Minggu, 29 Maret 2015

SECRET FIRE chap 5

Title : BERSEMI DI NEGERI SAKURA
Author       : Sulis Kim
Main Cash  : Kim Jaejoong
                          Jung Yunho
                             DBXQ
                        and Other
                         Rate : T~ M
          Genre : Historical Romance

                 WARNNING

REMAKE novel johanna lindsay ber judul secret fire * bersemi di rusia* dengan beberapa bagian Yang di ubah untuk menyesuaikan cerita.

Author cinta damai jika merasa tidak suka jangan baca . Jika anda membaca tolong tinggalkan jejak * swing *

YAOI. ff yaoi pertama saya . Biarpun remake mohon untuk di cela dan butuh masukan jika memang menurut chinggu perlu.
감사함니다.

Happy reading ...
 
 
 

Yunho~lah yang lebih dulu menyadari posisi mereka dan alasan ia bergegas kesini. Ia menunduk, suaranya terdengar seperti belaian serak di telinga Jaejoong. " Kau mau ikut denganku, ataukah aku harus menggendongmu?"

Yunho nyaris berharap ia tidak berbicara. Ia tidak bertanya tanya kenapa Jaejoong tidak berkata apa apa, kenapa Jaejoong sama sekali tidak bergerak selama itu, tetapi Yunho seharusnya curiga.

Sikap diam, pelarian dirinya yang gagal ini sangat tidak sesuai karakter Jaejoong, sama seperti aksi terakhirnya di kabin, kalau saja Yunho memperhatikan.

Sayang sekali ia tidak melihat wajah Jaejoong tatkala mendekap namja itu, kalau tidak, Yunho pasti gembira bahwa Jaejoong tidak kebal terhadapnya, yang pura pura di tunjukkan Namja itu padanya.

Tetapi sekarang, sementara Yunho merasakan Jaejoong membeku mendengar suaranya, merasakan Jaejoong mencoba menjauh darinya, Yunho ingat Jaejoong bukan namja berotak kosong, tetapi sangat cerdas, dan Yunho menganggap sikap diam Jaejoong sebagai alasan baru.

" Kalau perhatianku tidak teralihkan, aku pasti akan langsung curiga mendengar ucapan 'my prinve' patuh yang kau ucapkan dengan begitu merdunya di kabinku." suaranya sudah serak lagi, tetapi masih membelai halus." Perhatianku sudah tak teralihkan sekarang, mungil, jadi tidak boleh ada tipuan lagi."

Jaejoong kembali mencoba melepaskan diri dari pelukan Yunho, tetapi tidak ada gunanya. " Lepaskan aku"!

Bukan permintaan manis, tapi itu perintah. Yunho tersenyum lebar. Ia suka peran sombong yang dimainkan Jaejoong, senang karena wanita itu tidak melepaskan peranya hanya karena peran itu tidak berhasil untuknya.

" Aku lebih suka berada disini."
" Itu bukan salah satu pilihanmu."
" Kalau begitu aku akan menuntut bertemu dengan Kapten."

Yunho terkekeh, meremas Jaejoong tanpa disadari apa yang di lakukanya. " Tuntutan lagi sayangku? Apa yang membuatmu yakin kali ini akan berhasil?"

" Kau takut membiarkan aku menemuinya, bukan?" tuduh Jaejoong. " Aku bisa berteriak kau tahu. itu bukan tindakan terhormat, tapi itu berguna"

" Tolong jangan." tubuh Yunho terguncang oleh tawa, tak mampu menahan diri " Aku menyerah, Boojae, hanya supaya kau tidak perku repot repot membuat rencana untuk menemui kapten."

Jaejoong tidak percaya padanya, bahkan saat Yunho menyuruh seorang awak kapal di dekat sana dan Jaejoong melihat orang itu cepat cepat pergi melakukan perintahnya.

Tetapi ketika Jaejoong melihat petugas muncul dari geladak belakang dan menghampiri mereka, ia terkesiap, akhirnya menyadari posisinya, bagaimana roknya masih terangkat memerlihatkan sebagian paha mulus dan rok dalamnya.

" Lepaskan aku" desisnya pada Yunho.
Yunho juga sudah lupa dirinya masih mencengkeram kaki Jaejoong, padahal ia tidak perlu melakukanya untuk menahan Namja itu.

Yunho melepaskanya cengkeramanya, tapi tidak langsung menarik tanganya, membiarkan jemarinya menelusuri paha sementara  Jaejoong menurunkan kaki. Yunho mendengar nafas Jaejoong tersendak tajam karena tindakan sengaja itu, tetapi tidak merasa bersalah, bahkan saat Jaejoong berputar dan melotot kepadanya.

Sebelah alisnya terangkat polos, tetapi Yunho tersenyum lebar ketika berbalik menghadap pria yang berhenti di depan mereka dan membuka percakapan.

Jaejoong tidak ragu jika pria bule itu adalah kapten kapal, tetapi ia tidak suka sikap hormat yang ditunjukan pria itu pada Yunho.

" Kapten, ah, bagaimana aku harus mengatakanya?" Jaejoong melirik ke arah Yunho ragu ragu, tiba tiba sadar menuduh seorang pangeran Jepang melakukan kejahatan, apa lagi kepada kapten kapal jepang.

" Ada kesalahan disini. Aku ...aku menyadari bahwa aku tak bisa meninggalkan Korea saat ini."

" Kau harus bicara dengan pelan, Jongie. Sergei mengerti bahasa jepang, tetapi tidak kalau di ucapkan begitu cepat."

Jaejoong mengabaikan Yunho " Apakah anda mengerti kata kataku, kapten?"

Pria lebih tua itu mengangguk.
" Kesalahan, kata Anda."

" Tepat sekali." Jaejoong tersenyum. "Jadi kalau anda berbaik hati, aku sangat menghargai kalau bisa dibawa kembali ke pantai ...kalau tidak terlalu merepotkan tentu saja."

" Tidak masalah" kata pria itu ramah, lalu menatap Yunho " my prince?"

" Lanjutkan pelayaran sekarang, sergei!"

" Baik my prince ."

Dan pria itupun berjalan pergi, menginggalkan Jaejoong yang menatapnya dengan mulut menganga. Dengan cepat ia mengatupkan mulut dan berputar menghadap Yunho.

" Kau pria brengsek ..."
" Aku sudah memperingatkanmu, sayangku" kata Yunho ramah. "Kau kihat kapal ini dan seluruh isinya milikku, termasuk kapten dan awak kapal ."

" Itu barbar!"
" Aku setuju " balas Yunho sambil mengangkat bahu. "

Jaejoong menahan lidah, meski ingin berdebat dengan Yunho tentang nasalah itu, ujung ujungnya ia lah di pihak yang kalah.

" Ada satu hal di kapal ini yang bukan milikmu, Jung "

Sudut mulut Yunho terangkat, dan senyum itu mengatakan bahwa walaupun Jaejoong benar secara prinsip, namja itu tetap berada di bawah kendalinya.

Jaejoong tidak perlu mendengar hal itu diucapkan untuk memahami pesan tersembunyi tersebut. Masalahnya ia harus menerimanya.

" Ayolah, Boojae, kita bahas masalah ini di kabinku sambil makan malam."

Jaejoong menarik tangannya menjauh ketika tangan Yunho terulur. " Tidak ada yang perlu di bahas. Bawa aku ke pantai atau biarkan aku terjun ke kapal."

" Kau mengajukkan tuntutan padaku, tapi kau meminta dengan manis kepada surgei. Mungkin kau harus mengubah taktikmu"

" Pergilah ke neraka!"
Jaejoong berderap pergi, terlambat untuk menyadari ia tidak bisa pergi kemanapun, ia tidak punya kabin sendiri untuk di masuki, tidak ada satu tempat pun di seluruh kapal ini, kapal Yunho, yang menjadi tempat persembunyianya. Dan waktu semakin tipis Korea semakin kecil seiring berlalunya waktu.

Jaejoong berhenti tepat ketika tiba di tangga dan berbalik kembali ke arah sang pangeran, hanya untuk mendapati dirinya hampir terjungkal ketika pria itu menabraknya karena berada begitu dekat di belakangnya.

Reflek Yunho yang dengan cepat mencengkeramnya merupakan satu satunya hal yang mencegah Jaejoong berguling di tangga, dan sekarang Jaejoong berada dalam posisi yang sama seperti sebelumnya, hanya saja kali ini ia berhadapan dengan Yunho.

Jaejoong sudah siap menelan harga dirinya. Ia bisa saja menelan lidahnya dan tidak menyadarinya.

" Ada lagi yang ingin kau katakan, Jaejoongie?"
" Apa?" Yunho melangkah mundur , melepaskan Jaejoong, dan otak Jaejoong kembali berfungsi.

" Ya, aku..."
Demi tuhan ini tidak mudah. Bagaimana kau bisa merendahkan diri, jaejoong, kalau kau lebih suka menendang tulang keringnya?

Jaejoong mendongak, lalu cepat cepat menunduk. Mata gelap sehalus beledu itu sama berbahayanya seperti pelukan. Dan dalam jarak sedekat ini, Jaejoong tidak merani menghadapi tantangan tersebut.

" Aku minta maaf, Pangeran Alexandrof. Biasanya aku tidak semudah ini merasa kesal, tapi dalam situasi ini ...lupakan saja. Dengar, aku bersedia berkompromi, kalau kau membawaku ke pantai, aku bersumpah akan melupakan kenyataan kita pernah bertemu. Aku tidak akan melapor kepada pihak berwenang. Aku bahkan tidak akan memberitahu ayahku apa yang terjadi. Aku hanya ingin pulang."

" Aku menyesal ,Jongie, aku benar benar menyesal. Kalau saja para Bangsawan tidak akan menemui presiden korea musim panas ini, aku tidak akan perlu mengeluarkanmu dari korea. Tapi surat kabar dan media pasti sangat gembira mendapat alasan untuk menyerang tetua bangsawan. Aku tidak mau memberi alasan itu."

" Aku bersumpah ..."
" Aku tidak bisa mengambil resiko."

Jaejoong cukup marah untuk menatap mata Yunho sekarang. " Dengar, aku kesal pagi ini. Aku mengatakan banyak hal yang tidak benar. Tapi sekarang aku sudah memberitahu siapa aku. Kau pasti mengerti bahwa aku tidak bisa membalas dendam, bahwa aku tidak bisa melakukan apapun tanpa melibatkan keluargaku dalam skandal mengerikan, dan aku tidak akan pernah melakukanya."

" Aku setuju, kalau kau benar benar putri Kim Hyunjoon."

Jaejoong mengeluarkan suara yang setengah menggerang setengah menjerit. " Kau tidak bisa melakukan ini! Apa kau tahu apa pengaruhnya bagi keluargaku, penderitaan yang mereka alami karena tidak tahu apa yang terjadi padaku? Tolonglah Yunho.!"

Jaejoong dapat melihat hati Yunho tergugah, tetapi tidak ada bedanya. " Aku minta maaf."  Tangan Yunho terangkat untuk membelai pipi Jaejoong, tetapi terjatuh kembali ketika melihat Jaejoong menggeryit.

" Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri, mungil. Aku akan memulangkanmu ke korea setelah Kunjungan itu berakhir."

Jaejoong memberikan kesempatan terakhir " Kau tidak akan berubah pikiran?"

" Aku tidak bisa."

Karena tidak ada lagi yang bisa di katakan, Jaejoong melakukan apa yang ingin di lakukanya sejak awal. Menarik kakinya dan menendang tulang kering Yunho dengan keras.

Sayangnya, ia lupa tidak mengenakan sepatu. Gerutu kesakitan Yunho tidak memuaskan yang di harapkannya, dan jari kakinya sendiri berdenyut denyut, tetapi Jaejoong berbalik memunggungi Yunho dan berjalan tertatih tatih menuruni tangga.

Teriakan Yunho yang memanggil Kangin tidak menghentikan Jaejoong. Ia melewati kamar Yunho, menemukan gudang, dan duduk di atas peti tempat ia dikurung tadi. Ia menunggu disana; menunggu apa, ia tidak tahu.

      ~~*~~

Kangin ragu sebelum mengetuk pintu. Di belakangnya, yuri berdiri dengan malu, lenganya di penuhi bungkusan bungkusan. Kangin mengomeli gadis itu karena tidak bisa menyimpan rahasia kalau Jaejoong bukan gigolo atau pelacur yang menjajakan diri dan dia masih suci.

Kalau bukan karena hal itu istrinya tidak akan bersimpati pada Jaejoong, dan rasa bersalah Leeteuk karena menganjurkan obat perangsang untuk namja malang itu. Kangin sedikit prihatin terhadap situasi namja itu. Rasa ibanya hanya bertahan sampai pintu terbuka.

Namja itu berdiri di sana, gambaran pertahanan angkuh dan kebencian yang menakutkan. Namja itu juga tidak menyingkir untuk membiarkan Kangin masuk.

" Apa yang kau inginkan ?" nada suara Jaejoong begitu berwibawa hingga kangin harus mencegah dirinya untuk membungkuk memberi hormat secara otomatis, kenyataan itu membangkitkan emosi Kangin.

" Aku membawakan beberapa barang yang akan kau butuhkan selama berlayar" Kangin melangkah maju memaksa Jaejoong menyingkir hingga Yuri bisa membawa masuk bungkusan bungkusannya.

" Disana." kata Kangin kepada Yuri, menunjuk ke arah salah satu lemari kecil di dalam gudang.

" kami sudah memesan bajumu sebelum mengetahui kau adalah namja, Karena kami kira kau Yeoja, kami membeli beberapa pakaian Yeoja. Ada satu kemeja yang sudah kami  selesai kecilka. seperti ukuranmu " Kangin bicara tanpa menatap Jaejoong.

" Kemeja yang lain masih di kecilkan, dan Yuri akan membantumu menjahitnya" Kangin tersenyum ketika melihat Jaejong terkesiap.

" Kalian sudah memikirkan semuanya,bukan? Mempersiapkan penculikan Seorang Yeoja korea. Dan aku bukan yeoja bagaimana mungkin kalian menyuruhku memakai kaos dan rok yang pantas di pakai serang gadis. Apakah tidak ada pakaian pria untukku. Pakaian pelayanpun tidak masalah." ucap Jaejoong sedikit geram.

" Kau terlalu kecil untuk pakaian pelayan pelayan pria pangeran,"

Jaejoong tidak memprotes, bahkan ayahnya juga mengatakan hal yang sama mengenai ukuran pinggang dan tubuhnya.

" Yuri akan membantumu memilih pakaian yang cocok, karena tidak ada banyak waktu. Yunho sama menunggumu, dan dia tidak suka menunggu."

Jaejoong berputar " Untuk apa?"

" Dia mengundangmu makan bersamanya."

" Lupakan saja" sahut Jaejoong ketus.
" Apa?"

" Kau tidak tuli, Kangin. Sampaikan penyesalanku, kalau perlu. Katakan sesuka hatimu. Jawabnya tetap tidak."

" Itu tidak bisa di terima " kangin mulai berkata, tetapi mendadak merasa Leeteuk menyiku rusuknya. " Baiklah, kita akan berkompromi. Ganti baju dan pergi ke kamarnya, dan kau sendiri yang mengatakan kau tidak bersedia menerima undanganya."

Jaejoong menggeleng." Kau salah paham, aku tidak mau dekat dekat pria itu."

         ~~*~~

Setelah mandi dan bercukur mengenakan salah satu jasnya yang anggun dan lebih resmi, Kangin menahan Doojoon ketika pria itu berjalan mendekat dengan cravat putih perumbai " Tidak malam ini, atau dia akan mengira aku membuatnya terkesan."

Doojoong mengangguk, tetapi melirik ke arah meja yang di terangi cahaya lilin dan ditata untuk berdua, peralatan makan dengan pinggiran emas berkilau, sampanye yang menunggu di ember es.

Tidak mungkin namja itu tidak akan terkesan, kan? Mungkin tidak. Kalau namja itu benar benar putra earl, dan Doojoon cenderung meyakini hal itu, namja itu sudah terbiasa dengan kemewahan.

Lain dengan prince. Ia memberikan yang terbaik malam ini, dan bukan hanya dalam penampilan. Doojoon jarang melihat yang seperti ini, sudah jelas itu akibat rangsangan baru.

Namja itu sungguh beruntung. Seandainya atmosfer mengoda dalam kamar itu tidak membuat namja itu terkesan, dia pasti kagum pada pangeran.

Tetapi ketika namja itu tiba beberapa menit kemudia pendapat Doojoong berubah derastis. Ia dengan cepat mengetahui apa yang belum bisa dipahami Yunho: jangan pernah menduga apapun tentang namja itu.

Kangin tidak mendampingi namja itu. Kangin membawa, menggendong di bahu namja itu. Dengan sekali tatapan minta maaf kepada Yunho.

Ia menurunkan namja itu, melepaskan ikatan di pergelangan tangan. Setelah itu, Jaejoong melepaskan penyumpal mulutnya. Jaejoong hanya butuh sedetik untuk melempar kain itu kearah Kangin sebelum berputar menatap Yunho.

" Aku tidam terima ini! Tidak akan!" jeritnya. " Katakan pada penjahat kasarmu ini dia tidak boleh menyentuhku lagi, atau aku bersumpah ...aku bersumpah .."

Jaejoong berhenti, dan Yunho mengira Namja itu terlalu marah untuk mengucapkan ancaman sederhana, padahal Jaejoong mengedarkan pandangan dengan liar kesekeliling untuk mencari semacam senjata.

Ketika matanya menatap meja yang di atur rapi Yunho melompat maju, tidak rela mengorbankan peralatan makan kristal dan keramik gara gara emosi Jaejoong.

Lengan Yunho seefektif seperti tali tambang, memeluk Jaejoong dan mengunci lengan Jaejoong sendiri di sisi tubuhnya. " Baiklah " Bisik Yunho kaku di telinga Jaejoong " Kita akan mengakhiri drama kecil ini ...."

" Sesuai keinginanku "desis Jaejoong.
" Kalau kau memaksa " Yunho merasakan Jaejoong berubah santai, walaupun hanya sedikit, dan menatap kearah penjahar yang di maksud
" Kangin!"

" Dia menolak berganti pakaian, my prince, jadi Leeteuk dan saya membantunya"

Yunho merasakan amarah Jaejoong kembali meledak dari tubuh kecil yang menegang dalam pelukanya. "Mereka merobek bajuku...merobeknya langsung dari tubuhku!"

" Kau ingin mereka di cambuk"

Jaejoong membeku. Ia menatap Kangin yang berdiri beberapa meter disana. Ekspresi pria itu tidak berubah. Dia pria angkuh. Tetapi Jaejoong melihat Kangin menahan napas saat menunggu jawaban Jaejoong. Pri itu takut.

Sesaat gambaran Kangin diikat dan di cambuk tampak menyenangkan, tapi  Jaejoong tak akan memberika perintah itu tak peduli seberapa benci dia pada Kangin. Kenyataan bahwa Yunho bersedia melakukan itu malah membuatnya gelisah.

" Kau boleh melepaskan aku, Jung!" kata Jaejoong lirih masih menatap Kangin." Aku yakin aku sudah mengendalikan emosiku yang mengerikan.."

Yunho sedikit ragu. Saat Yunho melepaskanya, Jaejoong berputar perlahan menghadapnya, sebelah alisnya terangkat bertanya. " Apa kau suka mencambuk pelayanmu?"

" Sepertinya aku mendengar nada mencela."

Was was dengan kerutan di wajah Yunho, Jaejoong berbohong. " Sama sekali tidak. Hanya penasaran."

" Kalau begitu tidak, aku tidak pernah melakukanya. Tapi tidak berarti aku tidak membuat pengecualian untuk peraturan itu."

" Untukku, kenapa?"
Yunho mengangkat bahu ." Untuk semua yang terjadi , aku yakin aku berutang kepadamu."

" Ya memang dan lebih banyak lagi," Jaejoong membenarkan. " Tapi aku tidak menuntut darah ."

" Baiklah, " Yunho menghadap Kangin. " Lain kali,, kalau keinginanya berbeda dengan keinginanku, jangan berdebat denganya. Sampaikan saja padaku."

" Dan apa gunanya itu,?" tuntut Jaejoong. " Bukanya dia yang akan memaksakan sesuatu yang tidak ingin kulakukan, kau yang akan memaksaku."

" Tidak juga." ketegasan di wajah Yunho akhirnya melunak. " Kangin mengikuti perintah sampai ketitik koma, walaupun di hadapkan dengan kesulitan, seperti yang sudah kau sadari. Di lain pihak aku bisa mengerti alasanmu dan membatalkan perintahku, kalau memang perlu. Aku bukan orang yang tidak masuk akal."

" Benarkah ? Kurasa aku belum pernah melihat sesuatu yang menyiratkan sebaliknya."

Yunho tersenyum ." Semua ini terlalu cepat, kau tahu. Kau diundang bergabung denganku untuk makan malam sehingga kita bisa membahas setatusmu di antara kami dan mencapai kesepakatan yang sesuai untuk kita berdua. Tidak perlu ada pertikaian lagi, Jaejoongie."

Jaejoong berharap bisa mempercayai Yunho, kenyataanya, ia sudah menduga alasan di balik undangan makan malam ini dan menolak karena takut situasi diucapkan dengan gamplang.

Tetapi ia sekarang sudah disini dan tidak mungkin mengelak lagi, sebaiknya ia selesaikan sekalian. " Jadi," kata Jaejoong dengan sikap tenang. " apakah aku tahanan atau tamu yang tidak di harapkan."

Sikap blak blakannya menyenangkan, tapi tidak sesuai rencana Yunho malam ini. " Duduklah, Jongie. Kita akan makan malam lebih dulu dan ..."

" Jung Yunho ..." Jaejoong memperingatkan tapi di sambut senyum ramah.

" Aku memaksa. Sampanye?"

Melihat isyarat tangan Yunho, kedua pelayan meninggalkanya ruangan. Yunho berjalan ke ember sampanye. Jaejoong melihatnya dan merasakan sesuatu yang tidak nyata. Apakah Yunho tadi mengaku dirinya bukan pria yang tidak masuk akal? lucu sekali. Dia bahkan tidak menunggu jawaban dari Jaejoong langsung mengisi dua gelas kristal di meja kecil.

Baiklah, Jaejoong akan mengikuti permainan pria itu, untuk sementara. Bagaimanapun juga ia belum makan seharian ini, dan makan satu kali kemaren.

Berhati hatilah, Jaejoong dia berencana memberimu sampanye dan makanan, mungkin berusaha membuatmu mabuk dan menyetujui apapun. Tetaplah sadar, jangan terlalu sering menatapnya dan kau akan baik baik saja.

Ia memilih kursi yang paling jauh dari tempat Yunho, bantal dan sandaran kursi sangat empuk. Bagaimana Jaejoong bisa melewatkan semua ini sebelumnya? Karpet bulu putih yang besar, satu dinding penuh buku dengan. Tempat tidur. Jangan melihat kesana, Jaejoong. Ruangan ini begitu luas,  segalanya perabotan terlihat mewah, dan mungkin Yunho sendiri yang merancangnya.

Yunho duduk disebrangnya. Jaejoong berterimakasih pada meja 190 sentimeter itu. Jaejoong memandang kesegala arah kecuali Yunho. Tetapi menyadari pria itu mengamatinya.

" Cicipi sampanyenya, Jongie."

Jaejoong otomatis meraih gelasnya, tetapi menahan diri dan menarik kembali tanganya. " Sebaiknya tidak."

" Kau lebih suka yang lain?"
"Tidak , aku..."
" Kau curiga minumanya di campuri obat?"

Jaejoong menatap Yunho, matanya terbelalak. Hal itu sama sekali tidak terpikirkan olehnya. Bodoh seharusnya ia selangkah lebih maju dari Yunho.

Ia melompat berdiri, tetapi Yunho mengukurkan tanganya dengan cepat  menangkap pergelangan tangan Jaejoong, membuktikan meja itu tidak terlalu lebar.

" Duduklah, Jonggie." suara Yunho tegas, memerintah." Kalau bisa membuat perasaanmu lebih tenang, aku akan mencicipi semua makananmu malam ini."

Jaejoong tidak bergerak, tapi Yunho melepaskanya. " Kau harus makan. Apakah kau akan terus mencemaskan makanan selama pelayaran, ataukah kau bisa percaya kepadaku bahwa kau tidak akan di beri obat lagi."

Jaejoong duduk dengan kaku ." menurutmu kau tidak akan melakukanya, tapi Kangin punya pikiran sendiri dan ..."

" Dan dia sudah di marahi untuk kejadian pertama waktu itu. Aku janji itu tidak akan terjadi lagi. Percayalah padaku, " Yunho menambahkan dengan lebih lembut.

Jaejoong berharap ia tidak menatap Yunho selama percakapan ini,karena sekarang ia tidak bisa mengalihkan pendanganya. Kemeja putih Yunho terbuka di bagian leher, membuat pria itu tampak seperti penggoda walaupun dia mengenakan jas hitam resmi yang anghun. Bahu yang lebar, lengan yang kuat. Yunho, pangeran dari negeri dongeng ini, benar benar besar, begitu maskulin.

Sekuat apapun Jaejoong mencoba mengelak, ia tetap tertarik, meski ia mengatakan pada dirinya sendiri itu tidak boleh terjadi, mereka sama sama namja. Namun, ia tidak bisa melawan daya tarik yang begitu kuat.

Yuri menyelamatkan Jaejoong, yang tengah menganga tolol kepada Yunho.  Jaejoong memusatkan perhatianya pada makanan, ia hanya menyadari samar samar Yunho menceritakan tentang leluhur jepang dan lelucon.

Jaejoong tau pria itu mencoba membuatnya santai. Tetapi Jaejoong tidak akan pernah bisa santai di dekat Yunho.

" Kau tidak benar benar mendengarkanku, bukan, Jongie?"
Yunho berbicara lebih keras untuk menarik perhatian Jaejoong. Jaejoong mendongak agak malu.

" Aku minta maaf, aku ...aku" Jaejoong mencari cari alasan. Hanya satu yang muncul dalam benaknya. " Aku kelaparan."

" Dan asyik berpikir?"
" Ya, Well, dalam keadaan ini ..."

Yunho melempar serbet dan mengisi gelasnya. Ia menghabiskan sendiri isi botol sampanye itu. Gelas pertama Jaejoong masih tak tersentuh.

" Bagaimana kalau kita duduk di sofa?"
" Aku ...sebaiknya tidak."

Jemari Yunho mencengkeram gelasnya, untunglah Jaejoong tidak memperhatikan. " Kalau begitu mari kita bahas apa yang membuatmu cemas supaya kau bisa menikmati sisa malam ini."

Jaejoong terlambat menyadari kekesalan Yunho. Apa maksudnya? Jaejoong tidak bermaksud tetap berada di kamar ini lebih lama dari pada yang di perlukan. Kalau perlu menikmati sisa malam ini dia butuh sendirian.

" Mungkin kau bisa menjawab pertanyaan pertamaku. Aku merasa seperti tahanan, tapi kau mengundangku kesini malam ini seolah aku tamu. Jadi, yang mana?"

" Bukan dua duanya, kukiran, setidaknya tidak dalam arti sebenarnya. Tidak ada alasan bagimu untuk dikurung selama perjalanan panjang ini. Kau juga tidak bisa kabur di tengah laut. Tetapi tidak melakukan apa apa bisa menimbulkan keresahan, dan juga contoh yang buruk untuk para pelayanku. Kau harus melakukan sesuatu untuk mengisi waktumu selama kau bersama kami."

Jaejoong menangkup tangan di pangkuan. Yunho benar, tentu saja, dan ini lebih daripada yang bisa di harapkan.

" Menurutmu apa yang harus kulakukan?" rasa penasaran Jaejoong tak mungkin di salah artikan

Yunho menatap sejenak dengan terkejut. Ia mengira Jaejoong akan langsung membangkang begitu mendengar gagasan untuk bekerja. Tadinya ia berencana menawarkan posisi kepada Jaejoong sebagai simpananya, jadi Jaejoong bisa terus melanjutkan peran tuan muda ini sesuka hati.

Mungkin namja ini salah paham. Ya.
" Kemungkinan terbatas di kapal ini, kau mengerti."

" Ya, aku menyadarinya."
" Malah, hanya ada dua kemungkinan yang bisa kau pertimbangkan. Pilihan ada di tanganmu, tapi kau harus memilih salah satu."

" Kau sudah menu
Yatakan maksudmu dengan jeas, Yunho." kata Jaejoong sabar. " Lanjutkan."

Kenapa aku bisa menganggap sikap Jaejoong yang blak blakan menyenangkan? Bodoh sekali.
" Kau ingat dengan Jessica disini, tadi?"

" Ya, tentu saja. Istrimu?"
" Kau mengira aku sudah menikah?"
" Aku tidak mengerti apa apa. Itu hanya penasaran."

Yunho mengerutkan kening. Ia berharap Jaejoong lebih dari pada sekedar penasaran tentang dirinya. Ia menginginkan Jaejoong di ranjangnya. Yunho kesal terhadap sikap Jaejoong yang tiba tiba menjaga jarak, padahal Yunho berharap bisa memenangkan namja itu dengan rayuan. Sayangnya pintu itu sudah tertutup untuk sepanjang malam.

" Putri Jessica adalah adikku" kata Yunho.

Jaejoong bahkan tidak mengerjap, walaupun kenyataan itu membuatnya merasa .... Apa? Lega? Aneh aekali. Itu tidak lebih dari sekedar kejutan. Awalnya ia menduga Jessica, simpanan Yunho, kemudian istri, tapi tidak pernah adik. " Lalu?"

" Kau ingat pernah bertemu denganya, kau pasti ingat bahwa dia membutuhkan pelayan baru, setidaknya sampai kita di jepang."

" Langsung saja ke inti masalah."
"Baru saja ku katakan."

Jaejoong menatapnya, wajahnya tidak bergerak menandakan shock,kaget, marah. Yunho balas menatapnya tajam menunggu.

Tenang Jaejoong, jangan emosi dulu. Dia merencanakan sesuatu. Dia pasti tahu bagaimana kau akan bereaksi terhadap tawaran seperti itu, kenapa?
" Kau menyebut nyebut dua pilihan, Jung Yunho. Apa pilihan yang kedua?

Walaupun Jaejoong terdengar tak peduli nada sinis menyelinap dalam suaranya. Yunho menyadari hal itu, merasa senang karenanya.

Yunjo berdiri. Jaejoong menegang. Yunho mengelilingi meja, berhenti di samping Jaejoong. Jaejoong tidak mendongak, bahkan ketika tangan Yunho mencengkeram lengan atasnya dan membantunya berdiri dengan lembut.

Bernafas rasanya tidak mungkin ketika Yunho merangkulnya. Tangan yang lain mengangkat dagu Jaejoong. Jaejoong tetap menundukkan mata.
" Aku menginginkanmu?"

" Pandang aku, Boojae." suara Yunho memesona, napasnya membelai bibir Jaejoong. " kita bukan orang asing. Kau sudah mengenalku secara intim. Katakan kau berbagi kabin dan tempat tidurku, maka aku akan memperlakukanmu seperti ratu. Aku akan mencintaimu begitu penuh sampai kau tidak akan menyadari hari hari yang berlalu. Pandang aku."
Jaejoong memejamkan mata lebih erat. Gairah menghancurkan indranya. Tidak lama lagi Yunho akan menciumnya.

" Bisakah kau menjawabku? Kita berdua tau kau senang berada dalam pelukanku. Biarkan aku menjadi kekasihmu lagi, Boo"

Ini tidak terjadi Jaejoong, ini hanyalah khayalan.
" Bagaimana kalau ada anak?"

Yunho menaikan alisnya, itu bukan hal yang ingin di dengar Yunho. Bagaimana mungkin seorang namja bisa hamil, Yunho berusaha menahan tawa, tidak ingin membuat Jaejoong marah atau ia akan menahan hasratnya lebih lama.

" Kau namja, kalau kau lupa! Bagaimana mungkin bisa hamil, Jae. Permainan apa lagi yang kau mainkan, apa kau tidak lelah."

Jaejoong mengepalkan tanganya, benar ia adalah pria tidak mungkin hamil, bukan? Seseorang pasti membohonginya.

" Dan kalau ada anak, seandainya kau benar benar bisa hamil. Dia tidak akan kekurangan apapun. Aku akan melindungi kalian berdua seumur hidup. Atau kalau kau mau, aku akan menerima anak itu dan membesarkanya sendiri. Kau yang memilih, Jongie."

" Murah hati sekali. Tapi aku bertanya tanya kenapa kau tidak menyebut nyebut pernikahan. Dan kau tidak pernah menjawab apakah kau sudah menikah atau belum, bukan?"

" Apa hubunganya dengan ini semua?" Nada tajam dalam suara Yunho mematahkan khayalan itu.

" Kau lupa siapa aku."

" Ya, aku lupa kau bilang kau siapa. Seorang lord, tapi tidak mungkin kita menikah, aku yakin korea masih melarang pernikahan sesama jenis. Kau bukan seorang lady yang mengharapkan pernikahan, bukan? Tapi itu, sayangku terpaksa ku tolak. Sekarang berikan jawabanmu."

Emosi Jaejoong yang terbendung pun meledak dan kekuatan besar terlepas karena penghinaan terakhir barusan.
" Tidak,tidak tidak dan tidak!"

Jaejoong mundur menjauh dari Yunho dan berlari mengelilingi meja sampai ia bisa berbalik dengan penghalang aman di antara mereka. " Tidak untuk semuanya! Demi tuhan, aku tahu kau merencanakan sesuatu dengan tawaran pertama itu, tapi tidak mengira kau begitu rendah. Bisa bisanya aku mengira kau tulus dengan menawarkan' kesepakatan yang bisa diterima'."

Rasa frustasi menusuk emosi Yunho. Tubuhnya bedenyut membutuhkan sementara emosi Jaejoong kembali meledak. Sialan dia, dan sialan sandiwara itu.

" Kau sudah di beri pilihan, Jae. Pilih satu, aku tidak peduli yang mana." Dan Yunho memang tidak peduli saat itu. Asal ia tidak melihat namja itu lagi " Bagaimana?"

Jaejoong menegakkan tubuh, jemarinya mencengkeram pinggiran meja. " Kau menjijikan, Jung. Menjadi pelayan adikmu ketika aku bisa mengelola estat ayahku dan juga penasehat bisnisnya? Aku mengawasi investasinya mengembang biakan hewan, dan aku mengawasi lima bahasa." Ia terdiam sejenak, memutuskan mengambil resiko " Tapi kalau adikmu memang memiliki setengah dari pendidikan yang kumiliki, aku akan menyetijui tawaranmu yang kuar biasa."

" Tapi hanya sedikit dari yang kau katakan itu bisa di buktikan, bukan?"

" Aku tidak perlu membuktikan apa apa! Aku tahu siapa diriku. Pikirkan apa yang kualami gara gara kau, Jung. Akan tiba harinya ketika kau tahu aku mengatakan yang sebenarnya. Kau mengabaikan konsekuensinya sekarang, tapi kau tidak akan bisa mengabaikannya nanti. Kau boleh pegang kata kataku."

Tinju Yunho menghantam meja, membuat Jaejoong terlonjak mundur. Cahaya lilin bergerak gerak. Gelas Yunho yang kosong terbalik. Gelas Jaejoong, yang masih penuh, menumpahkan sampanye ke taplak meja indah itu.

" Ini untuk kebenaranmu, konsekuensi dan kata katamu! Sebaiknya kau memikirkan saat ini. Tentukan pilihanmu, atau aku yang akan memilihkan untukmu?"

" Apakah kau akan memaksaku ketempat tidurmu?"

" Tidak, tapi aku tidak akan membiarkan bakatmu disia siakan padahal kau bisa berguna. Adikku membutuhkanmu kau akan melayaninya."

" Dan kalau aku tidak mau, apakah kau akan menyuruh orang menyambukku?"

" Tidak perlu tindakan sedramatis itu, Beberapa hari kurungan, dan kau akan melayani adiku dengan suka rela."

" Jangan harap, Jung. Aku sudah siap untuk itu."

" Bertahan dengan roti dan air" Yunho mengujinya.

Jaejoong menegang, tetapi jawabanya yang spontan menunjukan kebencian " Kalau itu membuatmu senang."

Demi tuhan, namja ini punya jawaban untuk semuanya. Tetapi sikap keras kepala dan sok beraninya tidak akan berlangsung lama. Kesabaran Yunho menguap, rencananya gagak total. Amarah menguasai dirinya.

" Baiklah kalau begitu, Kangin. " pintu seketika terbuka. " Bawa dia pergi."

      ~TBC~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar