Sabtu, 04 Juli 2015

Black Pearl Chap 9 (Remake) Yunjae


Title        : Black Pearl
Author    : Sulis Kim
Main C,  : Kim Jaejoong
                  Jung Yunho
                      Other

Rate    : M+18
Ganre  :Romance, Fiction.

            WARNING

Remake novel Christina Dodd. Title The Barefoot Princess. YAOI. Boy x boy. Dengan berbagai perubahan untuk keperluan cerita. Di ganti dengan Cast fav author. ^.^ jika tidak suka mohon jangan baca, demi kenyamanan bersama. Author cinta damai.

Apabila ada kesalahan typo dan kesalahan lainya mohon di maklumi. Menerima kritik dan saran. No Bash. ^.^
 

Happy reading ...!

Yoori membaca surat di belakang bahu Jaejoong, dan menghela nafas dengan berat. "Aku merasa bersalah."

"Bersalah?" Jaejoong dengan tidak sabar membaca penolakan baru Mr. Kangin, kemudian mengangkat kepala menatap Yoori. "Mengapa?"

" Aku sangat menikmati kehadiran Master Yunho sehingga aku benar benar berharap Kangin akan menolak membayar uang tebusan." Yoori mengamati wajah Jaejoong. "Apakah itu juga yang kau pikirkan?"

"Tidak, itu tidak akan berhasil. Jika Mr. Kangin tidak membayar uang tebusan, kita akan tertahan disini dengan Mr. Jung di tempat penyimpanan anggur. "Ide tersebut tidak menyebabkan perasaan Jaejoong cemas dan hal itu membuatnya sadar apa yang di maksud dengan bibinya.

"Tentu saja, kau benar. Aku hanya ingin menyinggung bahwa aku merasa bersalah mengenai ...menikmati keberadaan Yunho sedemikian banyak." Yoori pergi ke pintu dan memakai jaketnya. "Aku akan pergi kedesa sementara kau memberitahu Master."

"Oh, aku tidak akan memberitahukannya sekarang." Jaejoon melirik tidak nyaman ke tempat penyimpanan anggur. "Dia tidak berteriak, jadi mungkin dia tertidur."

"Dia banyak tertidur pada siang hari akhir akhir ini." Yoori juga melirik ketempat penyimpanan anggur. "Aku harap dia tidak sakit karena sesuatu."

"Aku yakin dia tidak sakit. "Jika Yunho kelelahan hari ini, ia tahu alasanya.

"Kau sendiri tampak lelah. "Yoori menepuk Jaejoong dengan lenganya. "Mungkin kau seharusnya tidur siang."

Wajah Jaejoong berubah merah. Yoori menyadarinya. "Ya. Ya, aku akan melakukan itu."

"Aku mendengarmu berjalan jalan di koridor kemaren malam. Mungkin kau dapat tidur lebih tenang malam ini." Yoori tersenyum dengan manis. Dan dia pergi, meninggalkan Jaejoong dengan terkejut.

Jaejoong melesak dalam sebuah kursi. Apakah Yoori tahu ...?

Jaejoong tidak tahan mengetahui Bibi Yoori berpikiran buruk mengenai dirinya. Jaejoong membenci bahwa semua hal yang telah ia perjuangkan tampak dalam bahaya, bahwa rencananya telah terbukti menjadi kegagalan yang sial.

Akan tetapi pikiran menjadi milik Yunho, kegembiraan kemarin malam yang murni yang mengalihkan Jaejoong dari kekhawatiran yang mendengung seperti lebah dalam pikiranya dan ...

Sebuah suara ledakan di dalam rumah.

Jaejoong melompat. Perasaan takut melonjak ketenggorokanya.

Sebuah ledakan. Sebuah pistol.
Jaejoong mengenalinya. Hari hari sulit di jalan telah mengajarkanya untuk mengenali suara ledakan sebuah pistol.

Suara tembakan datang dari ... Ya Tuhan, suara itu datang dari penyimpanan anggur.

"Yunho." Jaejoong berlari ke tangga, menuruni dua anak tangga pertama. Seorang pria, seorang pria asing dalam pakaian warna hitam, melompati tangga menuju kearahnya.

Pria itu menjatuhkanya kesamping, membantingnya ke dinding.

Jaejoong tidak memedulikan memar yang diperolehnya. Tidak berusaha untuk mengejarnya. "Yunho!" Jaejoong menuruni tangga. Di lantai di atasnya, ia secara mendengar samar suara dentuman suara sepatu laki laki. Sebuah perkelahian. Sebuah bunyi gedebuk.

Jaejoong tidak peduli. Selimut yang terbakar . Api terbang di udara seperti butir salju yang terbakar, asap yang pekat memekat membentu Yunho. Jaejoong merasa tercekik akibat bau kain terbakar. Nafasnya tercekat seakan di cekik dengan tangan tangan teror yang dingin.

Pria itu mati. Yunho mati.

Ketika kobaran semakin besar. Jaejoong berteriak. "Tidak!" jantungnya berdetak cepat, bukan karena panasnya hasrat, tetapi karena aliran darah yang dibekukan oleh perasaan takut. Jaejoong melompat, merenggut selimut dari atas tempat tidur, mengaharapkan, merasa takut melihat darah dan tubuh terluka.

Lebih banyak selimut. Bantal. Menghitam, terbakar ...tapi bukan Yunho.

Dalam kepanikan dari saat itu, Jaejoong tidak dapat mengerti.

Jaejoong menerjang keluar. Berdiri terenggah enggah. Menatap tempat tidur seolah olah ia menemukan jawabanya.

Yunho tidak berada disini.
Akan tetapi dimana ...? Bagaimana ...?

Di atas, Jaejoong mendengar suara sepatu pria berlari ketika mereka mengenai papan kayu di dapur. Jaejoong berlari ke laci, untuk mengambil pistol dan Yunho tampak berada di puncak tangga.

Untuk satu detik sebuah perasaan gembira, bahagia melintas melalui dirinya. Pria itu hidup. Terimakasih Tuhan, ia hidup!

Yunho melihat Jaejoong. Ia berhenti. Ia menutup matanya seakan merasa lega.

Kemudian kebenaran menghantam kegembiraan Jaejoong. Pria itu hidup ...dan ia bebas.

Pria itu!

"Apakah kau tidak apa apa?" tanya Yunho.

Jaejoong menggelengkan kepalanya, tidak mampu mengatakan apa apa karena terkejut.

Yunho tidak melirik ke lapisan asap yang masih muncul dari selimut. Ia berfokus pada tangan dan wajah Jaejoong yang tampak hitam.

Ketika Yunho mengamati Jaejoong, seluruh tubuh Jaejoong bergetar.

Belenggu itu lepas. Dan Yunho tidak pergi. Ia masih disini yang berarti bahwa pada suatu waktu, dengan suatu cara, ia telah membebaskan dirinya sendiri dan sejak itu, ia telah mempermainkan Jaejoong seperti orang bodoh.

"Apakah kau terbakar?" tanya Yunho.

" Aku rasa aku memang terbakar. Ya, ya aku yakin aku terbakar."

"Karena api."

"Tidak." Jaejoong berbisik. "Berapa lama? Berapa lama kau telah ...?"

Tatapan Yunho menjadi lebih intens. "Sejak pertama kali aku menciummu."

Getaran itu menjadi semakin kuat. Dalam hidupnya, Jaejoong pernah ditipu, diganggu, di kejar, dikutuk. Akan tetapi ia belum pernah merasa sangat dikhianati. Ia telah bercinta dengan Yunho, membayangkan bahwa ia memiliki Yunho di bawah kekuasaanya, dan sebaliknya ...sebaliknya Yunho telah menertawainya.

Ketakutan dan rasa takut Jaejoong berubah menjadi rasa malu.

"Jae. Naik keatas aku telah memukul penembak itu hingga pingsan." Yunho berhenti seperti memberi waktu untuk Jaejoong menyadari kenyataan yang baru di ketahuinya. "Aku membutuhkanmu untuk membantuku mengikatnya."

Jaejoong menatap Yunho, matanya sangat lebar hingga terasa sakit. Jaejoong ingin membunuh Yunho.

" Jaejongie. Aku memerlukan bantuan." suara Yunho memiliki sebuah pecut yang menarik perhatianya.

Jaejoong tidak dapat membunuh Yunho. Itu adalah hal yang bodoh. Lebih bodoh daripada semua tindakanya sebelumnya selama dua minggu terakhir.

Jaejoong dapat mencari tahu siapa yang ingin membunuh Yunho ..dan mengapa.

Dengan sangat perlahan Jaejoong mendekati tangga dan naik ke atas, setiap gerakanya terasa sakit.

Yunho pindah kesisi untuk membiarkan Jaejoong lewat. Jaejoong berhenti. "Tidak, kau duluan." Jaejoong tidak ingin Yunho menyentuhnya. Dan Yunho akan melakukanya. Jaejoong dapat melihat hal itu dalam percikan dan kemarahan di matanya.

Yunho menunggu, Jaejoong menunggu. Dengan keheningan mereka berkelahi. Secara tiba tiba Yunho menyerah, pergi ke atas dan masuk ke dapur.

Di dapur, pintu terbuka lebar. Meja betguling di satu sisinya, satu kakinya patah. Vas bunga pecah berantakan, tubuh setengah pria yang tidak sadarkan diri setengah berada di dalam meja yang bergulin..

"Aku memerlukan tali." Berlutut di samping laki laki itu Yunho menggulingkan pria itu dengan perut di bawah.

Jaejoong tertawa kecut pergi mengambil rajutan Yoori. Panjang dan tebal, terbuat dari benang wol yang diciptakan untuk melindungi leher dari dingin. Benda itu belum sepenuhnya jadi pasti bisa di gunakan sebagai tali.

Jaejoong menyerahkannya kepada Yunho. Berhati hati agar jari jarinya tidak bersentuhan dengan jari Yunho.

Yunho menggunakan rajutan itu untuk mengikat tangan laki laki itu dengan erat di belakang tubuhnya. Menggulingkanya hingga punggungnya bersandar di tanah, Yunho melihat ke arah Jaejoong "Apakah kau mengenalinya?"

Pria itu tampak ribuan penjahat lain yang lain yang pernah Jaejoong temui, dan Jaejoong menggelengkan kepalanya. " Aku belum pernah bertemu denganya sebelumnya."

"Begitu juga aku."

Sekarang, Yunho ... Yunho yang telah ia temui sebelumnya, tetapi di ruangan terbuka di dapur, Yunho tampak berbeda baginya ; lebih tinggi, lebih kekar, lebih mengandalikan situasi.

Karena Jaejoong tidak lagi memiliki kendali.

Melihat ke bawah ke tanganya, ia melihat telaga hitam yang menutupi jarinya. Usahanya sia sia  untuk menyelamatkan nyawa Yunho yang tarancam meninggalkan noda hitam dan bau pakaian terbakar.

Pergi ke tempat cuci, Jaejoong menggunakan sabun dengan kasar, menggosok kukunya, membasahi handuk dan menggunakanya ke pipinya. Keseimbangan kekuasaan telah bergeser, Jaejoong tidak menyukainya. Akan tetapi seperti yang sering terjadi dalam hidupnya, Jaejoong harus menghadapi kebenaran yang tidak dapat di ubah. Ia tidak memiliki kekuasaan disini, manusia lain mendominasinya, dan keinginanya bukan apa apa.

Ketika Jaejoong kembali, Yunho mencari cari di kantung penjahat dan menemukan sebongkah lembaran uang dalam kantong kain yang kusam. Kemudian ia melemparkan kantong yang berisi uang itu.

Rasa yang tidak hormat terhadap uang itu hanya menunjukan kepada Jaejoong seberapa jelas jurang di antara mereka berdua.

Yunho menemukan pistol dalam saku kedua dan jika Jaejoong tidak mengamatinya dengan erat, Jaejoong tidak akan menyadari gerakan Yunho yang tiba tiba. Yunho meneliti senjata itu dengan begitu ahli.

"Senjata ini sangat bagus." Yunho terdengar heran, seperti seorang pria yang menemukan kecurigaannya terpenuhi. " Dan senjata ini siap untuk digunakan."

Mereka berdua tahu mengapa. Dengan hati hati Yunho menyimpan pistol itu di kantungnya.

Jaejoong mengamati penjahat itu, ia tampak seperti penjahat yang mengejarnya, dan memiliki dua pistol. Ia bukanlah penjahat sembarangan.

Seperti membenarkan kesimpulannya, Yunho menarik sebuah tongkat dari kantung tersembunyi di balik paha si penjahat.

"Berikan jubahnya padaku," kata Jaejoong.

Pria itu tidak melawan ketika mereka mengambil senjatanya, tetapi sekarang penjahat itu bangun, berusaha melepaskan ikatanya.

Ikatan itu begitu erat.
Jaejoong bersandar ke dinding, jauh dari tubuh penjahat itu yang gergeletak. Ketika ia masih bersama dengan Heechul, ia sudah pernah berada dalam situasi bahaya, namun tidak seperti saat ini.

Ketika orang itu menyerah untuk melepaskan ikatanya. Yunho tersenyum seperti awal dari gertakan, Yunho mengeluarkan sebuah pisau, sebuah pisau kecil dan tampak kejam yang belum pernah Jaejoong lihat sebelumnya. Yunho memotong ikatan Jubah dan menyerahkanya kepada Jaejoong.

Jaejoong menelusuri pinggiran jubah dengan dan menemukan apa yang ia harapkan. Ketika ia merobek jahitan, satu demi satu koin emas jatuh ke tanganya.

"Pria yang kaya, tidak kukira. "Yunho memeriksa orang itu lagi. " Orang akan bertanya tanya darimana dia memperoleh koin eman itu itu." Yunho menggosok gosokkan kepalan tinjunya ketelapan tangan seakan siap untuk memukul pria itu.

Pria itu terlihat gelisah kemudian kembali tak sadarkan diri, namun Jaejoong menyadari satu mata pria itu  tetap sedikit terbuka.

Mulut Jaejoong sedikit berkerut dengan masam.

Tidak disengaja tatatapan Yunho bertemu dengan tatapan Jaejoong. Kobaran mata gelap setajam musang menatapnya penuh tekat. Jelas Yunho menganggap dirinya sendiri tuanya.

Ya, mengapa tidak? Jaejoong secara bodoh telah menaklukan pria itu, akan tetapi Yunho tidak bersedia untuk ditaklukan. Ia adalah direktur kaya dan terpandang. Jika Yunho menginginkanya, Jaejoong dapat dihukum mati.

Jaejoong menggeram, apakah ia harus mengatakan siapa dirinya? Granmama akan mengatakan kepadanya bahwa Seorang Prince sejati tidak akan pernah ditipu oleh tipu daya yang sangat nyata seperti yang di lakukan Yunho.

Jaejoong merasakan tubuhnya panas dingin. Ia mungkin harus mengakhiri ini secepatnya.

Mengambil tempat minum air, Jaejoong menyiramkan air ke wajah di laki laki, dan juga Yunho ...tepat di pangkuanya.

Yunho menarik nafas. Tatapan gusarnya dilemparkan ke arah Jaejoong dan ketika setengah berdiri si penjahat sadar.

Laki laki itu berteriak. "Hei, kenapa kau melakukan itu?"

Dengan tatapan terakhir kepada Jaejoong yang menjanjikan hukuman, Yunho berlutut di samping pria itu lagi. Merenggut kemejanya dan mengangkat pria itu. "Siapa yang mengirimmu?" Yunho menuntut.

"Apa?" laki laki itu berpura pura untuk kembali tidak sadar.

Yunho membantingnya ke lantai, kemudian mengangkatnya dan mengguncangnya. "Jangan berpura pura denganku. Siapa yang mengirimmu?"

Kepala penjahat terhuyung huyung. "Aku tidak tahu."

"Kau seharusnya mengambil kesempatan untuk menjawab pertanyaanku." Yunho terlihat sangat murka dengan gigi bergemelutuk.

Adegan kekerasan itu mengejutkan Jaejoong.

Tidak. Kekerasan Yunho mengejutkan Jaejoong. Yunho menyembunyikan sesuatu, seorang Direktur yang di lahirkan memerintah dan mampu menerapkan keinginanya dengan cara apapun, ia menyembunyikan dirinya yang sejati dari Jaejoong.

Jaejoong mengamati Yunho mencekik pria itu hingga ia tak tahan untuk melihatnya. Jaejoong menggenggam pergelangan tangan Yunho. "Yunho."

Yunho melonggarkan genggamanya, menunggu pria itu mengambil nafas. "Aku ingin membunuhmu, tapi dia berkata jangan, sekarang katakan siapa yang menyuruhmu."

"Aku tidak tahu, aku bersumpah."

Yunho menaruh pria itu di lantai dengan lutut di perutnya.

Dalam perjalanan melalui berbagai negara, Jaejoong telah menyaksikan pemukuan dan pembunuhan. Tidak pernah kekejaman itu mengejutkanya hingga saat ini. Jaejoong mengira Yunho pecinta kesenian, seorang pemimpin yang tidak berharga, bukan penegak keadian yang dingin.

Yunho pasti melihat Jaejoong tersentak, karena ia melihat langsung kepadanya. "Ketika aku mendengar tembakan itu, ku kira kau sudah mati."

Yunho mengira, hal itu tampak menjelaskan semuanya.

Mungkin memang demikian, ia juga mengira Yunho telah mati dan memory tentang peristiwa itu masih memiliki kekuatan untuk memutar perutnya menjadi ikatan teror.

Jaejoong tidak ingin memiliki perasaan sedemikian dalam untuk Yunho.

"Jadi apakah aku seharusnya merasa kasihan untuk si pengemis ini?" tanya Yunho kepada Jaejoong.

"Aku rasa kau lebih baik mencari tahu mengapa dia berada disini dan bagaimana dia menemukanmu sebelum kau membunuhnya." jawab Jaejoong dengan tenang.

Yunho melonggarkan tekanan di lututnya. Yunho memulai. "Kali ini, jika kau tidak menjawab pertanyaanku, aku akan membuatmu menyesal."

Diperlukan beberapa usaha untuk pria itu dapat bicara. Ia berhasil menyerigai mengejek. "Kau akan membawaku ke polisi."

"Tidak! Jangan konyol. Tidak, aku tidak akan mengatakan ...aku akan membawamu ke jurang dan melemparmu kesana. Kau tidak akan di temukan jika tubuhmu hancur karena bebatuan dan jatuh ke laut." Aksen kepemimpinan Yunho terdengar kontras dengan kekejaman sadis kata katanya.

"Aku seorang pembunuh bayaran, kau mengerti?"

"Lanjut." Yunho berkata tanpa perasaan.

"Aku tidak tahu siapa dia, orang itu menyuruhku ke Jeju dan mengikuti surat ini, apapun yang terjadi aku harus menyelusuri surat itu, dan surat itu akan mengantarkanku ke orang kaya lain yang ada di penjara. Dan ketika aku berhasil membunuhmu dan membawa bukti aku akan mendapatkan imbalan sepuluh kali lipat."

"Hadiah yang sangat murah hati untuk pekerjaan itu." kata Yunho.

"Aku menunggu waktu yang tepat sampai wanita tua itu pergi dan menyelinap kedalam, aku menembakmu ...tapi kau tidak ada di sana."

"Tidak."

"Jadi, kau tidak benar benar di penjara."

" Terkutu. Mr, Kangin itu sangat yakin kau dapat dibunuh tanpa kesulitan."

Nama itu jatuh seperti sebuah dentuman dalam percakapan. Jaejoong merasa darahnya terkuras sampai ke wajah.

"Sepertinya aku salah menilai karakter pamanku." Yunho melihat ke arah Jaejoong. "Pergi dan panggil Yoochun, aku akan mengirimkan orang ini kepada pelayanku. Minho akan tahu apa yang harus dilakukan denganya."

"Yoochun sedang melaut." balas Jaejoong.

" Tidak, da sekarang bekerja untukku."

"Tentu saja." Jaejoong merasa kepahitan dari penghianatan. Yoochun tahu Yunho telah bebas, dan tidak mengatakan apapun kepadanya. Tetapi ini tidak ada hubunganya dengan Yoochun.

Dengan sebuah anggukan, Jaejoong berlari keluar.

"Jaejoong, Tunggu." Suara Yunho membuat Jaejoong berhenti dan mendengar peringatan. "Jangan melarikan diri. Aku akan menangkapmu."

"Jangan khawatir, aku tidak akan pergi tanpa Bibi Yoori,,,, dan dia tidak mau pergi. Aku bodoh membayangkan hal sebaliknya."

Tidak ada pengaruh bagi Yunho untuk mengetahui bahwa cinta Jaejoong untuk wanita tua itu yang mengikat Jaejoong si tempat ini. Akan tetapi hal itu membuat jaminan yang membuat Yunho menyelesaikan masalahnya disini sebelum menyelesaikan teka teki mengenai Jaejoong.


 
                      ~*~



Cahaya lilin menerangi dapur rumah Yoori dengan cahaya yang cukup. Yoochun telah memperbaiki meja dengan seadanya. Sekarang Yoori Jaejoong dan Junsu duduk di antara sisa sisa hidangan enak yang dibawa Yoochun dari Jeju Island setelah mengantar penjahat itu dalam pengawasan Minho.

Yoori jelas merasa senang melihat Yunho telah bebas. "Anakku sayang, apa yang akan kau lakukan?" tanyanya.

Yunho berjalan cepat dari satu ujung ke ujung ruangan yang lain. Mendominasi yang lain, ia menggunakan tingginya, kekuasaanya, jabatanya untuk mengingatkan semua orang bahwa ia memegang nasib mereka di tanganya, dan ia melakukan dengan sengaja menatap penuh intimindasi ke arah Jaejoong.

"Aku akan pulang kerumah. Aku akan mengambil alih hidupku seperti tidak ada hal lain yang mengganggunya."

Jaejoong pintar; Yunho tahu ia mengerti. Akan tetapi Jaejoong tidak mengerti mengapa; ia tidak dapat membayangkan apa yang diinginkan Yunho. Jika Jaejoong tahu, Yunho bertaruh Jaejoong akan lari sejauh mungkin dan secepat yang ia bisa.

"Aku akan mengadakan sebuah pesta untuk merasayakan ulang tahunku yang ketiga puluh." Yunho meluncurkan lirikan kepada Jaejoong. "Dan untuk merayakan perayaan yang lainya. Aku akan mengundang teman temanku dan pamanku."

Jaejoong tidak merajuk, akan tetapi ia makan sangat sedikit dan ia tidak pernah sekalipun menatap Yunho.

Junsu bertanya, sebelum Yoochun akan mengajukan yang sama. "Apa yang akan dicapai oleh hal itu, Mr. Jung?"

"Pamanku ingin membunuhku," kata Yunho. "Aku memutuskan kesempatan berikutnya dia mencoba membunuhku, harus terdapat saksi."

Jaejoong mempertimbangkan hal tersebut, kemudian mengangguk." Kau akan menjebaknya. Itu akan berhasil."

Yunho menemukan dirinya merasa senang karena Jaejoong sependapat dengan dirinya.

"Akan tetapi, Yunho. Bagaimana kau akan menjelaskan kau dapat melarikan diri dari penculikmu?"

Bibinya benar, wanita tua yang malang. Yunho tidak akan melukainya sedikitpun lagi. "Aku akan mengatakan kepadanya bahwa aku melarikan diri." Yunho yakin, pamanya tidak akan memiliki keberanian untuk meragukanya.

Jaejoong mengerutkan kening.
"Kau tidak setuju, Jaejoong?" tanya Yunho.

Untuk pertama kalinya malam itu, Jaejoong menatap Yunho. Matanya tajam dan memikat. "Ya. Kau dapat mengatakan kepadanya kau berhasil melarikan diri. Akan tetapi tulislah sebuah surat panik kepadanya meminta agar dia mengirimkan uang tebusan karena kau takut akan kehilangan nyawamu."

"Untuk tujuan apa?" tanya Junsu. "Kita membuktikanya bahwa dia tidak bersedia mengirimkan uang tebusan."

"Karena hal itu akan menjadikan keadaan lebih baik ketika Mr. Jung muda ini mengumumkan bahwa dia berhasil melarikan diri, kemudian dengan segera meminta untuk meminjam uang." Jaejoong menyunggingkan senyum puas.

"Apa? Mengapa aku akan melakukan itu? Itu semua uangku." Dengan lugas Yunho menambahkan. " Uang itu tak terhitung banyaknya."

Bagi seseorang yang kehidupanya melarat, Jaejoong menunjukkan ketidak acuhan yang mengejutkan. "Seluruhnya adalah uangmu sendiri? Pamanmu tidak memiliki uang sendiri?"

"Dia menerima sejumlah kecil warisan, ketika ayahku meninggal, tetapi ya, uang itu seluruhnya milikku."

"Apakah terdapat alasan apapun itu yang dapat kau bayangkan mengapa dia berusaha membunuhmu sekarang ?" tanya Jaejoong.

"Tidak yang aku ketahui." Yunho menata langsung Jaejoong, menggunakan informasi untuk membuat Jaejoong menaruh perhatian kepadanya. "Akan tetapi paman Kangin adalah managerku, dia memiliki kendali penuh tentang uangku."

"Mungkin dia kehilangan kekayaanmu." kata Jaejoong sengan riang.

"Jika dia telah kehilangan itu, aku akan memperolehnya kembali. "Ketika di Oxford, Yunho memiliki banyak kenalan dan sering membantu tentang urusan bisnis dan saham, mereka mengatakan ia memikiki ingsting yang luar biasa. " Aku rasa lebih mugkin dia melakukan sesuatu yang memalukan sampai hal itu akan diketahui Pers."

" Atau dia terlibat dalam kesulitan dan menjual sebagian saham atau kekayaanmu yang lain. Dan mugkin ketika kau kembali ke Seoul seseorang telah tinggal dirumahmu."

"Jaejoong, itu ide yang sangat menyedihkan." Yoori menegur.

"Ah, yang benar, hal itu seperti pertunjukan lawak." kata Jaejoong.

Yunho membiarkan Jaejoong memiliki kegembiraan kecil menggodanya. Lagi pula, malam ini ia akan memiliki kegembiraanya sendiri. "Aku menganggap paling mungkin untuk sesuatu yang berkaitan dengan ulang tahunku yang ketiga puluh."

"Oh. Ya, sangat pintar, Mr. Jung." Jaejoong berdiri mulai membersihkan piring piring di meja. "Hal itu tampak demikian."

Junsu mendorong Jaejoong kembali untuk duduk dan melakukan pekerjaan itu untuk dirinya.

Bagi Yunho, jelas bahwa Jaejoong ingin menyibukan dirinya. Jaejoong tahu dengan suatu cara Yunho akan balas dendam.

"Apakah pamanmu membayar biaya yang kau keluarkan?" tanya Jaejoong.

"Dia mengurus semuanya dan mendapat sejumlah besar uang. Aku jelas tidak pernah memerlukan lebih dari itu."

"Bagus, minta lebih banyak. "Jaejoong menjelaskan rencananya." kita akan memulai desas desus mengenai kegemaranmu berjudi ...hal itu dapat dengan mudah di lakukan ...dan ketika dia mendengar kau kau berjudi sampai meminta uang lebih awal, dia akan berpikir bahwa kaulah yang mengatur penculikan dirimu sendiri untuk mengambil uang darinya."

Jaejoong memperoleh kejutan tawa tertahan dari Yoochun dan Junsu. Tarikan nafas dari Yoori. "Anakku sayang, kau memiliki pikiran yang tidak biasa."

Yunho setuju. Jaejoong memiliki pemikiran pemikiran yang tidak biasa. Suatu hari ia bermaksud untuk mencari tahu bagaimana Jaejoong dapat memilikinya. Akan tetapi ..." Kekayaan itu bukan miliknya," Yunho bersikeras.

"Terdengar seperti dia ingin menjadikan semua itu menjadi miliknya." jawab Jaejoong ketus.

Yoochun menekan tangan Junsu. "Apakah dia ahli warismu, Yunho?"

"Ya." Yunho menjawab dengan singkat dan jengkel. Bukan jengkel karena mereka bertanya. Akan tetapi jengkel karena ia telah mengabaikan apa yang saat ini tampak nyata. Pamanya ingin membunuhnya. Pamanya tidak peduli akan jabatan atau apapun, dia hanya peduli akan uang.

" Dia memang selalu menjadi anak laki laki yang menyedihkan, aku ingat dia membujukmu untuk melakukan hal hal yang nekat. "Kata Yoori.

"Seperti apa?" tanya Jaejoong.

"Berlayar dalam badai, berburu di hutan, memajat tebing dan jurang, dan untuk menjinakkan kuda yang paling liar."

"Ya, dia melakukan itu. Betapa aku sangat bodoh." Yunho mengira pamanya menyayanginya, dengan mengajarinya sesuatu yang baru dan menantang untuk di lakukan seorang anak laki laki.

Jaejoong menatap Yunho.

"Kau tidak perlu setuju." kata Yunho.

"Tidak sama sekali," Jaejoong terdengar kasar dan dingin. "Aku berpikir bahwa kita memiliki hal itu sebagai persamaan."

"Aku tidak mengatur untuk membuat dirimu tampak bodoh." kata Yunho dengan datar.

"Tidak, kau mengatur untuk jalanmu sendiri. Membuatku terlihat bodoh merupakan hadiah tambahan." dada Jaejoong mulai naik turun karena kemarahan.

Yunho menepatkam tanganya di meja, sedemikian dekat sampai Jaejoong menatap matanya. "Kau tidak akan memaafkan aku, bukan?"

"Tidak pernah."

"Satu minggu yang lalu, aku merasakan hal yang sama mengenai dirimu, akan tetapi kau menyakinkanku hal yang sebaliknya." Yunho menjadi semakin dekat, sampai wajah mereka berhadapan. "Aku harus melihat jika kau dapat melakukan hal yang sama denganmu."

Kedua pipi Jaejoong memerah, ia memahami hal itu akan tetapi ia berbisik. "Tidak pernah."

Yunho tersenyum. "Kita akan lihat." berdiri, tanganya di pinggul. Yunho menatap Jaejoong.

Semua orang menatap mereka. Jaejoong menatap sekeliling, dengan sedih berkata."Aku berharap bisa melanjutkan perjalananku kesuatu tempat yang jauh dari kalian."

Yunho menjawab tanpa rasa kasihan. "Seharusnya kau penuh akal, kau dapat melakukanya."

"Aku tidak dapat meninggalkan Bibi Yoori." Hal itu memberikan kepuasan lebih banyak untuk Yunho, dari hal lain yang dapat Jaejoong katakan. Jaejoong tidak seperti ibunya. Diluar masalahnya, Jaejoong tetap tinggal disini, setia kepada wanita tua yang tidak memiliki hubungan darah denganya.

Saatnya untuk menjalankan rencana. "Yoochun dan Junsu akan tinggal disini bersamamu, Bibi Yoori, hingga aku merasa yakin kau aman dari pembunuh yang dikirim oleh pamanku.

Yoochun dan Junsu mengangguk.
"Dimana Jaejoong akan tinggal?" tanya Yoori.

"Denganku." dua kata yang keluar dengan lembut kedalam ruangan dalam keheningan.

"Tidak," Yoori menggeleng. "Kau tidak boleh menyakitinya, apa lagi mengurungnya." Yoori berkata tegas.

" Hal itu tidak pernah menjadi maksudku. "Kata Yunho. "Sebaliknya, aku akan mengikuti jejak ayahku dan mengambil seseorang asing yang tidak mereka kenal sebagai ...istriku."

Jaejoong melompat dari kursi. "Maafkam aku. Apa kau membicarakan aku? Aku tidak akan menikahimu."

                 ~TBC~




Typo dimana mana. Sudah aku edit, maaf jika masih ada typo.

No Bash. Menerima masukan yang dengan kata yang lebih terarah memberitahu jika aku melakukan kesalahan.