Rabu, 15 April 2015

The Great Revenge chap 4B

berapa adegan penyiksaan, karakter para tokoh yang tidak sesuai kepribadian aslinya pastinya dan banyak lagi yang lainnya.

Cast:

- Kim Jaejoong as Kim Jaejoong/Selir Hwan (15 tahun)

- Jung Yunho as Raja Yi Yunho/Raja Sukjong (30 tahun)

- Kim Junsu as Kepala Pengawal Kim (28 tahun)

- Go Ahra as Permaisuri Yi Ahra (30 tahun)

- Shim Changmin as Putera Mahkota Yi Changmin (15 tahun)

- Park Yoochun akan muncul di chapter yang kesekian, jadi umur dan perannya juga belum Puan tentukan, hehehe.

The Great Revenge
By
Puan Hujan.

Chapter 6




Setibanya di luar ruangan makan keluarga kerajaan, Jaejoong dan rombongan Dayang Istana Han memutuskan untuk berpisah jalan. Apabila Dayang Istana Han dan rombongannya kembali ke Dapur Istana menggunakan jalur yang sama seperti kedatangan mereka, maka Jaejoong kembali ke ruangannya menggunakan jalan pintas yang lebih cepat, yakni menggunakan jalur dalam, sehingga ia tak perlu memutar langkah lebih jauh. Namun sebelum itu, remaja berparas cantik itu tak lupa memberikan ucapan terima kasih kepada Dayang Istana Han beserta rombongannya yang telah membantunya.

Jaejoong berjalan cepat melewati lorong panjang di sisi kiri bangunan utama kerajaan, dengan senyum lebar yang menghiasi paras indahnya. Meski sesungguhnya ia ingin sedikit berlama-lama menyaksikan kelopak-kelopak sakura yang mulai berjatuhan, namun ia tak melakukannya. Banyak hal yang masih harus ia lakukan sehubungan dengan penobatannya sebagai selir keesokan harinya. Namun baru beberapa langkah remaja yang pandai memainkan seruling itu melangkah, tiba-tiba ia menghentikan ayunan kedua kakinya. Kedua bola matanya menatap lurus ke arah salah satu paviliun yang berada tak jauh darinya. Seorang namja tampak sedang melatih jurus-jurus pedangnya dengan gerakan-gerakan yang memukau di halaman depan paviliun itu. Dengan kaki kiri yang menumpu di lantai dan tubuh yang sedikit dicondongkan ke depan serta kaki kanan yang ditarik ke belakang, namja itu memainkan pedangnya dengan sangat lihai, sehingga mampu menciptakan pusaran angin yang bergulung-gulung di ujung senjata bergagang kepala naga tersebut. Daun-daun kering yang menumpuk di lantai batu langsung beterbangan terkena sapuan angin yang dihasilkan oleh tiap gerakannya. Seulas senyum tercetak di wajah cantik Jaejoong tatkala mengenali sosok namja itu.

"Kim Ahjussi!" sapa Jaejoong dengan nada riang kepada sosok tubuh yang ternyata memang Kepala Pengawal Kim itu. Ia segera bergegas menemui sang Kepala Pengawal berwajah manis yang sangat baik padanya itu.

Kepala Pengawal Kim yang saat itu sedang memusatkan perhatiannya pada jurus pedang yang dilatihnya segera memalingkan wajahnya ke arah samping begitu mendengar sebuah suara yang sangat ia kenal memasuki gendang telinganya. Sang kepala pengawal berwajah manis itu tersenyum ketika melihat Jaejoong yang sudah berdiri di dekatnya. Ia menghentikan latihannya, lalu memasukkan kembali pedangnya ke dalam warangka. Dengan punggung tangan, disekanya peluh yang bercucuran membasahi wajah dan lehernya.

"Kebetulan sekali bertemu Ahjussi di sini," sambung Jaejoong, sambil menghadiahkan senyum manisnya kepada Kepala Pengawal Kim. Ia bahkan terkikik geli dan langsung menutup mulutnya dengan punggung tangan ketika mendapati kelopak-kelopak bunga sakura yang mulai berjatuhan hampir memenuhi kepala Kepala Pengawal Kim, menutupi gat yang dikenakannya.

"Kau memang sengaja mencariku?" tanya Kepala Pengawal Kim sambil mendudukkan dirinya di salah satu dinding paviliun yang sengaja dibuat rendah. Ia duduk dengan kedua belah kaki menapak lantai paviliun. Ia sedikit menggeser duduknya, mempersilahkan calon selir itu untuk duduk di sampingnya. Kepala Pengawal Kim juga melepaskan gat yang ia pakai, lalu membersihkannya dari kelopak-kelopak bunga yang menempel di atas penutup kepalanya itu. Tak lama ia kembali menggunakan topi itu di atas kepalanya.

"Ne, Ahjussi. Joongie membutuhkan pertolongan Ahjussi," jawab Jaejoong diikuti anggukan kepalanya. Remaja cantik itu ikut mendudukkan diri di samping Kepala Pengawal Kim.

"Katakan, apa yang bisa kulakukan untukmu?" tanya Kepala Pengawal Kim sambil menatap lurus ke arah bola mata remaja cantik itu.

Jaejoong mengeluarkan dua buah selonsong bambu berukuran sebesar ibu jari dengan panjang satu setengah jengkal dari ujung lengan jeogori-nya. Kedua selonsong tersebut dililit oleh sebuah pita dengan warna berbeda. "Tolong berikan selonsong bambu ini untuk Jang Ahjussi dan Tabib Lee di desa. Yang berpita merah untuk Jang Ahjussi, dan yang berpita hijau untuk Tabib Lee. Di dalamnya ada surat Joongie untuk mereka. Besok adalah hari penobatan Joongie sebagai selir, dan itu artinya mulai besok Joongie berada dalam lindungan tangan yang aman. Joongie ingin agar mereka yang sudah Joongie anggap seperti keluarga sendiri tidak lagi terlalu mengkhawatirkan keadaan Joongie, Ahjussi," jelas remaja itu. Kepala Pengawal Kim menerima kedua selongsong bambu itu, lalu menyimpannya di balik lipatan bajunya.

"Aku pasti akan menyampaikan surat ini kepada mereka. Namun sebelumnya aku harus memberi tahu Yang Mulia Raja, sekaligus meminta ijin darinya," jawab Kepala Pengawal Kim. "Ada lagi yang harus kukerjakan?"

"Tidak, Joongie hanya meminta tolong agar Ahjussi mengantarkan surat itu saja. Terima kasih sebelumnya, Ahjussi. Maafkan Joongie yang selalu saja merepotkan Ahjussi."

"Hahaha. Aku sama sekali tidak merasa direpotkan, Joongie. Membantumu merupakan salah satu kewajibanku. Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu menemui Yang Mulia Raja," pamit Kepala Pengawal Kim sambil bergegas berdiri dan menenteng pedangnya. Jaejoong turut berdiri sambil mengangguk dan sedikit membungkukkan tubuhnya. Ia terus memandangi punggung Kepala Pengawal Kim hingga bayangannya menghilang di ujung jalan. Setelah itu ia kembali melanjutkan perjalanan menuju kamarnya dengan sedikit tergesa.

ooo 000 ooo

Senja pada akhirnya berganti malam. Matahari yang sepanjang siang telah membagi cahayanya yang terik di atas langit Kerajaan Joseon, kini digantikan oleh cahaya bulan yang bersinar lembut. Di pemandian khusus yang dibangun di dalam ruangan pribadi Jaejoong, tampak dua orang dayang yang selama ini bertugas untuk melayani segala keperluan remaja berparas cantik itu sedang mengisi sebuah bak mandi bulat dari kayu bersusun rapat yang lebarnya berukuran kira-kira tiga pelukan orang dewasa dengan taburan aneka kelopak bunga. Selain kelopak bebungaan yang didominasi oleh bunga mawar merah dan putih, kedua dayang itu juga memasukkan beberapa jenis rempah-rempah dan dedaunan beraroma lembut sekaligus menenangkan ke dalam bak mandi setinggi lutut yang lebih dari separuhnya telah diisi air yang berasal dari tujuh sumber mata air itu.

Tak berapa lama, terlihat pintu pemandian yang bergeser, menghadirkan sosok Jaejoong dalam balutan jubah mandinya yang berwarna putih. Remaja cantik itu segera melangkahkan kedua kakinya yang tidak menggunakan alas kaki mendekati bak mandi yang telah disediakan untuknya. Dayang Choi dan Dayang Kwan yang memang diperintahkan oleh Yang Mulia Raja untuk mendampingi Jaejoong sejak remaja berusia lima belas tahun itu menginjakkan kaki untuk yang pertama kalinya ke dalam istana, membungkukkan tubuh mereka. Kedua dayang berusia muda itu lalu membalikkan tubuh mereka, memunggungi Jaejoong, ketika remaja cantik itu mulai melepaskan jubah mandinya. Jaejoong lalu memasukkan sebelah kakinya ke dalam bak kayu, disusul kaki yang satunya lagi. Sang calon selir itu kemudian merendahkan posisi tubuhnya sebatas leher setelah berada di dalam bak mandi yang dipenuhi aneka bunga itu, merendam dirinya mengikuti salah satu ritual pembersihan diri sebelum penobatannya sebagai seorang selir keesokan harinya.

Setelah menghabiskan waktu kira-kira sepeminuman teh untuk berendam, Jaejoong menegakkan tubuhnya, sehingga dadanya yang berwarna seputih susu terpampang jelas. Dayang Choi dan Dayang Kwan segera menghampiri remaja berparas cantik itu dan berdiri di dua sisi yang berbeda, Dayang Choi di sebelah kiri, dan Dayang Kwan di sebelah kanan.

"Kemarikan tangan Anda, Tuan Muda," pinta Dayang Kwan. Jaejoong mengulurkan kedua tangannya sambil duduk bersandar di pinggiran bak. Dayang Kwan dan Dayang Choi masing-masing meraih lengan Jaejoong, lalu melakukan pijatan-pijatan lembut di sana. Tak lama Dayang Choi beralih ke bagian punggung namja cantik itu. Ia kembali memberikan pijatan lembut di punggung Jaejoong yang mulus tanpa cacat untuk mengurangi ketegangan yang menghinggapi remaja berparas menawan itu. Setelah itu ia membantu menggosok punggung Jaejoong dengan kain lembut, sementara Dayang Kwan menata kuku-kuku di jemari lentik remaja itu.

Setelah selesai menata kuku-kuku Jaejoong yang indah, Dayang Kwan meminta Jaejoong mengangkat kaki kanannya. Ia memasukkan sebuah meja kecil ke dalam bak mandi, lalu meletakkannya di ujung kaki Jaejoong. Jaejoong mengangkat kaki kanannya, meletakkan tumitnya di atas permukaan meja kecil itu, membiarkan Dayang Kwan melakukan pijatan lembut di telapak kakinya. Sementara Dayang Kwan berkutat dengan kaki remaja cantik itu, Dayang Choi yang telah selesai menggosok punggung Jaejoong mulai membersihkan rambut remaja itu yang hitam legam sepinggang. Ia membasuh puncak kepala Jaejoong dengan campuran aneka bunga yang memiliki aroma sangat harum, lalu menuangkan sejenis cairan berwarna hijau pekat yang mengandung aroma lembut di atas helaian rambut remaja cantik itus. Dengan telaten ia membersihkan surai indah itu. Tak ada sedikit pun pembicaraan yang terdengar di antara mereka. Hingga tak berapa lama kemudian, Jaejoong selesai dengan ritualnya dan mulai melangkahkan kakinya keluar dari dalam bak mandi kayu tersebut. Dayang Kwan menghampirinya dari arah belakang, dan memakaikan jubah yang baru pada remaja cantik itu. Rambutnya yang masih basah diselubungi kain agak tebal, lalu dililit dan dibiarkan menyampir melewati pundak kanannya. Setelah itu dengan didampingi kedua dayang tersebut, Jaejoong berjalan pelan menuju tempat tidurnya.

Selain ritual pembersihan diri di dalam air yang diambil dari tujuh sumber mata air bertaburkan kelopak aneka bunga, sesuai tradisi kerajaan Jaejoong juga harus memakan sesuatu di atas pembaringannya sebagai ucapan selamat tinggal untuk masa lajangnya. Jaejoong mendudukkan diri di atas pembaringannya yang dilapisi satin berwarna merah muda, kedua kakinya berjuntai di sisi tempat tidur.

"Ini, silahkan dimakan, Tuan Muda," Dayang Choi menyerahkan sebuah nampan dengan sepiring kue dari beras tumbuk yang dibungkus dengan daun kubis muda. Kue itu berisikan udang kering yang dicincang halus ditambah irisan cabai hijau, bawang bombai, akar bunga teratai dan wortel. Dayang muda itu juga meletakkan seperangkat peralatan minum yang terdiri dari seguci arak beserta empat buah cawan keramik di atas pembaringan, tepat di sisi kanan Jaejoong. Jaejoong mengambil sumpit, lalu mulai memasukkan sepotong kue ke dalam mulutnya. Ia mengunyah dengan gerakan pelan. Setelah itu ia menaburkan remah-remah kue tersebut ke atas pembaringan yang secara simbolis melambangkan ucapan perpisahannya pada kehidupannya sebagai seorang lajang.

Dayang Kwan menuangkan arak ke dalam empat buah cawan yang dibawakan oleh rekannya. Ia lalu menyerahkan masing-masing sebuah cawan kepada Jaejoong dan Dayang Choi, juga untuk dirinya sendiri. Mereka kemudian bersulang. Jaejoong meminum arak di cawannya dalam sekali teguk. Ia lalu mengambil sebuah cawan yang tersisa, lalu memasukkan tangannya ke dalam cawan yang masih terisi penuh. Remaja cantik itu lalu memercikkan air dari cawan itu ke empat penjuru tempat tidurnya.

Setelah selesai menghabiskan kue yang dibawa dayang setianya, Jaejoong turun dari pembaringan lalu melangkahkan kakinya dan duduk di kursi di depan meja hias. Dayang Kwan segera mengambil sebuah sisir bambu dari dalam laci meja hias, lalu menyisir rambut Jaejoong yang sudah kering. Ia melakukan empat sisiran dari atas kepala hingga ujung rambut sebagai bagian dari tradisi, sambil mengucapkan doa di setiap sisirannya.

"Dayang Kwan…," panggil Jaejoong,, memecah keheningan yang tercipta di antara mereka.

"Saya, Tuan Muda. Ada yang hendak Anda tanyakan?" tanya dayang muda itu dengan sikap hormat, seolah mengetahui bahwa ada satu ganjalan di benak remaja cantik itu. Ia bahkan menghentikan kegiatannya menyisir rambut calon selir itu.

"Emmm, itu…. Apa yang kau ketahui tentang upacara penobatan seorang selir?" tanya Jaejoong, sedikit ragu dengan pertanyaannya sendiri. Sebuah senyum melengkung indah menghias paras cantik Dayang Kwan.

"Hanya sebuah upacara sederhana, Tuan Muda. Anda akan dikenalkan kepada beberapa pejabat dan dayang utama serta diberikan sebuah gelar yang dianggap mewakili kepribadian Anda. Tentu saja sebelum itu Anda akan dinikahkan dengan Yang Mulia Raja dengan disaksikan oleh pejabat dan dayang-dayang utama kerajaan. Tidak usah cemas, Tuan Muda. Upacaranya hanya sebentar," jelas Dayang Kwan, berusaha menenangkan Jaejoong. Jaejoong tampak mengangguk-anggukkan kepalanya, tanda memahami penjelasan Dayang Kwan.

Sementara itu, Dayang Choi yang telah selesai mengganti alas pembaringan yang sebelumnya ditaburi remah-remah kue datang menghampiri Jaejoong dan Dayang Kwan sambil membawa sebuah kotak di tangannya. Setibanya di dekat Jaejoong, ia menyerahkan kotak berwarna kuning emas dengan keempat sisi yang berukir indah itu kepada remaja berparas menawan itu.

"Apa ini, Dayang Choi?" tanya Jaejoong tanpa mampu menyembunyikan rasa ingin tahunya.

"Hadiah dari Yang Mulia Raja, Tuan Muda. Bukalah! Yang Mulia berpesan agar Anda mengenakan pakaian yang ada di dalam kotak ini untuk upacara penobatan esok hari," tutur Dayang Choi. Jaejoong segera membuka penutup kotak itu. Sepasang bola matanya yang besar terlihat semakin membesar saat melihat sebuah dangui berwarna merah muda serta seuran chima berwarna scarlet terlipat rapi di dalam kotak itu. Beberapa ornamen yang tidak diketahui Jaejoong apa fungsinya juga tersusun indah di atas pakaian yang terbuat dari sutera terbaik itu. Jaejoong meraba permukaan pakaian itu. Terasa begitu lembut di tangannya.

"Anda pasti akan terlihat sangat cantik saat mengenakannya esok, Tuan Muda. Yang Mulia Raja pandai memilih warna yang akan semakin menonjolkan kecantikan Anda," komentar Dayang Kwan yang tak urung membuat rona merah menjalar di kedua belah pipi remaja itu.

Sang calon selir itu lalu menutup kembali kotak tersebut, dan meminta agar Dayang Choi menyimpannya. Jaejoong sendiri kemudian mengganti jubahnya dengan jubah tidur, lalu kembali menuju pembaringannya. Ia merebahkan kepalanya, dan perlahan mulai memejamkan kedua matanya. Dayang Kwan menurunkan kelambu dari kain tipis yang tergantung di empat sisi tempat tidur, lalu mematikan lilin yang terletak di atas meja. Setelah itu dayang muda tersebut meninggalkan ruangan remaja cantik itu bersama rekannya, Dayang Choi.

Jaejoong yang semula terlihat seperti orang yang telah tertidur, perlahan membuka kedua kelopak matanya, saat langkah-langkah kaki kedua dayang setianya tak lagi terdengar. Ia lalu bergegas turun dari pembaringan dan menyalakan sebatang lilin merah yang berada di atas meja di samping kepala tempat tidurnya. Ia lalu meletakkan lilin itu ke atas sebuah mangkuk keramik dan berjongkok di kaki tempat tidurnya. Tangannya terulur meraih sebuah kotak berukir indah dari kolong pembaringannya. Ia sedikit meniup debu yang agak menebal di atas permukaan kotak tersebut, lalu membuka penutupnya. Dikeluarkannya sebuah selongsong bambu berisikan surat peninggalan dari sang eomma, lalu duduk bersandar di sudut pembaringan dengan kedua kaki ditekuk dan menempel di dada, bertemankan nyala api dari lilin merah yang menghasilkan penerangan temaram.

Namja berparas cantik itu mengeluarkan surat peninggalan sang ibu dari selongsong bambu. Dibacanya kembali surat itu. Tak hanya sekali, tapi berkali-kali. Dan airmata tanpa dipinta merambat turun dari pelupuk matanya, membaca kata demi kata yang ditulis sang eomma. Aroma dendam menguar dari seluruh tubuhnya, membuat tangannya mengepal erat.

"Eomma, selangkah demi selangkah, Joongie berhasil menjalankan tugas yang Eomma berikan. Joongie telah berhasil masuk ke istana, Joongie berhasil membuat Yang Mulia tak mampu berpaling dari Joongie, dan besok Joongie bahkan akan dinobatkan sebagai selir, Eomma. Tinggal sedikit lagi, maka Joongie akan menjalankan tugas Joongie untuk merebut hati Yang Mulia Ibu Suri, merebut hati para pembesar kerajaan sekaligus mengungkap kebobrokan mereka, dan memenangkan hati rakyat. Lalu menghancurkan keluarga Go dan antek-anteknya. Sedikit lagi saja, Eomma. Tapi Joongie akui, langkah yang sedikit itu akan memerlukan perjalanan waktu yang cukup panjang. Bantu Joongie, Eomma," lirih Jaejoong sambil mendekap surat peninggalan sang Ibu di dadanya.

"Eomma, ada banyak hal yang tak Joongie mengerti. Ada apa dengan hati Joongie? Kenapa setiap Joongie berdekatan dengan Yang Mulia, Joongie merasakan sebuah kehangatan yang sulit Joongie ungkapkan dengan kata-kata? Kenapa setiap Yang Mulia memeluk Joongie, Joongie merasa tak rela jika pelukan itu dilepaskan? Kenapa setiap Yang Mulia menatap Joongie, Joongie seolah tersedot dalam satu pusaran bahagia yang menerbangkan ratusan kupu-kupu di perut Joongie? Perasaan apa ini, Eomma?" suara namja cantik itu kian lirih. Tangannya yang semula terkepal juga mulai melemas.

"Saat Yang Mulia mendekap Joongie, Joongie bahkan hampir melupakan rencana balas dendam Joongie. Joongie hampir melupakan kenyataan bahwa ayah dari Yang Mulia Raja adalah tokoh sentral dibalik pemusnahan seluruh keluarga Park. Yang ada, Joongie seolah tak rela untuk memanfaatkan Yang Mulia demi ambisi Joongie membalas dendam. Mengapa bisa begitu? Mengapa perasaan asing ini mengombang-ambingkan Joongie, Eomma? Joongie benci perasaan ini. Joongie benci rasa yang asing ini, sebab membuat pikiran Joongie bercabang. Bantu Joongie memupus perasaan aneh ini, Eomma. Bantu Joongie agar tidak tenggelam dalam rasa yang Joongie tak mengerti hingga menyebabkan Joongie gagal membalas dendam. Joongie harus berhasil membalaskan dendam keluarga kita kan, Eomma? Joongie harus berhasil membersihkan catatan sejarah keluarga kita. Jika perasaan yang tak Joongie ketahui apa namanya ini menjadi penghalang, bantu Joongie menyingkirkannya, Eomma. Bantu Joongie…," Jaejoong menyembunyikan wajahnya di antara kedua kakinya. Menyembunyikan tangisnya di sana. Pertanyaan-pertanyaan seputar perasaannya terhadap penguasa Joseon itu ia tumpahkan dalam tanya pada selembar kertas peninggalan ibunya. Entah mengapa, hatinya seolah berkhianat pada kebulatan tekadnya. Remaja berparas cantik itu mendekap dadanya, seakan berniat untuk meredam rasa sakit atas tekad yang tak lagi sejalan dengan kata hatinya. Membuat ia meringkuk dalam pusaran ragu berurai airmata.

ooo 000 ooo

Lazimnya, sebagaimana tradisi kerajaan yang sudah berlangsung turun-temurun, upacara penobatan seorang selir istana sebagaimana layaknya penobatan seorang ratu haruslah diadakan di halaman Aula Utama istana yang luas. Akan tetapi, atas permintaan khusus dari Yang Mulia Raja Yi Yunho yang ternyata disetujui oleh semua fraksi yang ada di Istana Changdeok, maka penobatan Jaejoong sebagai selir tidak dilaksanakan di halaman Aula Injeong yang merupakan sebuah bangunan di dalam kompleks istana yang beratap tumpang dua yang memiliki landasan dari batu yang juga bertingkat dua sebagaimana tradisi sebelumnya. Persetujuan yang diberikan oleh semua fraksi itu jelas merupakan sebuah tanda tanya besar, mengingat di tahun-tahun awal pemerintahan Raja Sukjong, fraksi Selatan dan Barat yang merupakan fraksi terbesar dalam pemerintahan malah berselisih paham yang berujung percekcokan hebat mengenai hal yang sebenarnya sangat sepele, yakni mengenai periode berkabung untuk Ibunda Yang Mulia Raja yang saat ini menjadi Ibu Suri.

Seperti yang dikatakan oleh Dayang Kwan, upacara penobatan itu sendiri dilakukan dalam prosesi yang sederhana, yang dilangsungkan menjelang senja, bertempat di halaman belakang Istana Changdeok yang dikelilingi paviliun-paviliun kecil dan perbukitan. Yang Mulia Raja sengaja memilih halaman belakang istana sebagai tempat pelaksanaan upacara penobatan, disebabkan karena keindahan panorama di tempat itu. Aneka warna dedaunan maple berpadu dengan semburat merah di kaki langit, menambah indah suasana yang juga ditingkahi guguran dedaunan dan kelopak bunga yang seolah berlomba menapak di lantai batu.

Sebuah meja panjang berbentuk persegi yang dicat merah diletakkan di tengah-tengah halaman sebagai meja upacara. Di atasnya diletakkan bermacam benda yang masing-masing memiliki arti khusus. Ada benang berwarna merah dan biru yang disusun rapi. Lalu ada sebatang lilin, kacang merah, beras, jojoba, kacang kastanya, gotgam, tteok, sepasang burung bangau mahkota merah sebagai simbol keberuntungan dan kesetiaan, serta sepasang bebek yang melambangkan kasih sayang hingga akhir usia. Meja persegi tersebut diapit oleh dua meja kecil lainnya yang berbentuk bulat setinggi pinggang, dengan kaki meja yang diukir sedemikian rupa. Di atas masing-masing meja diletakkan sebuah pasu bunga dari keramik putih yang berukuran besar, berisikan bunga-bunga sakura. Sementara itu, di depan meja panjang diletakkan sebuah meja berkaki rendah yang juga dicat merah. Di atasnya diletakkan peralatan untuk melakukan sembahyang pada arwah leluhur.

Istana Changdeok yang berarti Istana Kebajikan Gemilang awalnya hanyalah berfungsi sebagai villa tempat raja-raja Joseon melepas lelah dan penat dari rutinitas kenegaraan di Istana Gyeongbok yang merupakan istana utama yang terletak di pusat kota Hanyang. Akan tetapi, ketika pada tahun 1592-1598 terjadi invasi Hideyoshi oleh Jepang, maka semua istana di ibukota dihancurkan. Istana Changdeok yang merupakan istana sekunder dan hanya berjarak satu batu dengan istana Gyeongbok dibangun kembali dan akhirnya dijadikan sebagai istana utama, sementara Istana Gyeongbok dibiarkan terlantar begitu saja karena kebakaran hebat yang menghancurkan hampir keseluruhan bangunan vitalnya. Dan karena Istana Changdeok saat ini merupakan pusat pemerintahan, maka cukup banyak pejabat yang menghadiri upacara penobatan Kim Jaejoong sebagai selir. Ada sekitar lima puluh orang pejabat pemerintah yang masing-masing memegang papan pangkat dari gading serta tiga puluh orang dayang istana yang menghadiri acara tersebut. Dilihat dari jubah merah khusus yang dikenakan serta mahkota dua jumbai yang tersemat di ujung konde yang digunakan oleh para pejabat pemerintah itu, bisa dipastikan kalau ke-lima puluh orang tersebut adalah para menteri senior. Begitu pula dengan para dayang istana yang mengenakan hanbok dengan atasan berwarna merah dipadu bawahan berwarna hijau tua. Tak diragukan lagi bahwa ke-tiga puluh dayang istana tersebut adalah dayang yang memiliki kedudukan tinggi di istana.

Jaejoong yang memiliki kecantikan semula jadi terlihat semakin memukau dalam balutan dangui berwarna merah muda yang dipadu seuran chima berwarna scarlet yang diberikan oleh Yang Mulia Raja sehari sebelumnya. Rambutnya yang panjang sepunggung dikepang hingga setengah, lalu digelung ke atas menyerupai sebuah sanggul. Sebuah pita besar berwarna merah menyatukan ikatan rambutnya, tepat di tengah kepala. Helaian rambut yang tersisa dibagi menjadi dua bagian, dan kemudian kembali dikepang dalam bentuk yang lebih kecil lalu digelung melengkung membentuk pola sayap kupu-kupu dengan lubang besar di tengah. Kedua ujung dari pita merah yang menyatukan sanggul utama kemudian ditarik dan dililit ke dalam masing-masing lengkungan berbentuk sayap tersebut, sementara sisanya dibiarkan menjuntai di belakang kepala. Sebuah tusuk konde besar berpola phoenix menjadi penyambung kedua kepangan yang membentuk sayap kupu-kupu. Sebuah ornamen dari emas diletakkan di atas pita merah di bagian kepala. Sementara di atas telinga, dua buah ornamen berbentuk bunga juga dipasangkan. Sebuah hwarot[30] bersulamkan benang emas yang membentuk pola kupu-kupu semakin melengkapi penampilan Jaejoong yang hanya menggunakan riasan bedak sangat tipis tanpa pemerah bibir sama sekali. Meskipun begitu, riasan yang sangat tipis itu ternyata mampu menyembunyikan jejak airmata di wajah cantik sang calor selir itu.

Sementara itu, Yang Mulia Raja Yi Yunho terlihat semakin tampan dalam balutan jungdan[31] berwarna putih dengan keliman biru. Sebagai padanannya, ia mengenakan rok berwarna senada dengan seuran chima yang dikenakan oleh Jaejoong. Sebuah daedae[32] tampak melingkari rok yang beliau gunakan, lalu di atasnya dipasang sebuah hyeokdae[33] yang dipagari batu giok. Sebagai alas kaki, Yang Mulia mengenakan sepasang mal[34] dan seok[35] yang juga serasi dengan yang digunakan oleh calon selirnya. Di atas kepalanya, Yang Mulia Raja mengenakan myeonrugwan[36] berbentuk persegi dengan sembilan manik yang menunjukkan identitas dirinya sebagai seorang Raja. Sebagai pelengkap penampilannya, Yang Mulia Raja mengenakan sebuah gujangbok[37] berwarna merah kehitaman.

Suara tambur bergema di halaman belakang istana, mengiringi langkah seorang petugas upacara yang bergerak maju ke depan untuk memulai prosesi penobatan selir yang baru.

"Berlutut!" seru petugas upacara itu sambil menghadap ke arah para menteri dan dayang istana yang berkumpul di halaman belakang tersebut. Semua yang hadir, kecuali Yang Mulia Raja dan Jaejoong, mengambil posisi berlutut.

"Berikan penghormatan!" serunya sekali lagi. Para pejabat pemerintahan serta dayang istana yang hadir memberikan penghormatan dengan menyembah.

"Bangkit!" semua yang hadir menegakkan tubuh mereka dalam posisi yang masih berlutut. Setelah melakukan tiga kali penghormatan, sang petugas upacara memperkenankan semua yang hadir untuk kembali berdiri.

Sang petugas upacara lalu meminta Yang Mulia Raja dan Jaejoong untuk berdiri berhadapan, dipisahkan oleh meja upacara. Ia lalu meminta kepada mereka berdua untuk memberikan penghormatan satu sama lain. Jaejoong dan Yang Mulia Raja lalu membungkukkan tubuh masing-masing, memberikan penghormatan kepada pasangannya. Seorang dayang muda maju dan menyerahkan dua buah cawan berisi arak kepada Yang Mulia Raja Yi Yunho dan Jaejoong. Setelah masing-masing cawan berada di tangan mereka, Yang Mulia Raja mengulurkan gelasnya ke bibir Jaejoong, sementara Jaejoong mengulurkan gelas di tangannya ke bibir sang Raja. Mereka kemudian saling meminumkan pasangannya hingga arak yang berada di dalam cawan itu tak bersisa. Setelah itu, cawan yang kosong kembali diserahkan pada dayang muda yang tadi membawanya.

Petugas upacara kemudian meminta agar Yang Mulia Raja dan Jaejoong berdiri berjajar menghadap meja kayu rendah di depan mereka. Sang petugas upacara membakar dua batang lidi, lalu memberikan masing-masing satu kepada sang Raja dan selirnya. Jaejoong dan Yang Mulia Raja menerima lidi itu, lalu mengangkatnya ke depan wajah sambil membungkukkan tubuh sebanyak tiga kali sebagai penghormatan kepada arwah leluhur, bumi, dan para tetua.

Sang petugas upacara akhirnya mengumumkan bahwa upacara penobatan selesai. Masih dalam posisi berdiri berdampingan, Yang Mulia Raja dan Jaejoong yang kini telah resmi menjadi selir membalikkan tubuh mereka, menghadap para pejabat pemerintah dan dayang istana yang menghadiri upacara penobatan tersebut. Sebuah senyuman indah tersungging di bibir sang Raja yang berhasil mempersunting namja cantik dambaannya. Sementara Jaejoong hanya memberikan sebuah senyum tipis, menyambut ucapan selamat dari para pejabat pelaksana pemerintahan itu. Raja Sukjong lalu mengangkat tangan kanannya, memberi isyarat bahwa beliau hendak menyampaikan sesuatu.

"Sebagai raja sekaligus pimpinan tertinggi Kerajaan Joseon, dengan ini aku mengumumkan bahwa mulai hari ini Pemusik Kim resmi menjadi selir utama kerajaan, dengan gelar Kim Hwan-bin. Kalian berhak memanggilnya Selir Hwan. Aku sangat berharap agar kalian semua menghormatinya seperti kalian menghormati selir-selir sebelumnya. Dan aku tak segan untuk menjatuhkan hukuman yang seberat-beratnya jika ada di antara kalian yang bersikap tidak hormat padanya!" tegas Yang Mulia Raja dengan nada penuh wibawa. Semua yang hadir kembali membungkukkan tubuh mereka, dan mengingat baik-baik pesan sang raja ke dalam benak mereka. Meskipun para menteri senior itu belum mengenal baik sosok sang selir yang masih berusia lima belas tahun itu, namun bisik-bisik tentang kecantikan serta kecerdasan sang selir telah sampai ke telinga mereka. Sementara di kalangan dayang istana sendiri, keberhasilan sang selir membuat Sup 12 Rasa telah menjadi buah bibir tanpa henti. Tak ada alasan bagi mereka untuk mengabaikan perintah sang raja. Terlebih, mereka menyadari adanya ancaman tak main-main di balik kata-kata sang penguasa Joseon itu.

Tak lama, dua buah tandu yang sangat indah berhenti tak jauh dari halaman belakang istana. Tandu yang diangkat oleh delapan orang prajurit itu dikawal oleh sekitar dua puluh orang punggawa bersenjata lengkap. Ke-delapan prajurit yang bertugas mengangkat tandu segera menurunkan tandu-tandu mereka ketika Yang Mulia Raja dan Jaejoong berjalan mendekat. Mereka membungkukkan tubuh, memberikan penghormatan. Sang raja dan selirnya memasuki tandu masing-masing yang langsung diangkat kembali oleh para prajurit tadi, dan memulai perjalanan menuju kediaman sang selir yang baru.

ooo 000 ooo

Kediaman Jaejoong yang bergelar Kim Hwan-bin atau Selir Hwan merupakan sebuah paviliun berukuran cukup besar yang dibangun di sebelah timur Taman Rahasia. Tak terlalu jauh dari ruangan lamanya sebelum menjadi selir. Kediaman yang diterangi oleh cahaya dari lampion-lampion yang tergantung di setiap sudutnya itu dijaga oleh beberapa prajurit bersenjatakan tombak yang segera membungkukkan tubuh penuh hormat ketika dua tandu yang membawa Yang Mulia Raja dan Jaejoong tiba di depan mereka.

Yang Mulia Raja Yi Yunho segera melangkahkan kaki keluar dari tandu yang telah diturunkan oleh para prajurit yang mengangkatnya, tak jauh dari depan pintu kediaman pribadi sang selir. Yang Mulia Raja lalu melangkahkan kakinya menghampiri tandu yang mengangkat selir terkasihnya. Ia menyibak pintu tandu tersebut, lalu mengulurkan tangan kanannya yang langsung disambut oleh Jaejoong. Dengan wajah merona dan sedikit menundukkan kepala, Jaejoong beranjak keluar dari tandu. Ia merasa wajahnya memanas ketika tangannya yang mungil terasa begitu pas di dalam genggaman tangan sang raja.

Ketika para prajurit dan para punggawa yang mengantarkan sang raja dan Jaejoong mulai bergerak meninggalkan kediaman pribadi sang selir, Yang Mulia Raja segera mengajak selirnya untuk memasuki kediamannya yang baru itu. Jaejoong menganggukkan kepala, sambil mengikuti langkah sang raja yang masih menggenggam telapak tangannya.

Dua orang prajurit penjaga pintu segera membungkukkan tubuh ketika sang raja dan selirnya berada di depan mereka. Sang raja hanya menganggukkan kepala, lalu membuka pintu itu dengan sebelah tangannya. Ia kemudian menutup kembali pintu itu setelah berada di dalam. Yang Mulia Raja melepaskan genggaman tangan mereka. Ia mengangkat tubuh indah sang selir dalam gendongannya, mendekatkan tubuh mungil itu pada dadanya hingga Jaejoong mampu mendengar kerasnya detakan jantung sang raja. Jaeoong yang cukup terkejut dengan gerakan yang tiba-tiba itu segera mengalungkan kedua lengannya di leher Yang Mulia Raja Yi Yunho.

Tak ada pembicaraan yang terdengar. Sang raja menggendong selirnya melewati ruangan khusus untuk menyambut tetamu, ruangan untuk bersantai, ruang baca dan belajar, ruang makan, hingga akhirnya tiba di ruangan yang berukuran paling luas yang merupakan kamar tidur. Sang Raja Joseon itu lalu menurunkan selirnya dari gendongannya. Sepasang bola mata Jaejoong yang indah membulat sempurna ketika melihat dekorasi kamar tidurnya itu.

Sebuah pembaringan berukuran besar dengan empat pilar kokoh yang menyangga kelambu dari kain tipis berbahan sutera tampak berdiri megah di sudut ruangan. Pembaringan itu berwarna keemasan, senada dengan warna kain sutera yang mengalasinya. Bahkan kain pengikat empat sisi kelambu yang dililit di empat pilar yang berdiri kokoh di atas pembaringan juga berwarna keemasan. Bantal-bantal bersampul warna emas berukuran besar disusun indah di kepala pembaringan. Kelopak-kelopak mawar merah juga tampak ditaburkan di atas pembaringan, menimbulkan kesan yang menenangkan sekaligus menggoda.

Jaejoong mengedarkan pandangannya ke seluruh kamar tidur itu. Baru disadarinya bahwa ruangan tersebut didominasi oleh warna emas. Kamar tidur itu sendiri didesain dengan unik, dengan adanya dua buah kolam berbentuk persegi panjang yang terbentang memanjang di sisi kiri dan kanan pembaringan. Di dalam kolam-kolam itu, terlihat masing-masing enam besi berukir yang ditancapkan, menyangga lilin yang merupakan satu-satunya penerangan di ruangan itu, sementara permukaan air kolam ditutupi oleh hamparan kelopak mawar merah. Tak hanya itu yang membuat Jaejoong takjub. Bentangan bunga chrysant yang memenuhi lantai ruangan sehingga membentuk permadani berwarna kuning juga membuatnya tercengang.

"Kau menyukai kamar barumu ini, Sayang?" bisik sang raja di telinga selirnya itu. Jaejoong tersadar dari keterpesonaannya saat dirasakannya kedua lengan kokoh Yang Mulia Raja memeluk pinggang rampingnya. Namja cantik itu hanya menjawab dengan anggukan kecil. Jantungnya terasa berdetak lebih kencang ketika dirasakannya sang raja semakin mengeratkan pelukannya, hingga punggungnya menempel di dada bidang suaminya itu. Deru napas sang raja yang sedikit memburu berhembus hangat di tengkuk Jaejoong, hingga membuatnya menggeliat manja.

"Yang Mulia…," sebuah desahan lolos dari bibir sang selir yang berusia 1ima belas tahun itu. Jaejoong mengendurkan dekapan sang raja di pinggangnya, lalu memutar posisi tubuhnya hingga ia bisa menatap langsung mata sang suami. Jaejoong lalu mengangkat kedua tangannya, mengalungkannya dengan mesra di leher lelaki yang kembali memeluk pinggangnya dengan erat itu. Namja cantik itu menengadahkan kepalanya, yang langsung disambut dengan sebuah kecupan hangat di keningnya. Wajah Jaejoong seketika bersemu merah. Buru-buru ditelusupkannya wajahnya yang merona dalam pelukan hangat suaminya ketika kecupan di keningnya berakhir. Sepasang matanya yang indah merapat sempurna.

Yang Mulia Raja yang memahami kegugupan sang selir itu hanya tersenyum. Ia lalu merenggangkan pelukannya, dan perlahan melepaskan kedua tangannya dari pinggang ramping Jaejoong. Ia lalu mengarahkan kedua tangannya ke kepala Jaejoong, membantu melepaskan ornamen dan konde yang menghiasi rambut indah sang selir. Ia juga melepaskan pita merah panjang yang mengikat surai indah itu, dan membiarkannya teronggok begitu saja tak jauh dari kakinya. Yang Mulia Raja mengurai kepangan rambut Jaejoong. Ia menyisir helaian rambut yang menguarkan aroma mengundang itu dengan jemarinya, membiarkan rambut sang selir terurai indah tanpa pernak-pernik apa-apa. Ia pun turut melepaskan hwarot yang membungkus dangui merah muda dan seuran chima yang dikenakan Jaejoong. Setelah jubah merah itu terlepas dari tubuh Jaejoong, Yang Mulia Raja kemudian menanggalkan dangui dan seuran chima yang dipakai sang selir, menyisakan pakaian dalaman berwarna putih berbahan sutera yang membalut tubuh indah sang selir.

Dengan tangan sedikit bergetar, Jaejoong melakukan hal yang sama pada sang raja. Mula-mula ia melepaskan gujangbok yang membungkus tubuh tegap suaminya. Jubah khusus itu lalu ia biarkan tergeletak begitu saja di ujung kakinya. Ia kemudian melepaskan hyeokdae dan daedae yang melingkari pinggang sang raja dan menjatuhkannya begitu saja. Namja cantik itu juga membuka jungdan dan padanannya yang dikenakan oleh sang suami, menyisakan pakaian dalaman berbahan serupa dengan warna senada yang dikenakannya. Sementara sang raja melepaskan myeongrugwan yang ia kenakan, dan meletakkannya di atas meja kecil tak jauh dari tempat mereka berdiri. Jaejoong membungkukkan tubuhnya di depan suaminya. Ia lalu melepaskan mal dan seok yang membalut kedua kaki sang raja, lalu melakukan hal yang sama pada dirinya.

Namja berparas cantik itu lalu menegakkan tubuhnya dan kembali berdiri menghadap sang suami dengan wajah tetap menunduk. Dengan ujung jari tangan kanannya, sang raja menaikkan dagu Jaejoong hingga pandangan mereka bertemu di satu titik. Binar-binar cinta nyata terpancar dari sorot mata sang raja yang berusia tiga puluh tahun itu. Jaejoong perlahan memejamkan kelopak matanya ketika sang suami menundukkan wajah, menciumi bibir merahnya yang merekah. Ciuman yang semula berlangsung penuh kelembutan, perlahan-lahan berubah liar. Jaejoong membuka mulutnya ketika merasakan desakan lidah dari suaminya. Lidah sang raja yang terampil dengan leluasa menjelajahi rongga mulut sang selir yang tak kuasa menahan erangan lirihnya, menelusuri setiap jengkal yang ada. Jaejoong akhirnya memasrahkan dirinya dalam amukan gelora perasaan yang diberikan oleh sang raja. Ia memberikan akses seluasnya kepada sang suami yang berwajah tampan itu untuk mengeksploitasi bibirnya. Bahkan, berbekal buku panduan yang didapatnya dari Selir Suk, Jaejoong memberanikan diri membalas ciuman sang suami dengan perasaan aneh yang memuncak menguasai sukmanya. Ketika kebutuhan akan udara begitu mendesak, sang raja perlahan mengakhiri ciuman di antara mereka dengan deru napas memburu.

Jaejoong yang menyadari bahwa salah satu tugas utamanya sebagai seorang selir adalah memuaskan sang raja, akhirnya berjalan mundur dan menarik tangan kanan suaminya itu, membimbingnya ke pembaringan. Sang namja cantik itu bertekad untuk menjalankan perannya sebagai seorang selir kesayangan raja sebaik mungkin agar sang raja tunduk di bawah telunjuknya. Ia membimbing sang raja untuk duduk di tepi pembaringan, sementara dirinya duduk dengan manis di atas pangkuan sang suami. Sang Raja Joseon itu segera memeluk pinggang ramping selirnya, lalu kembali menggerakkan lidahnya merayapi pipi indah Jaejoong. Lidah sang Raja Joseon itu lalu bergerak perlahan menelusuri leher jenjang remaja berkulit seputih susu yang begitu ia cintai, sehingga membuat sang selir melengkungkan tubuhnya, tak kuasa menahan sensasi rasa nikmat yang menyergap seluruh aliran darahnya. Leher putih yang nyata terpampang di depan mata membuat sang raja tak kuasa mengendalikan dirinya. Ia lalu memberikan gigitan kecil di seputar leher sang selir, meninggalkan bekas kemerahan sebagai simbol kepemilikan.

"Yang Mulia!" seru Jaejoong ketika Yang Mulia Raja mulai melepaskan atasan pakaian dalaman yang ia kenakan. Sebuah senyum kecil muncul di sudut bibir Yang Mulia Raja saat ia berjuang susah payah menahan diri terhadap amukan hasrat yang dengan keras menghantam dadanya ketika melihat dua daging kecil di dada sang selir. Dua daging kecil berwarna merah jambu yang menegang keras, seolah mengundang lidahnya untuk berlabuh di sana. Jaejoong merasa tubuhnya melemah karena ledakan gairah ketika lidah hangat sang raja mempermainkan daging kecil yang mengeras di dadanya itu. Tubuhnya menggelinjang hebat, bagaikan sebatang pohon yang terkena hantaman angin kencang, dan sang raja harus menahan pinggang remaja tersebut dengan kedua tangannya agar ia tak terjatuh.

Dengan tergesa, Yang Mulia Raja melepaskan semua kain yang menutupi tubuh indah selirnya, lalu membiarkan penutup tubuh itu meluncur ke lantai. Dalam waktu sekejap, tubuh Jaejoong telah polos, tak ubah bayi yang baru dilahirkan Ibunya. Tak satu helai pun benang yang melapisi tubuh indahnya. Jaejoong mengerang penuh kenikmatan ketika jemari sang raja menelusuri perutnya yang rata dan jalur di bagian bawah tubuhnya. Dalam posisi masih dalam dekapan sang raja, Jaejoong merenggangkan pahanya sebagai undangan tanpa kata.

"Kau menyukainya, Sayang?" Yang Mulia Raja menggoda selirnya itu dengan pertanyaan yang sesungguhnya tak memerlukan jawaban. Jaejoong mengangguk lemah dengan wajah bersemu memerah. Betapa Jaejoong ingin membenci lelaki itu karenanya. Lelaki gagah tersebut mampu mengubahnya menjadi seonggok puing tak bertulang dalam sekelip mata setelah menyentuhnya dengan salah satu jarinya. Jaejoong mengerang ketika merasakan jemari sang raja kian nakal menelusuri bagian paling sensitif dari tubuhnya, hingga remaja tersebut melonjak kaget.

Jaejoong akhirnya mencoba menahan gerakan tangan sang suami yang membuatnya kian sulit mengendalikan napas dan perasaannya. Dengan napas memburu, remaja berambut hitam kelam itu melepaskan diri dari dekapan sang suami, dan memposisikan dirinya tepat di depan sang raja. Dengan jari-jari gemetar, Jaejoong perlahan meletakkan telapak tangannya pada atasan pakaian dalaman sang raja, meraba dan merangsang suaminya itu. Kemudian ia mulai melepaskan satu persatu pakaian dalaman itu, seraya bertanya-tanya di dalam hati apakah suatu hari nanti ia dapat menyamai kehebatan suaminya itu ketika membuka pakaiannya. Yang Mulia Raja merintih dalam alunan gelombang kenikmatan.

Dengan berani pula Jaejoong memainkan tangannya di sekitar bagian tubuh sang raja yang paling sensitif dan merasakan tubuh lelaki itu mengejang. Jaejoong menyentuh kejantanan sang suami. Ia membuat gerakan melingkar menelusuri bagian tubuh yang paling peka itu dengan ujung jarinya secara posesif. Jaejoong dapat merasakan tubuh suaminya itu berguncang penuh kenikmatan. Jaejoong lalu membungkukkan kepalanya ke arah tubuh bagian bawah sang raja, menelusuri setiap jengkal bagian paling sensitif untuk seorang lelaki itu dengan lidahnya. Kepalanya turun naik dalam ritme yang teratur, sehingga ia bisa merasakan ketegangan hebat dalam denyutan-denyutan nikmat melanda suaminya itu. Sang raja yang tak kuasa menahan diri lalu mendorong dan mengangkat kepala Jaejoong hingga berdepan dengannya.

"Yang Mulia, lakukan apapun Yang Mulia inginkan pada tubuh Joongie. Joongie milik Yang Mulia," tanpa perlu mendengar sang selir mengulang dua kali permintaannya, sang raja segera membaringkan tubuh polos sang selir ke pembaringan, dan merangkak naik ke atas tubuh polos yang begitu menggoda itu.

Bahasa tubuh sang raja memberitahu Jaejoong apa yang dibutuhkan olehnya, sehingga remaja itu menggeliat di bawah tubuh lelaki itu, menaikkan tangannya yang berkulit halus ke atas pinggang sang raja dan meluncur di antara kedua pahanya, mempermainkan titik kenikmatan di bagian tubuh sang suami. Desahan penuh kenikmatan terlontar dari bibir sang penguasa Kerajaan Joseon itu ketika remaja pemilik sepasang doe indah itu memaju-mundurkan kepalanya, mengeruk sumber kenikmatan yang ia tawarkan.

"Joongieee…," gumam Yang Mulia Raja, suaranya terdengar parau dihantam gelora yang mencapai puncaknya. Bagian paling sensitif dari tubuhnya menegang keras dalam kuluman sang selir. Ketika sang raja merasakan ia tak akan mampu bertahan lebih lama menahan hasratnya untuk menyatu dengan selirnya itu, ia akhirnya menghentikan gerakan Jaejoong dan menarik tubuhnya. Air liur tampak merembes dari bibir remaja berparas rupawan itu yang langsung disambar Yang Mulia Raja Yi Yunho dengan ciuman hangat untuk kesekian kalinya. Tangannya dengan terampil menelusuri setiap lekuk tubuh remaja berkulit seputih susu tersebut, hingga menyebabkan selirnya itu menggelinjang semakin hebat.

Jaejoong merasakan tangan sang raja bergerak dengan lembut di antara paha bagian dalamnya, menyentuh puncak dari bagian tubuhnya yang paling sensitif dengan ujung lidahnya. Sang raja kemudian memasukkan bagian tubuh yang mulai berdiri itu ke dalam mulutnya, memberikan pijatan lembut ke seluruh bagiannya yang membuat Jaejoong hampir gila karena perasaan aneh yang baru kali ini ia rasakan. Tak lama sang raja melepaskan bagian sensitif itu dari mulutnya, lalu menempelkan bibirnya di tubuh indah Jaejoong yang selicin satin, menciumi setiap inci kulitnya. Jaejoong mengerang. Memohon pembebasan.

"Yang Muliaaa…! Joongie tidak tahaaan…!" erang Jaejoong dengan nada memohon sambil menggelinjang.

Sang raja mengambil sebuah cawan tak jauh dari meja kecil di sisi tempat tidur itu. Dilumurinya tangannya dengan cairan yang berada di dalam cawan tersebut, lalu membalurkan cairan kental yang ternyata madu itu ke seputar pintu kesucian sang selir. Jaejoong menggigit bibir bagian bawahnya ketika merasakan Yang Mulia Raja memasukkan satu jari ke dalam pintu kenikmatannya yang telah diberi pelicin dengan susah payah, memberikan gerakan memutar di dalam tubuhnya. Sang penguasa Kerajaan Joseon itu lalu kembali menambahkan dua jarinya ke dalam pintu kenikmatan sang selir, ketika dirasakannya bahwa sang namja cantik itu sudah bisa beradaptasi dengan jarinya, sehingga membuat Jaejoong tak kuasa menahan jeritan nikmatnya. Sang raja mengeluarkan tiga jarinya dari liang kenikmatan yang terasa begitu ketat menelannya, lalu mengarahkannya ke mulut selirnya itu yang langsung disambut Jaejoong dengan hisapan liar yang memabukkan. Tak berapa lama, sang raja mengeluarkan tiga jarinya yang telah berlumur air ludah dari bibir hangat Jaejoong, dan kembali mengarahkannya ke pintu masuk sang selir.

"Yang Muliaaa…," rintih Jaejoong kesekian kalinya dengan nada tak sabar.

"Bertahanlah sebentar, Sayang…,"

Menyadari bahwa dirinya sendiri tak mampu lagi menahan hasratnya, sang raja mengatur posisinya di antara pintu kenikmatan sang kekasih yang begitu mengundang. Ia segera mengarahkan ujung bagian paling sensitif dari tubuhnya ke liang merah jambu milik sang selir yang begitu sempit, yang tak pernah dimasuki sebelumnya . Tangan Jaejoong yang tergeletak pasrah di atas kepalanya mencengkeram kain alas tempat tidur ketika merasakan kejantanan milik sang suami mencoba memasuki tubuhnya, namun gagal. Akan tetapi, sang raja tak berputus asa. Ia lalu meludahi tangan kanannya, dan membalurkan air ludahnya di seputar pintu masuk sang selir. Ia lalu kembali mencoba memasukkan kejantanannya yang berukuran besar itu ke dalam liang kenikmatan sang selir. Ia memasuki sang selir yang begitu ia cintai dengan gerakan awal yang perlahan, lalu dalam sekali hentakan ia memasukkan seluruh bagian paling sensitif dari tubuhnya itu ke dalam pintu masuk sang selir. Tubuh Jaejoong menegang ketika ia merasa demikian penuh. Ia bisa merasakan cairan kental merambat keluar dari pintu masuk kesuciannya, menandakan bahwa kesucian yang selama ini ia jaga telah direggut oleh sang suami. Remaja berusia lima belas tahun untuk sesaat kehilangan kesadarannya ketika sang raja telah memasuki tubuhnya sepenuhnya. Bintang-bintang seolah menari gembira di bola matanya dan kepalanya akhirnya terkulai.

Yang Mulia Raja menghentikan sejenak gerakannya, memberikan waktu untuk menyesuaikan diri setelah ia membenamkan kejantanannya ke dalam pintu cinta sang selir. Tubuh keduanya bersimbah keringat, membuat alas pembaringan yang tak lagi rapi keadaannya turut basah. Yang Mulia Raja membungkam mulut setengah terbuka milik selir terkasihnya dengan ciuman hangat menggelora. Kedua kaki indah sang selir ia letakkan di pundaknya.

"Kau siap untuk menyeberangi pantai kebahagiaan bersamaku, Sayang?" bisiknya, suaranya bergetar di antara hasrat yang mengamuk di dalam dirinya.

Jaeejong merasakan dirinya demikian penuh sehingga tak mampu menjawab, tapi bahasa tubuhnya memberitahukan segala yang perlu diketahui oleh suaminya itu. Yang Mulia Raja mulai menggerakkan tubuhnya perlahan, dan Jaejoong memekik kecil ketika merasakan sang raja di kedalaman tubuhnya dan tepat menghantam pusat kenikmatan dalam dirinya. Erangan dan desahan kenikmatan kian keras terdengar dari ruangan kamar berukuran luas tersebut ketika jemari sang raja bergerak gemulai membelai bagian paling sensitif dari tubuh selirnya yang telah menegang kaku tersebut.

Riak-riak mulai terbentuk dan dengan cepat berubah menjadi gelombang yang menarik dan menghempaskannya. Sensasi nikmat itu menjalar di seluruh jaringan syaraf keduanya. Jaejoong yang semula diam akhirnya membalas setiap hentakan yang diberikan suaminya, berlomba mengejar ke titik tertinggi dalam pergumulan yang mereka lakukan. Mata Jaejoong terbelalak lebar ketika puncak kenikmatan mulai terasa, dan akhirnya meledak dalam jeritan tertahan dari keduanya. Remaja berparas rupawan itu merasakan semburan hangat di kedalaman tubuhnya yang menghantarkannya ke taman terindah dalam percintaan mereka. Rasa hangat yang sama yang tersembur dari bagian sensitif tubuhnya, menggenang di pusarnya dan dada bidang sang suami. Yang Mulia Raja yang juga telah melewati pusaran keindahan dalam dirinya menarik nafas panjang, berusaha mengendalikan pernapasannya, bahkan setelah tubuhnya terhempas di atas tubuh mungil selirnya.

Sang raja lalu menggelosorkan tubuhnya dari atas tubuh Jaejoong dan berbaring menelentang di samping tubuh selirnya itu. Jaejoong yang merasakan perasaan lelah setelah acara percintaan itu menyusupkan tubuhnya di dada sang suami yang basah oleh keringat. Yang Mulia Raja memberikan sebuah ciuman hangat di kening selirnya itu, lalu menarik sebuah selimut untuk menutupi tubuh polos mereka berdua, dan melingkarkan lengah kokohnya di pinggang Jaejoong. Jaejoong mengangkat tangan kanannya, membelai dada suaminya yang bersimbah peluh. Dengan gerakan pelan, ia memainkan dua daging kecil berwarna kecokletan di atas dada sang raja. Ketika dirasakannya kedua daging kecil itu mulai mengeras, Jaejoong malah mempermainkannya dengan lidahnya. Bergantian dihisapnya daging kecil yang menonjol itu. Tindakan yang tanpa disadarinya kembali membangunkan kejantanan sang suami.

Sang raja membuang begitu saja selimut yang menutupi tubuh polos mereka. Ia kembali menindih tubuh indah selirnya. Bibirnya berlabuh di bibir semerah cherry selirnya. Mengeruk segala kenikmatan dan keindahan yang ditawarkannya. Lidahnya menelusuri setiap jengkal di rongga mulut sang selir terkasih, membuatnya dihadiahkan rintihan menggoda dari namja jelita itu. Sang raja dengan leluasa membenamkan bibirnya yang berbentuk hati ke bibir lembut sang selir. Menikmati harum napas yang menguar dari rongga mulut selir terkasihnya itu. Sementara tangannya dengan nakal menggerayangi setiap lekuk indah tubuh Jaejoong. Ujung jarinya kemudian berlabuh pada wajah cantik sang selir, menelusuri paras Jaejoong dengan penuh kekaguman, merasakan setiap pori-pori kulitnya.

Jaejoong yang berada di bawah menggeliatkan tubuhnya, tak tahan akan cumbuan yang diberikan suaminya. Tangannya turut bergerak, meraba-raba tubuh sang suami yang bidang itu. Gerakan tangannya terhenti ketika menemukan kejantanan sang suami yang telah mengeras. Dengan jemari bergetar, Jaejoong meraih bagian paling sensitif itu, menggenggamnya, dan sesekali membelainya. Ia menggerakkan tangannya, melingkari kejantanan yang mampu menghadirkan kenikmatan luar biasa itu dengan gerakan turun naik dengan ritme yang semula pelan, lalu semakin cepat. Cairan bening yang sedikit lengket keluar dari ujung kejantanan sang suami, membasahi jemari lentiknya yang lembut.

Sang raja membalikkan tubuh selirnya, hingga posisi Jaejoong kini berada di atas tubuhnya. Warna merah menjalar di kedua pipi remaja berusia 1ima belas tahun itu. Sang raja berwajah tampan itu kembali memagut bibir merah menggoda milik selirnya, menyesapnya dengan lembut namun penuh gairah. Dengan segala kepasrahannya, Jaejoong membalas semua gerakan sang suami sambil tangannya memeluk erat pinggang sang raja. Sesekali, ia menggesekkan tubuhnya dengan nakal di atas tubuh sang raja, mempertemukan kedua bagian sensitif di tubuh mereka. Cukup lama ciuman di antara mereka berlangsung. Sang raja dalam hati mengakui ketangguhan selir barunya itu, namun ia memaklumi hal itu sebab Jaejoong terbiasa memainkan seruling. Itu artinya remaja cantik itu memiliki teknik pernapasan yang bagus.

Setelah ciuman lembut namun memabukkan itu berakhir, sang raja yang tangannya tak pernah berhenti menggerayangi tubuh selirnya kemudian sedikit mengangkat tubuh bagian bawah Jaejoong. Ia kemudian kembali mengarahkan ujung bagian paling sensitif dari tubuhnya ke pintu gerbang kenikmatan sang selir yang terasa masih begitu sempit menyambutnya. Namun jejak percintaan mereka yang masih tersimpan di kedalaman liang kecil yang menawarkan selaksa nikmat itu cukup membantu usaha sang raja untuk kembali menyatukan raga mereka. Setelah mencoba untuk kesekian kalinya, bagian paling sensitif itu masuk dengan sempurna ke tempat seharusnya. Jaejoong menengadah dengan punggung yang melengkung merasakan dirinya demikian penuh. Ia kemudian mendekatkan dirinya pada sang suami, menyodorkan dua daging kecil yang menegang kaku di dadanya ke bibir berbentuk hati milik sang raja yang langsung dengan cepat disambar oleh bibir penguasa Joseon itu.

Yang Mulia Raja Yi Yunho memang seorang lelaki perkasa yang sangat menguasai teknik bercinta hingga ia mengetahui bagaimana cara memuaskan sekaligus dipuaskan pasangannya. Dengan bagian sensitifnya yang terbenam sempurna di liang kenikmatan sang selir, tangan kanan sang raja berwajah tampan itu tak berhenti menelusuri setiap jengkal tubuh indah selirnya. Sementara tangan kirinya sibuk memilin tonjolan merah jambu di dada sang selir secara bergantian, mulutnya tak berhenti mengeruk kenikmatan dari rongga mulut selir terkasihnya. Jaejoong yang berada di atasnya tak mampu menahan desahan dan erangan nikmat yang mendera tubuhnya. Bahkan sesekali ia memekik kecil ketika bagian paling sensitif sang suami menyentuh titik terindah dalam liang kenikmatannya. Remaja cantik itu mengimbangi segala gerakan keluar masuk, maju mundur, yang dilakukan sang suami dengan gairah membara. Untuk sesaat Jaejoong bahkan melupakan segala ambisi balas dendamnya. Ia tenggelam dalam amukan gelombang gairah yang mengantarkannya memasuki taman nirwana.

Sang raja kemudian melepaskan kejantanannya dari gerbang kenikmatan selirnya. Dimiringkannya tubuh sang selir, lalu kembali memasukinya dari belakang. Punggung sang selir yang dibanjiri keringat menempel erat di dada bidangnya. Sang raja mengangkat satu kaki Jaejoong, dan kembali menggali kenikmatan dari liang kenikmatan sang selir yang terasa begitu ketat menjepitnya. Jaejoong lagi-lagi mengeluarkan desahan nikmatnya, lalu meraih bagian paling sensitif dari tubuhnya sendiri dan memainkan bagian yang menegang kaku itu dengan jemari lentiknya.

"Joongieee…,"

"Yang Muliaaa…,"

Desahan dan rintihan penuh nikmat silih berganti terdengar dari kamar itu. Jaejoong yang telah memasrahkan dirinya untuk mengarungi samudera keindahan dan kenikmatan bersama sang suami benar-benar membiarkan sang raja mengambil alih kemudi untuk menjalankan biduk cinta mereka. Memuaskan sang suami tak lagi dipandangnya sebagai sebuah keharusan semata demi mendapatkan seluruh perhatian dari lelaki tampan pemilik sepasang mata elang itu. Ia membiarkan dirinya melebur dalam gairah yang mengepungnya dari segala arah, memberikan akses kepada sang raja untuk mengeruk segala nikmat yang ia tawarkan, sekaligus mengambil haknya untuk merasakan kepuasan serupa. Entah berapa babak mereka menjalani pergumulan panas sebagai pasangan di malam pertama. Hanya nikmat dan nikmat yang dirasakannya ketika untuk kesekian kalinya sang raja memasuki dirinya, menaburkan benih-benih Dinasti Yi ke dalam tubuhnya saat penyatuan raga mereka. Jaejoong sama sekali tak menghitungnya. Yang ia ingat ketika akhirnya sesi percintaan itu berakhir hanyalah kokokan ayam jantan yang sangat panjang yang mengantarkannya juga sang suami untuk menjemput tidur panjang mereka untuk mengembalikan stamina yang terkuras habis di atas pembaringan.



                ~~~TBC~~~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar