Rabu, 15 April 2015

The Great Revenge chap 1

The Great Revenge by Puan Hujan

Disclaimer: Sesungguhnya, hanya Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki napas dan jalan kehidupan semua karakter yang ada dalam cerita Puan ini. Puan hanya meminjam nama mereka saja.

Rate: T

Genre: Puan agak kurang paham dengan masalah ini. Bisa jadi genre-nya romance, drama, tragedy and family.

Warning: Boys love, yaoi, m-preg, beberapa butir typo yang kemungkinan terlewat ketika proses peng-edit-an, jalan cerita yang cukup lambat, beberapa adegan penyiksaan, karakter para tokoh yang tidak sesuai kepribadian aslinya pastinya dan banyak lagi yang lainnya.

Cast:

- Kim Jaejoong as Kim Jaejoong/Selir Hwan (15 tahun)

- Jung Yunho as Raja Yi Yunho/Raja Sukjong (30 tahun)

- Kim Junsu as Kepala Pengawal Kim (28 tahun)

- Go Ahra as Permaisuri Yi Ahra (30 tahun)

- Shim Changmin as Putera Mahkota Yi Changmin (15 tahun)

- Park Yoochun akan muncul di chapter yang kesekian, jadi umur dan perannya juga belum Puan tentukan, hehehe.

Sedikit cuap-cuap:

Latar dari cerita ini adalah di era Dinasti Joseon, di bawah kepemimpinan Raja Yi Sun (memerintah sejak tahun 1674-1720) yang untuk keperluan cerita namanya Puan ganti menjadi Raja Yi Yunho. Raja ke-19 dari Joseon. Tidak bermaksud sama sekali untuk menodai sejarah Korea dengan perubahan ini, jadi Puan minta maaf sebelumnya jika ada pihak yang tidak berkenan.

Puan juga berusaha meminimalisir penggunaan bahasa Korea disebabkan karena keterbatasan Puan. Sebagai pendatang baru di fandom ini, Puan ingin turut serta menyalurkan minat menulis Puan yang tentunya belum ada apa-apanya, untuk itu kritik dan saran membangunnya sangat Puan harapkan.

Cerita ini terinspirasi dari banyak drama kolosal Mandarin dan Korea yang Puan tonton juga cersil yang Puan baca, yang paling utama adalah drama Mandarin berjudul The Great Conspiracy serta drama Korea berjudul Jewel in the Palace alias Jang Geumdan serial Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh. S. Kalau ada beberapa kesamaan, harap dimaafkan, ne?

Puan ingin berterima kasih untuk kedua sahabat Puan, Kak Shanty Hidayat (Sun-T) dan Rin Evans yang sudah bersedia Puan teror tengah malam supaya baca draft The Great Revengeyang masih mentah, hahaha. Mereka berdua adalah sahabat yang juga sering memberi masukan dan mengingatkan masalahtypo.

Dan akhirnya, selamat membaca dan terima kasih jika ada yang berkenan untuk meninggalkan jejak ^_^

The Great Revenge

by

Puan Hujan

Chapter 1

Pagi yang cerah. Langit tampak bening tanpa sedikit pun awan yang menggantung di tirai langit. Matahari bersinar penuh, menghangati seluruh pelosok Kerajaan Joseon yang semalaman diguyur hujan lebat. Titik-titik air sisa hujan masih terlihat di ujung dedaunan, bunga-bunga, maupun rerumputan. Dan perlahan tapi pasti, denyut kehidupan kembali berdetak seiring merangkak naiknya sang matahari.

Di kaki Gunung Bukhasan sebelah barat, seorang remaja lelaki berparas cantik berusia lima belas tahun berjalan perlahan menyusuri jalan setapak yang sedikit berlumpur. Sosok yang mengenakan hanbok[1] yang terdiri dari jeogori[2] berwarna putih dengan bawahan baji[3] berwarna kelabu yang warnanya mulai memudar itu terlihat bersenandung kecil sepanjang jalan yang dilaluinya. Di tangan kirinya, tersampir sebuah keranjang bambu berisi beberapa tangkai Mugunghwa[4] yang segar. Sementara tangan kanannya mengangkat sedikit bagian bawah baji yang ia kenakan, guna menghindari cipratan lumpur. Terkadang, remaja cantik itu berjalan sedikit melompat demi menghindari genangan air yang akan mengotori beoseon[5] dan jipsin[6] yang ia kenakan.

Rambut remaja lelaki berparas jelita itu sebagian disanggul di tengah dengan hiasan sebuah konde beronce benang merah, sedangkan sisanya ia biarkan tergerai lurus se-pinggang. Sebuah paerangi[7] tersampir di punggungnya, dengan kedua tali yang mengikat di leher indahnya. Angin semilir yang bertiup tampak mempermainkan helaian anak rambutnya, namun tak ia pedulikan. Ia terus berjalan melewati kaki gunung yang tampak sepi dan jarang dilalui penduduk sambil menyenandungkan sebuah lagu sebagai teman perjalanan. Tak berapa lama, ia sampai di ujung jalan, dan meneruskan langkahnya menyusuri jalan setapak yang dikelilingi tanaman perdu liar di kedua sisinya, hingga menemukan sebuah hutan bambu yang rapat dan tinggi menjulang. Sinar matahari bahkan tak mampu menerobos kerimbunan pepohonan bambu tersebut, hingga menimbulkan kesan teduh.

Tak ada lagi senandung yang terdengar dari bibircherry-nya. Meskipun begitu, ayunan langkahnya tetap sama seperti sebelumnya. Ia berjalan dengan menundukkan kepala, memerhatikan daun-daun bambu kering yang bermahkotakan titik hujan yang ia pijak.

Sosok cantik itu baru menengadahkan wajahnya ketika mendengar sebuah suara menyapanya. Ia menghentikan langkah, dan sedikit membungkukkan tubuhnya ketika melihat seorang perambah hutan yang sedang memikul dua ikat kayu bakar di hadapannya.

"Selamat pagi, Jang Ahjussi[8]. Wah, sepagi ini Ahjussisudah mendapatkan banyak sekali kayu bakar," sepasang bola matanya yang besar berpendar ceria. Sang perambah hutan yang mengenakan satgat[9] yang dipanggil Jang Ahjussi itu menurunkan dua ikat besar kayu bakar yang sedari tadi dipikulnya. Dengan ujung lengan, disekanya keringat yang membasahi wajahnya.

"Selamat pagi, Joongie yang cantik. Kemarin angin bertiup kencang, jadi banyak sekali pohon-pohon mati yang tumbang dan ranting-ranting yang berserakan," jawab Jang Ahjussi sambil menggoda remaja cantik yang kini mengerucutkan bibir di hadapannya.

"Ahjussi! Joongie ini namja[10]! Kenapa Ahjussi selalu saja mengatakan kalau Joongie ini cantik? Joongie ini tampaaan, Ahjussi," rengekan dari remaja berparas cantik yang ternyata seorang namja bernama Joongie atau nama sebenarnya Kim Jaejoong itu membuat Jang Ahjussi tak mampu menahan tawanya. Ia pun tertawa lepas sambil memerhatikan remaja di depannya yang mulai menghentak-hentakkan kaki karena kesal.

"Itu karena Joongie memang cantik. Joongie bahkan lebih cantik dari yeoja-yeoja[11] yang pernah Ahjussitemui."

"Huh! Memangnya sudah berapa banyak yeoja yangAhjussi temui?" remaja itu menjulurkan lidahnya, meremehkan ucapan Jang Ahjussi. Tingkahnya itu lagi-lagi membuat perambah hutan itu tertawa.

"Tidak penting berapa banyak yeoja yang sudahAhjussi temui. Yang jelas, yang paling cantik di mataAhjussi tetaplah Jang Ahjumma[12]-mu. Hemmm, Joongie akan pergi lagi ke makam EommaAhjussi menyipitkan matanya, menatap keranjang di tangan remaja cantik di hadapannya. Jaejoong menganggukkan kepalanya dengan semangat mendengar pertanyaan itu.

"He-eum. Joongie membawakan banyak Mugunghwabuat Eomma," jawabnya sambil tersenyum manis.

"Baiklah kalau begitu. Ahjussi juga harus segera pulang. Kasihan Ahjumma-mu, tak ada yang membantunya memberi makan ternak. Joongie hati-hati, ne[14]? Segeralah pulang kalau sudah selesai menjenguk makam Eomma Joongie," saran JangAhjussi seraya kembali meletakkan kayu pengganda berisikan dua ikat besar kayu bakar di pundak kanannya.

"Ne. Sampaikan salam Joongie buat Ahjumma. Joongie pergi dulu, Ahjussi Ahjussi juga hati-hati di jalan," balasnya seraya membungkukkan tubuh. Ia lalu kembali melanjutkan perjalanannya tanpa sempat memerhatikan tatapan sedih dari perambah hutan yang rupanya masih belum beranjak meninggalkan tempatnya. Jang Ahjussi baru membalikkan tubuh dan melanjutkan perjalanannya ketika namja remaja berparas cantik itu telah sampai di ujung hutan bambu.

ooo 000 ooo

Hampir sepeminuman teh ia berjalan, akhirnya remaja berparas cantik dengan kulit seputih susu yang membungkus tulang-belulangnya itu menghentikan langkahnya ketika sepasang telinganya menangkap suara gemericik air yang semakin lama semakin jelas. Bibirnya yang merah merekah penuh pesona itu menyunggingkan sebuah senyum tipis ketika melihat di depannya membentang sebuah sungai kecil berair jernih, dengan penghubung sebuah jembatan bambu yang tampak kokoh.

"Hmmm…. Joongie haus," gumamnya perlahan, bicara pada dirinya sendiri.

Remaja cantik yang menyebut dirinya Joongie itu kemudian menyibak ujung jeogori-nya, dan mendudukkan dirinya di depan sungai kecil itu. Diletakkannya keranjang berisi Mugunghwa yang ia bawa di ujung kakinya. Ia lalu sedikit membungkukkan diri, memandangi pantulan wajahnya di permukaan air yang tenang, lalu meraup air sungai yang jernih itu dengan kedua tangannya dan meminumnya untuk mengatasi dahaga yang mendera tenggorokannya. Tak lupa ia membasuh wajahnya yang mulai dihiasi beberapa butir keringat. Setelah dirasa cukup, ia kembali berdiri dan menyampirkan keranjang bunga itu di tangan kirinya, setelah sebelumnya menepuk-nepuk hanbok-nya yang ditempeli dedaunan dan rumput kering.

Dengan seutas senyum yang kembali menghiasi paras indahnya, Jaejoong melanjutkan perjalanannya melewati jembatan bambu yang tepat berada di sisi kanannya. Ia terus berjalan melewati hutan kecil yang ditumbuhi pepohonan maple, pinus dan tumbuhan lainnya yang tidak terlalu tinggi. Senandung indah kembali meluncur dari bibirnya. Ia juga sesekali tertawa renyah ketika menemukan aneka bungaAzalea liar yang tumbuh subur di sepanjang jalan yang ia lalui. Ia memetik beberapa bunga berwarna cerah dengan wangi yang menyegarkan untuk memenuhi keranjangnya.

Remaja berusia lima belas tahun itu menghentikan langkahnya ketika di depannya berdiri kokoh sebuah bukit batu yang tidak terlalu tinggi. Ia lalu berlutut di depan tumpukan beberapa buah batu yang membentuk sebuah makam. Diletakkannya beberapaMugunghwa beserta bunga-bunga liar yang dipetiknya, di salah satu ujung makam. Ia kemudian membungkukkan tubuhnya sebanyak tiga kali, memberikan penghormatan.

"Eomma…," bisiknya lirih. Dipandanginya makam tanpa nisan di hadapannya itu dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Eomma, Joongie datang lagi. Joongie membawakan bunga Mugunghwa kesukaan Eomma. Eomma senang, kan? Joongie sangat merindukan EommaAppa[15], meskipun Joongie sama sekali tidak mengenal raut wajah Appa. Apa Eomma dan Appa di sana baik-baik saja? Kalian memerhatikan Joongie, kan? Oh iya, kemarin usia Joongie genap lima belas tahun. Itu artinya Joongie sudah boleh membaca surat yang Eomma titipkan pada Kang Ahjumma, ne? Joongie penasaran sekali dengan isinya. Pulang dari sini, Joongie akan mengambil suratnya di kotak penyimpanan rahasia yang pernah ditunjukkan olehAhjumma sebelum beliau mangkat," sambung remaja cantik itu, masih dengan suara yang terdengar lirih.

"Eomma, salah satu kelinci Joongie yang berwarna putih berbintik hitam sakit. Mungkin kelincinya kesal karena Joongie lebih sering memberinya makan kangkung, bukan wortel. Ugh, Joongie harus berusaha lebih keras lagi agar bisa memberikan mereka makanan yang layak. Jadi kelinci-kelinci Joongie akan selalu sehat. Iyakan, Eomma?" remaja cantik itu menghentikan ucapannya sejenak. Di usapnya sebuah batu berukuran cukup besar dibandingkan yang lain, yang berada tepat di depannya.

"Joongie sekarang menjual beberapa tanaman obat yang Joongie tanam pada Tabib Lee, Eomma. Hasilnya lumayan. Walau tetap saja tak mampu untuk membeli wortel setiap hari, setidaknya Joongie bisa menabung. Joongie berencana untuk membuka lahan baru dan menanaminya dengan wortel agar tak perlu lagi membeli. Tapi kata Tabib Lee harga bibit sekarang sedang mahal, jadi Joongie harus menunggu beberapa waktu." Jaejoong tersenyum kecil mendengar ucapannya sendiri.

"Eomma, kadang Joongie berpikir untuk mati saja agar Joongie bisa bertemu Eomma dan Appa. Tapi Eommapasti akan marah besar dan memukul pantat Joongie kalau Joongie melakukan hal itu, nde[16]? Akhirnya Joongie mengurungkan niat. Lagipula, kalau Joongie mati, siapa yang akan merawat kelinci-kelinci Joongie? Siapa yang akan memasok tanaman obat untuk Tabib Lee? Siapa yang akan mengusili JangAhjumma dan Ahjussi? Dan juga, siapa yang akan membawakan Mugunghwa untuk Eomma? Joongie harus tetap melanjutkan hidup, bagaimana pun sulitnya, agar bisa membanggakan Eomma dan Appa."

"Eomma, matahari sudah merangkak semakin tinggi. Joongie pamit pulang, ne? Nanti Joongie datang lagi dengan membawa Mugunghwa yang banyak. Joongie masih harus mencari kayu bakar untuk dijual, Eomma. Joongie pulang dulu, Eomma. Joongie sayang sekali sama Eomma," remaja cantik itu menundukkan kepalanya, menciumi batu besar di hadapannya. Diambilnya keranjang yang telah kosong, lalu kembali menyampirkannya di lengan kirinya. Ia mengibas ujung jaegori yang ia kenakan, membersihkan diri dari serpihan dedaunan yang mengotorinya, lalu beranjak meninggalkan bukit batu yang ternyata merupakan makam sang ibu.

ooo 000 ooo

Jaejoong meletakkan seikat kayu bakar yang ia kumpulkan dalam perjalanan pulang dari mengunjungi makan sang ibu, di sebuah dipan di samping rumahnya yang sangat sederhana, tempat ia biasa menyimpan persediaan kayu bakar dan beberapa bal jerami. Setelah menyatukan kayu bakar yang didapatkannya tadi dengan sisa kayu bakar yang tak habis dijual, ia melangkahkan kaki memasuki rumahnya yang berlantai tanah liat yang hanya memiliki satu kamar tidur, satu ruang tamu, juga dapur dan kamar mandi. Diletakkannya keranjang bambu yang kini telah diisi dengan jamur kancing yang ia dapatkan sambil mencari kayu bakar, di sebuah meja kecil dekat dapur. Remaja cantik itu kemudian melangkahkan kakinya menuju satu-satunya kursi yang berada di rumah sederhana itu, yang terletak di dapur.

Dikeluarkannya sebuah selongsong bambu berukir dari balik hanbok yang ia kenakan, sesaat setelah meletakkan pantatnya di atas kursi kayu yang agak rapuh itu. Tangannya meraba permukaan bambu yang memiliki ukiran yang rumit itu dengan perasaan kagum yang membuncah. Kemudian dengan hati-hati, dibukanya tutup selongsong bambu itu, lalu mengeluarkan sebuah surat yang merupakan surat peninggalan ibunya yang hanya boleh ia baca ketika usianya sudah lima belas tahun. Sebelum ia sampai di rumah tadi, ia memang menyempatkan diri untuk pergi ke kebun herbal di belakang rumah peninggalan Kang Ahjumma, dan menggali di salah satu sudut pagar yang merupakan tempat penyimpanan rahasia yang sempat diberitahukan oleh perempuan itu sebelum ajal menjemputnya.

Kang Ahjumma adalah tetangga yang rumahnya berjarak sekitar sepuluh langkah dari rumah Jaejoong. Perempuan tua yang tak pernah menikah seumur hidupnya itu adalah sosok yang merawatnya sejak ia berusia lima tahun, tepatnya setelah eomma-nya meninggal. Perempuan yang bahkan di usia senjanya masih menampakkan sisa-sisa kecantikan masa muda itu menghembuskan napas terakhirnya tiga tahun kemudian karena sakit. Sejak saat itulah Jaejoong kecil hidup sebatang kara dan melakukan pekerjaan apa saja untuk menyambung hidup. Dari menjadi pencari kayu bakar hingga pembuat sepatu dari jerami ia lakoni. Jaejoong yang pandai membuat kue juga menjual kue-kuenya ke pasar rakyat yang hanya diadakan seminggu sekali.

Dengan tangan bergetar, Jaejoong mulai membuka gulungan kertas putih yang diikat dengan sebuah pita merah di tengahnya itu. Dilepaskannya simpul di kedua sisi ikatan, lalu mulai membaca kata demi kata yang ditulis oleh sang ibu.

Joongie, anakku.

Saat Joongie membaca surat ini, Eomma mungkin telah lama meninggalkan Joongie. Eomma sungguh menyesal tak memiliki waktu lebih lama untuk melihat Joongie tumbuh dan berkembang. Maafkan Eomma,Sayang. Juga maafkan Appa, yang tak pernah Joongie lihat parasnya seumur hidup Joongie. Namun satu hal yang harus selalu Joongie ingat, Eomma dan Appa selalu menyayangi Joongie. Anak Eomma sekarang pasti sudah menjelma menjadi seorang remaja yang cantik jelita, ne?

Ada sebuah rahasia besar yang ingin Eomma ceritakan pada Joongie. Rahasia besar yang menyangkut keluarga kita, dan selama ini Eomma sembunyikan dari Joongie. Sekali lagi maafkan Eomma yang hanya mampu menjelaskannya melalui surat, Anakku. Maafkan Eomma yang tak mampu memberikan kehidupan layak untuk Joongie bahkan semenjak Joongie masih berada dalam kandungan Eomma.

Sesungguhnya, selama bertahun-tahun, keluarga Park - keluarga kita, tepatnya keluarga Joongie dari pihak Eomma - terkenal dengan keistimewaan luar biasa dimana setiap anggota keluarga yang terlahir sebagai seorang namja diangerahi rahim yang tumbuh subur di dalam tubuh mereka selayaknya yeoja. Menurut cerita turun-temurun, keistimewaan itu didapatkan oleh leluhur kita karena pernah menolong Dewi Kesuburan yang akhirnya mewariskan keistimewaan tersebut kepada generasi kita berikutnya. Tak hanya itu, bahkan dulu ada seorang pertapa yang meramalkan bahwa setiap anak yang terlahir dari rahim namja keluarga Park akan memiliki kedudukan yang sangat penting dalam pemerintahan. Di kemudian hari, ramalan itu memang menjelma menjadi kenyataan.

Apa Joongie masih ingat jika Joongie kecil dulu pernah bertanya mengapa Eomma yang melahirkan Joongie adalah seorang namja, bukan? Itu karena keistimewaan yang terdapat dalam keluarga kita, Sayang, dimana nenekmu yang telah melahirkan Eomma juga merupakan seorang namja.

Namun, tetap ada harga yang harus dibayar atas sebuah kelebihan. Termasuk dengan apa yang terjadi pada keluarga kita. Keistimewaan yang keluarga kita miliki menimbulkan perasaan iri pada pihak-pihak tertentu. Terutama pihak-pihak yang memercayai ucapan sang pertapa bahwa setiap anak yang terlahir dari rahim namja keluarga Park akan memiliki kedudukan yang sangat penting dalam pemerintahan. Karena ramalan itu, banyak keluarga terpandang serta kaum bangsawan bahkan kerabat kerajaan yang beramai-ramai menjadikan anggota keluarga Park sebagai pasangan hidup mereka, dengan harapan memperoleh keberuntungan yang lebih. Dan ternyata hal itu memang terbukti. Hal ini tentu saja merupakan ancaman untuk pihak lain yang memiliki anak gadis, sebab banyak keluarga terpandang yang lebih memilih meminang anggota keluarga Park daripada anak gadis mereka.

Puncaknya adalah saat Yang Mulia Raja mengumumkan rencana pertunangan Eomma dan Putera Mahkota. Ne, Joongie tidak salah membaca. Eomma-mu ini menarik perhatian sang raja untuk dijadikan menantu. Pihak-pihak yang iri hati dan dengki akhirnya bersekutu untuk menyingkirkan keluarga kita dari pemerintahan. Saat itu, kakekmu dari pihak Eomma, Park Sang Bin, menduduki salah satu posisi penting sebagai seorang Sekretaris Kerajaan. Sebuah konspirasi yang tersusun rapid an fitnah keji dirangkai dengan melempar tuduhan bahwa adik dari kakekmu, Park Ji Hoon, yang saat itu menjabat sebagai salah satu Panglima Perang Utama Kerajaan merencanakan makar. Pihak musuh – entah bagaimana caranya – berhasil menunjukkan semua bukti bahwa keluarga kita memang bersalah, sehingga Yang Mulia Raja begitu murka.

Perintah untuk meng-eksekusi seluruh keluarga Park, bahkan membinasakan seluruh rakyat yang memiliki marga Park hingga tak bersisa akhirnya dijatuhkan oleh Yang Mulia Raja. Saat itu adalah saat yang paling kelam dalam sejarah, Nak. Keluarga Park seakan sebuah wabah penyakit yang harus dimusnahkan hingga ke akar. Adik dari kakekmu dijatuhi hukuman pancung di halaman istana, setelah sebelumnya diarak berkeliling dan dilempari batu oleh rakyat yang menghadiri eksekusi itu, dengan tuduhan sebagai otak perancang makar. Kakekmu dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dengan tuduhan membocorkan dokumen rahasia kerajaan, meski akhirnya tewas mengenaskan akibat dipaksa meminum racun di dalam bilik penjara. Satu per satu keluarga kita yang menduduki posisi penting di pemerintahan dilengserkan secara tidak hormat dan dijatuhi hukuman mati karena fitnah keji yang dirancang sedemikian rapi. Tak ada satu pun keluarga yang menyandang marga Park yang bersisa, Joongie. Bahkan saudara-saudara kita yang masih kanak-kanak turut kehilangan nyawa mereka.

Eomma yang saat itu merupakan Sekretaris Pribadi Putera Mahkota dijatuhi hukuman dengan dibuang ke pengasingan di Pulau Jeju tanpa perbekalan apa-apa, dengan harapan Eomma akan mati di tengah perjalanan. Akan tetapi, di tengah jalan kereta kuda yang membawa Eomma diserang oleh sekelompok orang tak dikenal. Eomma berhasil melarikan diri dengan berlari ke tengah hutan meski bahu Eomma sempat tertembus anak panah. Di sana juga Eomma bertemu Appa-mu yang merupakan seorang petani yang saat itu sedang mencari jamur. Appa-mu menyelamatkan Eomma dan kami hidup dalam pelarian lalu ada akhirnya memutuskan untuk menikah hingga akhirnya Joongie terlahir ke dunia ini.

Sebelum adik dari kakekmu meninggal, ia sempat mengirim seorang utusan untuk mencari Eomma dan memberitahukan bahwa dalang utama yang menjadi otak dari rencana keji itu tak lain dan tak bukan adalah Perdana Menteri Go yang semenjak awal memang menginginkan untuk menjadi besan sang raja sekaligus kedudukan sebagai penguasa kerajaan. Lelaki licik itu jugalah yang telah memberi ramuan penakhluk pada Yang Mulia Raja yang sesungguhnya merupakan seorang raja yang sangat bijaksana dan dicintai rakyat, menjadi raja boneka yang bertangan dingin yang tak segan berlaku kejam. Dimasa pelarian, Eomma mendengar kabar bahwa Perdana Menteri Go berhasil menikahkan putri bungsunya yang bernama Go Ahra dengan Putera Mahkota yang kemudian naik tahta menggantikan raja sebelumnya yang telah mangkat.

Kini Joongie telah mengetahui silsilah keluarga kita, ne? Bahwa sesungguhnya keluarga kita bukanlah rakyat jelata. Kita merupakan kalangan bangsawan yang berakhir menyedihkan karena fitnah yang kejam. Karena itu, Joongie, Eomma memintamu untuk membalaskan dendam keluarga kita. Hancurkan keluarga Go, serta pihak-pihak yang bersekutu dengannya, bagaimanapun caranya. Berpikirlah untuk berusaha masuk ke lingkungan kerajaan. Kerahkan seluruh daya pikir Joongie untuk bisa menarik simpati Yang Mulia Raja. Buat Yang Mulia Raja berpaling dari permaisurinya, jadikan ia takluk dan bertekuk lutut di bawah pesona Joongie. Incar posisi sebagai selir dan pengaruhi Yang Mulia Raja untuk selalu menuruti apapun perkataan Joongie.

Dengan menjadi seorang selir, Joongie akan lebih leluasa menghancurkan permaisuri yang tak lain adalah putri bungsu Perdana Menteri Go. Ambil simpati Yang Mulia Raja, Yang Mulia Ibu Suri, hingga seluruh penghuni istana, juga rakyat. Joongie juga harus mengumpulkan bukti mengenai keterlibatan Perdana Menteri Go atas fitnah yang menimpa keluarga kita, dan membersihkan nama keluarga kita dalam catatan sejarah kerajaan.

Joongie masih ingat dengan hal-hal yang pernah Eomma ajarkan, ne? Jerat Yang Mulia Raja dengan kemampuan Joongie memainkan seruling dan suara indah Joongie. Pikat Yang Mulia Raja dengan kemampuan memasak Joongie. Joongie harus melaksanakan ini semua sebaik mungkin demi kehormatan dan nama baik keluarga kita. Eomma percaya, Joongie mampu mengemban tugas ini dengan baik.

Galilah tanah di bawah ranjang yang Joongie tempati. Di sana Eomma menyimpan beberapa barang berharga yang mungkin bisa Joongie gunakan untuk membantu menjalankan misi Joongie. Ingat, nama baik keluarga kita ada di tangan Joongie, sebagai satu-satunya penerus yang akan meluruskan sejarah, sebagai satu-satunya keturunan Park yang tersisa, meski marga Joongie yang sekarang adalah Kim. Darah keluarga Park yang telah tertumpah, harus dibalas dengan darah keluarga Go dan antek-anteknya. Ingatlah akan hal itu baik-baik, Anakku!

Eomma yang mencintaimu,

Kim Young Woon.

ooo 000 ooo

Remaja cantik pemilik nama lengkap Kim Jaejoong itu memandangi benda-benda di tangannya dengan kening mengernyit. Jaejoong yang langsung menggali tanah di bawah ranjangnya setelah selesai membaca surat peninggalan sang ibu terheran-heran dengan apa yang ia temukan. Buku-buku tebal mengenai kerajaan dan seluk beluknya yang juga membahas mengenai strategi perang, beberapa buku berisikan resep masak rahasia dapur istana, sebuah seruling beronce benang merah yang juga berfungsi sebagai sebuah sumpit untuk menyumpit burung, dan beberapa stel hanbok berwarna cerah dengan sulaman benang emas yang diyakininya milik seorang perempuan. Tak ingin berpikir terlalu jauh dikarenakan keterkejutannya demi mengetahui latar belakang kehidupannya, Jaejoong memutuskan untuk merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Dengan beralaskan kedua tangan di bawah kepala, otaknya mulai berputar, menganalisa surat yang telah ia baca, sambil memandangi tumpukan jerami yang menjadi atap rumahnya.

"Ternyata Joongie ini masih merupakan kalangan bangsawan kerajaan, ne? Seandainya saja tidak ada kejadian mengerikan seperti yang Eomma ceritakan. Hemmm, keluarga Go. Mereka yang telah membuat Joongie hidup sebatang kara sejak usia delapan tahun dan harus bekerja keras demi mendapatkan sesuap nasi. Semuanya hanya karena perasaan iri hati dan haus kekuasaan mereka. Ck! Mereka harus membayar semua hutang darah keluarga Joongie yang mereka tumpahkan. Joongie akan membuat mereka menyesal untuk bernapas dan memilih kematian sebagai pilihan terbaik. Joongie bersumpah untuk membalas dendam kepada mereka semua yang telah menghancurkan keluarga Joongie!" Doe eyesyang biasanya berbinar ceria itu kini dipenuhi kilatan kemarahan yang tertahan. Tangan kanannya terkepal kuat sehingga buku jarinya memutih. Sudut bibirnya sedikit terangkat, menyunggingkan sebuah senyum sinis.

"Kata Eomma, Joongie harus berusaha menarik simpati Yang Mulia Raja. Ta-tapi, Joongie sendiri belum pernah melihat Yang Mulia Raja, bagaimana Joongie menarik simpatinya? Eomma[17]?" tatapan penuh kebencian yang sebelumnya menyelubungi paras jelita namja remaja itu perlahan memudar, terbenam dalam ekspresi penuh tanya yang ia tunjukkan. Tak lupa bibirnya yang mengerucut lucu, memikirkan jawaban dari pertanyaannya sendiri.

Remaja cantik itu lalu membalikkan posisi tubuhnya hingga akhirnya ia berbaring dengan posisi tengkurap. Jari telunjuk tangan kanannya tampak mengetuk-ngetuk pelipisnya, seolah dengan melakukan hal itu maka sebuah jawaban atau ide akan terlintas di benaknya. Tak berapa lama, jari yang semula asyik mengetuk pelipis itu mulai terkulai, disusul dengkuran halus sang remaja berparas cantik yang sepertinya terlalu lelah untuk berpikir itu. Ia tertidur pulas dengan beragam pemikiran berseliweran di benaknya.

ooo 000 ooo

Di sebelah timur Gunung Bukhasan yang tak jauh dari Istana Changdeok, tepatnya di sebuah hutan kerajaan yang sering dijadikan arena berburu oleh raja maupun tamu-tamu kerajaan, Yang Mulia Raja Yi Yunho yang bergelar Raja Sukjong tampak sedang melepas penat di sebuah paviliun yang dibangun khusus di dalam hutan kerajaan tersebut. Paviliun berbahan utama kayu bercat merah dengan model atap saling bersusun itu memiliki ukuran yang cukup luas dan dikelilingi oleh kolam teratai di empat penjuru, hingga membuatnya tampak terapung.

Yang Mulia Raja yang saat itu ditemani oleh kepala pengawal kepercayaannya yang bernama Kim Junsu menyerahkan busur panah yang ia gunakan untuk berburu rusa kepada salah satu pengawal, lalu mendudukkan dirinya di pendapa, menikmati angin semilir yang bertiup seiring menanjaknya kedudukan matahari. Pandangannya berkeliling, menatap sekitar lima puluh prajurit pilihan beserta sepuluh punggawa yang menemaninya, yang tampak berjaga-jaga. Ia sedikit menganggukkan kepala, pertanda puas dengan kewaspadaan pasukannya.

Yang Mulia Raja Yi Yunho yang memiliki raut wajah berukuran kecil namun memiliki rahang yang tegas itu sedikit memiringkan kepala sambil menatap Kepala Pengawal Kim. Isyarat tersamar bahwa ia menginginkan sang kepala pengawal untuk duduk di sampingnya seraya menemaninya untuk minum teh hijau yang telah disediakan beberapa dayang istana yang turut serta dalam rombongan berburu. Kim Junsu, sang kepala pengawal yang paham maksud Yang Mulia Raja membungkukkan tubuh, lalu duduk tepat di sisi kiri Yang Mulia Raja. Mereka berdua menikmati jamuan teh sembari menikmati alunan dawai-dawai gayageum[18] yang dimainkan seorang pemusik istana.

"Kau sudah mendapatkan kabar tentang rencana penyerangan yang akan dilakukan oleh pasukan Ming, Kepala Pengawal Kim?" tanya Yang Mulia Raja sembari menyesap teh hijaunya. Ditatapnya kedua bola mata kepala pengawalnya itu dalam-dalam.

"Saya belum mendapatkan kabar lagi dari beberapa telik sandi yang telah saya sebar, Yang Mulia. Namun pasukan kita tetap bersiaga penuh di setiap wilayah perbatasan sambil mengawasi sekecil apa pun pergerakan pihak musuh," jawab Kim Junsu dengan hormat. Yang Mulia Raja menganggukkan kepalanya lalu kembali mempersilakan Kepala Pengawal Kim untuk menikmati jamuan teh mereka. Mereka menikmati jamuan yang disediakan sambil berbincang ringan mengenai tugas kenegaraan. Tak berapa lama, seorang dayang kembali datang membawa meja persegi berkaki rendah yang di atasnya terdapat sebuah guci arak dan sebuah cawan keramik yang berisikan beberapa tetes darah dari tanduk rusa betina yang berhasil dipanah oleh Yang Mulia Raja. Sang dayang menuangkan arak ke dalam cawan berisi darah tanduk rusa itu sehingga penuh, lalu dengan sikap hormat menyerahkan cawan tersebut kepada sang raja.

Sang raja mengulurkan tangannya, menerima cawan yang diberikan oleh sang dayang. Begitu cawan berpindah tangan, sang raja segera meneguk cairan di dalamnya hingga tandas, lalu kembali menyerahkan cawan yang telah kosong kepada sang dayang. Tak lama sang dayang beranjak pergi meninggalkan tempat itu sambil membawa meja dan guci serta cawan yang sudah kosong. Untuk selanjutnya, tak ada lagi pembicaraan terdengar di antara mereka. Bahkan alunan gayageum sudah ikut berhenti.

Sebuah suara seruling yang sangat merdu tiba-tiba memecah kesunyian yang membekap paviliun itu. Seluruh prajurit dan punggawa tampak bersiaga sambil menarik gagang pedang masing-masing dari warangkanya. Bahkan Kepala Pengawal Kim ikut berdiri sambil mengedarkan pandangannya, berusaha mencari sumber suara. Yang Mulia Raja juga turut memicingkan mata dan menajamkan pendengarannya, memastikan asal suara seruling yang mengalunkan nada-nada yang begitu merdu tersebut.

"Perintahkan dua punggawa serta beberapa prajurit pilihan untuk mencari tahu siapa peniup seruling itu, Kepala Pengawal Kim! Bawa ia ke hadapanku!" perintah Yang Mulia Raja. Kim Junsu membungkukkan tubuhnya.

"Saya laksanakan, Yang Mulia!"

Kepala pengawal berwajah manis itu kemudian melangkahkan kaki keluar dari paviliun sambil menenteng pedangnya yang bergagang kepala naga dan mendekati para prajurit yang sedang bersiaga. Ia lalu memerintahkan dua orang punggawa dan beberapa prajurit pilihannya untuk mencari sang peniup seruling dan membawanya ke hadapan Yang Mulia Raja. Setelah memberi hormat, para prajurit terpilih dengan dipimpin dua punggawa yang sudah terlatih itu langsung menuju kuda masing-masing yang merumput tak jauh dari paviliun. Dengan sekali lompatan, para prajurit dan punggawa pilihan itu telah duduk di punggung kuda masing-masing. Setelah mendapat perintah selanjutnya, mereka segera menarik tali kekang kuda masing-masing dan menghelanya dengan formasi berpencar. Menjalankan perintah yang telah diberikan.

ooo 000 ooo

Tanpa membutuhkan waktu lama, para prajurit dan punggawa yang diperintahkan untuk mencari sang peniup seruling telah kembali ke paviliun. Di atas punggung kuda seorang punggawa berwajah tampan namun berkesan dingin dengan kumis tipis di atas bibirnya, tampak seorang remaja cantik mengenakanhanbok berwarna merah muda pudar. Raut wajahnya menampakkan ketakutan berbalut keheranan menyaksikan orang-orang yang belum pernah ia lihat seumur hidupnya. Tangan kanannya yang memegang seruling beronce benang emas tampak menggenggam erat.

Sang punggawa melompat turun dari kudanya dengan satu lompatan indah. Ia kemudian berdiri di sisi kudanya sambil mengulurkan tangan kepada remaja cantik yang terlihat ragu menyambutnya. Tak ingin membuang waktu, sang punggawa langsung menyentak tangan berkulit pucat si remaja cantik dan menariknya dari kuda hingga menimbulkan pekikan kesakitan sekaligus kekagetan dari sang pemilik paras menawan itu. Remaja cantik yang tak lain adalah Kim Jaejoong itu sedikit terhuyung ketika kakinya menapak tanah karena sentakan yang begitu tiba-tiba. Bibirnya mulai mengerucut, pertanda ia sedang kesal. Diurutnya pergelangan tangan kirinya yang sedikit memerah.

Sang punggawa tampak tak peduli. Ia membungkukkan tubuhnya memberi hormat ketika melihat Yang Mulia Raja beserta Kepala Pengawal Kim yang berdiri tegap di depan paviliun, berjarak sekitar sepuluh langkah dari mereka. Diliriknya si remaja cantik yang tampak asyik mengurut pergelangan tangan kirinya.

"Gadis kecil, kau sungguh tak tahu tata krama dan sopan santun! Kenapa kau tidak memberi hormat kepada Yang Mulia?" hardik sang punggawa kepada remaja cantik yang hanya diam saja di samping kudanya itu.

"Siapa yang Ahjussi sebut sebagai gadis kecil? Joongie ini namja! Namja! Ahjussi sama saja seperti yang lain, selalu mengira Joongie ini yeoja. Dan apa maksud Ahjussi dengan Yang Mulia?" cerocos si cantik itu tanpa sadar situasi. Wajah sang punggawa tampak memerah karena menahan murka. Di belakangnya, berpuluh prajurit menyimpan kemurkaan serupa. Memangnya hidup dimana remaja cantik yang mengaku namja itu selama ini sehingga ia tidak mengetahui dengan siapa ia berhadapan?

"K-kau?! Lancang sekali!"

Sring!

Sang punggawa itu langsung mencabut pedang peraknya dan menempelkannya di leher Kim Jaejoong yang membelalakkan matanya selebar-lebarnya. Hawa dingin yang berasal dari pedang yang sangat tajam itu membuat nyali si namja cantik langsung mengkeret. Tiba-tiba ia merasa kesulitan untuk sekedar menelan ludah. Tubuh kecilnya juga terlihat bergetar hebat. Perlahan ia menutup matanya, memasrahkan diri bila nyawanya harus berakhir di ujung pedang seorang lelaki yang sama sekali tidak dikenalnya.

"Hentikan, Punggawa! Sarungkan kembali pedangmu!" sebuah suara berat penuh wibawa mengintrupsi sang punggawa yang sedikit lagi berhasil memisahkan kepala si namja cantik dari tubuhnya. Suara yang ternyata berasal dari Yang Mulia Raja tersebut membuat sang punggawa dengan hati setengah tak rela memasukkan kembali pedangnya ke dalam warangka. Ia membungkukkan tubuhnya ketika Raja Joseon itu menghampirinya, bersama Kepala Pengawal Kim yang selalu setia di sisinya.

Yang Mulia Raja yang bergelar Raja Sukjong itu berdiri tepat di depan remaja yang selalu menyebut dirinya Joongie yang saat ini masih memejamkan mata. Dalam hati ia menilai sosok remaja itu. Parasnya rupawan, bahkan terlalu cantik untuk ukuran seorangnamja. Jika tak mendengar sendiri dari bibir remaja itu yang mengatakan bahwa ia namja, maka Yang Mulia Raja juga beranggapan kalau sosok di hadapannya itu adalah seorang yeoja, sama seperti perkiraan punggawanya.

Garis yang membentuk hidung, bibir dan dagu remaja itu begitu indah. Kelopak matanya yang tertutup membentuk bulan sabit dibingkai bulu mata yang panjang, lentik dan juga lebat. Rambut hitam yang lurus sepinggang dengan beberapa helai anak rambut yang meriap dipermainkan angin menambah keindahan parasnya. Dan bibir semerah cherry yang saat ini sedang mengatup rapat itu melengkapi keindahan parasnya.

Glek!

Yang Mulia Raja menelan ludahnya dengan tetap mempertahankan ekspresi datarnya. Dalam hati ia memuji kecantikan paras remaja itu. Sebuah perasaan yang sukar dijabarkan mendadak menyusup di sudut hatinya, menimbulkan getaran dan debaran yang begitu indah. Matanya seakan tak ingin berkedip demi menikmati keindahan paras remaja cantik itu.

"Jadi namamu Joongie, hemmm? Kau jugakah yang telah meniup seruling dengan nada semerdu itu?" tanya Yang Mulia Raja setelah berhasil meredam letupan-letupan kecil di jantungnya. Kelopak mata yang sejak tadi menutup perlahan-lahan terbuka.

Deg!

Lagi-lagi Yang Mulia Raja harus menelan ludahnya ketika sepasang bola matanya beradu dengan doe eyes yang berkilau di depannya. Sepasang bola mata yang begitu indah, batinnya. Sang pemilik bola mata indah itu meraba lehernya, lalu mengerjapkan bola matanya. Ia kemudian menganggukkan kepalanya ketika teringat pada pertanyaan lelaki dewasa berwajah kecil yang mengenakan pakaian layaknya bangsawan itu.

"Ne. Nama Joongie yang sebenarnya adalah Kim Jaejoong. Tapi sejak kecil Eomma memanggil Joongie dengan panggilan Joongie, jadi sudah menjadi kebiasaan. Ahjussi sendiri siapa? Kenapa Ahjussiberwajah dingin yang nyaris membunuh Joongie tadi meminta Joongie memberi hormat pada Ahjussi?" tanya Joongie dengan raut wajah bingung, sambil melirik takut dengan ekor matanya, memandang sang punggawa yang ia maksud. Pertanyaan polosnya tak pelak membuat Yang Mulia Raja yang selalu berpenampilan dingin dan irit bicara itu menyunggingkan senyum tipisnya.

"Namaku Yi Yunho. Dan mereka menggelarku Raja Sukjong, " sahut Yang Mulia Raja, dengan nada begitu tenang. Namun jawaban singkatnya spontan membuat si namja cantik jatuh berlutut dengan tubuh gemetar kian hebat.

"Ampuni kelancangan Joongie, Yang Mulia Raja. Joongie sungguh tidak mengetahui kalau Yang Mulia adalah Raja Agung yang memimpin kerajaan ini. Joongie hanya tahu nama Yang Mulia saja, tapi Joongie tidak pernah mengetahui raut wajah Yang Mulia. Joongie mohon, jangan hukum Joongie," ratap si namja berparas jelita sambil membungkukkan tubuh dalam-dalam. Suaranya yang memelas terdengar bergetar. Namun tak seorang pun melihat seringai yang tersungging di bibirnya yang sedang tertunduk.

"Bangunlah!" Yang Mulia Raja sedikit merendahkan tubuhnya dan memegang kedua pundak remaja berusia lima belas tahun itu, memintanya untuk berdiri. Dengan tubuh masih gemetar, Jaejoong berdiri, namun masih tetap menundukkan wajahnya. Dua baris cairan bening tampak bergulir menuruni sudut pipinya yang terlihat begitu ketakutan. Raja Sukjong mengulurkan tangan kanannya, dan dengan ibu jarinya, disekanya airmata remaja itu.

"Ampuni Joongie, Yang Mulia. Joongie sungguh tidak bermaksud lancang," lagi-lagi ratapan itu terdengar, disusul suara isak kecil yang menjelma tangisan. Yang Mulia Raja yang kebingungan menghentikan tangisan remaja itu akhirnya membawa tubuh remaja itu ke pelukannya. Tangan kanannya menepuk pundak remaja itu dengan lembut, seakan berusaha menyalurkan ketenangan untuk jiwanya yang sedang terguncang.

"Kalau kau tidak menghentikan tangismu, maka aku pasti akan menghukummu!" bisik Yang Mulia Raja di telinga remaja itu. Tak ada sekelipan mata, tangis remaja cantik itu berhenti. Bahkan isaknya sama sekali tak terdengar.

"Jebal[19], jangan hukum Joongie. Joongie sudah tidak menangis lagi, Yang Mulia," mata besar itu terlihat berpijar. Kepala Pengawal Kim yang berdiri di sisi kanan sang raja tampak membisikkan sesuatu di telinga penguasa negeri berwajah tampan itu yang disambut dengan anggukan kecil.

"Kau tidak akan dihukum. Sebaliknya, kau harus memainkan sebuah lagu dengan serulingmu itu karena telah mengusik waktu istirahatku," titah Yang Mulia Raja sambil membalikkan tubuhnya dan melangkah masuk kembali ke paviliun di susul Kepala Pengawal Kim. Meninggalkan si remaja cantik yang lagi-lagi dibuat terkejut.

Jaejoong mengedarkan pandangannya berkeliling, mencari tempat untuk duduk dan memainkan serulingnya. Dipicingkannya matanya, berusaha melawan matahari yang semakin memancarkan panasnya di hari yang telah beranjak siang itu.

"Apa kau mau gosong terpanggang matahari? Kemarilah, mainkan serulingmu di pendapa ini!" teriak Kepala Pengawal Kim dari dalam paviliun. Si remaja cantik tak menunggu perintah dua kali, ia lalu melangkahkan kaki lebar-lebar menuju pendapa. Ia membungkukkan tubuh memberi hormat kepada raja dan kepala pengawal sebelum mendudukkan dirinya di salah satu sudut beranda ber-ornamen kayu itu. Didekatkannya seruling bambunya di ujung bibir, lalu tangannya mulai bergerak lincah di atas lubang-lubang nada. Menghadirkan irama nan indah yang mampu membuai semua yang berada di tempat itu.

ooo 000 ooo

"… jadi begitu ceritanya, Yang Mulia," tutur Jaejoong setelah selesai menceritakan dari mana ia memperoleh kemampuan memainkan seruling. Tentu saja semua ceritanya hanyalah karangannya semata. Namun, caranya menuturkan cerita dengan tingkahnya yang lucu membuat Yang Mulia Raja menjadi terkesan.

Si remaja cantik yang aslinya memang periang juga peramah itu tak hanya membuat sang raja yang terkesan. Ia juga berhasil menarik perhatian Kepala Pengawal Kim yang sesekali tertawa lepas mendengarkan ceritanya. Bahkan beberapa prajurit dan dayang istana yang berada tak jauh dari mereka tampak menyunggingkan senyum mendengar celotehan remaja itu. Setelah selesai memainkan serulingnya, Yang Mulia Raja memang meminta remaja itu untuk menceritakan mengenai kemampuannya yang luar biasa.

"Kau sungguh mengagumkan, Joongie," puji Yang Mulia Raja dengan tulus. Pipi remaja cantik yang berkulit seputih susu itu tampak merona mendengar pujian tersebut.

"Yang Mulia jangan memuji Joongie seperti itu. Joongie malu," rajuknya sambil menundukkan wajah dan memainkan ujung dari simpul jaegori-nya. Ucapannya itu lagi-lagi membuat sang raja tersenyum lebar.

"Eh, hari sudah semakin siang. Bolehkah Joongie pamit pulang, Yang Mulia? Joongie takut terlalu sore tiba di rumah," tanya Jaejoong sambil mengerjapkan matanya.

"Di mana rumahmu?"

"Joongie tinggal di desa yang terletak di sebelah barat gunung Bukhasan ini, Yang Mulia," jawab remaja cantik itu. Bola mata sang raja dan Kepala Pengawal Kim membulat mendengar jawabannya.

"Lalu bagaimana caranya kau sampai ke sini? Bukankah perjalanan dari sini ke desa tempatmu tinggal bisa memakan waktu seharian berkuda?" tanya Kepala Pengawal Kim setengah tak percaya.

"Mollayo[20]. Joongie tidak pernah melakukan perjalanan dari rumah Joongie ke sini dengan menunggang kuda. Joongie tidak punya kuda. Joongie melewati jalan pintas yang pernah ditunjukkan oleh seorang perambah hutan yang menjadi teman Joongie, Kim Ahjussi," jelas Jaejoong. Kepala Pengawal Kim tampak berpikir sejenak, kemudian ia menganggukkan kepalanya.

"Aku akan meminta salah seorang prajurit untuk mengantarkanmu pulang, Joongie. Kau tunjukkan saja jalan menuju rumahmu padanya," putus Yang Mulia Raja. Jaejoong cepat-cepat menggelengkan kepalanya.

"Jangan, Yang Mulia! Joongie berjalan kaki saja. Joongie sudah biasa kemana-mana berjalan kaki. Itu menyehatkan. Joongie hanya memiliki satu permintaan, itu juga kalau Yang Mulia mengabulkan. Tapi sebelumnya Joongie minta maaf karena telah lancang meminta sesuatu," pinta remaja cantik itu.

" Katakan, apa yang kau inginkan?" tanya sang raja.

"Begini, Yang Mulia. Saat Joongie ke sini, Joongie melewati sebuah gerbang. Di sepanjang sudut gerbang itu banyak sekali tanaman kangkung yang menjalar. Bolehkah Joongie memintanya untuk makanan kelinci-kelinci Joongie?" tanya remaja cantik itu, polos. Sang raja nyaris tak mempercayai pendengarannya. Kangkung?

"Kau boleh mengambil berapa banyak kangkung yang kau butuhkan, Joongie. Tapi besok kau harus kembali menemuiku di sini. Aku benar-benar akan menghukummu kalau kau berani tak menampakkan batang hidungmu besok," perintah sang raja disertai ancaman. Jaejoong membungkukkan tubuhnya, memberi hormat.

"Terima kasih, Yang Mulia. Joongie janji, besok Joongie akan datang lagi," jawab remaja itu seraya memamerkan senyum indahnya. Ia perlahan berdiri dan menyimpan serulingnya di balik pakaiannya, lalu memundurkan langkahnya dan kembali membungkukkan tubuh sebelum berbalik dan melangkahkan kakinya keluar paviliun. Ia juga menyempatkan diri berpamitan kepada para prajurit yang ia temui. Termasuk punggawa yang nyaris membuatnya tinggal nama. Setelah berjalan beberapa tombak, dan sampai di pintu gerbang keluar hutan kerajaan, ia membalikkan tubuh dan melambai-lambaikan tangannya. Tak lama, ia kembali melanjutkan perjalanan hingga bayangan tubuhnya mulai tertelan lebatnya pepohonan.

 
 

Bersambung…

 
  

Catatan:

1. Hanbok: Pakaian tradisional masyarakat Korea.

2. Jeogori: Bagian atas dari hanbok (baju).

3. Baji: Bagian bawah dari hanbok (celana).

4. Mugunghwa: Hibiscus syriacus, bunga nasional Korea, warnanya putih, merah jambu dan ungu. Bentuknya seperti vas dan cabang-cabangnya bisa mencapai tinggi 2-4 m, mirip seperti bunga kembang sepatu.

5. Beoseon: Kaus kaki.

6. Jipsin: Sejenis sepatu tradisional Korea yang terbuat dari bahan jerami. Akan tetapi sepatu dari bahan kain/rami juga disebut jipsin.

7. Paerangi: Topi dari bambu yang biasanya digunakan oleh rakyat biasa.

8. Ahjussi: Paman (sebutan untuk lelaki yang lebih tua yang tidak memiliki hubungan darah).

9. Satgat: Topi berbentuk kerucut yang terbuat dari jerami yang biasanya digunakan oleh petani/biksu.

10. Namja: Laki-laki.

11. Yeoja: Perempuan.

12. Ahjumma: Bibi (sebutan untuk wanita yang lebih tua yang tidak memiliki hubungan darah).

13. Eomma: Ibu.

14. Ne: Ya.

15. Appa: Ayah.

16. Nde: Ya.

17. Eotteokhae: Bagaimana.

18. Gayageum: Alat musik petik tradisional Korea yang berupa kecapi dengan 12 senar.

19. Jebal: Tolong.

20.Mollayo: Tidak tahu/Tidak mengerti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar