Minggu, 10 Mei 2015

The Mysterious Man chap 12


Title   : THE MISTERIOUS MAN
Author : Sulis Kim
Main cast:   Jung Yunho
                   Kim Jaejoong
             Hankyung &Heechul
                 Yoochun & Junsu
                        Other

Rate   : M
Genre : Romace, Fiction

          WARNING

SANDURAN, novel The Dangerous Lord. Sabrina Jeffries.
Dengan banyak perubahan untuk menyesuaikan alur cerita dengan pemeran Favorite saya.

GS for uke. Jika tidak suka jangan dibaca, author cinta damai. Saya masih butuh banyak belajar, apabila ada kesalahan typo dan lainya mohon di maklumi, menerima saran dan kritik yang membangun. Terimakasih.

Happy reading ....!!!

 


" Dia marah kepada kita, ya?" bisik Taemin kepada Yunho si sebelahnya, begitu kerasnya sehingga pejalan kaki di luar mungkin dapat mendengarnya, pikir Yunho.

Tentu saja semua orang di dalam mobil mendengarnya termasuk wanita yang duduk diam di sebelah berandal muda itu.

Yunho tidak dapat melihat reaksi wanita itu karena Jaejoong memalingkan wajahnya keluar jendela. Kemudian secerca cahaya lampu jalan memantulkan bayangan wajah Jaejoong dengan warna berselang seling dan menyinari matanya yang menatap lurus. Nafas Yunho tercekat dalam tenggorokanya. Yunho belum pernah melihat Jaejoong tampak begitu sedih.

Yunho bergeser dari tempat duduknya yang dibagi bersama si kembar tiga dan Jaejoong, Changmin duduk di depan. Mobil yang biasanya lapang, sesak dengan lima orang berdesak desakan di dalamnya.

" Dia tidak marah pada kalian." Yunho tidak repot repot memelankan suaranya. " Dia marah kepadaku."

Jaejoong mengacuhkanya.
" Mengapa?" tanya Taemin.

" Dia pikir aku salah membawa kalian semua masuk ke Separate Room."

Anak anak itu mulai meyakinkan Yunho bahwa ia tidak salah. Bahwa mereka menikmati pengalaman itu.

Lalu Jaejoong berbicara." Aku tidak marah pada kalian, kecuali kalian berbicara tentangku seakan aku tidak ada disini." tatapanya mengamati mereka semua. " Aku marah pada diriku sendiri. Aku mengizinkan kalian, anak anak, memasuki tempat mengerikan itu, ketika seharusnya aku tegas melarangnya."

Yunho menahan umpatannya. Ya , tetap tegas melawan dirinya. Dan jika ia tidak marah, mengapa asap ketidak setujuan wanita itu menyumbat udara di dalam mobil?

Sialan, bagaimana Yunho bisa tahu bahwa anak anak nakal itu akan menyebar secepat mereka masuk ke Separate Room? Bagaimana Yunho bisa tahu apa yang ada di dalam ruangan itu? Mereka telah di pertemukan dengan tiga patung lilin yang di tancapkan pada tiang tiang. Figur para kriminal menghiasi dinding dengan darah, dan kampak di bagian tubuh patung lilin, segalanya berlumuran darah. Dan dari lilin menodai potongan tubuh dan menetes melewati pedang. Apakah salah Yunho jika Madame Tussaud memiliki persedian lilin merah yang tidak akan habis.

Sepertinya begitu, menilai dari cara Jaejoong memelototi Yunho, lalu menghambur ke ruangan dan mencengkeram leher setiap anak dan menggiring mereka menuju pintu masuk. Ketika Jaejoong berhasil menangkap Taemin anak anak telah melihat kengerian selama lima belas menit penuh di ruangan itu.

Demikianlah dimulainya pengucilan Yunho dari kasih sayang Jaejoong. Wanita itu berbicara dengannya dengan satu kata saja, Jaejoong nyaris tidak menyentuh steak daging sapi untuk makan malam, tar apel dan jus di sebuah restoran terkenal. Meskipun bocah laki laki itu menyerbu makanan mereka dengan lahap. Sekarang ia duduk bagai salah satu patung Madam Tussaud yang terkutuk di ujung lain dari Yunho.

Semua berjalan dengan baik hingga saat itu. Yunho tidak dapat mempercayai bahwa ia menghancurkan rencananya dengan sebuah tindakan yang gegabah.

Changmin berbicara dari kursi depan menghadap ke arah belakang . " Yah, kau seharusnya tidak marah tentangku, Jongie Nuna. Aku cukup dewasa untuk masuk ketempat itu jika aku mau. Aku bukan anak anak lagi."

Yunho menahan eranganya ketika Jaejoong menggeryit. Bagus. Mengapa Changmin harus memilih waktu tidak tepat untuk menegaskan kemandirianya.

Changmin melanjutkan dengan nada dewasa. " Lagi pula kau bukan ibu kami. Jika saja aku tidak dipaksa pergi dari Akademi Shinki, aku bisa saja pergi ke pameran, kau tahu itu. Dan tidak akan ada seorangpun yang akan mencegahku untuk masuk ke sana."

Ketika Akademi Shinki disebut, keheningan sedingin salju tercipta di dalam mobil. Bahkan si kembar tiga berhenti bertingkah. Yunho menatap Jaejoong yang matanya terbelalak dengan kewaspadaan yang jelas.

Yunho beralih menatap Changmin. " Mengapa kau di paksa untuk kekuar dari Akademi Shinki? Kau anak yang pandai dan sopan. Pastinya kau tidak memiliki alasan untuk mengeluarkanmu?"

Kepanikan membuat bocah laki laki itu duduk tegak di tempatnya duduk." Um... Aku...aku…"

" Kau salah mengartikan, Yunho," Jaejoong memotong. " Dia tidak keluar. Dia sekedar dirumah selama liburan."

" Ya, i-itu," Changmin menambahkan dengan tergagap. " Untuk natal."

Anak laki laki itu berbohong sehebat kakak perempuanya. Yunho menatap bocah laki laki yang melakukan pembelaan terhadap keluarganya begitu kuat. " Kau tahu, tidak benar mengarang cerita, Chwang. Aku ingin kebenaran ...apakah kau meninggalkan Akademi itu karena kakakmu membutuhkan uang?"

Changmin menatap Jaejoong." Jongie..."

" Tidak apa apa Chwang." Cahaya lampu jalan menangkap ekspresi kaku Jaejoong." Sungguh, Yunhoshi, tidak perlu mendesak bocah malang itu. Jika kau ingin mengetahui sesuatu, tanyalah padaku?"

" Baiklah, apa kau perlu uang?" Yunho menyilangkan tanganya di depan dada." Jika kau tidak memberitahuku, bagaimanapun aku akan mengetahui kebenaranya."

Jaejoong menatap keluar jendela, jemarinya menggenggan tas kecilnya seolah olah melindunginya dari pencuri." Kami tidak membutuhkan... itu...untuk sekarang ini kami memang membutuhkan dana, karena kami menunggu warisan Abeoji diselesaikan. Tetapi segera setelah kami mendapatkan uang..."

" Diselesaikan? Tetapi dia sudah meninggal lebih dari setahun!"

" Ya, ada beberapa masalah legalitas. Para pengacara akan menyelesaikanya. Sementara itu, kolom tulisanku menompang kami."

Yunho mendengus. Seolah olah tulisanya dapat menompang seluruh kebutuhan rumah tangga sebesar rumah mereka. "  Mungkin kau perlu seseorang untuk turut campur atas namamu dan mempercapat prosesnya. Aku bisa berbicara dengan orang orang perwakilan ayahmu..."

" Tidak! Kau tidak punya hak untuk turut campur. Kami baik baik saja, aku jamin"

" Tetapi, Nuna..." Changmin memulai.

" Kami baik baik saja," sambil menatap Changmin memperingatkan. " Aku yakin uangnya akan cair dalam waktu dekat, dan Changmin akan kembali ke Akademi Shinki."

" Baiklah. Lakukan seperti yang kau mau." Yunho menghentikan topik pembicaraan itu. Tidak ada gunanya menjengkelkan Jaejoong lebih jauh ketika satu dua patah kata Yoona akan memberitahunya apa yang ingin diketahuinya.

Meskipun para bocah laki laki itu rileks namun Jaejoong tampak gelisah, ia bermain main dengan tas tanganya, membetulkan baju Taemin yang duduk di sampingnya dan menyisir rambut anak itu dengan jemarinya hingga Taemin menggerutu. Apapun agar tidak menatap Yunho.

Yunho sedang memikirkan bagaimana caranya agar ia mendapatkan undangan untuk masuk kerumahnya saat Jaejoong merasa tidak nyaman.

Beberapa menit kemudian keberuntungan jatuh di bawah kakinya. Ia menunduk mendapatkan Myungsoo jatuh tertidur, bocah itu merebahkan kepalanya di paha Yunho dengan nyaman. Bocah malang sekarang pasti mendekati jam tidur mereka. Sebuah ide muncul di benaknya.

" Apakah Myungsoo tertidur?" tanya Jaejoong sambil mencondongkan badanya kedepan. " Apakah kau ingin aku mengambilnya darimu?"

" Tidak, dia nyaman di tempatnya." Yunho menjaga suaranya tetap rendah, tidak ingin membangunkan tiket kecilnya untuk masuk kerumah keluarga Kim." Kupikir hari ini hari yang panjang baginya."

" Aku sudah memberitahumu begitu."

" Kau juga memberitahuku hari ini akan membosankan dan tidak ada yang lain selain itu."

Sebuah senyum tipis memecahkan sikap kurang semangat Jaejoong. " Aku meragukan jika orang mendapati Separate Room membosankan. Mencengkam mungkin tapi tidak membosankan."

" Apa artinya mencengkam?" tanya Taemin.

" Itu artinya semua darah tadi menakutkan bagi kakakmu." Yunho menjawab sebelum Jaejoong menjawabnya.

" Itu bukan darah, Nuna." Taemin menepuk lutut kakak perempuanya untuk meyakinkan." Itu hanya lilin. Kau seharusnya tidak dibuat takut oleh itu."

Yunho tidak dapat menahan tawanya ...ia tertawa, meskipun pelan agar tidak membangunkan Myungsoo. Dengan cepat Jaejoong ikut tertawa. Suara kekehan Jaejoong yang tertahan menghangatkan Yunho sampai ke hatinya dan membuatnya rindu untuk menghadirkan kedekatan mereka sebelumnya.

Ketika tawa Jaejoong hilang, Yunho berdeham. " Aku minta maaf, tentang pameranya. Bahkan jika aku tidak setuju dengan alasanmu menolak membawa mereka ke dalam Separate Room, aku seharusnya tidak menekanmu."

Jaejoong menerima permintaan maaf Yunho dengan senyum kecut. " Tidak apa apa. Kau tidak akan bisa tahu seperti apa rasanya." Jaejoong menunduk dan menatap Taemin. " Dan aku berani mengatakan, bocah nakal ini akan menemukan suatu cara untuk masuk ke dalam sana, dengan atau tanpa izin."

" Mungkin." kata Yunjo, merasa sedikit lebih baik tentang sore itu.

Keheningan yang menemani yang terjadi setelahnya dengan anehnya menengankan. Siapa yang akan mengira kegaduhan yang di buat anak anak dengan kakak perembuan mereka yang pendiam bisa begitu menyenangkan. Sudah bertahun tahun Yunho tidak bersama anak anak, semenjak masa mudanya, saat ia bersama sepupu sepupunya. Yunho merindukan saat itu.

          ~~~*~~~



Mobilnya berhenti dan Yunho melihay keluar jendela mobil melihat cahaya terang menyinari pintu gerbang bergaya gotik. Pintu terbuka dan para bocah laki laki turun, tidak seperti biasanya, terkulai. Dengan bantuan sang sopir mereka turun, Ia berbalik untuk mengapai Myungsoo. Yunho mencegahnya dengan tanganya. " Aku akan menggendongnya masuk."

" Aku tidak mau membuatmu tidak nyaman." Kata Jaejoong. " Kamar anak anak naik dua lantai."

" Aku tidak keberatan, lagi pula kau harus mengawasi yang lain."

Dari senyuman Jaejoong yang berterimakasih, Yunho menduga ia sedang tidak ingin menggendong seseorang naik tiga lantai ke atas. Sang sopir mengambil alih Myungsoo dan Yunho turun dari mobil. Ketika bocah itu sekali lagi dalam gendongan Yunho, ia melengguh, lalu meringkuk bersandar pada dada Yunho dengan eksresi mengantuk yang demikian pasrah.

Yunho menatap terpesona pada kepalan tangan yang bersandar di jasnya dan pipi lembut yang berlumur sisa tar apel. Sebuah dorongan untuk memeluknya lebih erat, suatu hari ia akan menggendong anaknya sendiri dalam dekapan tanganya. Anaknya dan Jaejoong.

Pikiran itu menghantam Yunho bagai angin puyuh. Setelah hari ini ia tidak meragukan Jaejoong akan menjadi ibu yang baik. Namun bisakah ia akan menjadi ayah yang baik? Ia menginginkan kesempatan untuk mengetahuinya.

Sambil berjalan memasuki koridor Yunho bertanya. " Ke mana?"

Seorang pria kurus yang membukakan pintu untuk mereka berniat membantunya, namun Yunho tolak dengan sopan. Apakah pria ini yang saat Jaejoong mengancam akan melempar Yunho keluar terakhir kali Yunho berada disini? Pria itu sudah lebih dari kepala lima dan sangat kurus.

" Ikuti aku." Kata Jaejoong menaiki tangga.

Yunho telah menerobos kedalam benteng pertahanannya. Sambil memindahkan Myungsoo dari tangan satu ke tangan lainya, agar Yunho bisa menanggalkan jasnya dengan bantuan Sung Gi.

Yoona bergegas ke koridor." Wah, selamat malam Direktur Jung." pengurus rumah itu tidak terkejut melihatnya menggendong salah satu tanggung jawabnya dengan gagah berani.

Yunho menyapa Yoona dan wanita itu tersenyum lebar kepadanya. Wanita itu masih menyukainya.  Wanita itu menggiring anak anak menaiki tangga. " Ini jauh dari jam tidur kalian anak anak. Ayo kemari, dan jangan merepotkanku sekarang, kalian harus mencuci tangan kaki dan gosok gigi lalu pergi tidur."

Saat mereka menaiki tangga Changmin menceritakan kegiatan hari itu. Ketika para bocah itu memberitahu Yoona Yunho membawa mereka makan ketempat restoran terkenal dan mengantar mereka dengan mobil mewah pria itu Yoona berkata.

" Wah, bukankah memang begitu tindakan santun seorang yang terhormat." Tanpa berpikir panjang Yunho mengedipkan mata kepadanya, ketika wanita itu tersenyum, Yunho tersenyum. Yunho mempunyai seorang sekutu. Bagus Yunho memerlukan itu.

Sembari mengamati punggung yang ramping yang berjalan dihadapanya, dengan gaun dengan resleting panjang di punggungnya. Yunho akan melepaskan gaun yang dikenakan gadis itu nanti, ketika mereka sendirian. Pikiran Yunho sudah membayangkan lebih dari kejadian di rumah keluarga Hankyung, Yunho menjadi bergairah karena pikiran itu.

Seharusnya tidak terlalu sulit untuk meyakinkan Jaejoong agar menerima lamaranya, dan Yunho akan memaksa gadis itu menerimanya. Pegangan tangga berderat ketika tangan Jaejoong menyentuhnya, pegangan tangan itu butuh perbaikan.

Di lantai pertama di dinding dekat ruang kerja Jaejoong salah satu lukisan telah hilang dan meninggalkan warna persegi gelap di dinding. Mereka sudah menghiasi rumah ini dengan hiasan natal, namun tidak menyembunyikan tirai usang dan cat yang terkelupas.

Yunho berani bertaruh, kondisi bangkrutnya keungan keluarga Kim telah terjadi jauh sebelum ayah mereka meninggal. Bahkan, Yunho mempertanyakan peninggalan mereka. Dan jika mereka membutuhkan uang, mereka membutuhkan Yunho. Hal itu bukan pilihan pertama untuk dijadikan senjata.

Changmin pergi kekamar tidurnya sendiri saat mereka meninggalkan lantai pertama. Sekarang hanya tinggal si kembar tiga yang harus di antar ke tempat tidur.

Segera setelah sampai di kamar yang memiliki tiga ranjang yang sama Jaejoong membukakan selimut salah satu tempat tidur. " Tolong, baringkan disini."

Setelah Yunho meletakkan bocah hangat itu turun, Jaejoong menatapnya, tiba tiba kelihatan canggung. " Terimakasih, Yunho. Aku menghargai bantuanmu. Dan terimakasih untuk makan malam dan tumpanganya, kami sangat menikmatinya."

Jaejoong menatap Taemin dan Kim Bum." Ucapkan terimakasih dan selamat malam pada Yunho Hyung."

Mereka mematuhinya dengan segera, dengan Taemin memberikan petunjuk yang terus terang, berkenan dengan rencana jalan jalan berikutnya. Namun, satu patah kata dari Jaejoong membuatnya diam.

" Baiklah kalau begitu, aku akan menidurkan anak anak sekarang. Jadi Yoona akan mengantarmu kedepan. Hari ini sungguh menyenanagkan, tapi aku yakin kau sangat ingin segera pulang."

" Tidak sama sekali, aku akan menunggumu di bawah."

Kepanikan sekilas terlihat di wajah Jaejoong. " Tidak perlu, perlu waktu bagiku untuk menidurkan mereka. Mereka harus mencuci muka dan ...."

" Aku dapat menunggu untuk semua itu." Yoona bergegas ketempat tidur lainya. " Kau pergilah ke lantai bawah dengan Tuan Jung. Setelah semua yang di lakukanya untukmu dan anak anak, paling tidak kau bisa menawarkan segelas anggur merah sebelum dia pulang, dalam udara dingin ini." Yoona mengedipkan mata lagi kepada Yunho. " Jadi ,bukankah itu sesuatu yang baik Tuan Jung."

" Oh, Ya . Anggur merah lebih sempurna." anggur merah dan Jaejoong.

" Kulihat dulu apakah kita masih memiliki anggut merah." kata Jaejoong dengan tidak yakin, sambil menghindari tatapan Yunho.

Ketika mereka keluar dari kamar anak anak dan berjalan di lorong, Yunho membuka percakapan. " Ini rumah yang sangat indah, apa ayahmu yang mendesainya?"

" Ya, " Jaejoong hanya menjawab itu dan beregegas menuruni tangga.

Yunho mengikutinya." Aku sudah menduganya. Disain Griffin sama di pintu depan dengan Rumah keluarga Hankyung Ayahmu pasti menyukai Griffin."

" Ya." lagi lagi Jaejoong tidak mengatakan yang lain.

Sambil berusaha mengejar Jaejoong Yunho berkata." Jaejoong, kita harus bicara,"

" Tidak kau harus pergi, kau harus..."
Tak peduli dengan appaun yang akan Jaejoong katakan ucapanya harus terpotong  ketika sebuah teriakan bernada tinggi memcahkam malam

          ~~~*~~~

" Monster itu p~punya tiga kepala." Myungsoo terisak di dalam dekapan Yoona ketika Jaejoong dan Yunho bergegas masuk. " Dan sebuah tangan merah b-besar. Tangan itu memotong motong seperti sebuah kapak dan...dan.." Wajah kuyu tangisnya berubah menjadi ratapan.

Suara yang penuh duka itu menusuk hati Jaejoong. " Oh, sayangku yang manis." seru Jaejoong bergegas ke tempat tidur Myunsoo. Ia melambai meminta Yoona pergi dan dengan cepat memeluk bocah itu bersandar di dadanya.

" Tidak apa apa... Jongie Nuna disini untuk menjagamu. Monster itu tidak akan menyakitimu."

" Bocah yang malang, bermimpi buruk rupanya." Yoona berkata.

"Ya, " kata kata kasar dan menuduh berada di bibir Jaejoong saat ia menatap Yunho, namun kata kata itu tetap tak terucap saat ia melihat Yunho berdiri mematung dengan rasa bersalah. Tatapan Yunho begitu penuh penyesalan ketika beradu dengan tatapanya.

" M~mahluk i~itu akan me..memotongku," bisik Myungsoo." Monster itu akan datang ke..."

" Sssh...anak manis, kau harus melupakan semuanya. Itu hanya sebuah mimpi buruk." Jaejoong mengayun ayunkan Myungsoo dan berbusik di telinga bocah itu." Semua akan baik baik saja. Aku akan melindungimu."

Jaejoong merasakan tatapan Yunho mengamaginya, mengingatkan dirinya bahwa yunho ingin bicara pribadi kepadanya. Tapi tidak malam ini, ia tersenyum pada Yoona. " Aku telah mengatasi Myungsoo sekarang. Aku tahu kau memiliki banyak pekerjaan, jadi kau boleh pergi, dan tolong antarkan Yunhoo ke arah pintu. "
Yoona mengangguk berjalan ke arah pintu.

" Tidaaaaak!" ratap Myungsoo. Mendorong Jaejoong sambil mengulurkan tanganya ke arah pintu.

" Kau ingin Yoona disini?" tanya Jaejoong.

" A~aku i~ingin Yunho Hyung," ujar Myungsoo tergagap.

Jaejoong menggerang, pria itu telah menawan saudaranya yang tidak ber Ayah begitu mudah, sama seperti pria itu menawan dirinya. " Kemarinlah Yunho." kata Jaejoong pasrah.

Jelas tampak gelisah, Yunho menoleh ke arah anak anak lain yang tertidur di balik selimut dengan nyenyaknya. Lalu ia berjalan menuju Jaejoong. " Aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan." Ia mengakuinya saat mencapai tempat tidur.

" Duduklah." Jaejoong mengangguk memberi tanda agar Yunho duduk di arah lain ranjang. " Genggam saja tanganya."

" Aku akan pergi sekarang." Yoona berkata dan keluar sebelum Jaejoong memprotes.

Dengan sebuah getaran yang aneh jaejoong menatap pintu yang tertutup. Sebuah nuanya keintiman dalam kamar tidur anak anak yang belum dikenali Jaejoong. Memiliki Yunho membantu menangani Myungsoo terasa membuatnya nyaman.

Entah bagaimana Yunho terasa tidak nyaman. Dengan menggenggam tangan Myungsoo yang pucat dalam genggaman tanganya yang berwarna gelap. Ia menatap tangan itu, menggenganya panuh dengan tanggung jawab. " Aku disini, Myungsoo." katanya mengejutkan Jaejoong dengan kelembutan suara pria itu.

Kecemasan menghiasi raut wajah Myungsoo saat ia mengangkat wajahnya yang penuh dengan air mata untuk menatap Yunho. " Itu tadi monster."

" Aku tahu, tapi monster itu sudah pergi sekarang."

" Itu tidak nyata." Jaejoong menambahkan jengkel, karena Yunho menganggap mahluk itu ada.

" Itu sungguh nyata!"  Myungsoo memprotes dengan cemberut. Pandanganya tertuju pada Yunho. " Dan...monster itu akan kembali untuk m-menyakitiku."

Sambil memberi tatapan memerintah Yunho berkata. " Tidak, monster itu tidak akan kembali. Kami telah menakut nakutinya demi kebaikanya, Yoona kakakmu dan aku."

" Ya , tapi monster itu akan kembali," bocah itu bersikeras. " Dia ingin memotong motong aku. Seperti dia telah memotong motong orang yang ada di Separate Room."

Cahaya temaram yang lembut menangkap ekspresi Yunho yang tegang . Mengelus elus rambut Myungsoo. " Ku beritahu kau sesuatu. Aku akan tinggal disini sejenak, dan jika monster itu kembali, aku akan memberitahunya untuk tidak mengganggumu lagi. Aku akan sangat keras.
"

Wajah bocah itu menjadi cerah. " Maksudmu ....maksudmu, seperti kau memberitahu Sopir jahat itu untuk tidak mengganggu Nona? Dan dia mendengarkan kemudian di pergi?"

" Ya. " kata Yunho sungguh sungguh. " Persis seperti itu."

" Kau janji untuk tinggal sampai dia datang? Kau janji?"

" Aku bersumpah," ujar Yunho dengan kesungguhan yang menghangatkan hati Jaejoong.

Jaejoong menahan nafasnya sementara wajah kusut Myungsoo memerlihatkan ekspresi berpikir keras. Lalu sambil menarik tangan Yunho ke dalam dekapanya, Bocah itu meletakkan tangan Yunho di dadanya dan tenggelam kembali ke bantalnya. " Baiklah, monster itu akan mendengarkanmu, kau besar dan kau dapat mengalahkanya."

Jaejoong memandangnya dengan heran dan merasa iri pada Myungsoo yang menutup mata. Tangan Yunho di genggamnya begitu erat dan perlahan raut mukanya terlihat santai dan nafasnya teratur.

Air mata menyengat mata Jaejoong. Yunho meyakinkan anak itu dengan mudahnya. Jaejoong tau bocah bocah itu merindukan Ayah, tahu bahwa mereka sering kali beralih kepada Sung Gi untuk meminta perhatian karena satpam itulah satu satunya pria dewasa di rumah ini.

Para prajuri kecilnya yang malam, sampai hari ini Jaejoong mengusap air matanya, menyadari kerinduan mereka akan sosok seorang Ayah. Air matanya semakin banyak membasahi wajahnya hingga jatuh keseprai yang kusut.

" Aku minta maaf." gemuruh suara lain dari sisi lain tempat tidur. " Aku benar benar minta maaf Jongie, kau benar dan aku salah. Aku seharusnya tidak membawa mereka ke dalam ruangan sialan itu." Tenggorokan Jaejoong mengencang saat melihat Yunho membelai rambut Myungsoo seperti sikap seorang ayah.

" Tidak, bukan itu. Kau sudah membuatnya lebih baik, disaat aku tidak bisa menenangkanya. Kau bisa membuatnya merasa lebih baik, Kurasa aku agak sedikit ...cemburu."

" Kau tidak punya alasan untuk itu, dia jadi menderita. Aku pantas di tembak." Kata kata yang benar keras. Hati Jaejoong merasa sakit melihat pria yang biasanya bisa menyembunyikan ekspresinya dan sekarang tidak bisa melakukanya.

Ia mencoba menggoda Yunho dari suasana hati yang muram. " Di tembak, kurasa itu terlalu gampang." Ia menatap kearah anak anak lain dan berayukur mereka tertidur.

Tatapan mata Yunho menghujam Jaejoong, muram dan bahkan lebih terluka.

" Aku hanya bercanda, Yunho. Kau tidak harus menyalahkan dirimu. Kau tidak tahu sebelumnya bagaimana Myungsoo akan bereaksi."

" Tetapi kau tahu."

" Aku tinggal bersamanya sepanjang hidupnya, lagipula kau mungkin tidak pernah bermimpi buruk dan apa akibat mimpi buruk itu. Aku membayangkan kau seperti Taemin, mampu tidur dengan mudah setelah berpetualang yang paling menakutkan. Aku khawatir, Myungso memiliki imajinasi yang aktif. " Jaejoong tertawa terkekeh " Dia mencoba sekuat Taemin, tapi belum pernah cukup berhasil."

Yunho tidak mengatakan apa apa utuk sesaat. Ia memperhatikan nafas Myungsoo yang teratur dan berkata. " Aku tidak memiliki petualagan waktu kecil, baik yang menakutkan atau tidak, aku tidak memiliki kenangan di masa kecil."

Jaejoong menahan nafas. Dengan semangat ingin mendapatkan moment yang jarang ini." Tidak ada petualangan! Semua anak laki laki memiliki petualangan."

"  Tidak." Yunho menarik nafas panjang yang gemetar." Aku adalah anak yang ...sangat patuh. Aku tidak pernah dizinkan untuk menjadi yang lain. Ayahku percaya jika calon penerus harus disiapkan untuk tanggung jawab mereka di usia muda, yang berarti tidak memanjakan mereka dalam hal apapun. Jadi tidak ada waktu untuk berpetualang. Setiap hariku dihabiskan bersama seorang tutor dan sore hari aku bersama ayahku ke Perusahaan maupun baprik yang membuatku hafal dengan para pegawai disana."

Betapa mengerikan untuk mengabiskan masa kecil seseorang. Jaejoong tidak memikirkan sampai kesana. " Itukah mengapa semua penerus maupun anak tunggal bertingkah begitu liar ketika mereka berada di dunia malam? Karena ayah ayah mereka adalah pemberi tugas yang berat seperti itu?"

" Tidak dari apa yang Yoochun bertitahu kepadaku. Ayahku adalah seorang yang unik. Kupikir aku harus mersyukur karena persiapan telah berhasil dan aku menjadi pemimpin tanpa ada yang meragukan kemampuanku atas Jung Corporation. Tapi sesekali ..." Yunho terhenti.

" Sesekali kau menikmati jalan jalan sekali atau dua kali."

Yunho memaksakan sebuah senyuman. " Aku terdengar seperti anak yang manja"

" Atau seorang anak yang tidak mendapatkan apapun yang didapatkan seorang anak sama sekali."

Jaejoong menangkap berbagai perasaan dalam mata Yunho, kerinduan yang belum pernah dilihatnya.

" Bagaimana dengan ibumu? Apakah dia setuju dengan filosofi ayahmu?"

Yunho terdiam begitu lama sehingga Jaejoong berpikir pria itu tidak akan menjawab. " Siapa yang tahu? Dia tidak pernah mengatakan. Dia takut melawan ayah. Mereka menikah karena ayahku membutuhkan hartanya untuk membayar hutang hutang kakekku, pernikahan itu yelah direncanakan oleh keluarga kedua pihak di spanyol, ibuku begitu takut kepada ayah dan membiarkanya memerintah kehidupanya ... Dan kehidupanku,,, hingga ibu meninggal."

Suatu bongkahan mengganjal tenggorokannya saat Jaejoong memikirkan begitu banyak tanggung jawab seorang anak, dengan sedikit cinta yang mendukungnya. " Kapan ibumu meninggal? Kapan dia meninggal?"

" Mengapa begitu banyak pertanyaa?" Yunho menggeryitkan alisnya." Lebih banyak sesuatu untuk menunjang kesuksesanmu?"

Jaejoong mengabaikan kata kata Yunho yang menyakitkan. " Tidak, sungguh. Aku sudah bersumpah untuk menjauhkan tulisanku tentang keluarga Jung. Kau lihat kepala keluarga itu seorang bajingan yang menyebabkan banyak masalah kapanpun aku menulis tentang dirinya."

" Baguslah kau ingat itu ." Yunho memperingatkan sambil tersenyum.

"Jadi, apakah kau akan memberitahuku kematian ibumu?"

Yunho mengangkat bahu. " Itu bukan rahasia besar. Wabah penyakit menyerang kota ketika aku berumur tujuh belas tahun. Ibuku menolak untuk vaksinasi, Ayah tidak percaya pada vaksinasi, Dia menolak pelanggar perintah ayah, dia meninggal karena penyakit itu."

" Itukah alasanmu melarikan diri ke Spanyol, dan keliling dunia. Kau menghindari ketidak adilan ayahmu."

Kalimat itu seolah tirai yang jatuh di wajah Yunho. " Sesuatu seperti itu." Sebelum Jaejoong dapat berkomentar. Yunho menatap Jaejoong." Apa menurutmu aman untuk meninggalkan Myungsoo sekarang?"

Nafas Jaejoong terasa berat. Ia seharusnya tahu Yunho tidak akan menjawab pertanyaan itu. Bahkan setelah semua waktu yang telah mereka habiskan bersama. Pria itu tidak mepercayainya.

" Jae, apakah bocah ini akan baik baik saja ditinggalkan sendirian?" Yunho mendesak.

Jaejoong menegakkan bahunya dengan mendesah." Ya, kupikir begitu, dia tidak pernah minpi buruk lebih dari sekali."

Yunho melepaskan tangan Myungsoo dan berdiri. " Kalau begitu kita mungkin bisa meniknati anggur merah."

" Anggur merah?" Jaejoong nyaris tidak bisa berpikir tentang anggur merah sekarang. Satu satunya yang ada dipikiranya adalah Yunho yang pernah menjadi anak malang dan pria yang terluka. Saat ia berjalan ke pintu mengikuti Yunho, ia masih tidak nyaman. Yunho masih ingin berbicara padanya sendirian.

Ketika mereka berjalan di lorong nyaris tidak di terangi oleh lampu untuk menghemat, Jaejoong menyadari ia memerlukan penerangan. Ada senter di kamar anak anak " Tunggu." ia berbalik menuju pintu .

Yunho menarik pinggang Jaejoong dan menariknya kedalam dekapanya. " Aku telah menunggu sepanjang hari untuk melakukan ini."

 

 

                  ~TBC~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar