Sabtu, 22 Agustus 2015

AUTHOR curhat

HIATUS.
jika ada yang berminat dengan kelanjutan ff saya. Silahkan baca di

Ffn. : Sulis Kim.
Wattpat : @Suliskim * Sherry kim
Wordpres : Sulishan@wordpres.com
Fb. :Sherry Kim.

Terimakasih sudah membaca ff Sherry.
Cium peluk *Bow*

Karena memory Full jadi terpaksa ini akun saya berhentikan.

Sabtu, 04 Juli 2015

Black Pearl Chap 9 (Remake) Yunjae


Title        : Black Pearl
Author    : Sulis Kim
Main C,  : Kim Jaejoong
                  Jung Yunho
                      Other

Rate    : M+18
Ganre  :Romance, Fiction.

            WARNING

Remake novel Christina Dodd. Title The Barefoot Princess. YAOI. Boy x boy. Dengan berbagai perubahan untuk keperluan cerita. Di ganti dengan Cast fav author. ^.^ jika tidak suka mohon jangan baca, demi kenyamanan bersama. Author cinta damai.

Apabila ada kesalahan typo dan kesalahan lainya mohon di maklumi. Menerima kritik dan saran. No Bash. ^.^
 

Happy reading ...!

Yoori membaca surat di belakang bahu Jaejoong, dan menghela nafas dengan berat. "Aku merasa bersalah."

"Bersalah?" Jaejoong dengan tidak sabar membaca penolakan baru Mr. Kangin, kemudian mengangkat kepala menatap Yoori. "Mengapa?"

" Aku sangat menikmati kehadiran Master Yunho sehingga aku benar benar berharap Kangin akan menolak membayar uang tebusan." Yoori mengamati wajah Jaejoong. "Apakah itu juga yang kau pikirkan?"

"Tidak, itu tidak akan berhasil. Jika Mr. Kangin tidak membayar uang tebusan, kita akan tertahan disini dengan Mr. Jung di tempat penyimpanan anggur. "Ide tersebut tidak menyebabkan perasaan Jaejoong cemas dan hal itu membuatnya sadar apa yang di maksud dengan bibinya.

"Tentu saja, kau benar. Aku hanya ingin menyinggung bahwa aku merasa bersalah mengenai ...menikmati keberadaan Yunho sedemikian banyak." Yoori pergi ke pintu dan memakai jaketnya. "Aku akan pergi kedesa sementara kau memberitahu Master."

"Oh, aku tidak akan memberitahukannya sekarang." Jaejoon melirik tidak nyaman ke tempat penyimpanan anggur. "Dia tidak berteriak, jadi mungkin dia tertidur."

"Dia banyak tertidur pada siang hari akhir akhir ini." Yoori juga melirik ketempat penyimpanan anggur. "Aku harap dia tidak sakit karena sesuatu."

"Aku yakin dia tidak sakit. "Jika Yunho kelelahan hari ini, ia tahu alasanya.

"Kau sendiri tampak lelah. "Yoori menepuk Jaejoong dengan lenganya. "Mungkin kau seharusnya tidur siang."

Wajah Jaejoong berubah merah. Yoori menyadarinya. "Ya. Ya, aku akan melakukan itu."

"Aku mendengarmu berjalan jalan di koridor kemaren malam. Mungkin kau dapat tidur lebih tenang malam ini." Yoori tersenyum dengan manis. Dan dia pergi, meninggalkan Jaejoong dengan terkejut.

Jaejoong melesak dalam sebuah kursi. Apakah Yoori tahu ...?

Jaejoong tidak tahan mengetahui Bibi Yoori berpikiran buruk mengenai dirinya. Jaejoong membenci bahwa semua hal yang telah ia perjuangkan tampak dalam bahaya, bahwa rencananya telah terbukti menjadi kegagalan yang sial.

Akan tetapi pikiran menjadi milik Yunho, kegembiraan kemarin malam yang murni yang mengalihkan Jaejoong dari kekhawatiran yang mendengung seperti lebah dalam pikiranya dan ...

Sebuah suara ledakan di dalam rumah.

Jaejoong melompat. Perasaan takut melonjak ketenggorokanya.

Sebuah ledakan. Sebuah pistol.
Jaejoong mengenalinya. Hari hari sulit di jalan telah mengajarkanya untuk mengenali suara ledakan sebuah pistol.

Suara tembakan datang dari ... Ya Tuhan, suara itu datang dari penyimpanan anggur.

"Yunho." Jaejoong berlari ke tangga, menuruni dua anak tangga pertama. Seorang pria, seorang pria asing dalam pakaian warna hitam, melompati tangga menuju kearahnya.

Pria itu menjatuhkanya kesamping, membantingnya ke dinding.

Jaejoong tidak memedulikan memar yang diperolehnya. Tidak berusaha untuk mengejarnya. "Yunho!" Jaejoong menuruni tangga. Di lantai di atasnya, ia secara mendengar samar suara dentuman suara sepatu laki laki. Sebuah perkelahian. Sebuah bunyi gedebuk.

Jaejoong tidak peduli. Selimut yang terbakar . Api terbang di udara seperti butir salju yang terbakar, asap yang pekat memekat membentu Yunho. Jaejoong merasa tercekik akibat bau kain terbakar. Nafasnya tercekat seakan di cekik dengan tangan tangan teror yang dingin.

Pria itu mati. Yunho mati.

Ketika kobaran semakin besar. Jaejoong berteriak. "Tidak!" jantungnya berdetak cepat, bukan karena panasnya hasrat, tetapi karena aliran darah yang dibekukan oleh perasaan takut. Jaejoong melompat, merenggut selimut dari atas tempat tidur, mengaharapkan, merasa takut melihat darah dan tubuh terluka.

Lebih banyak selimut. Bantal. Menghitam, terbakar ...tapi bukan Yunho.

Dalam kepanikan dari saat itu, Jaejoong tidak dapat mengerti.

Jaejoong menerjang keluar. Berdiri terenggah enggah. Menatap tempat tidur seolah olah ia menemukan jawabanya.

Yunho tidak berada disini.
Akan tetapi dimana ...? Bagaimana ...?

Di atas, Jaejoong mendengar suara sepatu pria berlari ketika mereka mengenai papan kayu di dapur. Jaejoong berlari ke laci, untuk mengambil pistol dan Yunho tampak berada di puncak tangga.

Untuk satu detik sebuah perasaan gembira, bahagia melintas melalui dirinya. Pria itu hidup. Terimakasih Tuhan, ia hidup!

Yunho melihat Jaejoong. Ia berhenti. Ia menutup matanya seakan merasa lega.

Kemudian kebenaran menghantam kegembiraan Jaejoong. Pria itu hidup ...dan ia bebas.

Pria itu!

"Apakah kau tidak apa apa?" tanya Yunho.

Jaejoong menggelengkan kepalanya, tidak mampu mengatakan apa apa karena terkejut.

Yunho tidak melirik ke lapisan asap yang masih muncul dari selimut. Ia berfokus pada tangan dan wajah Jaejoong yang tampak hitam.

Ketika Yunho mengamati Jaejoong, seluruh tubuh Jaejoong bergetar.

Belenggu itu lepas. Dan Yunho tidak pergi. Ia masih disini yang berarti bahwa pada suatu waktu, dengan suatu cara, ia telah membebaskan dirinya sendiri dan sejak itu, ia telah mempermainkan Jaejoong seperti orang bodoh.

"Apakah kau terbakar?" tanya Yunho.

" Aku rasa aku memang terbakar. Ya, ya aku yakin aku terbakar."

"Karena api."

"Tidak." Jaejoong berbisik. "Berapa lama? Berapa lama kau telah ...?"

Tatapan Yunho menjadi lebih intens. "Sejak pertama kali aku menciummu."

Getaran itu menjadi semakin kuat. Dalam hidupnya, Jaejoong pernah ditipu, diganggu, di kejar, dikutuk. Akan tetapi ia belum pernah merasa sangat dikhianati. Ia telah bercinta dengan Yunho, membayangkan bahwa ia memiliki Yunho di bawah kekuasaanya, dan sebaliknya ...sebaliknya Yunho telah menertawainya.

Ketakutan dan rasa takut Jaejoong berubah menjadi rasa malu.

"Jae. Naik keatas aku telah memukul penembak itu hingga pingsan." Yunho berhenti seperti memberi waktu untuk Jaejoong menyadari kenyataan yang baru di ketahuinya. "Aku membutuhkanmu untuk membantuku mengikatnya."

Jaejoong menatap Yunho, matanya sangat lebar hingga terasa sakit. Jaejoong ingin membunuh Yunho.

" Jaejongie. Aku memerlukan bantuan." suara Yunho memiliki sebuah pecut yang menarik perhatianya.

Jaejoong tidak dapat membunuh Yunho. Itu adalah hal yang bodoh. Lebih bodoh daripada semua tindakanya sebelumnya selama dua minggu terakhir.

Jaejoong dapat mencari tahu siapa yang ingin membunuh Yunho ..dan mengapa.

Dengan sangat perlahan Jaejoong mendekati tangga dan naik ke atas, setiap gerakanya terasa sakit.

Yunho pindah kesisi untuk membiarkan Jaejoong lewat. Jaejoong berhenti. "Tidak, kau duluan." Jaejoong tidak ingin Yunho menyentuhnya. Dan Yunho akan melakukanya. Jaejoong dapat melihat hal itu dalam percikan dan kemarahan di matanya.

Yunho menunggu, Jaejoong menunggu. Dengan keheningan mereka berkelahi. Secara tiba tiba Yunho menyerah, pergi ke atas dan masuk ke dapur.

Di dapur, pintu terbuka lebar. Meja betguling di satu sisinya, satu kakinya patah. Vas bunga pecah berantakan, tubuh setengah pria yang tidak sadarkan diri setengah berada di dalam meja yang bergulin..

"Aku memerlukan tali." Berlutut di samping laki laki itu Yunho menggulingkan pria itu dengan perut di bawah.

Jaejoong tertawa kecut pergi mengambil rajutan Yoori. Panjang dan tebal, terbuat dari benang wol yang diciptakan untuk melindungi leher dari dingin. Benda itu belum sepenuhnya jadi pasti bisa di gunakan sebagai tali.

Jaejoong menyerahkannya kepada Yunho. Berhati hati agar jari jarinya tidak bersentuhan dengan jari Yunho.

Yunho menggunakan rajutan itu untuk mengikat tangan laki laki itu dengan erat di belakang tubuhnya. Menggulingkanya hingga punggungnya bersandar di tanah, Yunho melihat ke arah Jaejoong "Apakah kau mengenalinya?"

Pria itu tampak ribuan penjahat lain yang lain yang pernah Jaejoong temui, dan Jaejoong menggelengkan kepalanya. " Aku belum pernah bertemu denganya sebelumnya."

"Begitu juga aku."

Sekarang, Yunho ... Yunho yang telah ia temui sebelumnya, tetapi di ruangan terbuka di dapur, Yunho tampak berbeda baginya ; lebih tinggi, lebih kekar, lebih mengandalikan situasi.

Karena Jaejoong tidak lagi memiliki kendali.

Melihat ke bawah ke tanganya, ia melihat telaga hitam yang menutupi jarinya. Usahanya sia sia  untuk menyelamatkan nyawa Yunho yang tarancam meninggalkan noda hitam dan bau pakaian terbakar.

Pergi ke tempat cuci, Jaejoong menggunakan sabun dengan kasar, menggosok kukunya, membasahi handuk dan menggunakanya ke pipinya. Keseimbangan kekuasaan telah bergeser, Jaejoong tidak menyukainya. Akan tetapi seperti yang sering terjadi dalam hidupnya, Jaejoong harus menghadapi kebenaran yang tidak dapat di ubah. Ia tidak memiliki kekuasaan disini, manusia lain mendominasinya, dan keinginanya bukan apa apa.

Ketika Jaejoong kembali, Yunho mencari cari di kantung penjahat dan menemukan sebongkah lembaran uang dalam kantong kain yang kusam. Kemudian ia melemparkan kantong yang berisi uang itu.

Rasa yang tidak hormat terhadap uang itu hanya menunjukan kepada Jaejoong seberapa jelas jurang di antara mereka berdua.

Yunho menemukan pistol dalam saku kedua dan jika Jaejoong tidak mengamatinya dengan erat, Jaejoong tidak akan menyadari gerakan Yunho yang tiba tiba. Yunho meneliti senjata itu dengan begitu ahli.

"Senjata ini sangat bagus." Yunho terdengar heran, seperti seorang pria yang menemukan kecurigaannya terpenuhi. " Dan senjata ini siap untuk digunakan."

Mereka berdua tahu mengapa. Dengan hati hati Yunho menyimpan pistol itu di kantungnya.

Jaejoong mengamati penjahat itu, ia tampak seperti penjahat yang mengejarnya, dan memiliki dua pistol. Ia bukanlah penjahat sembarangan.

Seperti membenarkan kesimpulannya, Yunho menarik sebuah tongkat dari kantung tersembunyi di balik paha si penjahat.

"Berikan jubahnya padaku," kata Jaejoong.

Pria itu tidak melawan ketika mereka mengambil senjatanya, tetapi sekarang penjahat itu bangun, berusaha melepaskan ikatanya.

Ikatan itu begitu erat.
Jaejoong bersandar ke dinding, jauh dari tubuh penjahat itu yang gergeletak. Ketika ia masih bersama dengan Heechul, ia sudah pernah berada dalam situasi bahaya, namun tidak seperti saat ini.

Ketika orang itu menyerah untuk melepaskan ikatanya. Yunho tersenyum seperti awal dari gertakan, Yunho mengeluarkan sebuah pisau, sebuah pisau kecil dan tampak kejam yang belum pernah Jaejoong lihat sebelumnya. Yunho memotong ikatan Jubah dan menyerahkanya kepada Jaejoong.

Jaejoong menelusuri pinggiran jubah dengan dan menemukan apa yang ia harapkan. Ketika ia merobek jahitan, satu demi satu koin emas jatuh ke tanganya.

"Pria yang kaya, tidak kukira. "Yunho memeriksa orang itu lagi. " Orang akan bertanya tanya darimana dia memperoleh koin eman itu itu." Yunho menggosok gosokkan kepalan tinjunya ketelapan tangan seakan siap untuk memukul pria itu.

Pria itu terlihat gelisah kemudian kembali tak sadarkan diri, namun Jaejoong menyadari satu mata pria itu  tetap sedikit terbuka.

Mulut Jaejoong sedikit berkerut dengan masam.

Tidak disengaja tatatapan Yunho bertemu dengan tatapan Jaejoong. Kobaran mata gelap setajam musang menatapnya penuh tekat. Jelas Yunho menganggap dirinya sendiri tuanya.

Ya, mengapa tidak? Jaejoong secara bodoh telah menaklukan pria itu, akan tetapi Yunho tidak bersedia untuk ditaklukan. Ia adalah direktur kaya dan terpandang. Jika Yunho menginginkanya, Jaejoong dapat dihukum mati.

Jaejoong menggeram, apakah ia harus mengatakan siapa dirinya? Granmama akan mengatakan kepadanya bahwa Seorang Prince sejati tidak akan pernah ditipu oleh tipu daya yang sangat nyata seperti yang di lakukan Yunho.

Jaejoong merasakan tubuhnya panas dingin. Ia mungkin harus mengakhiri ini secepatnya.

Mengambil tempat minum air, Jaejoong menyiramkan air ke wajah di laki laki, dan juga Yunho ...tepat di pangkuanya.

Yunho menarik nafas. Tatapan gusarnya dilemparkan ke arah Jaejoong dan ketika setengah berdiri si penjahat sadar.

Laki laki itu berteriak. "Hei, kenapa kau melakukan itu?"

Dengan tatapan terakhir kepada Jaejoong yang menjanjikan hukuman, Yunho berlutut di samping pria itu lagi. Merenggut kemejanya dan mengangkat pria itu. "Siapa yang mengirimmu?" Yunho menuntut.

"Apa?" laki laki itu berpura pura untuk kembali tidak sadar.

Yunho membantingnya ke lantai, kemudian mengangkatnya dan mengguncangnya. "Jangan berpura pura denganku. Siapa yang mengirimmu?"

Kepala penjahat terhuyung huyung. "Aku tidak tahu."

"Kau seharusnya mengambil kesempatan untuk menjawab pertanyaanku." Yunho terlihat sangat murka dengan gigi bergemelutuk.

Adegan kekerasan itu mengejutkan Jaejoong.

Tidak. Kekerasan Yunho mengejutkan Jaejoong. Yunho menyembunyikan sesuatu, seorang Direktur yang di lahirkan memerintah dan mampu menerapkan keinginanya dengan cara apapun, ia menyembunyikan dirinya yang sejati dari Jaejoong.

Jaejoong mengamati Yunho mencekik pria itu hingga ia tak tahan untuk melihatnya. Jaejoong menggenggam pergelangan tangan Yunho. "Yunho."

Yunho melonggarkan genggamanya, menunggu pria itu mengambil nafas. "Aku ingin membunuhmu, tapi dia berkata jangan, sekarang katakan siapa yang menyuruhmu."

"Aku tidak tahu, aku bersumpah."

Yunho menaruh pria itu di lantai dengan lutut di perutnya.

Dalam perjalanan melalui berbagai negara, Jaejoong telah menyaksikan pemukuan dan pembunuhan. Tidak pernah kekejaman itu mengejutkanya hingga saat ini. Jaejoong mengira Yunho pecinta kesenian, seorang pemimpin yang tidak berharga, bukan penegak keadian yang dingin.

Yunho pasti melihat Jaejoong tersentak, karena ia melihat langsung kepadanya. "Ketika aku mendengar tembakan itu, ku kira kau sudah mati."

Yunho mengira, hal itu tampak menjelaskan semuanya.

Mungkin memang demikian, ia juga mengira Yunho telah mati dan memory tentang peristiwa itu masih memiliki kekuatan untuk memutar perutnya menjadi ikatan teror.

Jaejoong tidak ingin memiliki perasaan sedemikian dalam untuk Yunho.

"Jadi apakah aku seharusnya merasa kasihan untuk si pengemis ini?" tanya Yunho kepada Jaejoong.

"Aku rasa kau lebih baik mencari tahu mengapa dia berada disini dan bagaimana dia menemukanmu sebelum kau membunuhnya." jawab Jaejoong dengan tenang.

Yunho melonggarkan tekanan di lututnya. Yunho memulai. "Kali ini, jika kau tidak menjawab pertanyaanku, aku akan membuatmu menyesal."

Diperlukan beberapa usaha untuk pria itu dapat bicara. Ia berhasil menyerigai mengejek. "Kau akan membawaku ke polisi."

"Tidak! Jangan konyol. Tidak, aku tidak akan mengatakan ...aku akan membawamu ke jurang dan melemparmu kesana. Kau tidak akan di temukan jika tubuhmu hancur karena bebatuan dan jatuh ke laut." Aksen kepemimpinan Yunho terdengar kontras dengan kekejaman sadis kata katanya.

"Aku seorang pembunuh bayaran, kau mengerti?"

"Lanjut." Yunho berkata tanpa perasaan.

"Aku tidak tahu siapa dia, orang itu menyuruhku ke Jeju dan mengikuti surat ini, apapun yang terjadi aku harus menyelusuri surat itu, dan surat itu akan mengantarkanku ke orang kaya lain yang ada di penjara. Dan ketika aku berhasil membunuhmu dan membawa bukti aku akan mendapatkan imbalan sepuluh kali lipat."

"Hadiah yang sangat murah hati untuk pekerjaan itu." kata Yunho.

"Aku menunggu waktu yang tepat sampai wanita tua itu pergi dan menyelinap kedalam, aku menembakmu ...tapi kau tidak ada di sana."

"Tidak."

"Jadi, kau tidak benar benar di penjara."

" Terkutu. Mr, Kangin itu sangat yakin kau dapat dibunuh tanpa kesulitan."

Nama itu jatuh seperti sebuah dentuman dalam percakapan. Jaejoong merasa darahnya terkuras sampai ke wajah.

"Sepertinya aku salah menilai karakter pamanku." Yunho melihat ke arah Jaejoong. "Pergi dan panggil Yoochun, aku akan mengirimkan orang ini kepada pelayanku. Minho akan tahu apa yang harus dilakukan denganya."

"Yoochun sedang melaut." balas Jaejoong.

" Tidak, da sekarang bekerja untukku."

"Tentu saja." Jaejoong merasa kepahitan dari penghianatan. Yoochun tahu Yunho telah bebas, dan tidak mengatakan apapun kepadanya. Tetapi ini tidak ada hubunganya dengan Yoochun.

Dengan sebuah anggukan, Jaejoong berlari keluar.

"Jaejoong, Tunggu." Suara Yunho membuat Jaejoong berhenti dan mendengar peringatan. "Jangan melarikan diri. Aku akan menangkapmu."

"Jangan khawatir, aku tidak akan pergi tanpa Bibi Yoori,,,, dan dia tidak mau pergi. Aku bodoh membayangkan hal sebaliknya."

Tidak ada pengaruh bagi Yunho untuk mengetahui bahwa cinta Jaejoong untuk wanita tua itu yang mengikat Jaejoong si tempat ini. Akan tetapi hal itu membuat jaminan yang membuat Yunho menyelesaikan masalahnya disini sebelum menyelesaikan teka teki mengenai Jaejoong.


 
                      ~*~



Cahaya lilin menerangi dapur rumah Yoori dengan cahaya yang cukup. Yoochun telah memperbaiki meja dengan seadanya. Sekarang Yoori Jaejoong dan Junsu duduk di antara sisa sisa hidangan enak yang dibawa Yoochun dari Jeju Island setelah mengantar penjahat itu dalam pengawasan Minho.

Yoori jelas merasa senang melihat Yunho telah bebas. "Anakku sayang, apa yang akan kau lakukan?" tanyanya.

Yunho berjalan cepat dari satu ujung ke ujung ruangan yang lain. Mendominasi yang lain, ia menggunakan tingginya, kekuasaanya, jabatanya untuk mengingatkan semua orang bahwa ia memegang nasib mereka di tanganya, dan ia melakukan dengan sengaja menatap penuh intimindasi ke arah Jaejoong.

"Aku akan pulang kerumah. Aku akan mengambil alih hidupku seperti tidak ada hal lain yang mengganggunya."

Jaejoong pintar; Yunho tahu ia mengerti. Akan tetapi Jaejoong tidak mengerti mengapa; ia tidak dapat membayangkan apa yang diinginkan Yunho. Jika Jaejoong tahu, Yunho bertaruh Jaejoong akan lari sejauh mungkin dan secepat yang ia bisa.

"Aku akan mengadakan sebuah pesta untuk merasayakan ulang tahunku yang ketiga puluh." Yunho meluncurkan lirikan kepada Jaejoong. "Dan untuk merayakan perayaan yang lainya. Aku akan mengundang teman temanku dan pamanku."

Jaejoong tidak merajuk, akan tetapi ia makan sangat sedikit dan ia tidak pernah sekalipun menatap Yunho.

Junsu bertanya, sebelum Yoochun akan mengajukan yang sama. "Apa yang akan dicapai oleh hal itu, Mr. Jung?"

"Pamanku ingin membunuhku," kata Yunho. "Aku memutuskan kesempatan berikutnya dia mencoba membunuhku, harus terdapat saksi."

Jaejoong mempertimbangkan hal tersebut, kemudian mengangguk." Kau akan menjebaknya. Itu akan berhasil."

Yunho menemukan dirinya merasa senang karena Jaejoong sependapat dengan dirinya.

"Akan tetapi, Yunho. Bagaimana kau akan menjelaskan kau dapat melarikan diri dari penculikmu?"

Bibinya benar, wanita tua yang malang. Yunho tidak akan melukainya sedikitpun lagi. "Aku akan mengatakan kepadanya bahwa aku melarikan diri." Yunho yakin, pamanya tidak akan memiliki keberanian untuk meragukanya.

Jaejoong mengerutkan kening.
"Kau tidak setuju, Jaejoong?" tanya Yunho.

Untuk pertama kalinya malam itu, Jaejoong menatap Yunho. Matanya tajam dan memikat. "Ya. Kau dapat mengatakan kepadanya kau berhasil melarikan diri. Akan tetapi tulislah sebuah surat panik kepadanya meminta agar dia mengirimkan uang tebusan karena kau takut akan kehilangan nyawamu."

"Untuk tujuan apa?" tanya Junsu. "Kita membuktikanya bahwa dia tidak bersedia mengirimkan uang tebusan."

"Karena hal itu akan menjadikan keadaan lebih baik ketika Mr. Jung muda ini mengumumkan bahwa dia berhasil melarikan diri, kemudian dengan segera meminta untuk meminjam uang." Jaejoong menyunggingkan senyum puas.

"Apa? Mengapa aku akan melakukan itu? Itu semua uangku." Dengan lugas Yunho menambahkan. " Uang itu tak terhitung banyaknya."

Bagi seseorang yang kehidupanya melarat, Jaejoong menunjukkan ketidak acuhan yang mengejutkan. "Seluruhnya adalah uangmu sendiri? Pamanmu tidak memiliki uang sendiri?"

"Dia menerima sejumlah kecil warisan, ketika ayahku meninggal, tetapi ya, uang itu seluruhnya milikku."

"Apakah terdapat alasan apapun itu yang dapat kau bayangkan mengapa dia berusaha membunuhmu sekarang ?" tanya Jaejoong.

"Tidak yang aku ketahui." Yunho menata langsung Jaejoong, menggunakan informasi untuk membuat Jaejoong menaruh perhatian kepadanya. "Akan tetapi paman Kangin adalah managerku, dia memiliki kendali penuh tentang uangku."

"Mungkin dia kehilangan kekayaanmu." kata Jaejoong sengan riang.

"Jika dia telah kehilangan itu, aku akan memperolehnya kembali. "Ketika di Oxford, Yunho memiliki banyak kenalan dan sering membantu tentang urusan bisnis dan saham, mereka mengatakan ia memikiki ingsting yang luar biasa. " Aku rasa lebih mugkin dia melakukan sesuatu yang memalukan sampai hal itu akan diketahui Pers."

" Atau dia terlibat dalam kesulitan dan menjual sebagian saham atau kekayaanmu yang lain. Dan mugkin ketika kau kembali ke Seoul seseorang telah tinggal dirumahmu."

"Jaejoong, itu ide yang sangat menyedihkan." Yoori menegur.

"Ah, yang benar, hal itu seperti pertunjukan lawak." kata Jaejoong.

Yunho membiarkan Jaejoong memiliki kegembiraan kecil menggodanya. Lagi pula, malam ini ia akan memiliki kegembiraanya sendiri. "Aku menganggap paling mungkin untuk sesuatu yang berkaitan dengan ulang tahunku yang ketiga puluh."

"Oh. Ya, sangat pintar, Mr. Jung." Jaejoong berdiri mulai membersihkan piring piring di meja. "Hal itu tampak demikian."

Junsu mendorong Jaejoong kembali untuk duduk dan melakukan pekerjaan itu untuk dirinya.

Bagi Yunho, jelas bahwa Jaejoong ingin menyibukan dirinya. Jaejoong tahu dengan suatu cara Yunho akan balas dendam.

"Apakah pamanmu membayar biaya yang kau keluarkan?" tanya Jaejoong.

"Dia mengurus semuanya dan mendapat sejumlah besar uang. Aku jelas tidak pernah memerlukan lebih dari itu."

"Bagus, minta lebih banyak. "Jaejoong menjelaskan rencananya." kita akan memulai desas desus mengenai kegemaranmu berjudi ...hal itu dapat dengan mudah di lakukan ...dan ketika dia mendengar kau kau berjudi sampai meminta uang lebih awal, dia akan berpikir bahwa kaulah yang mengatur penculikan dirimu sendiri untuk mengambil uang darinya."

Jaejoong memperoleh kejutan tawa tertahan dari Yoochun dan Junsu. Tarikan nafas dari Yoori. "Anakku sayang, kau memiliki pikiran yang tidak biasa."

Yunho setuju. Jaejoong memiliki pemikiran pemikiran yang tidak biasa. Suatu hari ia bermaksud untuk mencari tahu bagaimana Jaejoong dapat memilikinya. Akan tetapi ..." Kekayaan itu bukan miliknya," Yunho bersikeras.

"Terdengar seperti dia ingin menjadikan semua itu menjadi miliknya." jawab Jaejoong ketus.

Yoochun menekan tangan Junsu. "Apakah dia ahli warismu, Yunho?"

"Ya." Yunho menjawab dengan singkat dan jengkel. Bukan jengkel karena mereka bertanya. Akan tetapi jengkel karena ia telah mengabaikan apa yang saat ini tampak nyata. Pamanya ingin membunuhnya. Pamanya tidak peduli akan jabatan atau apapun, dia hanya peduli akan uang.

" Dia memang selalu menjadi anak laki laki yang menyedihkan, aku ingat dia membujukmu untuk melakukan hal hal yang nekat. "Kata Yoori.

"Seperti apa?" tanya Jaejoong.

"Berlayar dalam badai, berburu di hutan, memajat tebing dan jurang, dan untuk menjinakkan kuda yang paling liar."

"Ya, dia melakukan itu. Betapa aku sangat bodoh." Yunho mengira pamanya menyayanginya, dengan mengajarinya sesuatu yang baru dan menantang untuk di lakukan seorang anak laki laki.

Jaejoong menatap Yunho.

"Kau tidak perlu setuju." kata Yunho.

"Tidak sama sekali," Jaejoong terdengar kasar dan dingin. "Aku berpikir bahwa kita memiliki hal itu sebagai persamaan."

"Aku tidak mengatur untuk membuat dirimu tampak bodoh." kata Yunho dengan datar.

"Tidak, kau mengatur untuk jalanmu sendiri. Membuatku terlihat bodoh merupakan hadiah tambahan." dada Jaejoong mulai naik turun karena kemarahan.

Yunho menepatkam tanganya di meja, sedemikian dekat sampai Jaejoong menatap matanya. "Kau tidak akan memaafkan aku, bukan?"

"Tidak pernah."

"Satu minggu yang lalu, aku merasakan hal yang sama mengenai dirimu, akan tetapi kau menyakinkanku hal yang sebaliknya." Yunho menjadi semakin dekat, sampai wajah mereka berhadapan. "Aku harus melihat jika kau dapat melakukan hal yang sama denganmu."

Kedua pipi Jaejoong memerah, ia memahami hal itu akan tetapi ia berbisik. "Tidak pernah."

Yunho tersenyum. "Kita akan lihat." berdiri, tanganya di pinggul. Yunho menatap Jaejoong.

Semua orang menatap mereka. Jaejoong menatap sekeliling, dengan sedih berkata."Aku berharap bisa melanjutkan perjalananku kesuatu tempat yang jauh dari kalian."

Yunho menjawab tanpa rasa kasihan. "Seharusnya kau penuh akal, kau dapat melakukanya."

"Aku tidak dapat meninggalkan Bibi Yoori." Hal itu memberikan kepuasan lebih banyak untuk Yunho, dari hal lain yang dapat Jaejoong katakan. Jaejoong tidak seperti ibunya. Diluar masalahnya, Jaejoong tetap tinggal disini, setia kepada wanita tua yang tidak memiliki hubungan darah denganya.

Saatnya untuk menjalankan rencana. "Yoochun dan Junsu akan tinggal disini bersamamu, Bibi Yoori, hingga aku merasa yakin kau aman dari pembunuh yang dikirim oleh pamanku.

Yoochun dan Junsu mengangguk.
"Dimana Jaejoong akan tinggal?" tanya Yoori.

"Denganku." dua kata yang keluar dengan lembut kedalam ruangan dalam keheningan.

"Tidak," Yoori menggeleng. "Kau tidak boleh menyakitinya, apa lagi mengurungnya." Yoori berkata tegas.

" Hal itu tidak pernah menjadi maksudku. "Kata Yunho. "Sebaliknya, aku akan mengikuti jejak ayahku dan mengambil seseorang asing yang tidak mereka kenal sebagai ...istriku."

Jaejoong melompat dari kursi. "Maafkam aku. Apa kau membicarakan aku? Aku tidak akan menikahimu."

                 ~TBC~




Typo dimana mana. Sudah aku edit, maaf jika masih ada typo.

No Bash. Menerima masukan yang dengan kata yang lebih terarah memberitahu jika aku melakukan kesalahan.

Selasa, 23 Juni 2015

Black Pearl chap 7 ( Remake ) YunJae

Title        : Black Pearl
Author    : Sulis Kim
Main C,  : Kim Jaejoong
                  Jung Yunho
                      Other

Rate    : M+18
Ganre  :Romance, Fiction.

            WARNING

Remake novel Christina Dodd. Title The Barefoot Princess. YAOI. Boy x boy. Dengan berbagai perubahan untuk keperluan cerita. Di ganti dengan Cast fav author. ^.^ jika tidak suka mohon jangan baca, demi kenyamanan bersama. Author cinta damai.

Apabila ada kesalahan typo dan lainya mohon di maklumi. Menerima kritik dan saran. No Bash. ^.^
 

Happy reading ...!

"Kita adalah pangeran. Jika sudah aman bagi kita untuk kembali ke rumah, kita akan memakan makanan yang enak, memakai pakaian mewas dan dihormati dan dicintai oleh semua."  Rambut Heechul yang berusia duapuluh tahun kusut karena hujan, bibirnya berwarna biru karena kedinginan.

Heechul benar benar mempercayai semuanya akan kembali seperti semula. Seperti yang dilihat Jaejoong yang berusia tujuh belas tahun. Itu masalahnya, mereka telah pergi dari Beaumontagne selama sepuluh tahun, akan tetapi Heechul masih benar benar percaya mereka akan kembali ke istana dan memperoleh kembali kehidupan mereka.

Kemarin perhatian mereka teralihkan. Jantung Jaejoong masih berdetak karena hampir saja tidak berhasil lolos, dan Jaejoong ingin bepergian lebih jauh dari Skotlandia.

Udara buruk menghalangi mereka. Jaejoong juga berharap udara buruk juga menghalangi para pengejar mereka.

"Sorcha akan kembali dan menyelamatkan kita, dan kita akan kembali keistana."

Jaejoong memberikan Heechul salah satu potongan roti. "Ini, makan ini."

Heechul membuat satu gigitan kemudian meringis.

Jaejoong mengamati roti yang diberikan oleh pemilik penginapan di bawah cahaya yang lebih terang. Roti itu berjamur.

"Apa kau ingat apa yang baru saja terjadi dengan kita. Kau menolak seorang hakim inggris dan mencuri kudanya. Dan itulah alasan kenapa kita melewati hutan menembus badai salju agar tidak ada yang curiga karena kita menunggangi kuda di kota. Tolonglah, Ya Tuhan, kita tidak akan aman."

"Sh! Heechuul melirik ke ruangan umum. "Hakim yang mengerikan itu memukuli kuda itu."

Jaejoong merendahkan suaranya juga. "Dia juga memukuli istrinya, dan jika dia mengejar kita dia akan menggantung kita."

"Dia tidak akan menangkap kita."

"Itu harapanmu."

"Aku bosan bersembunyi terus menerus, dan berbohong pada setiap orang. Tidak bisakah kita tinggal dan memulai kehidupan baru, Heechul?"

Heechul menatap Adiknya terkejut. "Aku tidak tahu kau merasa begitu."

"Bagaimana kau bisa tidak tahu?" Bagaimana Heechul bisa sedemikian bodoh? Jaejoong menjatuhkan sepotong roti.

" Kau tidak pernah mengatakan apa apa sebelumnya."

"Ya, aku pernah kau hanya tidak pernah mendengarkan aku sebelumnya." mungkin Jaejoong tidak benar benar mengatakanya secara gamplang. Akan tetapi ia tidak dalam suasana hati untuk bersikap adil.

Jaejoong selalu takut malarikan diri dari kota ke kota hanya untuk berembunyi.

Suasana penginapan terasa sepi, dimana yang lain dan juga pemilik penginapan.

"Kau pikir aku adalah adik kecilmu yang bodoh yang tidak tahu apa apa. Kau pikir kau akan melindungi aku, tapi kau tidak bisa melakukan apa apa. Aku harus masuk ke kota sendirian untuk mempersiapkan kedatanganmu agar dagangan kita laku. Aku tahu bagaimana hidup sendirian, Heechul. Usia yang sama ketika kau dikeluarkan dari sekolahan."

"Apakah aku terlalu melindungimu, Jaejongie?" air hujan telah mengering si wajah Heechul, akan tetapi kelembabanya masih tampak di pipinya. Dengan tergesa gesa Heechul menghapusnya dengan jarinya yang merah, dan pecah pecah.

Jaejoong merasakan ketukan rasa bersalah, tetapi ia menyapunya kesisi. "Ya, mengapa kita tidak berhenti di satu kota dan kita mencari pekerjaan ..."

"Karena Grandmama mengirimkan pembawa pesan untuk memperingatkan kita bahwa pembunuh bayaran mengejar kita."

"Setelah lima tahun, kau pikir mereka masih mengejar kita."

"Godfrey berkata jika keadaan di Neaumontagne sudah aman, Granmama akan membuat iklan. Dan menurut kabar Granmama masih hidup dan telah memperoleh kembali istana kita."

"Mungkin dia membuat para pemberontak takut setengah mati." gumam Jaejoong.

"Mungkin, tapi bukan itu intinya. Dia tidak akan lupa untuk mengirim orang mencari kita."

"Tidak, Granmama tidak melupakan apapun. Mungkin dia belum memegang kendali."

"Dan mungkin para pembunuh masih mengejar kita setelah kita keluar dari sekolah asrama?"

Heechul masih ingat bagaimana pengurus asrama mengusir mereka di tengah malam dalam badai salju tanpa bekal apapu selain beberapa receh uang yang di berikan oleh bebetapa guru disana. Ia juga ingat bagaimana Gofrey memberinya sebuah pisau dan mengajarkanya cara membela diri juga nasehat untuk menjaga diri dan juga Jaejoong. Para pembunuh bayaran itu selalu mengikuti mereka. Dan membunuh pria si pengantar pesan ketika pria itu mencoba menyelamatkan Heechul dan Jaejoong.

"Ya , Ya aku ingat." dan dua minggu setelah pelarian mereka, mereka bangun dan menemukan pria lain di kamar mereka yang gelap. Pria itu besar jika di bandingkan mereka anak laki laki yang masih di bawah umur. Pria itu membawa pisau yang berkilau dan pria itu maju mendekati mereka. Mereka berteriak dan penjaga penginapan bergegas masuk, pembunuh itu melumpuhkan pemilik penginapan ketika ia melewati pintu.

Dan ketika mereka menjelaskan siapa mereka sebenarnya penjaga penginapan  itu menggeram. Si penjaga penginapan melempar mereka keluar pada tengah malam.

"Akan tetapi itu lima tahun yang lalu,"kata Jaejoong " Kita telah berhati hatu. Tidak ada yang terjadi sejak saat itu. Mereka kehilangan jejak kita."

"Aku tidak dapat mengambil resiko. Tidak dengan nyawamu atau nyawaku sendiri. "Heechul melirik ke pintu. "Dimana pelayan yang akan membawakan kita makanan?"

Jadi ia juga, merasa khawatir akan berlalunya waktu.

"Mereka memerlukan waktu yang sangat lama." kata Jaejoong.

"Jika salah satu dari mereka dan melihat kuda .." mereka telah merawat kuda itu sendiri.

"Mereka akan melihat metapa kuda itu mahluk yang luar biasa..."

Kedua saudara itu saling melihat satu sama lain dengan khawatir. Mereka mendengar suara langkah kaki di sepanjang lorong dari dapur.

Jaejoong melompat mematikan lampu dan melemparkan diri ke dinding di belakang pintu sebwlumnya ia telah mengambil botol anggur yang telah kosong. Ia mengangguk kepada Heechul, yang balas mengangguk.

Pintu terbuka dengan deritan yang panjang, menyembunyikan rungan dari pandangan Jaejoong.

"Ada satu dari mereka. Yang lain mungkin di atas diam diam mungkin mencuri  dari kita."

Dengan perlahan Jaejoong bergeser sepanjang dinding, tetap berhati hati untuk tetap diam dan tidak mencolok.

Penjaga wanita masuk ke ruangan. Dan pelayan pria berjalan lamban di belakangnya. "Kuda yang bagus dimana kau mendapatkanya?"

" Itu hadiah dari ayahku." Tersenyum dengan seluruh daya tariknya, Heechul mendekati wanita itu. "Bukankah dia cantik?"

"Ayahmu! Seperti kau tahu siapa dia."

Heechul berjalan perlahan mendekati pelayan pria dan tersenyum. "Ini malam yang sangat buruk, kalian tidak memikiki tamu lain selain kami dan kami sudah membayar ..."

"Kami akan mengembalikan seluruh uangmu sebelum kau pergi, karena kami tidak menerima orang seperti kalian disini, bukan begitu Bert? Benar. Bert?" wanita itu berbalik untuk melihat Heechul menggiring Bert ke tempat Jaejoong yang mengangkat sebuah botol ke arah pelayan pria.

Si wanita berteriak.
Jaejoong menghantam pria itu sampai terjatuh seperti sebuah batu, berdentam di lantai.

Jaejoong berjalan mendekati wanita itu, si wanita berlari dan menjerit.

Heechul berlutut di dekat si pria. "Dia masih hidup."

"Bagus. Itu kejahatan lagi yang akan aku lakukan,"kata Jaejoong dengan suram.

"Mengapa mereka selalu mencurigai kita?" Heechul berdiri dan mulai membereskan barang barang mereka yang tidak banyak.

"Karena kita tidak berjalan seperti mereka, makan seperti mereka dan berbicara seperti rakyat biasa.

"Aku berharap ayah masih hidup."

"Ayah sudah meninggal ketika mempertahankan kerajaan Beaumontagne dari para pemberontak, kita tahu itu dengan pasti."



                  ~*~

"Jaejoong, Yunho menanyakanmu?" Yoori memasuki dapur dengan terburu buru. Jaejoong duduk di meja, tanganya menutupi keningnya. "Apakah kau merasa sehat untuk pergi ke bawah?"

"Tidak." Jaejoong mengangkat kepalanya. "Karena ...aku merasa belum merasa sehat, aku takut menukarkan penyakitku."

Mata Yoori melebar."Aku kira hanya sakit kepala?"

"Ya memang demikian! Akan tetapi sekarang aku sedikit batuk ...mungkin terlalu banyak mengabiskan waktu di tempat penyimpanan anggur yang lembab."

"Jika kau benar benar yakin bahwa tidak menguntungkan bagi kesehatanmu pergi ke bawah, maka dengan segala hormat, kita harus membebaskan Yunho atau kita akan bertanggung jawab atas kematianya. "

"Tidak. Tidak tidak, kita tidak bisa membebaskan sekarang!" jika ia membebaskanya pria itu akan merenggut Jaejoong dan memberikanya lebih banyak ciuman.

Yoori mendesah perlahan."Jaejongie. Kau tidak sakit, kau menghindari Yunho. Aku tidak menyalahkanmu, ketika kau memberitahu dia bahwa kita tidak akan membebaskan dia ..."

"Itu tidak menyenangkan? Dia tidak menyenangkan!"

"Dia dapat di bujuk."

"Mengapa aku harus membujuk dia?"  Jaejoong berharap Yoori menyebut nyebut kehormatan Directure Jung.

Sebaliknya Wanita tua itu mengatakan. "Karena penyimpanan anggur yang lembab."

Yoori memainkan rambut Jaejoong si keningnya. "Sekarang pergilah ke bawah dan bicara dengan anak itu. Tawarkan untuk membaca untuknya. Kau menyadari sejak hari pertama bahwa dia sangat tampan. Mungkin kau bisa bermain mata denganya."

"Aku lebih tampan. Dan kenapa aku harus bermain mata denganya?" pandangan Jaejoong melihat Yoori dengan ngeri. "Oh ,tidak . Dia bukan tipeku, aku tidak dapat bermain mata dengan pria."

"Kau cantik, dan benarkah kau tidak bisa? Aku rasa lirikan tersembunyi itu benar benar sesuai dengan seleramu."

"Kau ...kau berpikir aku menunjukan rasa suka ...sebuah perasaan ...untuk Jung sombong itu." Apakah Jaejoong tanpa disadari mendorong perhatian Yunho.

"Sebuah perasaan suka yang tidak diinginkan."

"Aku tidak ingin menyukai dia."

"Tidak, tentu saja kau tidak mau. Akan tetapi alam memiliki pikiran yang bebeda. Jadi pergilah ke bawah."

Untuk pertama kalinya Yoori memperhatikan Jaejoong dengan seksama tentang penampilanya. "Kau memerlukan sebuah warna." wanita itu mencubit pipi Jaejoong.

Dengan tatapan marah kepada Yoori, Jaejoong berjalan dengan kesal. Akan tetapi sebelum sampai di tangga ia menoleh. "Kau tidak pernah bercerita tentang ibunya."

"Aku pernah bercerita. Aku berkata kami kehilangan dia."

"Dia tidak hilang, dia mengabaikan keluarganya. Setidaknya itu yang di katakanya kepadaku."

"Memang terlihat seperti itu. Dia pergi dan tidak pernah kembali, tapi aku tidak mempercayainya. Dia mencintai anak laki lakinya dan mencintai Jung Siwon." Yoori tampak melamun. " Jung Kibum tidak mungkin melarikan diri."

"Itu yang aku katakan, tetapi dia..."

"Cobalah bayangkan kalau kau menjadi Yunho, ketika orang orang yakin bahwa ibunya berpikiran dangkal dan tidak bermoral." Yoori menempatkan tangan di pipi Jaejoong. "Dia mendengar orang orang dewasa bergosip dengan sangat kejam. Anak anak mengejeknya, mengatakan dia sangat nakal sehingga ibunya melarikan diri."

Wajah Jaejoong menciut." Aku mungkin mengatakan sesuatu seperti itu."

"Oh, Jaejongie. Aku sangat mencintaimu, kau harus menjaga kata katamu. Turunlah dan hibur dia."

Jaejoong kembali melangkah menuruni tangga. Ketika ia memasuki ruangan Yunho sedang merapikan ranjang. Hal itu mengejutkan Jaejoong, ia tidak pernah melihatnya melakukan sesuatu  yang hampir menyerupai tugas. Pria itu pasti sudah sangat bosan.

Memegang selimut di lenganya, Yunho mengangguk. "Mr. Kim, jika kau mau duduk, kita harus bicara."

Sopan santun, Yunho menunjukan sopan santun. Mengapa?

"Berbicara mengenai apa?" mengenai ciuman mereka? Jaejoong tidak mau berbicara tentang itu.

" Jika kau mau duduk." Yunho mengulang.

Jaejoong berjalan menuju kursi dan duduk. Yunho duduk di sebrangnya. "Aku memerlukan pakaian,"ujarnya.

Pakaian? Pria itu membahas pakaian. Betapa mengecewakan.

Jaejoong berpikir pria itu akan membahas ciuman yang masih memenuhi pikiranya. Namun sepertinya hal itu tidak di dalam pikiran Yunho.

"Aku telah mengenakan pakaian yang sama enam ...tujuh? ...hari sekarang. Dengan kecepatan rencanamu berjalan, aku mungkin harus mengenakannya selama enam hari lagi."

"Aku yakin, pamanmu akan mampu membayar uang tebusan kali ini."Jaejoong merasa tidak yakin akan hal itu.

Dari cara gigi Yunho mengatup rapat, jelas ia merasa ragu bahwa ia akan segera dibebaskan. "Walaupun demikian aku memerlukan pakaian bersih, dan pakaian bersih ada di kamarku di Nami. Yang aku perlukan adalah seseorang membawakanya." Yunho menusukkan pandanganya ke Jaejoong. "Karena aku tidak bisa membahas masalah mengenai pakaian dalamku dengan Bibi Yoori, seseorang itu haruslah dirimu."

"Kau ingin aku menyelinap kekamar tidurmu di Nami Island dan mencuri pakaian?"

"Benar, Mr. Kim, kau sepenuhnya mengerti." Yunho menarik kertas dari sakunya. "Aku telah menulis daftar dari kebutuhanku."

"Kebutuhanmu?" Jaejoong hampir tidak dapat mempercayainya kekasaran Yunho. "Bagaimana kau dapat mengusulkan aku masuk kerumahmu tanpa diketahui?"

"Kau telah terbukti memiliki pemikiran yang alaistis dan kriminal serta kemampuan untuk melaksanakan rencana apapun menjadi kenyataan. Aku sepenuhnya mempercayai hal itu, jika kau harus, kau dapat mencuri perak dari bawah hidung kepala pelayanku ketika sedang di bersihkan."

"Apakah kau memujiku atau menghinaku?"

"Aku akan membiarkanmu memutuskan." Yunho melambaikan daftar itu. "Sekarang dengarlah dengan teliti Pakaian dalamku ada di laci kamar tidur ...bukan diruang duduk tapi di kamar tidur...menghadap ke kaki ranjang. Aku menginginkan dua kemeja berasih, dua pasang celana dalam, kaus kaki panjang yang bersih ..."

Ketika Jaejoong mendengarkan Yunho membaca, ia menelan ludah. Yunho kira ia bisa berjalan ke estat itu tanpa dihentikan. Seperti ia layak berlaku disana, ia memang layak berada disana, dan ia memang layak, terdapat lebih dari seratus pelayan di rumah besar itu.

Membawa kembali pakaian pria itu bukan masalah. Jaejoong tidak tahu apa apa menganai seluk beluk rumah besar itu, bagaimana jika ia tersesat di dalam dan tidak bisa keluar dan kesempatan membawa pakaian yang benar tampaknya sangat kecil. Lebih baik untuk mengangguk dan berpura pura ia dapat melakukan tugas yang telah diberikan kepadanya.

"...dan itu saja," Yunho mengakhiri." Aku telah menggambarkan sebuah peta dari kamar tidurku dan daftar waktu saat pelayanku akan berada disana. Aku sarankan agar kau menghindarinya. Jika dia menangkapmu sedang membongkar bongkar pakaian dalamku, kemungkinan dia akan kehilangan kesabaran dan tidak bersedia mendengarkan cerita apa pun yang berusaha kau katakan kepadanya. Dia cukup pintar dan sangat senang kepadaku ..."

"Mengapa?"

" ...dan aku membayangkan kehilanganku telah membuatnya tidak tenang." Yunho menyodorkan kertas itu pada Jaejoong.

"Taruh di meja dan dorong kearahku,"kata Jaejoong.

"Aku kira kita telah lebih meningkat daripada itu." Yunho melakukan apa yang diperintahkan.

Jaejoong mengambil kertas itu, membukanya, dan berpura pura untuk mempelajari peta.

"Tentu saja, itu kemarin sebelum kita berciuman."

Jaejoong merapatkan giginya dan melihat kepadanya. "Jangan khawatir, Mr. Jung. Aku sudah melupakanya."

"Benarkah? Bagus untukmu. Untuk diriku sendiri panas dari ciuman itu terbakar ke dalam ingatanku sehingga saat lanjut usia ketika semua hal lain dalam hidup telah hilang dari pikirtanku, aku masih mengingat panas dari bibirmu yang menekan bibirku. "Dalam kilasan detik, pria terhormat tidak menunjukan emosi dan memerlukan pakaiannya menghilang, meninggalkan pria primitif yang mengintai incaran yang akan ia ambil sebagai pasangan.

Dan Yunho tidak bergerak sesenti pun.

Mengapa Yoori memerlukan mencubit pipi Jaejoong, ia tidak perlu itu untuk membuat wajahnya merona dan ia hampir tidak dapat melihat Yunho dengan tenang. "Tolong, Mr. Jung, aku tidak harap untuk..."

"Omong kosong. Tentu saja kau ingin, Jaejoong, dan ingin bersamaku."

Jaejoong melempaskan lirikan panas dan benci.

"Aku tahu. Kau tidak menyukaiku. Akan tetapi pikirkan hal ini dari sudut pandangku. Kau membuatku merasa tolol. Kau menculikku, menahanku, membuatku merasa bersalah, membuatku merasa ragu akan pamanku dan manager bisnisku ...semua sangat tidak nyaman bagiku, aku pastikan itu padamu. "

Yunho adalah pria yang sangat suka menyentuh. Ketika ia menatap Jaejoong, ia membelai selimut, dan Jaejoong menemukan dirinya mengamati jari jari Yunho ketika mereka menyusuri lapisan cokelat panjang. Jemari itu mengelus dan mengelus kembali, dan selama itu pandangan Yunho menyentuh Jaejoong sedemikian lembut. Seperti tubuh pria itu. "Aku seharusnya mrmbencimu. Sebaliknya aku menginginkanmu. Hanya itu yang aku pikirkan, dan satu satunya hal yang membuatku nyaman adalah mengetahui bahwa memilikiku adalah satu satunya hal yang kau pikirkan pula."

"Itu tidak benar." Gerakan hipnostis itu membuat Jaejoong tetap diam, menerangkapnya untuk mendengarkan suara Yunho yang perlahan, dalam, dan menggoda.

"Mungkin tidak. Aku tidak memiliki tugas untuk menyibukan pikiranmu." tangan Yunho berhenti. Yunho mencondongkan tubuh kedepan. "Akan tetapi, Jaejongie, aku mengenal pria sejenismu. Aku tahu bahwa di kegelapan malam ketika mimpi menyelinap di celah pintu tanpa ampun seperti kabut dari laut, kau memimpikan aku."

Terperanjat oleh pengetahuan Yunho, Jaejoong menyangkal hal itu. "Tidak!"

"Kau bertindak seperti kau memiliki pilihan dalam masalah ini. Kau tidak memiliki pilihan. Aku tidak memiliki pilihan. Sejumlah kekuatan aneh dalam alam kita telah menyatukan kita dalam hasrat. "Yunho duduk di kursinya, masih seperti seekor singa yang menunggu mangsanya untuk melangkah dalam jangkauanya.

"Apakah kau tahu bahwa ketika kau bangun pada pagi hari, aku mendengar langkah kakimu di kepalaku? Aku membayangjan dirimu melepaskan  pakaian tidurmu, tubuh berkilau pucat dan ranum, dan mengenakan salah satu kemejamu yang mengerikan. Pada malam hari ketika papan kayu berderit ketika kau bersiap siap untuk tidur, aku membayangkan kau melepas pakaian. Dan sepanjang malan, dan setiap kali kau membalik kantubuhmu di tempat tidur lajangmu, aku mendengarmu. Kau mungkin menawanku, tetapi aku mengamatimu."

Kata kata Yunho menuaikan mantra kepada Jaejoong. Jaejoong tidak dapat bergerak, hampir tidak dapat bernafas, dan kengerian menyelinap masuk pada antisipasi yang memabukkan. Sepotong kecil akal sehat mempertahankan Jaejoong untuk mengatakan. "Aku akan membebaskanmu jika aku berani, dan kemudian kita akan menyeselaikan hal ini."

Gelak tawa Yunho mengejutkan Jaejoong. "Kau masih polos. Kita tidak akan pernah selesai dengan ini, seperti yang kau sebut. Kita akan membawanya sepanjang umur kita. Apakah kau tahu seberapa besarnya aku menginginkanmu?"

Mata Jaejoong melebar, menggelengkan kepala.

"Jika kau melepaskan belengguku saat ini, aku akan tetap tinggal di tempat penyimpanan anggur yang gelap dan kecil ini untuk bercinta denganmu."

"Kita tidak dapat melakukan itu. Aku tidak dapat melakukan itu."

Yunho tidak mengatakan apapun, tetapi matanya memberikan pesan yanh jelas dengan  pengatahuan yang telah Jaejoong rindukan untuk ia ketahui.

"Terdapat terlalu banyak perbedaan dalam keadaan kita. Jika kau di bebaskan, kau akan berusaha untuk menemukanku dan menghukumku ..."

"Itu benar,"Yunho mengakui. "Akan tetapi kau tidak akan mati karena hukumanku, manis. Kau akan memohon untuk lebih banyak lagi. Aku berjanji, aku akan membuatmu membayarnya."

Ketika Yunho melihat Jaejoong, mata musangnya berkilat penuh dengan kobaran, ketika berbicara pada Jaejoong, suaranya menyelinap salam saraf Jaejoong seperti beledu hitam. Jaejoong ingin mendorongnya ketempat tidur, dan mrncari tahu apakah Yunho akan memenuhi janjinya." Tidak mungkin."

Jaejoong berbicara lebih kepada dirinya sendiri. Akan tetapi Yunho tetap menjawab. "Itu bukan tidak mungkin. Pikirkan mengenai hal itu. Aku terbelenggu ke tempat tidur. Ketika rumah sepi, kau dapat turun kebawah dan bercinta denganku."

"Jangan konyol. Kau tidak akan pernah membiarkan aku ..."

"Tapi aku akan melakukan itu. Aku  akan membiarkanmu memimpin, melakukam apapun yang kau suka dan apa yang membuatmu merasa puas. Aku akan rela kau rasuki, jika itu akan membuatmu senang. Aku akan menciummu dimanapun kau memerintahkan ...di bibirmu, di lehermu ..."

"Mr. Jung, tolong!"

"...bahumu. Yang benar, Jaejoong, kau pikir aku akan mengatakan apa?" mata Yunho berkilau dengan jenis kegembiraan nakal yang akan menjadikanya menarik ...jika Jaejoong tertarik kepada pria berkedudukan tidak jujur, sensitif dan suka berfoya foya.

"Bayangkan, Jae, betapa manisnya untuk mengetahui bahwa kau memiliki aku dibawah kendalimu dan jika kau memilih untuk meninggalkanku merasa frustasi dan menahan keinginan, kau dapat pergi tanpa perlu melihat kebelakang."

"Jika kau menegurku seperti yang kau lakukan kemaren dan menekanku ke tempat tidur, aku tidak akan dapat mengendalikanmu."

"Kemaren aku kehilangan kendaliku. Aku tidak akan meminta maaf karena aku tidak merasa menyesal ...aku sudah mengatakan kepadamu bagaimana perasaanku mengenai ciuman itu. Akan tetapi aku bersumpah diatas rasa hormat ...bahwa aku tidak akan memaksamu lagi. Tidak ketika kita berada dalam tempat penyimpanan anggur ini."

Dengan menggosok gosok bagian atas meja, lagi dam lagi. Yunho menawarkan dirinya penawaran setan dan ia tergoda. Sangat tergoda. Karena apa yang dikatakan Yunho adalah benar.

Dengan tiba tiba Jaejoong kembali ketempat penyimpanan anggur untuk menemukan dirinya sendiri menatap ekspresi Yunho yang gembira dan penuh rasa curiga.

Apakah Jaejoong telah menghianati dirinya sendiri.

Tentu saja. Yunho mengenal Jaejoong , atau mungkin lebih pintar untuk mengatakan mengetahi wanita jauh terlalu baik.

Melompat ke kakinya, Jaejoong mulai melangkah."

"Jaejong. "Yunho memanggil.

Jaejoong berpaling kembali kepadanya. "Apa?"

"Kau melupakan daftarnya."
Tentu saja Jaejoong telah melupakan. Yunho telah mengalihkan perhatianya.

Jaejoong berjalan kembali mengambil daftar itu.

"Ada sesuatu yang tidak aku masukkan kedalam daftar itu." Yunho berkata.

" Tidak masalah. Aku sudah cukup beruntung untuk dapat masuk ke kamar tidurmu, mengambil barang barang itu dan pergi tanpa tertangkap."

"Tetapi barang itu sangat penting." Suara dalam Yunho merebut perhatian yang sebenarnya tidak ingin di berikan Jaejoong. "Ketika seseorang bercinta untuk pertama kalinya, lebih baik ia menggunakan minyak untuk memudahkan jalan."

Jaejoong mbeku, pandanganya menekan pada Yunho.

"Juga, lebih naik jika dia melindungi dirinya sendiri dari kehamilan meskipun mustahil itu akan lebih baik untuk mencegah hal yang tidak diinginkan."

"Tentu saja benar!" Bagaimana bisa Jaejoong bahkan telah mempertimbangkan penawaran yang Yunho tawarkan dan tidak memikirkan hal yang nyata?

"Di laci di atas meja di sebelah tempat tidurku. Terdapat sebuah kotak kecil. Kotak itu berisikan segala hal yang kita perlukan untuk menjadikan malam malam kita menyenangkan. Jika kau harus melakukanya, tinggalkan segala yang lain, tetapi bawa kotak itu."

Jaejoong mendengus seakan menganggap hal itu tidak masuk akal, tetapi itu hanyalah dengusan lemah. Jaejoong berjalan menuju tangga lagi.

"Jae,"

Jaejoong berpaling kembali. "Apa?"

" Apakah kau tidak menyadari bahwa aku tidak meminta baju malam?"

Jaejoong melirik daftar dan mengira ngira mengapa Yunho mengatakan hal itu kepadanya. Kemudian Jaejoong tahu mengapa.

Yunho baru saja memberitahunya bahwa Yunho tidur telanjang.

Setiap malam di tempat penyimpanan anggur di bawah kamarnya, tubuh telanjang Yunho siap untuk menyambutnya. Sekarang ketika ia mengetahuinya, Jaejoong tidak dapat lari dari bayangan itu ...atau godaan itu.

                 ~TBC~

Jumat, 19 Juni 2015

Black Pearl chap 6 (Remake) YunJae


Title        : Black Pearl
Author    : Sulis Kim
Main C,  : Kim Jaejoong
                  Jung Yunho
                      Other

Rate    : M+18
Ganre  :Romance, Fiction.

            WARNING

Remake novel Christina Dodd. Title The Barefoot Princess. YAOI. Boy x boy. Dengan berbagai perubahan untuk keperluan cerita. Di ganti dengan Cast fav author. ^.^ jika tidak suka mohon jangan baca, demi kenyamanan bersama. Author cinta damai.

Apabila ada kesalahan typo dan lainya mohon di maklumi. Menerima kritik dan saran. No Bash. ^.^
 

Happy reading ...!
 

Bebas! Kepuasan liat mengalir melalui pembuluh darah Yunho. Bebas!

Dan ia akan memiliki Jaejoong. Ia masih dapat mengejar Jaejoong. Ia akan menangkap Jaejoong.

Inting primitif menyuruh Yunho ke atas, kakinya berdentam di tangga yang terbuat dari papan.

Suara itulah yang membuatnya tersadar.
Apakah ia gila? Ia seharusnya tidak mengejar seseorang pria yang menjengkelkan , suka membuatnya marah, kurang ajar dan menyebalkan.. Ia dapat kabur!

Ia bebas, dan tidak ada orang lain yang tahu selain dirinya sendiri. Ia dapat pergi ke kota dan memerintah polisi untuk menahanYoori dan Kim Jaejoong ...tidak. Tidak, ia tidak akan puas hanya dengan itu.

Ia dapat bergegas ke atas dan menakut nakuti mereka. Akan tetapi Yunho ingat laki laki yang membawanya ketika mereka membiusnya, ia mendengar suara gaduh laki laki dari atas. Jaejoong bisa saja menyuruh laki laki itu untuk menyeret membawanya kembali turun kebawah dan memukulnya.

Yunho tidak sanggup menghadapi enam hari lagi tanpa matahari atau udara segar. Ia harus keluar dari sini.

Diam diam ia kembali melompat ketempat tidurnya. Ia mengambil potongan belenggu itu di telapak tanganya, ternyata meskipun tampak bersih luarnya, mekanisme di bagian dalamnya telah rusak.

Yunho memakai sepatunya dan mengenakan mantel jaketnya yang besar. Pergi ke lemari yang bobrok yang bersandar ke dinding di bawah jendela, ia melakukan pengujian secara hati hati untuk melihat apakah lemari tersebut dapat menahan tubuhnya, kemudian menaikan dirinya sendiri ke atasnya.

Ia membuka sedikit jendela, jendela itu telah tertutup sedemikian lama sehingga mendecit sebagai ptotes dan Yunho mengintai keluar.

Rumput hijau musim semi muncul di tanah dalam rumpun di sekitat jendela. Yunho mendorong jendela kesisi, akan tetapi ia tidak melihat siapapun. Ia mengangkat dirinya sendir dengan menggunakan sikunya, kakinya berpijak pada dinding batu, melalui bukaan sempit menuju kebebasan.

Udara dingin dan lembab. Yunho merebahkan pipinya ke rumput dan menarik nafas segat pertama yang ia peroleh sejak enam hari. Ia bebas!

Ia tidak sabar untuk pulang dan membuat rencana pembalasan dendan terhadap Jaejoong.

Tidak. Tunggu dulu, mula mula dia akan mandi. Kemudian akan melaksanakan rencananya. Pembalasan dengan Jaejoong dengan sangat pelan.

Berdiri, Yunho mengambil nafas kembali, dan menyerahkan diri pada dorongan hati, ia memukul dadanya dan tertawa nyaring. Ia baru saja terbebas dari penahanan ...

Rumah Yoori berdiri di kaki gunung Hallasan menghadap ke desa dan laut. Ia tahu jika ia mengikuti jalan, ia akan sampai di pub tidak jauh di ujung desa dan disana ia akam menemukan seseorang untuk membawanya naik ke peraju kembali ke daratan.

Yunho mulai menuju desa. Kakinya terasa baik baik saja ketika ia merenggangkanya untuk melangkah dengan cepat. Ia mengira ngira apa Bibi Yoori akan turun dan memeriksanya, dan menggeryit menyadari Bibinya akan melakukan hal itu. Yoori akan membawakan makan malam untuknya. Dan tidak menemukan Yunho disana, dan wanita itu akan sedih. Bibinya telah menyarankan bahwa Yunho seharusnya dibebaskan, ia mendengarnya.

Yunho memasuki pinggiran desa, tidak ada cahaya yang bersinar di jendela, dan kabut serta malam mulai muncul memberikan deretan rumah itu penampilan yang kosong tidak berpenghuni. Setidaknya ... Yunho berharap bahwa itulah mengapa pondok pondok itu tampak sedemikian tidak terawat. Ketika ia masih kanak kanak dan datang berkunjung, setiap rumah sebuah tempat yang di banggakan. Sekarang tampaknya tidak ada yang peduli pada cat yang terkelupas di dinding. Hampir seolah olah telah di abaikan oleh pemiliknya.

Yunho membungkukkan bahunya, mendorong tanganya masuk ke saku mantelnya, dan berjalan perlahan menuju pub. Akan tetapi ia tidak dapat masuk kedalam. Tempat itu dipenuhi suara suara, seperti semua orang di desa berada di dalamnya. Yunho jelas berharap demikian, karena jika benar, penjahat upahan Jaejoong pasti berada di dalam sana.

Yunho bersandar ke dinding di dekat jendela. Ia akan menunggu hingga beberapa nelayan muncul. Ia akan meminta mereka mengantarnya ke daratan.

Yunho senang membayangkan Jaejoong turun kebawah dan tidak menemukan dirinya, dan melihat tempat tidur kosong. Tentu saja Jaejoong akan membuat alasan untuk turun kebawah malam ini. Yunho telah membuat seseorang merasa bahagia sekaligus ketakutan setengah mati.

Dan esok hari Pamanya Kangin akan mendapatkan kabar keponakanya yang masih sangat baik dan sangat tidak senang. Yoori akan memperoleh peringatan keras dan Jaejoong ...

"Apakah mereka akan memperoleh uang dari penculikan ini, menurutmu?." Suara seorang pria. Suara seorang pria yang di kenalnya.

Kepala Yunho melihat sekeliling dan ia lebih mendekat ke jendela.

"Aku takut akan seluruh proyek ini." kata suara lain.

" Aku katakan kepadamu kita seharusnya tidak ikut terlibat." Suara seorang wanita, berkeluh kesah dan menuduh.

"Kau tidak terlibat "Suara wanita lain. "Tidak akan ada seorangpun yang akan menuduhmu melakukan apa apa. Kau tidak akan dihukum sama sekali ...akan tetapi ingat ini ...jika hal ini berhasil, kau akan memperoleh keuntungan."

"Aku tidak pernah meminta uang!" Wanita yang pertama mendecit tidak suka.

"Rumahmu sama jeleknya seperti rumah lainya, apakah kau akan membiarkanya rubuh di atas kepalamu? Kau akan membiarkan kami memperbaiki desa ini termasuk rumahmu, akan tetapi jangan khawatir kami tidak akan menyeretmu dalam kehancuran.

" Junsu!"

Yunho mengenali suara dalam pria itu. Ia mendengarnya sore tadi dirumah Bibi Yoori. Pria yang membantu Jaejoong menculik Yunho.

"Ku tidak boleh mencaci orang lain."

"Ya ! Kurasa tidak!"

Dan Pria yang di panggil Junsu sedikit tidak suka dan tidak berkata apa apa.

"Dia tidak selalu demikian." Suara pria lain lagi." Apakah kau ingat, Yoochun, ketika kau kanak kanak bermain bersama sama dan kau dan Yunho menjelajahi jurang di kediaman Jung di Busan? Jurang di atas laut?"

Ketika Yunho berusaha keras untuk mengingat ingat siapa orang ini, Pub itu sedikit riuh.

" Ah, tidak, kau tidak perlu menceritakan cerita itu."

Park Yoochun. Yunho mengingat Yoochun dari masa kanak kanaknya. Usia mereka kurang lebih sama dan bahkan pada saat itu, Yoochun anak laki laki yang sama denganya, seorang anak yang baik, tetapi sedikit lebih pendek namun mampu mendayung perahu bersama ayahnya untuk mencari ikan.

Yunho mengepalkan tinjunya.

"Kalian berdua melompati jurang ke tonjolan batu tidak jauh di bawahnya, dan Mr. Jung Siwon mengira kalian berdua jatuh hingga mati."

" Dan ketika kami sampai di atas Mr. Jung tua itu merenggut jaket kami dan memukuli lengan kananya ke punggung kami." Yoochun terdengar merasa terluka ketika Yunho juga mengingat hal yang sama.

Pub itu di penuhi suara tawa. Bagaimana mereka tahu rupa wajah ayah, sangat pucat dan marah sehingga Yunho merasa sangat ketakutan.

" Jika terdapat masalah, aku akan menerima tanggung jawab atas semua hal." suara pria tua yang gemetar berkata. " Yunho mendengar bahwa aku membawa domba ke padang rumput, dia jelas akan ..."

"Memenjarakanmu dan bukan kita?" suara Junsu lagi. "Kita tidak akan membiarkan hal itu, Paman pendeta."

Ohh. Pendeta Smith Yunho ingat pria keturunan prancis itu.

" Kita berada dalam hal ini bersama sama, kita melakukanya untuk Bibi Yoorii, untuk membantu diri kita sendiri, desa ini , dan untuk membenarkan kesalahan yang besar ..."

" Dan untuk menyelamatkan jiwa Yunho. "Suara pria tua itu lagi.

Menyelamatkan jiwaku? Yunho hampir tidak dapat mempercayai kekurangaajaran ini.

"Ya, Yoochun , itu Juga." Junsu setuju.

"Aku rasa kita berusaha menyelamatkan jiwa Kangin juga, akan tetapi aku takut itu akan tidak ada gunanya." ujar sang pendeta dengan masam.

"Beberapa dari kita lebih peduli pada Yunho dari pada Kangin." suara tawa mengikuti suara wanita tadi.

Jadi mereka tidak menyukai pamanya. Setelah minggu ini , Yunho juga mengakui lebih dari rasa khawatir yang tidak nyaman mengenai pamanya.

"Aku belum pernah melihat seluruh desa di penjara, jadi aku rasa kita percaya pada Tuhan bahwa Yunho akan memaafkan kita."

Yunho menunggu untuk mendengar seseorang setuju, tentu saja , ia akan memberikan maaf.

Sebaliknya seseorang berkata. "Dia tidak seperti Jung Siwon, ayahnya. Dia seperti Kibum, ibunya. Melarikan diri dari tugas tugas yang membosankan yang tidak ingin ia lakukan. Dia tidak akan memberikan ampunan. Dia bahkan tidak tahu apa yang mereka lakukan kepada kita."



                ~*~

Ketika Yunho menyelinap kembali ke tempat penyimpanan anggur, belenggu yang patah masih tergeletak di lantai, tempat tidurnya masih kusut dari pergulatanya dengan Jaejoong.

Tidak ada yang berubah, Yoori dan Jaejoong tidak menyadari bahwa ia telah melarikan diri. Ruangan itu tampak benar benar sama.

Dunialah yang tampak berbeda.
Ibunya.

Duduk di kursi Yunho membuka sepatunya, ia melemparnya ke bawah tempat tidur, menghapus semua bukti dari pelarianya.

Cemoohan itu kembali, tanpa henti dan penuh kebencian

Dia seperti Kibum, ibunya. Melarikan diri dari tugas tugas yang membosankan yang tidak ingin ia lakukan.

Yunho berdiri dan kembali lagi, berjalan cepat di dalam ruangan.

Berani beraninya mereka membandingkan Yunho dengan ibunya? Mengapa semua orang setuju? Ia seperti ayahnya. Bagaimana mereka tidak melihat hal itu? Ia tampak seperti ayahnya. Ia memiliki kebanggan yang sama atas nama Jung dan jabatan Directure.

Akan tetapi penduduk perpikir ia seperti ibunya. Bagaimana mereka dapat mengatakan itu?

Dengan logika tanpa akhir, Yunho menjawab semua pertanyaanya sendiri.

Mereka tidak tahu seperti apa Yunho atau apa yang ia lakukan selama delapan belas tahun. Yang mereka tahu adalah ia telah mengabaikan tugas tugasnya.

Ia memang telah melakukan itu. Bukan paman Kangin. Yunho yang melakukanya. Karena Ayah Yunho tidak akan menyuruh orang lain bertanggung jawab dari seluruh aset keluarga. Benar paman Kangin membantu ayahnya mengelola kekayaan keluarga, tetapi Yunho tahu Ayahnya bersikeras menerima akuntasi dari saudaranya. Dan sekertaris pribadinya akan membuat laporan untuknya, bukan paman Kangin.

Mungkin ayahnya melakukan itu dengan suatu alasan. Mungkin ayahnya tidak sepenuhnya mempercayai pamanya.

Jadi benar, ia seperti ibunya. Walaupun Yunho benci untuk mengakuinya, Jaejoong benar. Ia adalah bisul pengganggu.

Akan tetapi ia tidak seperti ibunya. Ia telah menghapus seluruh pengaruh penuh penghianatan dari pikiran dari hatinya. Ia seperti ayahnya.

Jadi bagaimana ia akan memulainya?
Ia akan menyingkirkan Paman Kangin dari jabatan manager bisnisnya dan menemukan dengan pasti apa tujuan paman Kangin dengan tidak bersedia mengirimkan uang tebusan.

"Yunho, sayang."
Mendengar suara Yoori di atas tangga, Yunho melompat dengan penuh rasa bersalah.

Yoori menuruni tangga membawa nampan makanan. Jiji berjalan mengikutinya. Yunho ingin melompat ke depan untuk membantunya. Akan tetapi ia terikat oleh sebuah belenggu yang patah.

Ia mengambil nampan ketika Yoori telah begitu dekat denganya.

"Sayang, aku memiliki berita buruk. Jaejoong tidak merasa sehat malam ini. Aku rasa kau hanya memilikiku untuk menghiburmu." Yoori mengedipkan sebelah matanya.

Menyimpan nampan, Yunho mengambil tangan Yoori. "Ini sempurna, aku sudah lama menunggu untuk menghabiskan waktu khusus berdua denganmu mengenai desa ini."

"Aku menyukai hal itu!" Yoori tersenyum.

"Dan apakah mungkin bagiku untuk meminta kertas dan bolpoin?"

Jiji menyelinap di bawah tempat tidur, dan muncul dengan secarik rumput di antara giginya.

"Hari hari sendirian cukup panjang. Besok aku akan menulis sesuatu." Dengan sikap santai yang di buat buat, Yunho bersandar kebelakang dan mengambil serpihan rumput dari mulut Jiji.

"Tentu saja, sayang. Aku akan mengambilkan kertas dan bolpoin untukmu."

Sama santainya, Jiji membenamkan cakarnya ke tangan Yunho.

Yunho merenggut tanganya menjauh. Cakaran panjang mengeluarkan darah.

Jiji meringis menjilat cakarnya. Kucing sialan itu memiliki banyak persamaan dengan Jaejoong.



           ~*~



Malam itu Yoochun terhuyung huyung ketika meninggalkan Pub. Ia melambai kedalam ketika keheningan menjawabnya.

Semua orang lain di desa tetap tinggal  bahkan para nelayan.

"Kau tidak apa apa sampai aku selesai bekerja bukan, Yoochun?"

Yoochun berpaling ke Pun, Junsu berdiri di pintu masuk. Yoochun tidak dapat melihat wajahnya, tetapi Yoochun tahu Junsu merasa khawatir.

"Aku pernah menemukan jalan pulang kerumah dalam banyak malam gelap, sayangku. Aku akan menemukanya kembali malam ini."

"Aku tahu."

Yoochun tidak dapat melihat wajah wajah Junsu, akan tetapi ia dapat melihat siluet tubuhnya dan bagian yang sediki menggemuk di pinggangnya. "Aku akan baik baik saja." kata Yoochun dengan lembut. "Kita akan baik baik saja."

"Aku tahu, selamat malam."

Yoochun mengerutkan kening. "Malam ini kau akan bekerja hingga larut. Kau tidur besok. Aku dapat membuat sarapanku sendiri dan pergi ke laut."

"Aku akan membuatkan sarapan untukmu, dan mengantarmu pergi. Kemudian aku akan kembali ke tempat tidur." Junsu terdengar tegas mengenai hal itu.

Yoochun tahu mengapa. Semenjak Yoochun menjadi nelayan untuk menebah penghasilan mereka. Junsu tahu bahwa hari manapun dapat menjadi hari dimana laut mengambil suaminya.  "Kalau begitu selamat malam sayangku."

Yoochun merasa putus asa. Pulau ini butuh perbaikan, aset terbaik untuk memberi pekerjaan untuk semua warga desa hanyalah dengan cara membangun ulang keindahan di pulau Jeju untuk para turis, tugas yang di abaikan Yunho.

Pada musim gugur mereka akan memiliki bayi. Itu mengapa Junsu mendorongnya untuk membantu Jaejoong dan Yoori.

Yoochun tidak melihat serangan itu datang. Saat ia berjalan dari ujung Pub. Satu menit berikutnya ia terlentang dengan punggungnya di rumput di sisi jalan, rahangnya sakit, berat sebuah badan menekan lutut di dadanya.

Seorang pria, tidak terlihat dalam kegelapan, merenggut jaket Yoochun dengan genggaman yang menekan di sekitar lehernya.

"Kau beruntung aku tidak membunuhmu." kata si penyerang.

Yoochun tidak dapat melihatnya, akan tetapi ia mengenali suara itu. Ia melemaskan dirinya kembali ke tanah, kepalan tinjunya mengendur. Tidak peduli apa provokasinya, ia tidak akan memukul Jung Yunho.

Yunho tetap diam, menunggu serangan. Akhirnya ia berkata. "Jadi?"

"Yunho, bagus kau akhirnya bebas." secara reflek Yoochun berkata. "Kukira kau akan melakukanya lebih cepat." ia mendengar sentakan dalam nafas Yunho.

"Bagaimana kau bisa tahu bahwa ini adalah aku?" Yunho melonggarkan genggaman di sekitar leher Yoochun.

"Kau satu satunya orang saat ini yang memiliki alasan untuk ingin membunuhku. Aku dapat di katakan aku menyalahkanmu. Tipuan yang kotor yang kami mainkan."

"Ya, itu memang kotor." Yunho menarik lututnya dari dada Yoochun. Akan tetapi ia masih mencondongkan tubuhnya dekat.

Cara Yunho memegang tubuh Yoochun mengatakan dengan terlalu jelas bahwa pria itu tidak takut untuk terlibat dalam perkelahian. "Aku rasa aku layak untuk membiarkanmu memberiku beberapa pukulan."

"Membiarkanku?" Yunho tergelak dengan humor yang tidak diharapkan. "Kau tahu bagaimana mengambil kegembiraan dalam perkelahian."

"Aku tidak dapat memukulmu, kau seorang Directure."

"Tapi kau boleh menculikku?" ketika Yoochun mulai menjelaskan ,Yunho berkata. "Tidak, jangan katakan kau ingin menyelamatkan jiwaku, atau aku akan terpaksa memukulmu lagi dan itu tidak adil. Akan tetapi aku mau kau melakukan sesuatu."

"Jika aku bisa, Yunho."

"Aku memiliki sebuah surat untuk pelayanku."Yunho meraih kedalam saku, menarik sebuah kertas tertutup, memasukkanya kedalam saku Yoochun. "Bawa ini kepadanya."

Mudah bagi Yunho mengatakan itu. Ia tidak mengerti bahwa seorang sepertinya tidak dapat berjalan kerumah besar dan meminta untuk berbicara dengan seorang pelayan bergaya. Tapi Yoochun tidak mengeluh.

"Di pagi hari, pergilah kedaratan ke Nami islan. Pelayan pribadiku sangat menyukai kuda, setiap pagi dia akan mengendarai kuda. Carilah dia di kandang kuda."

"Apaah sebaiknya aku menunggu untuk balasan?"

"Tidak, akan tetapi kau akan mengantarku dengan perahumu keesokan paginya."

Hati Yoochun menciut. Ia dapat menjelaskan tidak ada ikan satu hari, tetapi bagaimana dua hari. Dan ia dan Junsu tidak memiliki sumber daya cadangan lain. Dan ia butuh menabung lebih banyak untuk anaknya.

"Aku akan membayarmu untuk jasa jasamu." Yunho melanjutkan.

"Kau akan melakukanya?" Yoochun tidak dapat menahan rasa terjut dalam suaranya.

"Aku akan membayarmu." Yunho mengangkat tubuh dari atas Yoochun. Mengulurkan tanganya, ia manarik Yoochun berdiri. "Lakukan apa yang aku katakan dan kau tidak akan terluka bekerja untukku." tanpa kata lain Ia menghilang dalam kegelapan.

Yoochun tersenyum dengan kegembiraan yang bodoh. Mungkin penculikan kecil mereka akhirnya telah berhasil menyadarkan Yunho.

Yoochum berjalan kembali sedikit lebih sadar setelah merasakan dinginya rumpuy di punggungnya, ketika  ia berbaring di rumput.

Yoochun sampai di jalan kecil menuju rumahnya dan menangkap secara samar aroma yang telah dikenalnya. Ia merasakan gerakan samar, dan mengingat akhir dari pertemuan terakhirnya, ia hampir menyerang.

Kemudian suara lembut seorang pria berbisik. "Yoochun? Apakah itu kau?"

"Jaejoong!" Yoochun menempatkan tanganya ke jantungnya yang berdetak. "Apa yang kau lakukan disini pada jam ini? Ini hampir tengah malam."

Akan tetapi Yoochun takut ia tahu apa yang di lakukan Jaejoong disini. Jaejoong tahu Yunho bebas. Ia ingin untuk Yoochun menangkapnya lagi.

"Aku memerlukanmu untuk pergi ke kota besok untukku."

"Besok?" Yoochun menelan kudah. Ini terlalu aneh. "Untukmu?"

"Aku ingin kau mengirimkan ini ..." Jaejoong mengirimkan bungkusan kecil yang terbungkus rapi. " Melalui pos ke China."

"China," Yoochun mengerutkan alisnya ketika ia berpikir. "Itu sangat jauh, bukan?"

"Ya memang," kata Jaejoong dengan getir. "Penting jika bungkusan ini pergi besok."

Yoochun mendengar kata kata mewah Jaejoong dan aksen bangsawan dengan lebih jelas. Sangat memerintah dan tegas.

"Aku mengira ngira siapa dirimu, dan dari mana kau datang. "Karena ketika Jaejoong datang ke pulau ini dalam keadaan basah dan kotor tergeletak di pantai dan hampir mati. Yoochun tahu Jaejoong tidak melarikan diri dari rumah atau penjara.

"Maafkan, Aku Jaejoong. Sepertinya aku terlalu banyak minum."

"Tidak itu tidak apa apa." Jaejoong menarik nafas dalam. "Sesorang di pulau harus tahu apa yang akan dilakukan terhadapku jika ...jika hal yang terburuk terjadi."

"Maksudmu jika uang tebusanya tidak di bayar dan kita semua dihukum karena kejahatan kita."

"Kau tidak akan dihukum, tidak peduli apa yang akan terjadi, Yoochun. Aku ingin mengatakan kepadamu ...aku tidak akan pernah bisa melakukan ini tanpa bantuanmu, dan aku tidak akan pernah menghianatimu."

Jaejoong mengeluarkan mengeluarkan bungkusan lain yang hampir mirip menyerupai bungkusan yang pertama kepada Yoochun. "Kirimkan bungkusan ini ke Edinburg juga."

" Ada apa di Edinburg, Jae?"

Jaejoong memerlukan waktu sangat lama untuk menjawab. "Saudaraku yang lain disana, bukan di Edinburg tetapi di Skotlandia, dan dia akan melihat ini. Sebuah iklan yang akan di muat dan hanya saudarakulah yang tahu akan nasibku. Aku tidak menyadarinya sebelumnya tetapi mereka sangat aku sayangi."

" Dan jika aku mati, Aku ingin mereka tahu, kasih sangku yang abadi."


             ~TBC~

Next flashback kehidupan Jaejong.

Sabtu, 13 Juni 2015

Black Pearl chap 5 (Remake) YunJae


Title        : Black Pearl
Author    : Sulis Kim
Main C,  : Kim Jaejoong
                  Jung Yunho
                      Other

Rate    : 21+
Ganre  :Romance, Fiction.

            WARNING

Remake novel Christina Dodd. Title The Barefoot Princess. YAOI. Boy x boy. Dengan berbagai perubahan untuk keperluan cerita. Di ganti dengan Cast fav author. ^.^ jika tidak suka mohon jangan baca, demi kenyamanan bersama. Author cinta damai.

Apabila ada kesalahan typo dan lainya mohon di maklumi. Menerima kritik dan saran. No Bash. ^.^
 

Happy reading ...!

Yunho mengamati pergerakan samar dari dada Jaejoong dengan kebutuhan yang membuat kemaluanya membengkak di kancing celananya.

Seseorang pria yang penuh pendapat, kasar, dengan pakaian yang buruk membuat kemaluanya berdiri baru dirasakanya seumur hidup sementara pria itu, tampaknya tidak memiliki perasaan apa pun terhadapnya, menjelek jelekan keadaanya. Situasi ini tidak akan di tanggungnya lebih lama. "Dimana Bibi Yoori?"

"Dia sedang tidur siang."

"Bagus, bagus. "Yunho menempatkan kakinya di lantai. Perlahan lahan ia berdiri, bangkit , sehingga tingginya yang penuh dekat denganya, membiarkan Jaejoong untuk merasakan panas tubuhnya. Kemarahanya.

Mata Jaejoong melebar.
Yunho menyergap.
Jaejoong melompat menjauh.

Terlambat. Yunho menangkapnya di pinggang. Kemenangan berkorbar dalam dirinya.

Rantai tertarik sampai panjang sepenuhnya. Belenggu menekan pergelangan kakinya. Yunho jatuh. Terputar. Mendarat di atas Jaejoong di tempat tidur.

Di bawahnya nafas Jaejoong mengembus.

Mereka berada di pinggir termpat tidur salah satu kaki Jaejoong berada di lantai, satunya lagi di tempat tidur, dan yunho melirik kaki jenjang Jaejoong berbalut jins kumal ketat. Kedua kaki Yunho di berada di lantai dan cukup banyak energi menyala di dalam dirinya untuk memulai sebuah api.

Untuk pertama kalinya dalam waktu enam hari, tidak, enam bulan mungkin enam tahun, Yunho benar benar hidup. Ia bergumul dengan Jaejoong, mengangkat seluruh tubuh Jaejoong ke kasur, menggunakan berat badanya untuk menahan kaki Jaejoong yang menendang nendang dan sikunya untuk menahan tinju kuat ke arahnya kepalanya yang dilayangkanJaejoong dengan tangan kanan.

Ketika Yunho memiliki Jaejoong di tempat dimana ia menginginkanya, dengan kepala di atas bantal dan tubuh berlekuk yang lembut di bawahnya. Sial, benarkan Jaejoong seorang pria, Ia merangkuk kepala Jaejoong dengan tanganya. Dan mencium pria itu.

Persetan, meskipun Jaejoong pria, ini adalah yang ingin dilakukan Yunho selama enam hati. Menahan Jaejoong di bawahnya, menguasai perjuanganya dan menciumnya.

Yunho menekan binirnya ke bibir Jaejoong. Jaejoong mengigit Yunho, gigitan keras yang merobek kulit dan menimbulkan rasa darah di mulutnya.

Mengangkat kepalanya, Yunho tersenyum. Sebuah senyuman penuh, penuh dendam yang membuat mata Jaejoong melebar. Kemudian menyipit.

"Lepaskan, kau..."Jaejoong berayun cukup keras dengan ketepatan yang cukup untuk lolos dari penjagaan Yunho dan memberikan tamparan keras ke pipi Yunho.

Kepala Yunho berpaling karena tamparan itu. Yunho menggeleng gelengkan kepalanya, meregangkan jarinya. "Persetan, itu sakit!"

Jaejoong berbicara seperti seorang pria yang terhormat. Tetapi mengutuk seperti pelaut.

Siapakah pria itu?

Jaejoong tidak mau mengatakan. Akan tetapi sebelum urusan ini berakhir Yunho akan tahu.

Yunho menggeser tubuh mereka, membawa seluruh tubuh Jaejoong keatas tempat tidur, memastikan berat badanya masih mencebak Jaejoong.

Jaejoong tentu saja melawan Yunho. Kemarahan yang sama yang Yunho rasakan karena dikurung, juga dirasakan Jaejoong karena dikuasainya. Setetes darah dari bibirnya menetes ke wajah Jaejoong. Jaejoong memalingkan kepalanya kesisi seolah olah ia dapat menghindari hasil perbuatanya.

"Terlambat untuk itu." kata Yunho terhadap Jaejoong, Jaejoong tampak memahami apa yang Yunho maksud.

Akan tetapi Jaejoong tidak dapat mempercayainya, dan Jaejoong tidak menyerah. Jaejoong menggunakan kukunya untuk melawan, menggores wajah Yunho dengan cakaran jahat yang di tunjukan untuk matanya.

Yunho menangkap tangan Jaejoong. Berhenti tersenyum. Melihat kebawah kepandangan liar Jaejoong dan berkata. "Kau tepat seperti pria yang aku harapkan tidak akan pernah ku temukan ...hidup, tidak takut, penuh tekat ...tidak dapat dijinakkan." Yunho menciumnya lagi, tekanan keras terhadap bibir Jaejoong. "Lebih banyak kesulitan dari pada yang pernah ku bayangkan."


           ~*~

"Terkutuklah kau." terkutuklah pria itu! Jaejoong seharusnya merasa takut terhadap mahluk yang terkutuk ini, mahluk yang pada saat bersamaan berdarah dan tersenyum, akan memperkosanya. Menyakitinya.

Jaejoong tidak merasa takut. Ia memahami kemarahan Yunho.
Sepanjang hidupnya, Jaejoong merasakan kemarahan seperti itu, marah pada nasib yang menjadikanya keturunan bangsawan , marah pada pemberontak yang menyebabkanya berpisah dengan saudaranya.

Semua kemarahan yang berkecamuk dalam diri Jaejoong melompat untuk bertemu dengan kemarahan Yunho. Mereka bertemu dan bertarung seperti dua badai yang dasyat.

Jaejoong menekan ibu jarinya dengan keras ke tenggorokan Yunho.

Dengan tarikan napas, Yunho mengangkat kepalanya. Ia menatap ke bawah kepala Jaejoong, dengan diam menuntun pria itu melepaskannya.

Akan tetapi Yunho tidak merenggut tanganya. Ia tidak menguasai Jaejoong.

Menyelipkan tangan di sekitar leher Yunho, Jaejoong menarik pria itu mendekat dan mencium sama kuatnya ketika Yunho menciumnya.

Bibir Yunho terbuka untuk bibir Jaejoong, dan Yunho merasakan marah dan frustasi, amarah dan kebutuhan. Itu adalah respons yang tidak pernah Jaejoong alami sebelumnya, berat seseorang di atas tubuhnya, dan api hasrat yang Yunho sulut memberikan kulit Jaejoong sensivitas yang membakarnya, dan membuat Yunho menggerang seolah olah ia merasakan terbakar yang sama. Puncak nipel Jaejoong menjadi kencang dan terasa sakit bergesekan dengan kain katun kemejanya, dan Jaejoong menekan dirinya kepada Yunho, berusaha untuk meringankan rasa sakit itu.

Yunho menyelipkan jari jari ke rambut panjang Jaejoong, memijat kulit kepalanya, lengkungan di telinganya. Yunho menyelipkan lidahnya ke dalam mulut Jaejoong, lagi dan lagu, dan tubuh Jaejoong sendiri menuntut dirinya membalas. Jaejoong menyedot ujung lidah Yunho, membuat suara senang dengan bergumam.

Tangan Yunho yang besar menuruni leher Jaejoong, menuruni dadanya. Dan telapak tangan Yunho memegang dada Jaejoong yang masih terbalut pakaian, kagum dengan tonjolan lembut yang tidak dimiliki pria pada umumnya.

Untuk sejenak rasa gembira mengetuk ngetuk melalui pembuluh darah Jaejoong. Kemudian rasa terkejut menyentak melalui pikiranya.

"Terkutuk kau!" Jaejoong mendorong Yunho, menjauhkan sentuhan pria itu.

Yunho mengangkat kepalanya, bibirnya basah karena bibir Jaejoong. Yunho menatap Jaejoong matanya menyipit dan panas. "Kau tidak tahu apapun tentang berciuman." Ia membuat pernyataan tersebut seolah olah ia melihat semua hal mengenai masa lalu dan pengalaman Jaejoong.

"Aku tahu!" Jaejoong tidak tahu, akan tetapi Yunho menyatakanya seolah olah Jaejoong adalah bodoh. Dan Jaejoong memang bodoh karena masih tetap tinggal disini, karena mencium ...ya Tuhan kemejanya telah naik dan memperlihatkan kulitnya.  Menggenggam ujung kemeja Jaejoong berusaha membuat dirinya pantas.

Yunho menangkap tangan Jaejoong, menahanya sebelum pria itu dapat menutup dirinya. "Tidak, kau tidak tahu apa apa. Kau adalah seorang perjaka . Aku telah menculik pria sembilan belas tahun yang bahkan tidak tahu cara untuk mencium."

Jaejoong berusaha menyelamatkan dirinya sendiri, dengan mengejek. Ia berkata. "Seberapa mengerikanya dirimu, diculik oleh laki laki muda dan seorang wanita tua. Mr. Jung, yang terhormat, di bius,di tahan dan dikurung selama berhari hari di temoat penyimpanan anggur ..dan bahkan pamanya sendiri tidak mau mengirimkan uang tebusan untuk membebaskanmu. Dan dia menolak membayar dengan uangmu, bukan?" Jaejoong menunjukan rasa kasihan palsu yang pastinya membuat Yunho murka.

Jaejoong berhasil.

Yunho meremas bahu Jaejoong. "Tidak ada seorangpun yang membuatku marah daripada kau. Kau berbicara denganku tanpa rasa hormat. Kau berani melakukan apa yang tidak dilakukan orang lain. Dan kadang kadang aku setuju denganmu, bahwa aku seharusnya merasa ngeri karena berhasil ditipu oleh seorang pemuda sederhana sepertimu ...dan kemudian kau melakukan sesuatu yang sama sekali bodoh seperti hal yang tidak pernah aku lakukan."

"Apa itu Mr. Jung?"

Yunho tersenyum kepada Jaejoong, dengan gigi putihnya yang bersinar. "Kau membuat marah seekor srigala yang terjebak ketika kau masih dalam cengkramanya."

Nafas Jaejoong terperangkap dalam putaran kepanikan dan keputusasaan. Yunho benar. Jaejoong berlaku bodoh. Jaejoong berusaha untuk menggeser dari bawah berat badanya dan duduk tegak.

Yunho menekan Jaejoong lebih keras lagi ke kasur, tidak memberikan Jaejoong ruang bergerak.

"Apa yang akan kau lakukan, Mr. Jung? Memperkosaku? Aku tidak dapat percaya egomu yang besar akan membiarkanmu untuk memaksa seseorang pemuda sembilan belas tahun."

"Kau tidak sepenuhnya mengerti, bukan?" Yunho menempatkan salah satu ibu jarinya di atas detak tenggorokan Jaejoong. "Kau tidak tahu bagaimana cara menciumku. Kau tidak tahu apa apa tentang bercinta. Kau mungkin berbicara seperti seorang buruh pelabuhan, akan tetapi kau memiliki cara dibesarkan yang paling terlindungi dari anak manapun yang pernah aku temui."

"Terlindungi?" tawa Jaejoong meledak pahit. "Saudara laki lakiku dan aku di keluarkan dari sekolah asrama ketika aku berusia sembilan tahun karena ayahku tidak lagi mampu untuk membayar biaya. Aku mengembara di inggris sejak saat itu, tanpa memiliki rumah. Jangan menyebutku terlindungi."

"Kalau demikian, saudara laki lakimu pasti telah melakukan segalanya untuk melindungimu." Mulut Yunho menggantikan ibu jarinya di detak tenggorokanya. Bibirnya bergerak di kulit Jaejoong. "Karena kau sedikit idiot."

Jaejoong mengarahkan tinju dan memukuk kepalanya. Akan tetapi Yunho masih berada diatasnya.

Kepintaranku, gunakan kepintaranku.

"Jadi yang lebih buruk dari di tahan oleh seorang perjaka berusia sembilan belas tahun. Kau dijebak oleh seorang idiot kecil."

Yunho menangkap pergelangan yangan Jaejoong dengan satu tangan, kembali tersenyum malas, memperlihatkan giginya. "Ya dan kau telah dijebak oleh korban bodohmu sendiri."

Yunho masih merasa murka, Yunho jelas lebih kuat.

Mungkin Jaejoong memang sedikit idiot.

Yunho mencium Jaejoong. Akan tetapi tidak seperti terakhir kali. Kali ini adalah dua orang musuh terlibat dalam sebuah pergelutan untuk ... Untuk sesuatu.

Jaejoong terus melawan akan tetapi tidak ada gunanya, sementara Yunho mengajarkan sebuah pelajaran yang menyenangkan mengenai sebuah emosi yang tidak Jaejoong kenal ...atau tidak Jaejoong inginkan.

Jaejoong masih merasa panas, siap untuk melemparkan pukulan dan kata kata makian, akan tetapi Yunho mengumpulkan tangan Jaejoog dalam genggaman di atas kepalanya. Menindih kaki Jaejoong dengan kakinya. Ketika Jaejoong bergeser ke sisi, Yunho menempatkan lututnya lebih dekat di antara kaki Jaejoong sehingga herakan tersebut membuat kakinya terbentang lebih lebar.

Yunho memasukkan lidahnya ke telinga Jaejoong, membuatnya menjadi lembab, kemudian Yunho meniup lubang telinga Jaejoong dengan lembut, menimbulkan rasa merinding di kulitnya. Mengambil bibir bawahnya dengan lembut di antara giginya, Yunho membuka mulut Jaejoong dan menciumnya ...dan kali ini ciuman mereka bukan perang.

Yunho mendorong dan Jaejoong menerima. Rasa merinding yang dingin memberikan jalan untuk gesekan hangat dari paha Jaejoong dengan pahanya, terhadap kedalaman lembut dalam diri Jaejoong. Dan lidahnya masih bermain di mulut Jaejoong, menciptakan kegelisahan yang penuh keterampilan.

Yunho meluncurkan tanganya yang bebas ke belakang leher Jaejoong. Memiringkan kepalanya, dan membuka tubuh Jaejoong dengan perhatian apapun yang Yunho pilih untuk di limpahkan. Bibir Yunho meninggalkan bibir Jaejoong untuk meluncur melintasi kulit tenggorokanya. Yunho hampir membelai Jaejoong dengan bibirnya, mecicipi seluruh tubuh Jaejoong dengan lidahnya.

Yunho membuka kancing kemeja atas Jaejoong secara bertahap, dan tatapanya melihat bagian bagian dadanya yang menonjol " Indah." Yunho bergumam. "Sesuatu yang kau sembunyikan dan di bungkus seperti hadiah dalam kain kasar." Yunho berhasil mele0as semua kancing kemeja Jaejoong.

Setiap Jaejoong menarik nafas, tatapanYunho menjadi lebih terpusatkan dan Jaejoong tahu ... Jaejoong tahu apa yang akan Yunho lakukan. Akan tetapi Yunho menunggu, menikmati pemandangan  diri Jaejoong, menyiksanya dengan harapan.

Akhirnya ketika Jaejoong berada di ambang untuk berteriak kepadanya untuk menyentuhnya, Yunho mengangkat tangan dan menyentuhkan jemarinya ke dada berisi Jaejoong. Dengan lembut Yunho menyentuh Jaejoong.

Kelopak mata Jaejoong tiba tiba teralu berat untuk di buka ketika dengan helaan nafas yang lembut, matanya menutup. Ibu jari Yunho melingkari puncak niple Jaejoong, dan puncak niple itu menegang dengan kencang.

Jaejoomg benci bahwa Yunho telah mengantisipasi reaksinya, tahu kemana harus mencari, dimana harus menyentuh, apa yang harus ia lakukan. Yunho mengajarkan keinginan yang amat sangat ...

Merendahkan kepalanya, Yunho menekankan sebuah ciuman di tempat yang ia sentuh. Ujung lidah Yunho memberikan kontak, memberikan Jaejoong kehangatan, kemudian kelembapanya mendingin, dengan kenangan.

Jaejoong merasa santai, menunggu untuk gerakan selanjutnya.

Ketika, seperti sebuah kejutan air dingin, tangan Yunho membuka kancing celana Jaejoong.

Mata Jaejoong terbuka, Jaejoong melompat. Jaejoong berkata." Hentikan Mr. Jung."

"Tidak." Ekspresi wajah Yunho tidak berubah. Ia masih tampak malas.

Jaejoong benar benar menyadari apa yang akan di lakukanya.
"Kau tidak dapat melakukan ini!".Jaejoong menendang Yunho.

"Aku dapat melakukanya." Yunho menghalangi Jaejoong dengan kakinya dan berat tubuhnya.

"Aku akan menjerit."

"Kurasa tidak." Telapak tangan Yunho meluncur ke perut rata Jaejoong. "Kurasa Bibi Yoori tidak dapat mendengarmu, dan aku tahu bahwa kau tidak ingin dia bergegas menuruni tangga untuk menolongmu. Kau tidak ingin dia melihatmu di tempat tidur denganku. Dia mungkin sadar bahwa kau tidak berusaha membebaskan diri seperti seharusnya."

"Kau mahluk yang hina." Dan Yunho memang benar.

"Aku tahu. Akan tetapi walaupun kau seorang perjaka, kurasa kau mengerti bahwa kau aman selama celanaku terpasang dengan erat."

"Ya, jadi" Jaejoong tidak membiarkan Yunho untuk melihat rasa lega di wajahnya.

Akan tetapi Yunho tahu Jaejoong perlu di yakinkan. "Aku tidak akan melukaimu. Aku hanya akan menunjukkan kepadamu apa yang sebenarnya kau butuhkan."

"Apa maksudmu"? Yunho benar benat orang yang kurang ajar! " Satu satunya dan yang aku butuhkan adakah uang tebusanmu!"

Yunho tergelak dengan kegembitaan yang riil. "Dan hal itu membuktikan betapa kau sama sekali tidak tahu apa apa."

"Aku membencimu."

"Hampir sebanyak kau menginginkan aku."

Yunho adalah laki laki yang kurang ajat dengan segi yang kelewat besar, di akibatkan terlalu banyak uang dan kekuasaan. Nafas Jaejoong tercekat ketika tangan Yunho mengelus perut bagian bawah, sebuah perasaan yang membuat Jaejoong lemas dan tunduk ketika ia seharusnya melawan ...

Jaejoong bertatap pandang dengan Yunho, dengan bisu menolak apa yang seharusnya ia tolak secara fisik. Keheningan diantara mereka mendalam. Jari jari Yunho menyisir rambut rambut halus di antara kaki Jaejoong, setiap sentuhan mengajarkanya untuk melupakan kepolosanya.

Ketegangan akibat menunggu membuat kulitnya menjadi tegang, Jantungnya berdetak dengan lompatan kecil, seolah olah mengatakan ia harus melarikan diri. Sekarang.

Kemudian tangan Yunho menemukan sesuatu yang bisa ia mainkan dengan jari jarinya. Jaejoong merintih karena hasrat, kemudian mengigit bibir bawahnya untuk menahan lebih banyak suara yang menunjukkan kenikmatanya.

Yunho hampir tertawa geli menemukan sesuatu dari Jaejoong yang dapat membuatnya semakin membanggakan diri. Dengan perlahan jari Yunho bergerak di sana. "Kau sudah sangat tegang, Jaejongie."

Jaejoong berusaha untuk mempertahankan pandanganya kepada Yunho, ia berusaha untuk tidak menjerik karena nikmat, akan tetapi gerakan jemari Yunho membuat merintih.

Lutut Yunho tetangkat. Tubuh Yunho menginginkan lebih, dan Jaejoong kehilangan kendali diri.

Dengan teriakan yang tidak jelas, Jaejoong merengkuh lengan Yunho. Yunho memeluk Jaejoong dalam tubuhnya bergerak seolah olah rasa putus asa yang sama memasuki Jaejoong juga memenuhinya.

Kebutuhan Jaejoong mendorong dirinya. Jaejoong merangkul lengan Yunho, mengikat pria itu kepadanya. Pahanya menggantikan tanganya. Mereka saling menggesekkan tubuh, dan menggoyangkan pinggul. Mereka saling merapatkan tubuh, masih masih mencari kepuasan dengan rasa putus asa hingga mereka berguncang bersama, lega akan tetapi merasa frustasi.

Betapa detik kemudian kegembiraan menurun. Jaejoong tekulai dalam pelukan Yunho, menarik nafas ngeri, berusaha untuk kembali ke dunia normal ... Sementara itu ia mengetahui dunia tidak akan normal kembali.

Yunho berjanji dengan alasan yang tepat. Ia tidak akan memaksakan seseorang kepada dirinya

Mata Jaejoong tiba tiba terbuka, dan mata itu memandang ke arah Yunho.
Yunho tidak memiliki  kekuatan diri untuk menyembuyikan kemenanganya.

Yunho menyadari apa yang telah ia berikan pada Jaejoong. Apa yang telah ia ambil. Yunho tersenyum penuh kemenangan dan seketika menyadari kesalahanya.

Penolakan menyala di mata Jaejoong, dengan kadua tanganya menolak di dada Yunho, Jaejoong mendorong menyingkirkan pria itu dari tempat tidur.

Yunho menghantam lantai dengan punggung.

Jaejoong bergerak cepat di atasnya dan lari menaiki anak tangga.

Melompat dengan kakinya, didorong oleh hasrat Yunho mengikuti. Kakinya mengenai tangga terbawah sebelum ia menyadari kenyataanya.

Yunho berhenti. Ia menatap kakinya.

Belenggu di sekitar kakinya telah rusak.

Ia telah bebas.

 

                      ~TBC~