya dan melihat kepadanya. "Jangan khawatir, Mr. Jung. Aku sudah melupakanya."

"Benarkah? Bagus untukmu. Untuk diriku sendiri panas dari ciuman itu terbakar ke dalam ingatanku sehingga saat lanjut usia ketika semua hal lain dalam hidup telah hilang dari pikirtanku, aku masih mengingat panas dari bibirmu yang menekan bibirku. "Dalam kilasan detik, pria terhormat tidak menunjukan emosi dan memerlukan pakaiannya menghilang, meninggalkan pria primitif yang mengintai incaran yang akan ia ambil sebagai pasangan.

Dan Yunho tidak bergerak sesenti pun.

Mengapa Yoori memerlukan mencubit pipi Jaejoong, ia tidak perlu itu untuk membuat wajahnya merona dan ia hampir tidak dapat melihat Yunho dengan tenang. "Tolong, Mr. Jung, aku tidak harap untuk..."

"Omong kosong. Tentu saja kau ingin, Jaejoong, dan ingin bersamaku."

Jaejoong melempaskan lirikan panas dan benci.

"Aku tahu. Kau tidak menyukaiku. Akan tetapi pikirkan hal ini dari sudut pandangku. Kau membuatku merasa tolol. Kau menculikku, menahanku, membuatku merasa bersalah, membuatku merasa ragu akan pamanku dan manager bisnisku ...semua sangat tidak nyaman bagiku, aku pastikan itu padamu. "

Yunho adalah pria yang sangat suka menyentuh. Ketika ia menatap Jaejoong, ia membelai selimut, dan Jaejoong menemukan dirinya mengamati jari jari Yunho ketika mereka menyusuri lapisan cokelat panjang. Jemari itu mengelus dan mengelus kembali, dan selama itu pandangan Yunho menyentuh Jaejoong sedemikian lembut. Seperti tubuh pria itu. "Aku seharusnya mrmbencimu. Sebaliknya aku menginginkanmu. Hanya itu yang aku pikirkan, dan satu satunya hal yang membuatku nyaman adalah mengetahui bahwa memilikiku adalah satu satunya hal yang kau pikirkan pula."

"Itu tidak benar." Gerakan hipnostis itu membuat Jaejoong tetap diam, menerangkapnya untuk mendengarkan suara Yunho yang perlahan, dalam, dan menggoda.

"Mungkin tidak. Aku tidak memiliki tugas untuk menyibukan pikiranmu." tangan Yunho berhenti. Yunho mencondongkan tubuh kedepan. "Akan tetapi, Jaejongie, aku mengenal pria sejenismu. Aku tahu bahwa di kegelapan malam ketika mimpi menyelinap di celah pintu tanpa ampun seperti kabut dari laut, kau memimpikan aku."

Terperanjat oleh pengetahuan Yunho, Jaejoong menyangkal hal itu. "Tidak!"

"Kau bertindak seperti kau memiliki pilihan dalam masalah ini. Kau tidak memiliki pilihan. Aku tidak memiliki pilihan. Sejumlah kekuatan aneh dalam alam kita telah menyatukan kita dalam hasrat. "Yunho duduk di kursinya, masih seperti seekor singa yang menunggu mangsanya untuk melangkah dalam jangkauanya.

"Apakah kau tahu bahwa ketika kau bangun pada pagi hari, aku mendengar langkah kakimu di kepalaku? Aku membayangjan dirimu melepaskan  pakaian tidurmu, tubuh berkilau pucat dan ranum, dan mengenakan salah satu kemejamu yang mengerikan. Pada malam hari ketika papan kayu berderit ketika kau bersiap siap untuk tidur, aku membayangkan kau melepas pakaian. Dan sepanjang malan, dan setiap kali kau membalik kantubuhmu di tempat tidur lajangmu, aku mendengarmu. Kau mungkin menawanku, tetapi aku mengamatimu."

Kata kata Yunho menuaikan mantra kepada Jaejoong. Jaejoong tidak dapat bergerak, hampir tidak dapat bernafas, dan kengerian menyelinap masuk pada antisipasi yang memabukkan. Sepotong kecil akal sehat mempertahankan Jaejoong untuk mengatakan. "Aku akan membebaskanmu jika aku berani, dan kemudian kita akan menyeselaikan hal ini."

Gelak tawa Yunho mengejutkan Jaejoong. "Kau masih polos. Kita tidak akan pernah selesai dengan ini, seperti yang kau sebut. Kita akan membawanya sepanjang umur kita. Apakah kau tahu seberapa besarnya aku menginginkanmu?"

Mata Jaejoong melebar, menggelengkan kepala.

"Jika kau melepaskan belengguku saat ini, aku akan tetap tinggal di tempat penyimpanan anggur yang gelap dan kecil ini untuk bercinta denganmu."

"Kita tidak dapat melakukan itu. Aku tidak dapat melakukan itu."

Yunho tidak mengatakan apapun, tetapi matanya memberikan pesan yanh jelas dengan  pengatahuan yang telah Jaejoong rindukan untuk ia ketahui.

"Terdapat terlalu banyak perbedaan dalam keadaan kita. Jika kau di bebaskan, kau akan berusaha untuk menemukanku dan menghukumku ..."

"Itu benar,"Yunho mengakui. "Akan tetapi kau tidak akan mati karena hukumanku, manis. Kau akan memohon untuk lebih banyak lagi. Aku berjanji, aku akan membuatmu membayarnya."

Ketika Yunho melihat Jaejoong, mata musangnya berkilat penuh dengan kobaran, ketika berbicara pada Jaejoong, suaranya menyelinap salam saraf Jaejoong seperti beledu hitam. Jaejoong ingin mendorongnya ketempat tidur, dan mrncari tahu apakah Yunho akan memenuhi janjinya." Tidak mungkin."

Jaejoong berbicara lebih kepada dirinya sendiri. Akan tetapi Yunho tetap menjawab. "Itu bukan tidak mungkin. Pikirkan mengenai hal itu. Aku terbelenggu ke tempat tidur. Ketika rumah sepi, kau dapat turun kebawah dan bercinta denganku."

"Jangan konyol. Kau tidak akan pernah membiarkan aku ..."

"Tapi aku akan melakukan itu. Aku  akan membiarkanmu memimpin, melakukam apapun yang kau suka dan apa yang membuatmu merasa puas. Aku akan rela kau rasuki, jika itu akan membuatmu senang. Aku akan menciummu dimanapun kau memerintahkan ...di bibirmu, di lehermu ..."

"Mr. Jung, tolong!"

"...bahumu. Yang benar, Jaejoong, kau pikir aku akan mengatakan apa?" mata Yunho berkilau dengan jenis kegembiraan nakal yang akan menjadikanya menarik ...jika Jaejoong tertarik kepada pria berkedudukan tidak jujur, sensitif dan suka berfoya foya.

"Bayangkan, Jae, betapa manisnya untuk mengetahui bahwa kau memiliki aku dibawah kendalimu dan jika kau memilih untuk meninggalkanku merasa frustasi dan menahan keinginan, kau dapat pergi tanpa perlu melihat kebelakang."

"Jika kau menegurku seperti yang kau lakukan kemaren dan menekanku ke tempat tidur, aku tidak akan dapat mengendalikanmu."

"Kemaren aku kehilangan kendaliku. Aku tidak akan meminta maaf karena aku tidak merasa menyesal ...aku sudah mengatakan kepadamu bagaimana perasaanku mengenai ciuman itu. Akan tetapi aku bersumpah diatas rasa hormat ...bahwa aku tidak akan memaksamu lagi. Tidak ketika kita berada dalam tempat penyimpanan anggur ini."

Dengan menggosok gosok bagian atas meja, lagi dam lagi. Yunho menawarkan dirinya penawaran setan dan ia tergoda. Sangat tergoda. Karena apa yang dikatakan Yunho adalah benar.

Dengan tiba tiba Jaejoong kembali ketempat penyimpanan anggur untuk menemukan dirinya sendiri menatap ekspresi Yunho yang gembira dan penuh rasa curiga.

Apakah Jaejoong telah menghianati dirinya sendiri.

Tentu saja. Yunho mengenal Jaejoong , atau mungkin lebih pintar untuk mengatakan mengetahi wanita jauh terlalu baik.

Melompat ke kakinya, Jaejoong mulai melangkah."

"Jaejong. "Yunho memanggil.

Jaejoong berpaling kembali kepadanya. "Apa?"

"Kau melupakan daftarnya."
Tentu saja Jaejoong telah melupakan. Yunho telah mengalihkan perhatianya.

Jaejoong berjalan kembali mengambil daftar itu.

"Ada sesuatu yang tidak aku masukkan kedalam daftar itu." Yunho berkata.

" Tidak masalah. Aku sudah cukup beruntung untuk dapat masuk ke kamar tidurmu, mengambil barang barang itu dan pergi tanpa tertangkap."

"Tetapi barang itu sangat penting." Suara dalam Yunho merebut perhatian yang sebenarnya tidak ingin di berikan Jaejoong. "Ketika seseorang bercinta untuk pertama kalinya, lebih baik ia menggunakan minyak untuk memudahkan jalan."

Jaejoong mbeku, pandanganya menekan pada Yunho.

"Juga, lebih naik jika dia melindungi dirinya sendiri dari kehamilan meskipun mustahil itu akan lebih baik untuk mencegah hal yang tidak diinginkan."

"Tentu saja benar!" Bagaimana bisa Jaejoong bahkan telah mempertimbangkan penawaran yang Yunho tawarkan dan tidak memikirkan hal yang nyata?

"Di laci di atas meja di sebelah tempat tidurku. Terdapat sebuah kotak kecil. Kotak itu berisikan segala hal yang kita perlukan untuk menjadikan malam malam kita menyenangkan. Jika kau harus melakukanya, tinggalkan segala yang lain, tetapi bawa kotak itu."

Jaejoong mendengus seakan menganggap hal itu tidak masuk akal, tetapi itu hanyalah dengusan lemah. Jaejoong berjalan menuju tangga lagi.

"Jae,"

Jaejoong berpaling kembali. "Apa?"

" Apakah kau tidak menyadari bahwa aku tidak meminta baju malam?"

Jaejoong melirik daftar dan mengira ngira mengapa Yunho mengatakan hal itu kepadanya. Kemudian Jaejoong tahu mengapa.

Yunho baru saja memberitahunya bahwa Yunho tidur telanjang.

Setiap malam di tempat penyimpanan anggur di bawah kamarnya, tubuh telanjang Yunho siap untuk menyambutnya. Sekarang ketika ia mengetahuinya, Jaejoong tidak dapat lari dari bayangan itu ...atau godaan itu.

                 ~TBC~

Jumat, 19 Juni 2015

Black Pearl chap 6 (Remake) YunJae


Title        : Black Pearl
Author    : Sulis Kim
Main C,  : Kim Jaejoong
                  Jung Yunho
                      Other

Rate    : M+18
Ganre  :Romance, Fiction.

            WARNING

Remake novel Christina Dodd. Title The Barefoot Princess. YAOI. Boy x boy. Dengan berbagai perubahan untuk keperluan cerita. Di ganti dengan Cast fav author. ^.^ jika tidak suka mohon jangan baca, demi kenyamanan bersama. Author cinta damai.

Apabila ada kesalahan typo dan lainya mohon di maklumi. Menerima kritik dan saran. No Bash. ^.^
 

Happy reading ...!
 

Bebas! Kepuasan liat mengalir melalui pembuluh darah Yunho. Bebas!

Dan ia akan memiliki Jaejoong. Ia masih dapat mengejar Jaejoong. Ia akan menangkap Jaejoong.

Inting primitif menyuruh Yunho ke atas, kakinya berdentam di tangga yang terbuat dari papan.

Suara itulah yang membuatnya tersadar.
Apakah ia gila? Ia seharusnya tidak mengejar seseorang pria yang menjengkelkan , suka membuatnya marah, kurang ajar dan menyebalkan.. Ia dapat kabur!

Ia bebas, dan tidak ada orang lain yang tahu selain dirinya sendiri. Ia dapat pergi ke kota dan memerintah polisi untuk menahanYoori dan Kim Jaejoong ...tidak. Tidak, ia tidak akan puas hanya dengan itu.

Ia dapat bergegas ke atas dan menakut nakuti mereka. Akan tetapi Yunho ingat laki laki yang membawanya ketika mereka membiusnya, ia mendengar suara gaduh laki laki dari atas. Jaejoong bisa saja menyuruh laki laki itu untuk menyeret membawanya kembali turun kebawah dan memukulnya.

Yunho tidak sanggup menghadapi enam hari lagi tanpa matahari atau udara segar. Ia harus keluar dari sini.

Diam diam ia kembali melompat ketempat tidurnya. Ia mengambil potongan belenggu itu di telapak tanganya, ternyata meskipun tampak bersih luarnya, mekanisme di bagian dalamnya telah rusak.

Yunho memakai sepatunya dan mengenakan mantel jaketnya yang besar. Pergi ke lemari yang bobrok yang bersandar ke dinding di bawah jendela, ia melakukan pengujian secara hati hati untuk melihat apakah lemari tersebut dapat menahan tubuhnya, kemudian menaikan dirinya sendiri ke atasnya.

Ia membuka sedikit jendela, jendela itu telah tertutup sedemikian lama sehingga mendecit sebagai ptotes dan Yunho mengintai keluar.

Rumput hijau musim semi muncul di tanah dalam rumpun di sekitat jendela. Yunho mendorong jendela kesisi, akan tetapi ia tidak melihat siapapun. Ia mengangkat dirinya sendir dengan menggunakan sikunya, kakinya berpijak pada dinding batu, melalui bukaan sempit menuju kebebasan.

Udara dingin dan lembab. Yunho merebahkan pipinya ke rumput dan menarik nafas segat pertama yang ia peroleh sejak enam hari. Ia bebas!

Ia tidak sabar untuk pulang dan membuat rencana pembalasan dendan terhadap Jaejoong.

Tidak. Tunggu dulu, mula mula dia akan mandi. Kemudian akan melaksanakan rencananya. Pembalasan dengan Jaejoong dengan sangat pelan.

Berdiri, Yunho mengambil nafas kembali, dan menyerahkan diri pada dorongan hati, ia memukul dadanya dan tertawa nyaring. Ia baru saja terbebas dari penahanan ...

Rumah Yoori berdiri di kaki gunung Hallasan menghadap ke desa dan laut. Ia tahu jika ia mengikuti jalan, ia akan sampai di pub tidak jauh di ujung desa dan disana ia akam menemukan seseorang untuk membawanya naik ke peraju kembali ke daratan.

Yunho mulai menuju desa. Kakinya terasa baik baik saja ketika ia merenggangkanya untuk melangkah dengan cepat. Ia mengira ngira apa Bibi Yoori akan turun dan memeriksanya, dan menggeryit menyadari Bibinya akan melakukan hal itu. Yoori akan membawakan makan malam untuknya. Dan tidak menemukan Yunho disana, dan wanita itu akan sedih. Bibinya telah menyarankan bahwa Yunho seharusnya dibebaskan, ia mendengarnya.

Yunho memasuki pinggiran desa, tidak ada cahaya yang bersinar di jendela, dan kabut serta malam mulai muncul memberikan deretan rumah itu penampilan yang kosong tidak berpenghuni. Setidaknya ... Yunho berharap bahwa itulah mengapa pondok pondok itu tampak sedemikian tidak terawat. Ketika ia masih kanak kanak dan datang berkunjung, setiap rumah sebuah tempat yang di banggakan. Sekarang tampaknya tidak ada yang peduli pada cat yang terkelupas di dinding. Hampir seolah olah telah di abaikan oleh pemiliknya.

Yunho membungkukkan bahunya, mendorong tanganya masuk ke saku mantelnya, dan berjalan perlahan menuju pub. Akan tetapi ia tidak dapat masuk kedalam. Tempat itu dipenuhi suara suara, seperti semua orang di desa berada di dalamnya. Yunho jelas berharap demikian, karena jika benar, penjahat upahan Jaejoong pasti berada di dalam sana.

Yunho bersandar ke dinding di dekat jendela. Ia akan menunggu hingga beberapa nelayan muncul. Ia akan meminta mereka mengantarnya ke daratan.

Yunho senang membayangkan Jaejoong turun kebawah dan tidak menemukan dirinya, dan melihat tempat tidur kosong. Tentu saja Jaejoong akan membuat alasan untuk turun kebawah malam ini. Yunho telah membuat seseorang merasa bahagia sekaligus ketakutan setengah mati.

Dan esok hari Pamanya Kangin akan mendapatkan kabar keponakanya yang masih sangat baik dan sangat tidak senang. Yoori akan memperoleh peringatan keras dan Jaejoong ...

"Apakah mereka akan memperoleh uang dari penculikan ini, menurutmu?." Suara seorang pria. Suara seorang pria yang di kenalnya.

Kepala Yunho melihat sekeliling dan ia lebih mendekat ke jendela.

"Aku takut akan seluruh proyek ini." kata suara lain.

" Aku katakan kepadamu kita seharusnya tidak ikut terlibat." Suara seorang wanita, berkeluh kesah dan menuduh.

"Kau tidak terlibat "Suara wanita lain. "Tidak akan ada seorangpun yang akan menuduhmu melakukan apa apa. Kau tidak akan dihukum sama sekali ...akan tetapi ingat ini ...jika hal ini berhasil, kau akan memperoleh keuntungan."

"Aku tidak pernah meminta uang!" Wanita yang pertama mendecit tidak suka.

"Rumahmu sama jeleknya seperti rumah lainya, apakah kau akan membiarkanya rubuh di atas kepalamu? Kau akan membiarkan kami memperbaiki desa ini termasuk rumahmu, akan tetapi jangan khawatir kami tidak akan menyeretmu dalam kehancuran.

" Junsu!"

Yunho mengenali suara dalam pria itu. Ia mendengarnya sore tadi dirumah Bibi Yoori. Pria yang membantu Jaejoong menculik Yunho.

"Ku tidak boleh mencaci orang lain."

"Ya ! Kurasa tidak!"

Dan Pria yang di panggil Junsu sedikit tidak suka dan tidak berkata apa apa.

"Dia tidak selalu demikian." Suara pria lain lagi." Apakah kau ingat, Yoochun, ketika kau kanak kanak bermain bersama sama dan kau dan Yunho menjelajahi jurang di kediaman Jung di Busan? Jurang di atas laut?"

Ketika Yunho berusaha keras untuk mengingat ingat siapa orang ini, Pub itu sedikit riuh.

" Ah, tidak, kau tidak perlu menceritakan cerita itu."

Park Yoochun. Yunho mengingat Yoochun dari masa kanak kanaknya. Usia mereka kurang lebih sama dan bahkan pada saat itu, Yoochun anak laki laki yang sama denganya, seorang anak yang baik, tetapi sedikit lebih pendek namun mampu mendayung perahu bersama ayahnya untuk mencari ikan.

Yunho mengepalkan tinjunya.

"Kalian berdua melompati jurang ke tonjolan batu tidak jauh di bawahnya, dan Mr. Jung Siwon mengira kalian berdua jatuh hingga mati."

" Dan ketika kami sampai di atas Mr. Jung tua itu merenggut jaket kami dan memukuli lengan kananya ke punggung kami." Yoochun terdengar merasa terluka ketika Yunho juga mengingat hal yang sama.

Pub itu di penuhi suara tawa. Bagaimana mereka tahu rupa wajah ayah, sangat pucat dan marah sehingga Yunho merasa sangat ketakutan.

" Jika terdapat masalah, aku akan menerima tanggung jawab atas semua hal." suara pria tua yang gemetar berkata. " Yunho mendengar bahwa aku membawa domba ke padang rumput, dia jelas akan ..."

"Memenjarakanmu dan bukan kita?" suara Junsu lagi. "Kita tidak akan membiarkan hal itu, Paman pendeta."

Ohh. Pendeta Smith Yunho ingat pria keturunan prancis itu.

" Kita berada dalam hal ini bersama sama, kita melakukanya untuk Bibi Yoorii, untuk membantu diri kita sendiri, desa ini , dan untuk membenarkan kesalahan yang besar ..."

" Dan untuk menyelamatkan jiwa Yunho. "Suara pria tua itu lagi.

Menyelamatkan jiwaku? Yunho hampir tidak dapat mempercayai kekurangaajaran ini.

"Ya, Yoochun , itu Juga." Junsu setuju.

"Aku rasa kita berusaha menyelamatkan jiwa Kangin juga, akan tetapi aku takut itu akan tidak ada gunanya." ujar sang pendeta dengan masam.

"Beberapa dari kita lebih peduli pada Yunho dari pada Kangin." suara tawa mengikuti suara wanita tadi.

Jadi mereka tidak menyukai pamanya. Setelah minggu ini , Yunho juga mengakui lebih dari rasa khawatir yang tidak nyaman mengenai pamanya.

"Aku belum pernah melihat seluruh desa di penjara, jadi aku rasa kita percaya pada Tuhan bahwa Yunho akan memaafkan kita."

Yunho menunggu untuk mendengar seseorang setuju, tentu saja , ia akan memberikan maaf.

Sebaliknya seseorang berkata. "Dia tidak seperti Jung Siwon, ayahnya. Dia seperti Kibum, ibunya. Melarikan diri dari tugas tugas yang membosankan yang tidak ingin ia lakukan. Dia tidak akan memberikan ampunan. Dia bahkan tidak tahu apa yang mereka lakukan kepada kita."



                ~*~

Ketika Yunho menyelinap kembali ke tempat penyimpanan anggur, belenggu yang patah masih tergeletak di lantai, tempat tidurnya masih kusut dari pergulatanya dengan Jaejoong.

Tidak ada yang berubah, Yoori dan Jaejoong tidak menyadari bahwa ia telah melarikan diri. Ruangan itu tampak benar benar sama.

Dunialah yang tampak berbeda.
Ibunya.

Duduk di kursi Yunho membuka sepatunya, ia melemparnya ke bawah tempat tidur, menghapus semua bukti dari pelarianya.

Cemoohan itu kembali, tanpa henti dan penuh kebencian

Dia seperti Kibum, ibunya. Melarikan diri dari tugas tugas yang membosankan yang tidak ingin ia lakukan.

Yunho berdiri dan kembali lagi, berjalan cepat di dalam ruangan.

Berani beraninya mereka membandingkan Yunho dengan ibunya? Mengapa semua orang setuju? Ia seperti ayahnya. Bagaimana mereka tidak melihat hal itu? Ia tampak seperti ayahnya. Ia memiliki kebanggan yang sama atas nama Jung dan jabatan Directure.

Akan tetapi penduduk perpikir ia seperti ibunya. Bagaimana mereka dapat mengatakan itu?

Dengan logika tanpa akhir, Yunho menjawab semua pertanyaanya sendiri.

Mereka tidak tahu seperti apa Yunho atau apa yang ia lakukan selama delapan belas tahun. Yang mereka tahu adalah ia telah mengabaikan tugas tugasnya.

Ia memang telah melakukan itu. Bukan paman Kangin. Yunho yang melakukanya. Karena Ayah Yunho tidak akan menyuruh orang lain bertanggung jawab dari seluruh aset keluarga. Benar paman Kangin membantu ayahnya mengelola kekayaan keluarga, tetapi Yunho tahu Ayahnya bersikeras menerima akuntasi dari saudaranya. Dan sekertaris pribadinya akan membuat laporan untuknya, bukan paman Kangin.

Mungkin ayahnya melakukan itu dengan suatu alasan. Mungkin ayahnya tidak sepenuhnya mempercayai pamanya.

Jadi benar, ia seperti ibunya. Walaupun Yunho benci untuk mengakuinya, Jaejoong benar. Ia adalah bisul pengganggu.

Akan tetapi ia tidak seperti ibunya. Ia telah menghapus seluruh pengaruh penuh penghianatan dari pikiran dari hatinya. Ia seperti ayahnya.

Jadi bagaimana ia akan memulainya?
Ia akan menyingkirkan Paman Kangin dari jabatan manager bisnisnya dan menemukan dengan pasti apa tujuan paman Kangin dengan tidak bersedia mengirimkan uang tebusan.

"Yunho, sayang."
Mendengar suara Yoori di atas tangga, Yunho melompat dengan penuh rasa bersalah.

Yoori menuruni tangga membawa nampan makanan. Jiji berjalan mengikutinya. Yunho ingin melompat ke depan untuk membantunya. Akan tetapi ia terikat oleh sebuah belenggu yang patah.

Ia mengambil nampan ketika Yoori telah begitu dekat denganya.

"Sayang, aku memiliki berita buruk. Jaejoong tidak merasa sehat malam ini. Aku rasa kau hanya memilikiku untuk menghiburmu." Yoori mengedipkan sebelah matanya.

Menyimpan nampan, Yunho mengambil tangan Yoori. "Ini sempurna, aku sudah lama menunggu untuk menghabiskan waktu khusus berdua denganmu mengenai desa ini."

"Aku menyukai hal itu!" Yoori tersenyum.

"Dan apakah mungkin bagiku untuk meminta kertas dan bolpoin?"

Jiji menyelinap di bawah tempat tidur, dan muncul dengan secarik rumput di antara giginya.

"Hari hari sendirian cukup panjang. Besok aku akan menulis sesuatu." Dengan sikap santai yang di buat buat, Yunho bersandar kebelakang dan mengambil serpihan rumput dari mulut Jiji.

"Tentu saja, sayang. Aku akan mengambilkan kertas dan bolpoin untukmu."

Sama santainya, Jiji membenamkan cakarnya ke tangan Yunho.

Yunho merenggut tanganya menjauh. Cakaran panjang mengeluarkan darah.

Jiji meringis menjilat cakarnya. Kucing sialan itu memiliki banyak persamaan dengan Jaejoong.



           ~*~



Malam itu Yoochun terhuyung huyung ketika meninggalkan Pub. Ia melambai kedalam ketika keheningan menjawabnya.

Semua orang lain di desa tetap tinggal  bahkan para nelayan.

"Kau tidak apa apa sampai aku selesai bekerja bukan, Yoochun?"

Yoochun berpaling ke Pun, Junsu berdiri di pintu masuk. Yoochun tidak dapat melihat wajahnya, tetapi Yoochun tahu Junsu merasa khawatir.

"Aku pernah menemukan jalan pulang kerumah dalam banyak malam gelap, sayangku. Aku akan menemukanya kembali malam ini."

"Aku tahu."

Yoochun tidak dapat melihat wajah wajah Junsu, akan tetapi ia dapat melihat siluet tubuhnya dan bagian yang sediki menggemuk di pinggangnya. "Aku akan baik baik saja." kata Yoochun dengan lembut. "Kita akan baik baik saja."

"Aku tahu, selamat malam."

Yoochun mengerutkan kening. "Malam ini kau akan bekerja hingga larut. Kau tidur besok. Aku dapat membuat sarapanku sendiri dan pergi ke laut."

"Aku akan membuatkan sarapan untukmu, dan mengantarmu pergi. Kemudian aku akan kembali ke tempat tidur." Junsu terdengar tegas mengenai hal itu.

Yoochun tahu mengapa. Semenjak Yoochun menjadi nelayan untuk menebah penghasilan mereka. Junsu tahu bahwa hari manapun dapat menjadi hari dimana laut mengambil suaminya.  "Kalau begitu selamat malam sayangku."

Yoochun merasa putus asa. Pulau ini butuh perbaikan, aset terbaik untuk memberi pekerjaan untuk semua warga desa hanyalah dengan cara membangun ulang keindahan di pulau Jeju untuk para turis, tugas yang di abaikan Yunho.

Pada musim gugur mereka akan memiliki bayi. Itu mengapa Junsu mendorongnya untuk membantu Jaejoong dan Yoori.

Yoochun tidak melihat serangan itu datang. Saat ia berjalan dari ujung Pub. Satu menit berikutnya ia terlentang dengan punggungnya di rumput di sisi jalan, rahangnya sakit, berat sebuah badan menekan lutut di dadanya.

Seorang pria, tidak terlihat dalam kegelapan, merenggut jaket Yoochun dengan genggaman yang menekan di sekitar lehernya.

"Kau beruntung aku tidak membunuhmu." kata si penyerang.

Yoochun tidak dapat melihatnya, akan tetapi ia mengenali suara itu. Ia melemaskan dirinya kembali ke tanah, kepalan tinjunya mengendur. Tidak peduli apa provokasinya, ia tidak akan memukul Jung Yunho.

Yunho tetap diam, menunggu serangan. Akhirnya ia berkata. "Jadi?"

"Yunho, bagus kau akhirnya bebas." secara reflek Yoochun berkata. "Kukira kau akan melakukanya lebih cepat." ia mendengar sentakan dalam nafas Yunho.

"Bagaimana kau bisa tahu bahwa ini adalah aku?" Yunho melonggarkan genggaman di sekitar leher Yoochun.

"Kau satu satunya orang saat ini yang memiliki alasan untuk ingin membunuhku. Aku dapat di katakan aku menyalahkanmu. Tipuan yang kotor yang kami mainkan."

"Ya, itu memang kotor." Yunho menarik lututnya dari dada Yoochun. Akan tetapi ia masih mencondongkan tubuhnya dekat.

Cara Yunho memegang tubuh Yoochun mengatakan dengan terlalu jelas bahwa pria itu tidak takut untuk terlibat dalam perkelahian. "Aku rasa aku layak untuk membiarkanmu memberiku beberapa pukulan."

"Membiarkanku?" Yunho tergelak dengan humor yang tidak diharapkan. "Kau tahu bagaimana mengambil kegembiraan dalam perkelahian."

"Aku tidak dapat memukulmu, kau seorang Directure."

"Tapi kau boleh menculikku?" ketika Yoochun mulai menjelaskan ,Yunho berkata. "Tidak, jangan katakan kau ingin menyelamatkan jiwaku, atau aku akan terpaksa memukulmu lagi dan itu tidak adil. Akan tetapi aku mau kau melakukan sesuatu."

"Jika aku bisa, Yunho."

"Aku memiliki sebuah surat untuk pelayanku."Yunho meraih kedalam saku, menarik sebuah kertas tertutup, memasukkanya kedalam saku Yoochun. "Bawa ini kepadanya."

Mudah bagi Yunho mengatakan itu. Ia tidak mengerti bahwa seorang sepertinya tidak dapat berjalan kerumah besar dan meminta untuk berbicara dengan seorang pelayan bergaya. Tapi Yoochun tidak mengeluh.

"Di pagi hari, pergilah kedaratan ke Nami islan. Pelayan pribadiku sangat menyukai kuda, setiap pagi dia akan mengendarai kuda. Carilah dia di kandang kuda."

"Apaah sebaiknya aku menunggu untuk balasan?"

"Tidak, akan tetapi kau akan mengantarku dengan perahumu keesokan paginya."

Hati Yoochun menciut. Ia dapat menjelaskan tidak ada ikan satu hari, tetapi bagaimana dua hari. Dan ia dan Junsu tidak memiliki sumber daya cadangan lain. Dan ia butuh menabung lebih banyak untuk anaknya.

"Aku akan membayarmu untuk jasa jasamu." Yunho melanjutkan.

"Kau akan melakukanya?" Yoochun tidak dapat menahan rasa terjut dalam suaranya.

"Aku akan membayarmu." Yunho mengangkat tubuh dari atas Yoochun. Mengulurkan tanganya, ia manarik Yoochun berdiri. "Lakukan apa yang aku katakan dan kau tidak akan terluka bekerja untukku." tanpa kata lain Ia menghilang dalam kegelapan.

Yoochun tersenyum dengan kegembiraan yang bodoh. Mungkin penculikan kecil mereka akhirnya telah berhasil menyadarkan Yunho.

Yoochum berjalan kembali sedikit lebih sadar setelah merasakan dinginya rumpuy di punggungnya, ketika  ia berbaring di rumput.

Yoochun sampai di jalan kecil menuju rumahnya dan menangkap secara samar aroma yang telah dikenalnya. Ia merasakan gerakan samar, dan mengingat akhir dari pertemuan terakhirnya, ia hampir menyerang.

Kemudian suara lembut seorang pria berbisik. "Yoochun? Apakah itu kau?"

"Jaejoong!" Yoochun menempatkan tanganya ke jantungnya yang berdetak. "Apa yang kau lakukan disini pada jam ini? Ini hampir tengah malam."

Akan tetapi Yoochun takut ia tahu apa yang di lakukan Jaejoong disini. Jaejoong tahu Yunho bebas. Ia ingin untuk Yoochun menangkapnya lagi.

"Aku memerlukanmu untuk pergi ke kota besok untukku."

"Besok?" Yoochun menelan kudah. Ini terlalu aneh. "Untukmu?"

"Aku ingin kau mengirimkan ini ..." Jaejoong mengirimkan bungkusan kecil yang terbungkus rapi. " Melalui pos ke China."

"China," Yoochun mengerutkan alisnya ketika ia berpikir. "Itu sangat jauh, bukan?"

"Ya memang," kata Jaejoong dengan getir. "Penting jika bungkusan ini pergi besok."

Yoochun mendengar kata kata mewah Jaejoong dan aksen bangsawan dengan lebih jelas. Sangat memerintah dan tegas.

"Aku mengira ngira siapa dirimu, dan dari mana kau datang. "Karena ketika Jaejoong datang ke pulau ini dalam keadaan basah dan kotor tergeletak di pantai dan hampir mati. Yoochun tahu Jaejoong tidak melarikan diri dari rumah atau penjara.

"Maafkan, Aku Jaejoong. Sepertinya aku terlalu banyak minum."

"Tidak itu tidak apa apa." Jaejoong menarik nafas dalam. "Sesorang di pulau harus tahu apa yang akan dilakukan terhadapku jika ...jika hal yang terburuk terjadi."

"Maksudmu jika uang tebusanya tidak di bayar dan kita semua dihukum karena kejahatan kita."

"Kau tidak akan dihukum, tidak peduli apa yang akan terjadi, Yoochun. Aku ingin mengatakan kepadamu ...aku tidak akan pernah bisa melakukan ini tanpa bantuanmu, dan aku tidak akan pernah menghianatimu."

Jaejoong mengeluarkan mengeluarkan bungkusan lain yang hampir mirip menyerupai bungkusan yang pertama kepada Yoochun. "Kirimkan bungkusan ini ke Edinburg juga."

" Ada apa di Edinburg, Jae?"

Jaejoong memerlukan waktu sangat lama untuk menjawab. "Saudaraku yang lain disana, bukan di Edinburg tetapi di Skotlandia, dan dia akan melihat ini. Sebuah iklan yang akan di muat dan hanya saudarakulah yang tahu akan nasibku. Aku tidak menyadarinya sebelumnya tetapi mereka sangat aku sayangi."

" Dan jika aku mati, Aku ingin mereka tahu, kasih sangku yang abadi."


             ~TBC~

Next flashback kehidupan Jaejong.

Sabtu, 13 Juni 2015

Black Pearl chap 5 (Remake) YunJae


Title        : Black Pearl
Author    : Sulis Kim
Main C,  : Kim Jaejoong
                  Jung Yunho
                      Other

Rate    : 21+
Ganre  :Romance, Fiction.

            WARNING

Remake novel Christina Dodd. Title The Barefoot Princess. YAOI. Boy x boy. Dengan berbagai perubahan untuk keperluan cerita. Di ganti dengan Cast fav author. ^.^ jika tidak suka mohon jangan baca, demi kenyamanan bersama. Author cinta damai.

Apabila ada kesalahan typo dan lainya mohon di maklumi. Menerima kritik dan saran. No Bash. ^.^
 

Happy reading ...!

Yunho mengamati pergerakan samar dari dada Jaejoong dengan kebutuhan yang membuat kemaluanya membengkak di kancing celananya.

Seseorang pria yang penuh pendapat, kasar, dengan pakaian yang buruk membuat kemaluanya berdiri baru dirasakanya seumur hidup sementara pria itu, tampaknya tidak memiliki perasaan apa pun terhadapnya, menjelek jelekan keadaanya. Situasi ini tidak akan di tanggungnya lebih lama. "Dimana Bibi Yoori?"

"Dia sedang tidur siang."

"Bagus, bagus. "Yunho menempatkan kakinya di lantai. Perlahan lahan ia berdiri, bangkit , sehingga tingginya yang penuh dekat denganya, membiarkan Jaejoong untuk merasakan panas tubuhnya. Kemarahanya.

Mata Jaejoong melebar.
Yunho menyergap.
Jaejoong melompat menjauh.

Terlambat. Yunho menangkapnya di pinggang. Kemenangan berkorbar dalam dirinya.

Rantai tertarik sampai panjang sepenuhnya. Belenggu menekan pergelangan kakinya. Yunho jatuh. Terputar. Mendarat di atas Jaejoong di tempat tidur.

Di bawahnya nafas Jaejoong mengembus.

Mereka berada di pinggir termpat tidur salah satu kaki Jaejoong berada di lantai, satunya lagi di tempat tidur, dan yunho melirik kaki jenjang Jaejoong berbalut jins kumal ketat. Kedua kaki Yunho di berada di lantai dan cukup banyak energi menyala di dalam dirinya untuk memulai sebuah api.

Untuk pertama kalinya dalam waktu enam hari, tidak, enam bulan mungkin enam tahun, Yunho benar benar hidup. Ia bergumul dengan Jaejoong, mengangkat seluruh tubuh Jaejoong ke kasur, menggunakan berat badanya untuk menahan kaki Jaejoong yang menendang nendang dan sikunya untuk menahan tinju kuat ke arahnya kepalanya yang dilayangkanJaejoong dengan tangan kanan.

Ketika Yunho memiliki Jaejoong di tempat dimana ia menginginkanya, dengan kepala di atas bantal dan tubuh berlekuk yang lembut di bawahnya. Sial, benarkan Jaejoong seorang pria, Ia merangkuk kepala Jaejoong dengan tanganya. Dan mencium pria itu.

Persetan, meskipun Jaejoong pria, ini adalah yang ingin dilakukan Yunho selama enam hati. Menahan Jaejoong di bawahnya, menguasai perjuanganya dan menciumnya.

Yunho menekan binirnya ke bibir Jaejoong. Jaejoong mengigit Yunho, gigitan keras yang merobek kulit dan menimbulkan rasa darah di mulutnya.

Mengangkat kepalanya, Yunho tersenyum. Sebuah senyuman penuh, penuh dendam yang membuat mata Jaejoong melebar. Kemudian menyipit.

"Lepaskan, kau..."Jaejoong berayun cukup keras dengan ketepatan yang cukup untuk lolos dari penjagaan Yunho dan memberikan tamparan keras ke pipi Yunho.

Kepala Yunho berpaling karena tamparan itu. Yunho menggeleng gelengkan kepalanya, meregangkan jarinya. "Persetan, itu sakit!"

Jaejoong berbicara seperti seorang pria yang terhormat. Tetapi mengutuk seperti pelaut.

Siapakah pria itu?

Jaejoong tidak mau mengatakan. Akan tetapi sebelum urusan ini berakhir Yunho akan tahu.

Yunho menggeser tubuh mereka, membawa seluruh tubuh Jaejoong keatas tempat tidur, memastikan berat badanya masih mencebak Jaejoong.

Jaejoong tentu saja melawan Yunho. Kemarahan yang sama yang Yunho rasakan karena dikurung, juga dirasakan Jaejoong karena dikuasainya. Setetes darah dari bibirnya menetes ke wajah Jaejoong. Jaejoong memalingkan kepalanya kesisi seolah olah ia dapat menghindari hasil perbuatanya.

"Terlambat untuk itu." kata Yunho terhadap Jaejoong, Jaejoong tampak memahami apa yang Yunho maksud.

Akan tetapi Jaejoong tidak dapat mempercayainya, dan Jaejoong tidak menyerah. Jaejoong menggunakan kukunya untuk melawan, menggores wajah Yunho dengan cakaran jahat yang di tunjukan untuk matanya.

Yunho menangkap tangan Jaejoong. Berhenti tersenyum. Melihat kebawah kepandangan liar Jaejoong dan berkata. "Kau tepat seperti pria yang aku harapkan tidak akan pernah ku temukan ...hidup, tidak takut, penuh tekat ...tidak dapat dijinakkan." Yunho menciumnya lagi, tekanan keras terhadap bibir Jaejoong. "Lebih banyak kesulitan dari pada yang pernah ku bayangkan."


           ~*~

"Terkutuklah kau." terkutuklah pria itu! Jaejoong seharusnya merasa takut terhadap mahluk yang terkutuk ini, mahluk yang pada saat bersamaan berdarah dan tersenyum, akan memperkosanya. Menyakitinya.

Jaejoong tidak merasa takut. Ia memahami kemarahan Yunho.
Sepanjang hidupnya, Jaejoong merasakan kemarahan seperti itu, marah pada nasib yang menjadikanya keturunan bangsawan , marah pada pemberontak yang menyebabkanya berpisah dengan saudaranya.

Semua kemarahan yang berkecamuk dalam diri Jaejoong melompat untuk bertemu dengan kemarahan Yunho. Mereka bertemu dan bertarung seperti dua badai yang dasyat.

Jaejoong menekan ibu jarinya dengan keras ke tenggorokan Yunho.

Dengan tarikan napas, Yunho mengangkat kepalanya. Ia menatap ke bawah kepala Jaejoong, dengan diam menuntun pria itu melepaskannya.

Akan tetapi Yunho tidak merenggut tanganya. Ia tidak menguasai Jaejoong.

Menyelipkan tangan di sekitar leher Yunho, Jaejoong menarik pria itu mendekat dan mencium sama kuatnya ketika Yunho menciumnya.

Bibir Yunho terbuka untuk bibir Jaejoong, dan Yunho merasakan marah dan frustasi, amarah dan kebutuhan. Itu adalah respons yang tidak pernah Jaejoong alami sebelumnya, berat seseorang di atas tubuhnya, dan api hasrat yang Yunho sulut memberikan kulit Jaejoong sensivitas yang membakarnya, dan membuat Yunho menggerang seolah olah ia merasakan terbakar yang sama. Puncak nipel Jaejoong menjadi kencang dan terasa sakit bergesekan dengan kain katun kemejanya, dan Jaejoong menekan dirinya kepada Yunho, berusaha untuk meringankan rasa sakit itu.

Yunho menyelipkan jari jari ke rambut panjang Jaejoong, memijat kulit kepalanya, lengkungan di telinganya. Yunho menyelipkan lidahnya ke dalam mulut Jaejoong, lagi dan lagu, dan tubuh Jaejoong sendiri menuntut dirinya membalas. Jaejoong menyedot ujung lidah Yunho, membuat suara senang dengan bergumam.

Tangan Yunho yang besar menuruni leher Jaejoong, menuruni dadanya. Dan telapak tangan Yunho memegang dada Jaejoong yang masih terbalut pakaian, kagum dengan tonjolan lembut yang tidak dimiliki pria pada umumnya.

Untuk sejenak rasa gembira mengetuk ngetuk melalui pembuluh darah Jaejoong. Kemudian rasa terkejut menyentak melalui pikiranya.

"Terkutuk kau!" Jaejoong mendorong Yunho, menjauhkan sentuhan pria itu.

Yunho mengangkat kepalanya, bibirnya basah karena bibir Jaejoong. Yunho menatap Jaejoong matanya menyipit dan panas. "Kau tidak tahu apapun tentang berciuman." Ia membuat pernyataan tersebut seolah olah ia melihat semua hal mengenai masa lalu dan pengalaman Jaejoong.

"Aku tahu!" Jaejoong tidak tahu, akan tetapi Yunho menyatakanya seolah olah Jaejoong adalah bodoh. Dan Jaejoong memang bodoh karena masih tetap tinggal disini, karena mencium ...ya Tuhan kemejanya telah naik dan memperlihatkan kulitnya.  Menggenggam ujung kemeja Jaejoong berusaha membuat dirinya pantas.

Yunho menangkap tangan Jaejoong, menahanya sebelum pria itu dapat menutup dirinya. "Tidak, kau tidak tahu apa apa. Kau adalah seorang perjaka . Aku telah menculik pria sembilan belas tahun yang bahkan tidak tahu cara untuk mencium."

Jaejoong berusaha menyelamatkan dirinya sendiri, dengan mengejek. Ia berkata. "Seberapa mengerikanya dirimu, diculik oleh laki laki muda dan seorang wanita tua. Mr. Jung, yang terhormat, di bius,di tahan dan dikurung selama berhari hari di temoat penyimpanan anggur ..dan bahkan pamanya sendiri tidak mau mengirimkan uang tebusan untuk membebaskanmu. Dan dia menolak membayar dengan uangmu, bukan?" Jaejoong menunjukan rasa kasihan palsu yang pastinya membuat Yunho murka.

Jaejoong berhasil.

Yunho meremas bahu Jaejoong. "Tidak ada seorangpun yang membuatku marah daripada kau. Kau berbicara denganku tanpa rasa hormat. Kau berani melakukan apa yang tidak dilakukan orang lain. Dan kadang kadang aku setuju denganmu, bahwa aku seharusnya merasa ngeri karena berhasil ditipu oleh seorang pemuda sederhana sepertimu ...dan kemudian kau melakukan sesuatu yang sama sekali bodoh seperti hal yang tidak pernah aku lakukan."

"Apa itu Mr. Jung?"

Yunho tersenyum kepada Jaejoong, dengan gigi putihnya yang bersinar. "Kau membuat marah seekor srigala yang terjebak ketika kau masih dalam cengkramanya."

Nafas Jaejoong terperangkap dalam putaran kepanikan dan keputusasaan. Yunho benar. Jaejoong berlaku bodoh. Jaejoong berusaha untuk menggeser dari bawah berat badanya dan duduk tegak.

Yunho menekan Jaejoong lebih keras lagi ke kasur, tidak memberikan Jaejoong ruang bergerak.

"Apa yang akan kau lakukan, Mr. Jung? Memperkosaku? Aku tidak dapat percaya egomu yang besar akan membiarkanmu untuk memaksa seseorang pemuda sembilan belas tahun."

"Kau tidak sepenuhnya mengerti, bukan?" Yunho menempatkan salah satu ibu jarinya di atas detak tenggorokan Jaejoong. "Kau tidak tahu bagaimana cara menciumku. Kau tidak tahu apa apa tentang bercinta. Kau mungkin berbicara seperti seorang buruh pelabuhan, akan tetapi kau memiliki cara dibesarkan yang paling terlindungi dari anak manapun yang pernah aku temui."

"Terlindungi?" tawa Jaejoong meledak pahit. "Saudara laki lakiku dan aku di keluarkan dari sekolah asrama ketika aku berusia sembilan tahun karena ayahku tidak lagi mampu untuk membayar biaya. Aku mengembara di inggris sejak saat itu, tanpa memiliki rumah. Jangan menyebutku terlindungi."

"Kalau demikian, saudara laki lakimu pasti telah melakukan segalanya untuk melindungimu." Mulut Yunho menggantikan ibu jarinya di detak tenggorokanya. Bibirnya bergerak di kulit Jaejoong. "Karena kau sedikit idiot."

Jaejoong mengarahkan tinju dan memukuk kepalanya. Akan tetapi Yunho masih berada diatasnya.

Kepintaranku, gunakan kepintaranku.

"Jadi yang lebih buruk dari di tahan oleh seorang perjaka berusia sembilan belas tahun. Kau dijebak oleh seorang idiot kecil."

Yunho menangkap pergelangan yangan Jaejoong dengan satu tangan, kembali tersenyum malas, memperlihatkan giginya. "Ya dan kau telah dijebak oleh korban bodohmu sendiri."

Yunho masih merasa murka, Yunho jelas lebih kuat.

Mungkin Jaejoong memang sedikit idiot.

Yunho mencium Jaejoong. Akan tetapi tidak seperti terakhir kali. Kali ini adalah dua orang musuh terlibat dalam sebuah pergelutan untuk ... Untuk sesuatu.

Jaejoong terus melawan akan tetapi tidak ada gunanya, sementara Yunho mengajarkan sebuah pelajaran yang menyenangkan mengenai sebuah emosi yang tidak Jaejoong kenal ...atau tidak Jaejoong inginkan.

Jaejoong masih merasa panas, siap untuk melemparkan pukulan dan kata kata makian, akan tetapi Yunho mengumpulkan tangan Jaejoog dalam genggaman di atas kepalanya. Menindih kaki Jaejoong dengan kakinya. Ketika Jaejoong bergeser ke sisi, Yunho menempatkan lututnya lebih dekat di antara kaki Jaejoong sehingga herakan tersebut membuat kakinya terbentang lebih lebar.

Yunho memasukkan lidahnya ke telinga Jaejoong, membuatnya menjadi lembab, kemudian Yunho meniup lubang telinga Jaejoong dengan lembut, menimbulkan rasa merinding di kulitnya. Mengambil bibir bawahnya dengan lembut di antara giginya, Yunho membuka mulut Jaejoong dan menciumnya ...dan kali ini ciuman mereka bukan perang.

Yunho mendorong dan Jaejoong menerima. Rasa merinding yang dingin memberikan jalan untuk gesekan hangat dari paha Jaejoong dengan pahanya, terhadap kedalaman lembut dalam diri Jaejoong. Dan lidahnya masih bermain di mulut Jaejoong, menciptakan kegelisahan yang penuh keterampilan.

Yunho meluncurkan tanganya yang bebas ke belakang leher Jaejoong. Memiringkan kepalanya, dan membuka tubuh Jaejoong dengan perhatian apapun yang Yunho pilih untuk di limpahkan. Bibir Yunho meninggalkan bibir Jaejoong untuk meluncur melintasi kulit tenggorokanya. Yunho hampir membelai Jaejoong dengan bibirnya, mecicipi seluruh tubuh Jaejoong dengan lidahnya.

Yunho membuka kancing kemeja atas Jaejoong secara bertahap, dan tatapanya melihat bagian bagian dadanya yang menonjol " Indah." Yunho bergumam. "Sesuatu yang kau sembunyikan dan di bungkus seperti hadiah dalam kain kasar." Yunho berhasil mele0as semua kancing kemeja Jaejoong.

Setiap Jaejoong menarik nafas, tatapanYunho menjadi lebih terpusatkan dan Jaejoong tahu ... Jaejoong tahu apa yang akan Yunho lakukan. Akan tetapi Yunho menunggu, menikmati pemandangan  diri Jaejoong, menyiksanya dengan harapan.

Akhirnya ketika Jaejoong berada di ambang untuk berteriak kepadanya untuk menyentuhnya, Yunho mengangkat tangan dan menyentuhkan jemarinya ke dada berisi Jaejoong. Dengan lembut Yunho menyentuh Jaejoong.

Kelopak mata Jaejoong tiba tiba teralu berat untuk di buka ketika dengan helaan nafas yang lembut, matanya menutup. Ibu jari Yunho melingkari puncak niple Jaejoong, dan puncak niple itu menegang dengan kencang.

Jaejoomg benci bahwa Yunho telah mengantisipasi reaksinya, tahu kemana harus mencari, dimana harus menyentuh, apa yang harus ia lakukan. Yunho mengajarkan keinginan yang amat sangat ...

Merendahkan kepalanya, Yunho menekankan sebuah ciuman di tempat yang ia sentuh. Ujung lidah Yunho memberikan kontak, memberikan Jaejoong kehangatan, kemudian kelembapanya mendingin, dengan kenangan.

Jaejoong merasa santai, menunggu untuk gerakan selanjutnya.

Ketika, seperti sebuah kejutan air dingin, tangan Yunho membuka kancing celana Jaejoong.

Mata Jaejoong terbuka, Jaejoong melompat. Jaejoong berkata." Hentikan Mr. Jung."

"Tidak." Ekspresi wajah Yunho tidak berubah. Ia masih tampak malas.

Jaejoong benar benar menyadari apa yang akan di lakukanya.
"Kau tidak dapat melakukan ini!".Jaejoong menendang Yunho.

"Aku dapat melakukanya." Yunho menghalangi Jaejoong dengan kakinya dan berat tubuhnya.

"Aku akan menjerit."

"Kurasa tidak." Telapak tangan Yunho meluncur ke perut rata Jaejoong. "Kurasa Bibi Yoori tidak dapat mendengarmu, dan aku tahu bahwa kau tidak ingin dia bergegas menuruni tangga untuk menolongmu. Kau tidak ingin dia melihatmu di tempat tidur denganku. Dia mungkin sadar bahwa kau tidak berusaha membebaskan diri seperti seharusnya."

"Kau mahluk yang hina." Dan Yunho memang benar.

"Aku tahu. Akan tetapi walaupun kau seorang perjaka, kurasa kau mengerti bahwa kau aman selama celanaku terpasang dengan erat."

"Ya, jadi" Jaejoong tidak membiarkan Yunho untuk melihat rasa lega di wajahnya.

Akan tetapi Yunho tahu Jaejoong perlu di yakinkan. "Aku tidak akan melukaimu. Aku hanya akan menunjukkan kepadamu apa yang sebenarnya kau butuhkan."

"Apa maksudmu"? Yunho benar benat orang yang kurang ajar! " Satu satunya dan yang aku butuhkan adakah uang tebusanmu!"

Yunho tergelak dengan kegembitaan yang riil. "Dan hal itu membuktikan betapa kau sama sekali tidak tahu apa apa."

"Aku membencimu."

"Hampir sebanyak kau menginginkan aku."

Yunho adalah laki laki yang kurang ajat dengan segi yang kelewat besar, di akibatkan terlalu banyak uang dan kekuasaan. Nafas Jaejoong tercekat ketika tangan Yunho mengelus perut bagian bawah, sebuah perasaan yang membuat Jaejoong lemas dan tunduk ketika ia seharusnya melawan ...

Jaejoong bertatap pandang dengan Yunho, dengan bisu menolak apa yang seharusnya ia tolak secara fisik. Keheningan diantara mereka mendalam. Jari jari Yunho menyisir rambut rambut halus di antara kaki Jaejoong, setiap sentuhan mengajarkanya untuk melupakan kepolosanya.

Ketegangan akibat menunggu membuat kulitnya menjadi tegang, Jantungnya berdetak dengan lompatan kecil, seolah olah mengatakan ia harus melarikan diri. Sekarang.

Kemudian tangan Yunho menemukan sesuatu yang bisa ia mainkan dengan jari jarinya. Jaejoong merintih karena hasrat, kemudian mengigit bibir bawahnya untuk menahan lebih banyak suara yang menunjukkan kenikmatanya.

Yunho hampir tertawa geli menemukan sesuatu dari Jaejoong yang dapat membuatnya semakin membanggakan diri. Dengan perlahan jari Yunho bergerak di sana. "Kau sudah sangat tegang, Jaejongie."

Jaejoong berusaha untuk mempertahankan pandanganya kepada Yunho, ia berusaha untuk tidak menjerik karena nikmat, akan tetapi gerakan jemari Yunho membuat merintih.

Lutut Yunho tetangkat. Tubuh Yunho menginginkan lebih, dan Jaejoong kehilangan kendali diri.

Dengan teriakan yang tidak jelas, Jaejoong merengkuh lengan Yunho. Yunho memeluk Jaejoong dalam tubuhnya bergerak seolah olah rasa putus asa yang sama memasuki Jaejoong juga memenuhinya.

Kebutuhan Jaejoong mendorong dirinya. Jaejoong merangkul lengan Yunho, mengikat pria itu kepadanya. Pahanya menggantikan tanganya. Mereka saling menggesekkan tubuh, dan menggoyangkan pinggul. Mereka saling merapatkan tubuh, masih masih mencari kepuasan dengan rasa putus asa hingga mereka berguncang bersama, lega akan tetapi merasa frustasi.

Betapa detik kemudian kegembiraan menurun. Jaejoong tekulai dalam pelukan Yunho, menarik nafas ngeri, berusaha untuk kembali ke dunia normal ... Sementara itu ia mengetahui dunia tidak akan normal kembali.

Yunho berjanji dengan alasan yang tepat. Ia tidak akan memaksakan seseorang kepada dirinya

Mata Jaejoong tiba tiba terbuka, dan mata itu memandang ke arah Yunho.
Yunho tidak memiliki  kekuatan diri untuk menyembuyikan kemenanganya.

Yunho menyadari apa yang telah ia berikan pada Jaejoong. Apa yang telah ia ambil. Yunho tersenyum penuh kemenangan dan seketika menyadari kesalahanya.

Penolakan menyala di mata Jaejoong, dengan kadua tanganya menolak di dada Yunho, Jaejoong mendorong menyingkirkan pria itu dari tempat tidur.

Yunho menghantam lantai dengan punggung.

Jaejoong bergerak cepat di atasnya dan lari menaiki anak tangga.

Melompat dengan kakinya, didorong oleh hasrat Yunho mengikuti. Kakinya mengenai tangga terbawah sebelum ia menyadari kenyataanya.

Yunho berhenti. Ia menatap kakinya.

Belenggu di sekitar kakinya telah rusak.

Ia telah bebas.

 

                      ~TBC~

Minggu, 07 Juni 2015

Black Pearl chap 4 (Remake) YunJae


Title        : Black Pearl
Author    : Sulis Kim
Main C,  : Kim Jaejoong
                  Jung Yunho
                      Other

Rate    : M+18
Ganre  :Romance, Fiction.

            WARNING

Remake novel Christina Dodd. Title The Barefoot Princess. YAOI. Boy x boy. Dengan berbagai perubahan untuk keperluan cerita. Di ganti dengan Cast fav author. ^.^ jika tidak suka mohon jangan baca, demi kenyamanan bersama. Author cinta damai.

Apabila ada kesalahan typo dan lainya mohon di maklumi. Menerima kritik dan saran. No Bash. ^.^
 

Happy reading ...!


Jiji meraung dan berlari keatas.

Pada pecahan dari porselen, wajah Jaejoong menatap marah. " Walaupun Bibi Yoori hampir tidak mampu membeli gandum atau daging atau telur, dia membeli yang terbaik untukmu."

" Apa yang akan kau berikan kepadaku? Kacang atau biji bijian sejenisnya?"

"Biji bijian merupakan makanan yang lebih umum disini di pulau."

" Aku bukan warga biasa!"

" Kau jelas jelas bukan orang biasa.. Nelayan dan petani,  mereka biasa bekerja. Mereka menciptakan. Mereka memberikan kontribusi. Sementara kau mengabaikan setiap tanggung jawab dan menjadi tidak lebih dari bisul pengganggu." Jaejoong berteriak.

Yunho tidak demikian. Dengan setiap kata suaranya menjadi pelan dan dingin. " Kau berpicara blakblakan, Jaejoong. Kau berbicara tidak sopan, mereka jelas jelas tidak berbicara demikian kepada pemimpin mereka."

"Aku tidak akan pernah berbicara demikian kepada pemimpinku."  Jaejoong mengepalkan tinju disisi tubuhnya dan dalam kemarahanya warna matanya menjadi semakin hitam sekelam malam tanpa bintang.

Jaejoong luar biasa, dan Yunho ingin merengkuh Jaejoong dan mengguncangnya. Dan menciumnya. Dan mengambilnya. Dan menunjukkan kepadanya arti dari ketidak berdayaan seperti yang telah di tunjukkanya kepada Yunho.

Teriakan yang pecah dari tangga bawah menarik perhatian Yoori.

" Anak anak, Anak anak!" Yoori berdiri dengan penuh kekhawatiran, tatapan sayunya berpindah pindah dari Yunho ke Jaejoong ke hartanya yang pecah. "Apa yang sedang kalian lakukan? Apa yang telah kalian lakukan?"

"Dia serakah, congkak, angkuh dan pantas untuk kelaparan ...dan sejauh yang aku peduli, dia dapat merangkak untuk memunguti roti itu dan memakanya di tempat gelap dan dingin. Dan aku harap dia tersedak oleh roti itu" Dengan murka Jaejoong menerobos ke atas.

Yunho menatap marah ke pada Jaejoong, marah karena Jaejoong mendorongnya sampai ke batas kesabaran.

Yunho tidak dapat melakukan apapun, selain membaca. Karena ia merasa bosan, karena ...karena tanganya gatal ingin menyentuh Jaejoong. Ia telah melihat banyak wanita yang lebih cantik, para pria uke yang rela tidur denganya. Akan tetapi ia belum pernah bertemu seseorang seperti Jaejoong sebelumnya. Mata pria itu berkilat ketika melihatnya, lidahnya yang tajam mengeluarkan kata kata buruk mengenai dirinya. Akan tetapi cara pria itu bergerak membuat jantungnya naik ke tenggorokan ...dan membawa bagian lain tubuhnya menjadi bereaksi.

Mengapa pria itu sedemikian tidak ramah, Jaejoong membuat dirinya hidup seperti yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia setengah gila setengah nafsu untuk menginginkan seorang pria yang suka menentang seperti Jaejoong. Bahkan mungkin Yunho telah benar benar menjadi gila.

" Pria itu telah mengeluarkan hal terburuk dalam diriku."

"Aku tahu. Kalian berdua ..."

Yunho terkejut mendengar suara Bibinya yang bergetar. Ia hampir lupa bahwa wanita itu berada disana.

"Aku seharusnya tidak pernah membiarkan dia untuk tu ...turun ke bawah sendirian. Tidak ketika ia membawa berita yang sangat buruk."

Bibi Yoori, Yunho menyadari dengan ngeri, menangis dan berusaha dengan tabah untuk menyembunyikan fakta tersebut.

"Dia sebenarnya anak laki laki yang manis, dan aku ...kau anak lelaki yang menyenangka., akan tetapi ka ...kalian berdua seperti minyak dan air."

"Dan dengan suatu cara minyak selalu menimbulkan api." Yunho mempertahankan nadanya seolah olah ia tidak tertarik ketika Yoori berjalan berlahan melintasi lantai.

Dengan langkah yang menyakitkan, Yoori membungkukan tubuhnya untuk berjongkok di lantai dekat pecahan cangkir dan piring. "Ya, ya , sebuah perumpamaan yang tepat, Master." Yoori akan menyentuh potongan porselen itu seperti seorang ibu akan menyentuh anaknya yang terluka, lembut dengan jari jari kurus yang bergetar.

Dalam kobaran amarahnya, sedikit perasaan bersalah mulai menyeruak. Yunho ingat bahwa sebagian besar porselen yang digunakan melayaninya telah retak, dan Bibinya memperlakukanya dengan sangat hati hati, seolah benda itu diperlukan untuk sisa hidupnya. Atau seakan setiap potongan memiliki memori dari beberapa generasi.

" Biarkan aku membantumu." Yunho memiliki cukup banyak rantai untuk pergi sejauh itu.

Ketika Yunho melangkah lebih dekat, Yoori tersentak. Dan Yunho ingat bahwa ia pernah mengacungkan pisau ketenggorokanya. Ia juga melempar Bibinya dengan maksud yang baik. Akan tetapi Yunho telah melihat memar keunguan di kulit tipis lenganya dan melihat bagaimana Wanita tua itu berjalan seperti seorang yang yerluka.

"Tolong, Master, biarkan aku mengambil pecahanya." Yoori melakukanya.

Yunho mengamati Bibinya, jari jari wanita itu bergetar dengan lambat. Saat ini merasa Ia benar benar tidak berguna dan tidak bisa berbuat apa apa.

Yoori menyeret nampan kearahnya, ia menyerahkan surat kepada Yunho.

Yunho melirik kearah surat. Tulisan tangan Paman Kangin. Yunho menyimpan surat itu di sakunya.

Yoori mengambil roti dan membersihkan kotoran di atasnya. "Aku akan membawa ini ke atas. Aku akan membawakan yang bersih, dan menuangkan secangkir teh baru."

Dan memakan roti yang kotor itu untuk dirinya sendiri.

Membungkuk ke bawah, Yunho mengambil kedua roti kedalam tanganya. "Tidak, aku akan memakanya."

"Tidak, Anakku sayang, kau adalah Di... Directure yang terhormat." sebuah air mata besar jatuh di wajah Yoori. "Kau seharusnya ma ...makan steik daging dan stroberi, bukan ro...roti kotor."

" Satu satunya hal yang aku nikmati selama penahananku adalah kesempatan untuk memakan makanan sederhana." Yunho mengambil gigitan besar dan mendapati ia belum membersihkan sepenuhnya roti itu. Seperti kerikil kecil terkunyah di antara giginya. Dengan gagah ia mengambil kerikil tersebut dan berusaha untuk sedikit memberi pujian. "Aku merindukan masakanmu, Bibi Yoori."

Yoori mendengus dan mengusap matanya dengan sapu tangan. "Aku bilang kepadanya bahwa kau anak yang naik, aku sudah bilang kepadanya."

Yunho mengunyah dan tersenyum dengan semua daya yang dimilikinya. Akan tetapi tampak bahwa Bibinya tidak merasa terhibur dan Yunho merasa daya tariknya mulai berkarat.

"Bibi Yoori."

Yoori melihat ke atas, dan di mata wanita itu, Yunho tidak melihat tanda tanda kegilaan atau ketidak warasan. Akan tetapi terdapat kesepian dan kesedihan sedemikian dalam, Yunho mengira ngira apakah ia tidak pernah mengenali hal itu sebelumnya.

Yunho membantu Wanita itu berdiri. "Bibi, malam ini kau harus membawa manik manik dan pekerjaan rendamu kebawah dan mengajariku bagaimana cara untuk membuat renda yang cantik."

"Kau tidak benar benar peduli tentang membuat renda."

"Mungkin tidak, tetapi aku benar benar peduli dengan pertemananmu. Di sini sepi Bibi, dan tampaknya aku aku akan berada disini selama beberapa hari lagi." Yunho mengeluarkan daya tarik dari kedalaman hatinya yang kecil, serakah. "Maukah kau menghabiskan malam malammu denganku?"

Yoori tampak sedikit lebih ceria, kemudian menjadi diam dan sedih lagi.

" Ada apa?" tanya Yunho.

Dengan suara pelan, kecewa ia bertanya. "Bagaimana dengan Jaejoong?"

"Dia juga boleh datang." Dan walaupun ia takut ia akan membunuh ptia itu, Yunho dapat bersikap sopan. Demi Bibi Yoori.

                    ~*~

"Jadi." Yunho bergelut dengan kumpulan benang yang kecil, dan lusinan manik manik. Jadinya teralu besar dan terlalu kikuk.

Dan jika salah satu temanya dari Seoul melihatnya duduk di tempat penyimpanan anggur dengan seorang wanita dan seorang lagi pria cantik juga seekor kucing, melakukan pekerjaan tangan, mereka akan tertawa sedemikian keras sehingga Yunho merasa takut akan kebersihan dengan pakaian dalam mereka.

" Apakah yang kalian rencanakan untuk di lakukan kemudian?"

"Mengenai dirimu, maksudmu?" Jaejoong menunjuk manik manik Yunho. "Kau melupakan satu jahitan."

"Tidak, aku tidak terlewat."

"Ya, kau melakukanya."

"Biar kulihat." Yoori mengenakan kaca mata dihidungnya, memiringkan badan ke arah cahaya dan memicingkan matanya.

Yunho tersenyum lebar melihat gerakanya. "Bibi kau memerlukan kaca mata baru."

"Ya, sayang, itu mungkin benar. Di sana." Yoori menunjuk. "Buka hingga disana dan mulai kembali, dan kau tidak akan bermasalah."

"Benar,kan?" Jaejoong bergumam di bawah nafasnya.

Yunho mendengus, membongkar kembali benang, dan mulai.memprotes untuk membuat renda ...lagi.

Malam ini mereka berdua benar benar beradap, berbicara dengan nada datar, sopan dan menghindari tatapan satu sama lain. Lebih mudah bagi Yunho jika ia tidak melihat kepada Jaejoong, dengan cara itu ia menyimpan nafsunya dan kemarahan yang terpendam.

"Bibi Yoori tidak mampu membeli kaca mata baru." kata Jaejoong. "Itu sesuatu yang akan dia beli jika kita memperoleh uang tebusan."

"Paman Kangin tidak akan membayar uang tebusan."Yunho hampir tidak bisa menahan rasa sebal. "Ingat?"

"Hari ini aku menulis surat lain untuk pamanmu, untuk mengurangi uang tebusan." Jaejoong tersenyum seolah ola ia sangat yakin akan strateginya. "Dia akan membayar sekarang."

"Kau mengurangi uang tebusan?" dengan rada tidak percaya Yunho mengulang. "Kau mengurangi uang tebusan?"

"Itu yang aku katakan." Jaejoong mengerjakan manik dengan cepat. " Baru saja, beberapa jam yang lalu aku mengirimkan surat itu kerumahmu di Nami Island dan meninggalkanya di mana kepala pelayan akan menemukanya. Aku melihat seseorang membawa surat itu kerumah Mr. Kangin ..."

"Kau mengurangi uang tebusan? Seolah olah aku adalah topi yang tidak diinginkan? Atau anjing pemburu tua? Atau sapu tangan yang ternoda?"

"Lebih menyerupai angjing pemburu tua daripada yang lain."kata Jaejoong mengejek.

Yunho menegang, siap untuk membalas.

"Jaejoongie." sergah Yoori. "Kau berjanjji!"

"Maaf,"Jaejoong bergumam.

"Bukan sebuah topi, Yunho. Tidak sedemikian tidak penting. Kami membuat penyesuaian kecil dalam tuntutan kami sehingga Kangin dapat mengumpulkan uang."

"Paman Kangin tidak perlu mengumpulkan uang." Yunho berkata dengan menghina. "Aku membiarkan dia untuk menangani kekayaan Jung Crop dan lainya."

"Kami yakin dia melakukan investasi di pabrik dan kekurangan uang tunai,"Jaejoong mengatakan dengan nada datar yang menandakan ia telah memperoleh kendali kembali.

"Tidak masuk akal!" balas Yunho.

"Kalau demikian, mengapa dia tidak membayar uang tebusanmu?" tanya Jaejoong dengan nada manis di buat buat.

Yunho tidak mengetahui terhadap pertanyaan itu. Ia telah membaca surat itu. Ia tidak memahami nada tegas Paman Kangin, atau penolakan yang mantap untuk menyerah terhadap ancaman pembunuhan.

Yunho mengira mengira apakah ia memahami apa pun.

"Tidak apa apa, Mr. Jung. "Jaejoong berpura pura menghibur Yunho. " Hanya dalam waktu tiga hari kau akan bebas."

                  ~*~

Jaejoong membaca kertas itu dengan cepat, kemudian menurunkanya dengan putus asa. "Dia tidak mau membayar uang tebusan."

Yoochun seolah olah telah mengharapkan tepat akan hal itu, ia mengangguk. "Baiklah. Harus pergi ke pub." Yoochun mengenakan mantelnya. " Istriku bekerja disana dan aku memerlukan makan malamku. " Ia berjalan keluar dari dapur Yoori. Menghilang di jalan setapak yang gelap.

Jaejoong menatap Yoochun. Yoochun telah menerima berita itu dengan tenang, sementara Jaejoong ingin berteriak dan meninju kepalan tanganya kemeja. Apa yang dipikirkan oleh Mr. Kangin?  Tidak pernah Jaejoong bayangkan ketidak acuhan yang tidak perasaan akan nyawa seseorang, yang sebenarnya merupakan pewaris sekaligus pemimpin yang terpandang. Dan keponakan Mr. Kangin sendiri!

"Apa yang akan kita lakukan sekarang"

"Bebaskan, Master," Yoori duduk di meja dapur, tanganya terlipat di pangkuanya. Dan terlihat dari penampilanya, tampaknya penolakan yang diberikan juga mengejutkan Yoori.

Sebenarnya, Jaejoong sendiri tidak terlalu heran. Saat pertama kali menerimanya  ia merasa terkejut dan terpana. Akan tetapi ia telah menghabiskan waktu tiga haru menakutu saat seperti ini dan sekarang ia tidak melihat jalan lain tetapi untuk maju sedikit demi sedikit. Jauh terlalu keras ia berkata.
" Kita tidak akan membebaskan Jung muda itu." kemudian ia merendahkan nada suaranya. "Kita tidak dapat melakukanya, kita akan di gantung."

"Dia tidak akan menggantungku." Yoori terdengar sangat yakin.

"Dia akan menggantungku." Jaejoong sama yakinya.

Melalui pintu tempat penyimpanan anggur yang terbuka, ia mendengar teriakan Yunho dengan nada kesal yang berasalan. " Kim Jaejoong bisakah aku bertemu denganmu sejenak?"

"Bagaimana dia dapat melakukan itu?" Jaejoong meledak. " Mengetahui aku ada disini dan berita telah tiba?"

"Dia memberitahuku dia dapat mengetahui siapa yang ada di sini dengan mendengar derit dari kayu. " Yoori berdiri, mengambil Jiji dan berkata. " Waktunya untuk tidur siang kita, bangunkan kami jika sudah selesai." Dengan itu Yoori menyatakan secara langsung bahwa Jaejoong yang melibatkan mereka dalam hal ini, dan Jaejoong bertanggung jawab untuk berhadapan dengan Directure yang sulit dikendalikan yang terkurung di bawah sana.

Jaejoong merasa hal itu adil. Akan tetapi ia tidak menyukainya. "Aku akan mengatakan kepadanya." ia melemparkan surat itu kebawah. "Tetapi aku tidak akan membawa benda becah belah denganku saat ini."

"Itu rencana baik, aku tidak memiliki benda pecah belah yang tersisa. " Yoori tertatih tatih menuju kamar tidurnya seolah olah ia memiliki kekhawatiran di dunia.

Jaejoong berdiri. Ia mematikan kemejanya terkancing dengan baik sampai leher untuk memastikan semua pandangan dadanya dari Yunho.

Selama dua hari ini ia telah mengembangkan kebiasaan tersebut, karena sementara ia dan Yunho telah saling bertukar tidak lebih dari percakapan yang tidak pantas, dan Yunho telah berusaha untuk mempertahankan opini tidak bermoralnya bagi dirinya sendiri, Jaejoong masih merasa ... tidak nyaman akan kehadiran pria itu, sesuatu mengenai Yunho membuat Jaejoong ...berhati hati.

Gelisah.
Tidak bisa tidur.
Tidak bisa bernafas.

Yunho tidak lagi berbicara mengenai hasratnya, akan tetapi sebuah intuisi yang menggelora mengira ia mengalaminya, dan dengan enggan Jaejoong mengakui bahwa ia juga merasa janggal. Tidak nyaman. Seolah olah ia mengalami salah pencernaan. Ia sering kali menemukan dirinya sendiri melirik kepada Yunho, dan sama seringnya menemukan Yunho melirik kepadanya.

Dan ketika pria itu berbicara kepadanya, nada dan suara pria itu  menyebabkan ia tidak bisa diam dan menyerigai seperti anak sekolah yang genit. Ia merasa aneh , ia benci merasakan apapun terhadap Jung Yunho.

Pertama kali Jaejoong melihat Yunho, ia hanya berniat menculiknya menerima uang tebusan dan pergi. Ia tidak mengira semuanya akan serumit ini. Sekarang tampaknya ia tidak bisa melakukan apapun selain memikirkan Yunho.

Ia jelas tidak dapat menyingkirkan Yunho. Dan ketika ia melakukanya, ia takut ia tidak akan pernah melupakan Yunho.

Hidup sangat sederhana sebelum ia bertemu Jung Yunho, Penguasa muda pulau ini.

Jaejoong turun dengan sikap menantang. Yunho duduk disana berpura pura membaca buku, akan tetapi Jaejoong tanu, ia merasakan perhatian pria itu kepada dirinya. Jaejoong berdiri di ujung meja yang lain dan melambaikan jarinya.

"Mr. Jung! Keponakan macam apa kau ini sehingga pamanmu tidak peduli apakah kau hidup atau mati?"

Yunho melihat kepada pria itu. Jaejoong tidak dapat membaca apa yang Yunho pikirkan dari ekspresi matanya. Bahkan ia tampak sangat tenang.

" Yunho. " kata Yunho.

"Apa?" apa yang pria itu bicarakan?

"Namaku Yunho. "Yunho menyimpan buku itu di ujung meja." Dan aku memiliki keinginan besar agar kau memanggil namaku."

Jaejoong tidak mengharapkan respon itu, dan hal yang tidak diharapkan membuatnya merasa tidak nyaman. Yunho tahu hari ini adalah hari dimana mereka akan mendengar dari Mr. Kangin. Ia seharusnya menuntut berita mengenai pembebasanya. Sebaliknya ia ingin bercakap cakap?

Jaejoong bergerak lebih mendekati pria itu, menatap dan mengira ngira apakah terkurung terlalu lama tanpa berbuat banyak hal telah mulai berdampak terhafao kebijakannya.

  "Mr. Jung, namamu tidak menarik bagiku."

"Benarkan itu aneh, Mr Kim, karena namamu sangat menarik bagiku." Yunho bersantai di atas selimut, Rambut kusutnya menjadi berantakan yang menarik.

"Bolehkan aku mengetahuinya?"

"Kau tahu namaku." Apa maksud dari minat baru yang Yunho tunjukkan untuk mengenali Jaejoong?

Apakah Yunho dengan satu cara telah mengetahui Jaejoong dengan masa lalunya?

Tapi tidak, itu tidak mungkin. Yunho telah terpencil disini selama enam hari. Ia tidak memiliki cara untuk menemukan apa apa.

Jaejoong melirik ke tangga.
Kecuali jika Yoori membuka mulut. Akan tetapi Yoori telah bersumpah akan menjaga rahasianya, dan Jaejoong mempercayainya.

" Nama margamu Kim, bukan? Akah itu marga aslimu? " Yunho berbicara dengan tegas, seorang pemimpin yang berharap di patuhi.

"Tidak." Ya Tuhan, tidak.

"Apa yang kau takutkan?"

Apa yang ia takutkan? Jaejoong takut kembali ke Beaumontagne kesuatu kehidupan yang penuh sopan santun yang mematikan semangat dan pernikahan yang di atur. Ia takut pada peluru pembunuh bayaran. Ia takut harus meninggalkan Yoori karena khawatir akan keselamatanya.

Dengan cara janggal, Jaejoong takut Yunho dan pengaruhnya terhadapnya, karena Yunho membuatnya menginginkan hal yang berbeda dari yang ia pernah ia inginkan sebelumnya.

"Mr. Jung, aku tidak takut apapun." Jaejoong tersenyum untuk menutupi kebohonganya. " Aku memiliki berita menganai pembebasanmu. Bilehkah aku melanjutkan?"

"Lanjutkan. "Yunho melambaikan tangan acuh. "Silakan, lakukan."

Ia terikat di tempat tidur di ruang bawah tanah disebuah rumah kecil di pulau Jeju. Pakaian berantakan. Dan dengan janggut yang tumbuh. Tapi ia berhasil memacarkan sejenis perintah mulia yang mengatasi keadaan sekelilinhnya yang kasar. Bagaimana ia dapat mengatasinya?

Dan mengapa Jaejoong merasa dirinya terkesan.

"Pamanmu kembali menolak untuk memberi uang tebusan."

"Bagaimana kau bisa membayangkan seorang wanita dan pria bodoh sepertimu dapat berhasil memeras Jung Yunho dan perwakilanya?"

Akibat nada Yunho yang merendahkan, kekasaran Jaejoong kembali hidup." Rencanaku logis, kau dan pamanmu lah yang gila. Dan apa yang kau maksud memanggilku pria bodoh?"

"Kau adalah pria yang bodoh. Kau tidak memahami kekuatan yang kau lepaskan." Yunho tersenyum dengan rasa percaya diri sedemikian rupa, Jaejoong sangat ingin menampar wajahnya. "Bergeraklah sedikit lebih dekat dan aku akan menujukkan kepadamu."

Percayalah kepada Yunho untuk mengarahkan pertengkaran tersebut menuju kesadaran fisik yang bergetar di antara mereka.

"Kau adalah orang yang kurang ajar. Kau tidak mempercayaiku ."

"Mengapa aku harus mempercayaimu?" Yunho tersenyum mencemoh seperti orang yang terlahir untuk mencemoh. " Mungkin karena kau menculik dan menahanku?"

Jaejoong menampik dengan melambaikan tangan. "Aku melakukan itu. Aku bukan seorang pria biasa, jadi untuk menggunakanku sebagai contoh sama dengan menghindari pertanyaan ...dan itu menjadikan jawabanya jelas. Kau tidak menyukaiku."

" Mengapa juga aku harus menyukaimu. Kau penyebab penderitaan ku."

"Penderitaan?" Jaejoong tidak tahu harus menjawab apa atas komentar Yunho yang dingin.

"Aku dan kau berbeda, kau seperti wanita. Wanita yang ceroboh, pintar dan cantik yang diciptakan untuk mematahkan hati seorang pria. Di dalam dunia seorang pria, langit adalah biru suatu sumpah adalah abadi. Dalam dunia wanita ..."Yunho menggeleng gelengkan kepalanya, dan senyum cemoohnya berubah menjadi serigai, terluka dan terarah pada dirinya sendiri. "Aku tidak pernah melihat dunia seorang wanita, hingga aku tidak tahu warna dari langit. Akan tetapi aku tahu dengan jelas bahwa seorang wanita, tidak ada sumpah yang abadi, begitupun kau."

"Aku tidak mengerti." Jaejoong mengerti bahwa mereka telah berubah melampaui pertengkaran yang dengan mudah terjadi menjadi sesuatu yang lebih. Sesuatu yang menyedihkan. Sesuatu yang abadi.

Yunho memiringkan badanya kearah Jaejoong. "Ketika kau kanak kanak, apakah ibumu mengatakan bahwa dia mencintaimu?"

"Ibuku meninggal ketika aku lahir."

"Kau beruntung." Yunho bersandar kembali ke bantal.

Terkejut,Jaejoong berkata. "Mr. Jung, itu kejam."

"Tidak , pecaya aku, itu kebenaran. Kau tidak menyadari betapa beruntungnya dirimu, dan itu mungkin menjelaskan mengapa kau sedemikian pintar, nekat, menarik ...sedemikian berbeda dari pria yang lain."

"Aku tidak merasa di puji."

"Kau seharusnya bangga. Kau mungkin liar dan blakblakan, tapi aku tahu ketika kau berbicara, tidak peduli berapa besar aku membencinya,kau akan berbicara yang sebenarnya. Aku mengamatimu dengan Bibi Yoori, dan aku tahu ketika kau memberikan kesetiaanmu, kesetiaanmu adalah kekal."

"Kurasa demikian. "Jaejoong menjauh.

Yunho terdengar setengah gila, berbicara tergesa gesa dan mengamati Jaejoong dengan mata bersinar terang dengan intesitas.

"Apakah kau tahu ibuku biasa memangkuku dan mengatakan bahwa dia mencintaiku? Dia mengantarkanku tidur setiap malam dengan sebuah cerita, dan membangunkanku setiap pagi dengan sebuah ciuman. Dia memastikanku bahagia, terlindungi, riang."

"Dia terdengar menyenangkan." walaupun nada suara Yunho memberitahunya cerita yang berbeda.

"Dia memang demikian. Mahluk yang cantik yang pernah aku lihat. Satu satunya wanita yang perah dicintai ayahku. Beberapa orang menyebutnya sebagai orang asing ...dia orang Los angles , dari keluarga biasa, sebuah pilihan gila yang di buat ayahku dalam perjalanan bisnisnya, akan tetapi dia menawan hati semua orang. Dia sedemikian baik, ibu yang penuh cinta, sangat jatuh cinta dengan ayahku. Semua wanita lain mengenakan warna yang lembut, tapi tidak ibuku. Dia memakai warna yang cerah dan ceria membuat wanita lain tersisihkan. Banyak wanita terhormat yang terlahir dari keluarga terpandang yang iri kepadanya dan bergosip. Mereka mengatakan ibuku wanita murahan yang memamerkan dirinya dengan gaya yang berpakaian yang tidak bermoral, dan pikiranya yang dangkal. Aku berusia tujuh tahun. Aku tidak memahami apa yang mereka maksud, akan tetapi aku tahu aku tidak menyukai nadanya, sehingga aku lari ke arah mereka dan menyerang mereka pada suatu hari pesta yang di adakan oleh orang tuaku, aku menendang salah satu wanita tua itu tepat di tulang keringnya." Intesitas Yunho melengkung keruang angkasa menuju Jaejoong seperti cahaya yang menjadi tampak.

"Ketika aku menceritakan kepada ayahku apa yang terjadi, dia tertawa dan menciumku di puncak kepala."

"Bagus untukmu." Jaejoong menyukai ide Yunho yang kekanak kanakan dan pembelaanya yang hangat kepada ibunya.

"Itu terakhir kali aku mendengarnya tertawa, "Yunho berkata datar. "Terakhir kalinya dia menunjukanku apa pun selain perhatian yang formal."

Dengan suatu cara, selama percakapan tersebut keduanya telah tiba pada sesuatu yang lebih dari sekedar memberikan jawaban penuh hinaan yang tepat yang menandai saat saat ketika mereka bersama. Atau apakah perubahan tersebut terjadi secara lebih perlahan, selama enam hari keintiman yang dipaksa, selama malam yang dihabiskan mereka di tempat penyimpanan anggur.

Apa yang di katakan Yoori mengenai Mrs. Jung?Kami kehilanganya ketika Yunho berusia tujuh tahun.

Akan tetapi dihadapkan dengan pria yang bermata keras, Jaejoong mengira bibinya menghindari penjelasan janggak dan memori menyakitkan. "Mr. Jung, apa yang terjadi dengan ibumu?"

"Ketika aku berusia tujuh tahun, dia melarikan diri dengan rekan bisnis luar negri ayahku."

" Apa?" Jaejoong menggeleng gelengkan kepalanya kebingungan. " Tapi kau berkata dia adalah ibu yang baik dan penuh cinta dan sangat jatuh cinta dengan ayahmu."

"Tampaknya kasih sang kekanak kanakanku telah menyesatkanku."

"Aku tidak mempercayai hal itu. Kau tidak mungkin sedemikian salah."

"Tidak? Tetapi dia pergi." nada Yunho yang bosan menyembunyikan rasa sakitnya, akan tetapi ia tidak dapat menyembunyikan rasa suram di matanya. "Didalam semua kehidupanku, aku tidak pernah mendengar kata lain darinya."

"Aku tidak mempercayaimu!" Jaejoong tidak dapat mempercayainya.

" Orang tuaku bertengkar pada hari itu. Aku tidak pernah mendengar mereka meninggikan suara mereka, akan tetapi mereka melakukanya saat itu. Aku tidak dapat memahami mereka ...aku berada di luar pintu ...tapi Ayah sangat marah, dingin, dan tajam, dan Ibuku sangat bernafsu, berapi api, berpendapat bahwa keberadaanya sangat tergantung pada kemenangan ...hal berikutnya yang aku ketahui, dia mengendarai mobilnya dan menuju pelabuhan." Yunho menceritakam kembali dengan tenang, tidak memahami mengapa ia harus menceritakanya pada Jaejoong.

Ada sesuatu mengenai pria itu yang membuatnya mengoceh. "Kapal kami ada disana. Ibuku terlihat berbicara dengan agen asih, agen itu pergi berlayar, membawa Ibuku denganya. Mereka mengatakan ibuku akan turun sebelum kapal berangkat. Akan tetapi dia tidak pernah pulang kerumah. Dia meninggalkan aku. Dia meninggalkan ayahku. Dan tidak pernah pulang kerumah."

"Aku tidak mempercayainya," Jaejoong mengulangi. " Bagaimana mungkin wanita yang sangat mencintai keluarganya pergi dan tidak memandang kebelakang?"

"Aku sudah memikirkan itu ribuan kali. Aku hanya memiliki dua jawaban yang mungkin. Dia tidak benar benar mencintai aku." Yunho memandang Jaejoong lekat. "Atau semua wanita bertingkah laku tidak karuan dan tidak setia."

Jaejoong bahkan tidak berhenti untuk berpikir. "Itu bodoh, kedua teorimu bodoh."

"Apa maksudmu, bodoh?"

Jaejoong berdiri dalam Jangkauan Yunho, seakan menantang Yunho untuk meraihnya, untuk mengguncangnya, untuk menunjukkan kekerasan. Dan Yunho bersiap untuk melakukan itu selama dikurung enam hari disana, Yunho berjalan keujung rantainya berkali kali sampai ia tidak dapat menghitungnya.

"Lihat kesekelilingmu. Ke manapun kau melihat, kau akan melihat wanita mencintai suami mereka dan anak anak mereka sedemikian kuat sehingga mereka akan melkukan apapun untuk melindungi keluarga mereka. Untuk mengutuk semua wanita hanya karena satu orang wanita adalah bodoh." Jaejoong cukup terus terang, tidak peduli untuk menggunakan nada menghibur.

"Jadi kau mengatakan ibuku tidak benar benar mencintai kami." Hal yang Yunho ketahui, tetapi ia tidak suka jaejoong menunjukkan hal tersebut di hadapanya.

Jaejoong mengerutkan dahi dengan tajam kepada Yunho, jelas merasa tidak yakin. "Apakah ibumu tidak mengatakan hal lain, terakhir kali dia menemuimu?"

"Tidak mengatakan apapun? Apa maksudmu? Tidak mengatakan apapun?" Mengapa ia memulai percakapan itu dengan Jaejoong? Mengapa Jaejoong akan mengerti? Ia telah berulang kali membuktikan ketidak bijaksanaanya. "Tentu saja dia mengatakan sesuatu."

"Apakah dia menggenggam erat dirimu di hadapanya, memberimu nasehat untuk masadepan, mengatakan dia mencintaimu tetapi ia harus pergi?"

Yunho tahu dengan pasti apa yang dikatakan ibunya. Setelah ibunya pergi, ia mengulangi perkataan itu lagi dan lagi, berusaha menyerap sejumlah indikasi kehangatan kehilangan dari kata katanya. "Hal terakhir yang ia katakan padamu adalah ' Anakku, sayang, bertingkahlah yang baik kepada Bibi Lee hingga aku kembali." Ia mengejek dirinya sendiri, ibunya dan Jaejoong. "Bibi Lee adalah pengasuhku."

Jaejoong menatap Yunho dengan tatapan kosong." Itu bukan cara seorang wanita bertindak, terutama bukan seorang wanita yang mencintai anaknya dan meninggalkanya untuk terakhir kali."

"Walau bagaimanapun, dia meninggalkanku."

"Menurutku, ceritamu tidak masuk akal. Kau hanyalah seorang anak anak. Kau tidak mengetahui semua detailnya. Dan satu hal yang jelas, Mr. Jung. Jika kau akan menyalahkan seseorang untuk masalahmu saat ini, kau seharusnya tidak menyalahkan ibumu atau wanita lain." Warna merah merona di pipi Jaejoong. Matanya yang hitam bersinar dengan frustasi.

"Aku sebaiknya tidak menyalahkanmu? Kau menculikku!"

"Ya, tetapi aku akan melepaskanmu sekarang. Tolong Mr. Jung, salahkan pamanmu yang tidak mau membayar uang tebusan. Aku mendengar hal hal yang buruk mengenai dirinya ...dan kau ..dan tampaknya semua hal itu benar." Dada Jaejoong mengembang di bawah pengaruh kejengkelanya. "Mungkin seharusnya kau lebih memperhatikan kebusukan dalam karaktermu dan dalam diri pamanmu dari pada meratapi penghianatanku."

Persetan dengan pria itu. Dan perkataan Jaejoong, Yunho mendengar ucapan yang telah lama di lupakan.

Pada waktu yang bersamaan, Yunho mengamati pergerakan samar dari dada Jaejoong dengan kebutuhan yang membuat kemaluanya membengkak di kancing celananya.

Seseorang pria yang penuh pendapat, kasar, dengan pakaian yang buruk membuat kemaluanya berdiri baru dirasakanya seumur hidup sementara pria itu, tampaknya tidak memiliki perasaan apa pun terhadapnya, menjelek jelekan keadaanya. Situasi ini tidak akan di tanggungnya lebih lama. "Dimana Bibi Yoori?"

"Dia sedang tidur siang."

"Bagus, bagus. "Yunho menempatkan kakinya di lantai. Perlahan lahan ia berdiri, bangkit , sehingga tingginya yang penuh dekat denganya, membiarkan Jaejoong untuk merasakan panas tubuhnya. Kemarahanya.

Mata Jaejoong melebar.
Yunho mengergap.
Jaejoong melompat menjauh.

Terlambat. Yunho menangkapnya di pinggang. Kemenangan berkobar dalam dirinya.

Rantai tertarik sampai panjang penuhnya. Belenggu menekan pergelangan kakinya. Yunho jatuh. Terputar. Mendarat di atas Jaejoong di tempat tidur. Di bawahnya nafas Jaejoong mengembus.


                ~TBC~