Minggu, 07 Juni 2015

Black Pearl chap 4 (Remake) YunJae


Title        : Black Pearl
Author    : Sulis Kim
Main C,  : Kim Jaejoong
                  Jung Yunho
                      Other

Rate    : M+18
Ganre  :Romance, Fiction.

            WARNING

Remake novel Christina Dodd. Title The Barefoot Princess. YAOI. Boy x boy. Dengan berbagai perubahan untuk keperluan cerita. Di ganti dengan Cast fav author. ^.^ jika tidak suka mohon jangan baca, demi kenyamanan bersama. Author cinta damai.

Apabila ada kesalahan typo dan lainya mohon di maklumi. Menerima kritik dan saran. No Bash. ^.^
 

Happy reading ...!


Jiji meraung dan berlari keatas.

Pada pecahan dari porselen, wajah Jaejoong menatap marah. " Walaupun Bibi Yoori hampir tidak mampu membeli gandum atau daging atau telur, dia membeli yang terbaik untukmu."

" Apa yang akan kau berikan kepadaku? Kacang atau biji bijian sejenisnya?"

"Biji bijian merupakan makanan yang lebih umum disini di pulau."

" Aku bukan warga biasa!"

" Kau jelas jelas bukan orang biasa.. Nelayan dan petani,  mereka biasa bekerja. Mereka menciptakan. Mereka memberikan kontribusi. Sementara kau mengabaikan setiap tanggung jawab dan menjadi tidak lebih dari bisul pengganggu." Jaejoong berteriak.

Yunho tidak demikian. Dengan setiap kata suaranya menjadi pelan dan dingin. " Kau berpicara blakblakan, Jaejoong. Kau berbicara tidak sopan, mereka jelas jelas tidak berbicara demikian kepada pemimpin mereka."

"Aku tidak akan pernah berbicara demikian kepada pemimpinku."  Jaejoong mengepalkan tinju disisi tubuhnya dan dalam kemarahanya warna matanya menjadi semakin hitam sekelam malam tanpa bintang.

Jaejoong luar biasa, dan Yunho ingin merengkuh Jaejoong dan mengguncangnya. Dan menciumnya. Dan mengambilnya. Dan menunjukkan kepadanya arti dari ketidak berdayaan seperti yang telah di tunjukkanya kepada Yunho.

Teriakan yang pecah dari tangga bawah menarik perhatian Yoori.

" Anak anak, Anak anak!" Yoori berdiri dengan penuh kekhawatiran, tatapan sayunya berpindah pindah dari Yunho ke Jaejoong ke hartanya yang pecah. "Apa yang sedang kalian lakukan? Apa yang telah kalian lakukan?"

"Dia serakah, congkak, angkuh dan pantas untuk kelaparan ...dan sejauh yang aku peduli, dia dapat merangkak untuk memunguti roti itu dan memakanya di tempat gelap dan dingin. Dan aku harap dia tersedak oleh roti itu" Dengan murka Jaejoong menerobos ke atas.

Yunho menatap marah ke pada Jaejoong, marah karena Jaejoong mendorongnya sampai ke batas kesabaran.

Yunho tidak dapat melakukan apapun, selain membaca. Karena ia merasa bosan, karena ...karena tanganya gatal ingin menyentuh Jaejoong. Ia telah melihat banyak wanita yang lebih cantik, para pria uke yang rela tidur denganya. Akan tetapi ia belum pernah bertemu seseorang seperti Jaejoong sebelumnya. Mata pria itu berkilat ketika melihatnya, lidahnya yang tajam mengeluarkan kata kata buruk mengenai dirinya. Akan tetapi cara pria itu bergerak membuat jantungnya naik ke tenggorokan ...dan membawa bagian lain tubuhnya menjadi bereaksi.

Mengapa pria itu sedemikian tidak ramah, Jaejoong membuat dirinya hidup seperti yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia setengah gila setengah nafsu untuk menginginkan seorang pria yang suka menentang seperti Jaejoong. Bahkan mungkin Yunho telah benar benar menjadi gila.

" Pria itu telah mengeluarkan hal terburuk dalam diriku."

"Aku tahu. Kalian berdua ..."

Yunho terkejut mendengar suara Bibinya yang bergetar. Ia hampir lupa bahwa wanita itu berada disana.

"Aku seharusnya tidak pernah membiarkan dia untuk tu ...turun ke bawah sendirian. Tidak ketika ia membawa berita yang sangat buruk."

Bibi Yoori, Yunho menyadari dengan ngeri, menangis dan berusaha dengan tabah untuk menyembunyikan fakta tersebut.

"Dia sebenarnya anak laki laki yang manis, dan aku ...kau anak lelaki yang menyenangka., akan tetapi ka ...kalian berdua seperti minyak dan air."

"Dan dengan suatu cara minyak selalu menimbulkan api." Yunho mempertahankan nadanya seolah olah ia tidak tertarik ketika Yoori berjalan berlahan melintasi lantai.

Dengan langkah yang menyakitkan, Yoori membungkukan tubuhnya untuk berjongkok di lantai dekat pecahan cangkir dan piring. "Ya, ya , sebuah perumpamaan yang tepat, Master." Yoori akan menyentuh potongan porselen itu seperti seorang ibu akan menyentuh anaknya yang terluka, lembut dengan jari jari kurus yang bergetar.

Dalam kobaran amarahnya, sedikit perasaan bersalah mulai menyeruak. Yunho ingat bahwa sebagian besar porselen yang digunakan melayaninya telah retak, dan Bibinya memperlakukanya dengan sangat hati hati, seolah benda itu diperlukan untuk sisa hidupnya. Atau seakan setiap potongan memiliki memori dari beberapa generasi.

" Biarkan aku membantumu." Yunho memiliki cukup banyak rantai untuk pergi sejauh itu.

Ketika Yunho melangkah lebih dekat, Yoori tersentak. Dan Yunho ingat bahwa ia pernah mengacungkan pisau ketenggorokanya. Ia juga melempar Bibinya dengan maksud yang baik. Akan tetapi Yunho telah melihat memar keunguan di kulit tipis lenganya dan melihat bagaimana Wanita tua itu berjalan seperti seorang yang yerluka.

"Tolong, Master, biarkan aku mengambil pecahanya." Yoori melakukanya.

Yunho mengamati Bibinya, jari jari wanita itu bergetar dengan lambat. Saat ini merasa Ia benar benar tidak berguna dan tidak bisa berbuat apa apa.

Yoori menyeret nampan kearahnya, ia menyerahkan surat kepada Yunho.

Yunho melirik kearah surat. Tulisan tangan Paman Kangin. Yunho menyimpan surat itu di sakunya.

Yoori mengambil roti dan membersihkan kotoran di atasnya. "Aku akan membawa ini ke atas. Aku akan membawakan yang bersih, dan menuangkan secangkir teh baru."

Dan memakan roti yang kotor itu untuk dirinya sendiri.

Membungkuk ke bawah, Yunho mengambil kedua roti kedalam tanganya. "Tidak, aku akan memakanya."

"Tidak, Anakku sayang, kau adalah Di... Directure yang terhormat." sebuah air mata besar jatuh di wajah Yoori. "Kau seharusnya ma ...makan steik daging dan stroberi, bukan ro...roti kotor."

" Satu satunya hal yang aku nikmati selama penahananku adalah kesempatan untuk memakan makanan sederhana." Yunho mengambil gigitan besar dan mendapati ia belum membersihkan sepenuhnya roti itu. Seperti kerikil kecil terkunyah di antara giginya. Dengan gagah ia mengambil kerikil tersebut dan berusaha untuk sedikit memberi pujian. "Aku merindukan masakanmu, Bibi Yoori."

Yoori mendengus dan mengusap matanya dengan sapu tangan. "Aku bilang kepadanya bahwa kau anak yang naik, aku sudah bilang kepadanya."

Yunho mengunyah dan tersenyum dengan semua daya yang dimilikinya. Akan tetapi tampak bahwa Bibinya tidak merasa terhibur dan Yunho merasa daya tariknya mulai berkarat.

"Bibi Yoori."

Yoori melihat ke atas, dan di mata wanita itu, Yunho tidak melihat tanda tanda kegilaan atau ketidak warasan. Akan tetapi terdapat kesepian dan kesedihan sedemikian dalam, Yunho mengira ngira apakah ia tidak pernah mengenali hal itu sebelumnya.

Yunho membantu Wanita itu berdiri. "Bibi, malam ini kau harus membawa manik manik dan pekerjaan rendamu kebawah dan mengajariku bagaimana cara untuk membuat renda yang cantik."

"Kau tidak benar benar peduli tentang membuat renda."

"Mungkin tidak, tetapi aku benar benar peduli dengan pertemananmu. Di sini sepi Bibi, dan tampaknya aku aku akan berada disini selama beberapa hari lagi." Yunho mengeluarkan daya tarik dari kedalaman hatinya yang kecil, serakah. "Maukah kau menghabiskan malam malammu denganku?"

Yoori tampak sedikit lebih ceria, kemudian menjadi diam dan sedih lagi.

" Ada apa?" tanya Yunho.

Dengan suara pelan, kecewa ia bertanya. "Bagaimana dengan Jaejoong?"

"Dia juga boleh datang." Dan walaupun ia takut ia akan membunuh ptia itu, Yunho dapat bersikap sopan. Demi Bibi Yoori.

                    ~*~

"Jadi." Yunho bergelut dengan kumpulan benang yang kecil, dan lusinan manik manik. Jadinya teralu besar dan terlalu kikuk.

Dan jika salah satu temanya dari Seoul melihatnya duduk di tempat penyimpanan anggur dengan seorang wanita dan seorang lagi pria cantik juga seekor kucing, melakukan pekerjaan tangan, mereka akan tertawa sedemikian keras sehingga Yunho merasa takut akan kebersihan dengan pakaian dalam mereka.

" Apakah yang kalian rencanakan untuk di lakukan kemudian?"

"Mengenai dirimu, maksudmu?" Jaejoong menunjuk manik manik Yunho. "Kau melupakan satu jahitan."

"Tidak, aku tidak terlewat."

"Ya, kau melakukanya."

"Biar kulihat." Yoori mengenakan kaca mata dihidungnya, memiringkan badan ke arah cahaya dan memicingkan matanya.

Yunho tersenyum lebar melihat gerakanya. "Bibi kau memerlukan kaca mata baru."

"Ya, sayang, itu mungkin benar. Di sana." Yoori menunjuk. "Buka hingga disana dan mulai kembali, dan kau tidak akan bermasalah."

"Benar,kan?" Jaejoong bergumam di bawah nafasnya.

Yunho mendengus, membongkar kembali benang, dan mulai.memprotes untuk membuat renda ...lagi.

Malam ini mereka berdua benar benar beradap, berbicara dengan nada datar, sopan dan menghindari tatapan satu sama lain. Lebih mudah bagi Yunho jika ia tidak melihat kepada Jaejoong, dengan cara itu ia menyimpan nafsunya dan kemarahan yang terpendam.

"Bibi Yoori tidak mampu membeli kaca mata baru." kata Jaejoong. "Itu sesuatu yang akan dia beli jika kita memperoleh uang tebusan."

"Paman Kangin tidak akan membayar uang tebusan."Yunho hampir tidak bisa menahan rasa sebal. "Ingat?"

"Hari ini aku menulis surat lain untuk pamanmu, untuk mengurangi uang tebusan." Jaejoong tersenyum seolah ola ia sangat yakin akan strateginya. "Dia akan membayar sekarang."

"Kau mengurangi uang tebusan?" dengan rada tidak percaya Yunho mengulang. "Kau mengurangi uang tebusan?"

"Itu yang aku katakan." Jaejoong mengerjakan manik dengan cepat. " Baru saja, beberapa jam yang lalu aku mengirimkan surat itu kerumahmu di Nami Island dan meninggalkanya di mana kepala pelayan akan menemukanya. Aku melihat seseorang membawa surat itu kerumah Mr. Kangin ..."

"Kau mengurangi uang tebusan? Seolah olah aku adalah topi yang tidak diinginkan? Atau anjing pemburu tua? Atau sapu tangan yang ternoda?"

"Lebih menyerupai angjing pemburu tua daripada yang lain."kata Jaejoong mengejek.

Yunho menegang, siap untuk membalas.

"Jaejoongie." sergah Yoori. "Kau berjanjji!"

"Maaf,"Jaejoong bergumam.

"Bukan sebuah topi, Yunho. Tidak sedemikian tidak penting. Kami membuat penyesuaian kecil dalam tuntutan kami sehingga Kangin dapat mengumpulkan uang."

"Paman Kangin tidak perlu mengumpulkan uang." Yunho berkata dengan menghina. "Aku membiarkan dia untuk menangani kekayaan Jung Crop dan lainya."

"Kami yakin dia melakukan investasi di pabrik dan kekurangan uang tunai,"Jaejoong mengatakan dengan nada datar yang menandakan ia telah memperoleh kendali kembali.

"Tidak masuk akal!" balas Yunho.

"Kalau demikian, mengapa dia tidak membayar uang tebusanmu?" tanya Jaejoong dengan nada manis di buat buat.

Yunho tidak mengetahui terhadap pertanyaan itu. Ia telah membaca surat itu. Ia tidak memahami nada tegas Paman Kangin, atau penolakan yang mantap untuk menyerah terhadap ancaman pembunuhan.

Yunho mengira mengira apakah ia memahami apa pun.

"Tidak apa apa, Mr. Jung. "Jaejoong berpura pura menghibur Yunho. " Hanya dalam waktu tiga hari kau akan bebas."

                  ~*~

Jaejoong membaca kertas itu dengan cepat, kemudian menurunkanya dengan putus asa. "Dia tidak mau membayar uang tebusan."

Yoochun seolah olah telah mengharapkan tepat akan hal itu, ia mengangguk. "Baiklah. Harus pergi ke pub." Yoochun mengenakan mantelnya. " Istriku bekerja disana dan aku memerlukan makan malamku. " Ia berjalan keluar dari dapur Yoori. Menghilang di jalan setapak yang gelap.

Jaejoong menatap Yoochun. Yoochun telah menerima berita itu dengan tenang, sementara Jaejoong ingin berteriak dan meninju kepalan tanganya kemeja. Apa yang dipikirkan oleh Mr. Kangin?  Tidak pernah Jaejoong bayangkan ketidak acuhan yang tidak perasaan akan nyawa seseorang, yang sebenarnya merupakan pewaris sekaligus pemimpin yang terpandang. Dan keponakan Mr. Kangin sendiri!

"Apa yang akan kita lakukan sekarang"

"Bebaskan, Master," Yoori duduk di meja dapur, tanganya terlipat di pangkuanya. Dan terlihat dari penampilanya, tampaknya penolakan yang diberikan juga mengejutkan Yoori.

Sebenarnya, Jaejoong sendiri tidak terlalu heran. Saat pertama kali menerimanya  ia merasa terkejut dan terpana. Akan tetapi ia telah menghabiskan waktu tiga haru menakutu saat seperti ini dan sekarang ia tidak melihat jalan lain tetapi untuk maju sedikit demi sedikit. Jauh terlalu keras ia berkata.
" Kita tidak akan membebaskan Jung muda itu." kemudian ia merendahkan nada suaranya. "Kita tidak dapat melakukanya, kita akan di gantung."

"Dia tidak akan menggantungku." Yoori terdengar sangat yakin.

"Dia akan menggantungku." Jaejoong sama yakinya.

Melalui pintu tempat penyimpanan anggur yang terbuka, ia mendengar teriakan Yunho dengan nada kesal yang berasalan. " Kim Jaejoong bisakah aku bertemu denganmu sejenak?"

"Bagaimana dia dapat melakukan itu?" Jaejoong meledak. " Mengetahui aku ada disini dan berita telah tiba?"

"Dia memberitahuku dia dapat mengetahui siapa yang ada di sini dengan mendengar derit dari kayu. " Yoori berdiri, mengambil Jiji dan berkata. " Waktunya untuk tidur siang kita, bangunkan kami jika sudah selesai." Dengan itu Yoori menyatakan secara langsung bahwa Jaejoong yang melibatkan mereka dalam hal ini, dan Jaejoong bertanggung jawab untuk berhadapan dengan Directure yang sulit dikendalikan yang terkurung di bawah sana.

Jaejoong merasa hal itu adil. Akan tetapi ia tidak menyukainya. "Aku akan mengatakan kepadanya." ia melemparkan surat itu kebawah. "Tetapi aku tidak akan membawa benda becah belah denganku saat ini."

"Itu rencana baik, aku tidak memiliki benda pecah belah yang tersisa. " Yoori tertatih tatih menuju kamar tidurnya seolah olah ia memiliki kekhawatiran di dunia.

Jaejoong berdiri. Ia mematikan kemejanya terkancing dengan baik sampai leher untuk memastikan semua pandangan dadanya dari Yunho.

Selama dua hari ini ia telah mengembangkan kebiasaan tersebut, karena sementara ia dan Yunho telah saling bertukar tidak lebih dari percakapan yang tidak pantas, dan Yunho telah berusaha untuk mempertahankan opini tidak bermoralnya bagi dirinya sendiri, Jaejoong masih merasa ... tidak nyaman akan kehadiran pria itu, sesuatu mengenai Yunho membuat Jaejoong ...berhati hati.

Gelisah.
Tidak bisa tidur.
Tidak bisa bernafas.

Yunho tidak lagi berbicara mengenai hasratnya, akan tetapi sebuah intuisi yang menggelora mengira ia mengalaminya, dan dengan enggan Jaejoong mengakui bahwa ia juga merasa janggal. Tidak nyaman. Seolah olah ia mengalami salah pencernaan. Ia sering kali menemukan dirinya sendiri melirik kepada Yunho, dan sama seringnya menemukan Yunho melirik kepadanya.

Dan ketika pria itu berbicara kepadanya, nada dan suara pria itu  menyebabkan ia tidak bisa diam dan menyerigai seperti anak sekolah yang genit. Ia merasa aneh , ia benci merasakan apapun terhadap Jung Yunho.

Pertama kali Jaejoong melihat Yunho, ia hanya berniat menculiknya menerima uang tebusan dan pergi. Ia tidak mengira semuanya akan serumit ini. Sekarang tampaknya ia tidak bisa melakukan apapun selain memikirkan Yunho.

Ia jelas tidak dapat menyingkirkan Yunho. Dan ketika ia melakukanya, ia takut ia tidak akan pernah melupakan Yunho.

Hidup sangat sederhana sebelum ia bertemu Jung Yunho, Penguasa muda pulau ini.

Jaejoong turun dengan sikap menantang. Yunho duduk disana berpura pura membaca buku, akan tetapi Jaejoong tanu, ia merasakan perhatian pria itu kepada dirinya. Jaejoong berdiri di ujung meja yang lain dan melambaikan jarinya.

"Mr. Jung! Keponakan macam apa kau ini sehingga pamanmu tidak peduli apakah kau hidup atau mati?"

Yunho melihat kepada pria itu. Jaejoong tidak dapat membaca apa yang Yunho pikirkan dari ekspresi matanya. Bahkan ia tampak sangat tenang.

" Yunho. " kata Yunho.

"Apa?" apa yang pria itu bicarakan?

"Namaku Yunho. "Yunho menyimpan buku itu di ujung meja." Dan aku memiliki keinginan besar agar kau memanggil namaku."

Jaejoong tidak mengharapkan respon itu, dan hal yang tidak diharapkan membuatnya merasa tidak nyaman. Yunho tahu hari ini adalah hari dimana mereka akan mendengar dari Mr. Kangin. Ia seharusnya menuntut berita mengenai pembebasanya. Sebaliknya ia ingin bercakap cakap?

Jaejoong bergerak lebih mendekati pria itu, menatap dan mengira ngira apakah terkurung terlalu lama tanpa berbuat banyak hal telah mulai berdampak terhafao kebijakannya.

  "Mr. Jung, namamu tidak menarik bagiku."

"Benarkan itu aneh, Mr Kim, karena namamu sangat menarik bagiku." Yunho bersantai di atas selimut, Rambut kusutnya menjadi berantakan yang menarik.

"Bolehkan aku mengetahuinya?"

"Kau tahu namaku." Apa maksud dari minat baru yang Yunho tunjukkan untuk mengenali Jaejoong?

Apakah Yunho dengan satu cara telah mengetahui Jaejoong dengan masa lalunya?

Tapi tidak, itu tidak mungkin. Yunho telah terpencil disini selama enam hari. Ia tidak memiliki cara untuk menemukan apa apa.

Jaejoong melirik ke tangga.
Kecuali jika Yoori membuka mulut. Akan tetapi Yoori telah bersumpah akan menjaga rahasianya, dan Jaejoong mempercayainya.

" Nama margamu Kim, bukan? Akah itu marga aslimu? " Yunho berbicara dengan tegas, seorang pemimpin yang berharap di patuhi.

"Tidak." Ya Tuhan, tidak.

"Apa yang kau takutkan?"

Apa yang ia takutkan? Jaejoong takut kembali ke Beaumontagne kesuatu kehidupan yang penuh sopan santun yang mematikan semangat dan pernikahan yang di atur. Ia takut pada peluru pembunuh bayaran. Ia takut harus meninggalkan Yoori karena khawatir akan keselamatanya.

Dengan cara janggal, Jaejoong takut Yunho dan pengaruhnya terhadapnya, karena Yunho membuatnya menginginkan hal yang berbeda dari yang ia pernah ia inginkan sebelumnya.

"Mr. Jung, aku tidak takut apapun." Jaejoong tersenyum untuk menutupi kebohonganya. " Aku memiliki berita menganai pembebasanmu. Bilehkah aku melanjutkan?"

"Lanjutkan. "Yunho melambaikan tangan acuh. "Silakan, lakukan."

Ia terikat di tempat tidur di ruang bawah tanah disebuah rumah kecil di pulau Jeju. Pakaian berantakan. Dan dengan janggut yang tumbuh. Tapi ia berhasil memacarkan sejenis perintah mulia yang mengatasi keadaan sekelilinhnya yang kasar. Bagaimana ia dapat mengatasinya?

Dan mengapa Jaejoong merasa dirinya terkesan.

"Pamanmu kembali menolak untuk memberi uang tebusan."

"Bagaimana kau bisa membayangkan seorang wanita dan pria bodoh sepertimu dapat berhasil memeras Jung Yunho dan perwakilanya?"

Akibat nada Yunho yang merendahkan, kekasaran Jaejoong kembali hidup." Rencanaku logis, kau dan pamanmu lah yang gila. Dan apa yang kau maksud memanggilku pria bodoh?"

"Kau adalah pria yang bodoh. Kau tidak memahami kekuatan yang kau lepaskan." Yunho tersenyum dengan rasa percaya diri sedemikian rupa, Jaejoong sangat ingin menampar wajahnya. "Bergeraklah sedikit lebih dekat dan aku akan menujukkan kepadamu."

Percayalah kepada Yunho untuk mengarahkan pertengkaran tersebut menuju kesadaran fisik yang bergetar di antara mereka.

"Kau adalah orang yang kurang ajar. Kau tidak mempercayaiku ."

"Mengapa aku harus mempercayaimu?" Yunho tersenyum mencemoh seperti orang yang terlahir untuk mencemoh. " Mungkin karena kau menculik dan menahanku?"

Jaejoong menampik dengan melambaikan tangan. "Aku melakukan itu. Aku bukan seorang pria biasa, jadi untuk menggunakanku sebagai contoh sama dengan menghindari pertanyaan ...dan itu menjadikan jawabanya jelas. Kau tidak menyukaiku."

" Mengapa juga aku harus menyukaimu. Kau penyebab penderitaan ku."

"Penderitaan?" Jaejoong tidak tahu harus menjawab apa atas komentar Yunho yang dingin.

"Aku dan kau berbeda, kau seperti wanita. Wanita yang ceroboh, pintar dan cantik yang diciptakan untuk mematahkan hati seorang pria. Di dalam dunia seorang pria, langit adalah biru suatu sumpah adalah abadi. Dalam dunia wanita ..."Yunho menggeleng gelengkan kepalanya, dan senyum cemoohnya berubah menjadi serigai, terluka dan terarah pada dirinya sendiri. "Aku tidak pernah melihat dunia seorang wanita, hingga aku tidak tahu warna dari langit. Akan tetapi aku tahu dengan jelas bahwa seorang wanita, tidak ada sumpah yang abadi, begitupun kau."

"Aku tidak mengerti." Jaejoong mengerti bahwa mereka telah berubah melampaui pertengkaran yang dengan mudah terjadi menjadi sesuatu yang lebih. Sesuatu yang menyedihkan. Sesuatu yang abadi.

Yunho memiringkan badanya kearah Jaejoong. "Ketika kau kanak kanak, apakah ibumu mengatakan bahwa dia mencintaimu?"

"Ibuku meninggal ketika aku lahir."

"Kau beruntung." Yunho bersandar kembali ke bantal.

Terkejut,Jaejoong berkata. "Mr. Jung, itu kejam."

"Tidak , pecaya aku, itu kebenaran. Kau tidak menyadari betapa beruntungnya dirimu, dan itu mungkin menjelaskan mengapa kau sedemikian pintar, nekat, menarik ...sedemikian berbeda dari pria yang lain."

"Aku tidak merasa di puji."

"Kau seharusnya bangga. Kau mungkin liar dan blakblakan, tapi aku tahu ketika kau berbicara, tidak peduli berapa besar aku membencinya,kau akan berbicara yang sebenarnya. Aku mengamatimu dengan Bibi Yoori, dan aku tahu ketika kau memberikan kesetiaanmu, kesetiaanmu adalah kekal."

"Kurasa demikian. "Jaejoong menjauh.

Yunho terdengar setengah gila, berbicara tergesa gesa dan mengamati Jaejoong dengan mata bersinar terang dengan intesitas.

"Apakah kau tahu ibuku biasa memangkuku dan mengatakan bahwa dia mencintaiku? Dia mengantarkanku tidur setiap malam dengan sebuah cerita, dan membangunkanku setiap pagi dengan sebuah ciuman. Dia memastikanku bahagia, terlindungi, riang."

"Dia terdengar menyenangkan." walaupun nada suara Yunho memberitahunya cerita yang berbeda.

"Dia memang demikian. Mahluk yang cantik yang pernah aku lihat. Satu satunya wanita yang perah dicintai ayahku. Beberapa orang menyebutnya sebagai orang asing ...dia orang Los angles , dari keluarga biasa, sebuah pilihan gila yang di buat ayahku dalam perjalanan bisnisnya, akan tetapi dia menawan hati semua orang. Dia sedemikian baik, ibu yang penuh cinta, sangat jatuh cinta dengan ayahku. Semua wanita lain mengenakan warna yang lembut, tapi tidak ibuku. Dia memakai warna yang cerah dan ceria membuat wanita lain tersisihkan. Banyak wanita terhormat yang terlahir dari keluarga terpandang yang iri kepadanya dan bergosip. Mereka mengatakan ibuku wanita murahan yang memamerkan dirinya dengan gaya yang berpakaian yang tidak bermoral, dan pikiranya yang dangkal. Aku berusia tujuh tahun. Aku tidak memahami apa yang mereka maksud, akan tetapi aku tahu aku tidak menyukai nadanya, sehingga aku lari ke arah mereka dan menyerang mereka pada suatu hari pesta yang di adakan oleh orang tuaku, aku menendang salah satu wanita tua itu tepat di tulang keringnya." Intesitas Yunho melengkung keruang angkasa menuju Jaejoong seperti cahaya yang menjadi tampak.

"Ketika aku menceritakan kepada ayahku apa yang terjadi, dia tertawa dan menciumku di puncak kepala."

"Bagus untukmu." Jaejoong menyukai ide Yunho yang kekanak kanakan dan pembelaanya yang hangat kepada ibunya.

"Itu terakhir kali aku mendengarnya tertawa, "Yunho berkata datar. "Terakhir kalinya dia menunjukanku apa pun selain perhatian yang formal."

Dengan suatu cara, selama percakapan tersebut keduanya telah tiba pada sesuatu yang lebih dari sekedar memberikan jawaban penuh hinaan yang tepat yang menandai saat saat ketika mereka bersama. Atau apakah perubahan tersebut terjadi secara lebih perlahan, selama enam hari keintiman yang dipaksa, selama malam yang dihabiskan mereka di tempat penyimpanan anggur.

Apa yang di katakan Yoori mengenai Mrs. Jung?Kami kehilanganya ketika Yunho berusia tujuh tahun.

Akan tetapi dihadapkan dengan pria yang bermata keras, Jaejoong mengira bibinya menghindari penjelasan janggak dan memori menyakitkan. "Mr. Jung, apa yang terjadi dengan ibumu?"

"Ketika aku berusia tujuh tahun, dia melarikan diri dengan rekan bisnis luar negri ayahku."

" Apa?" Jaejoong menggeleng gelengkan kepalanya kebingungan. " Tapi kau berkata dia adalah ibu yang baik dan penuh cinta dan sangat jatuh cinta dengan ayahmu."

"Tampaknya kasih sang kekanak kanakanku telah menyesatkanku."

"Aku tidak mempercayai hal itu. Kau tidak mungkin sedemikian salah."

"Tidak? Tetapi dia pergi." nada Yunho yang bosan menyembunyikan rasa sakitnya, akan tetapi ia tidak dapat menyembunyikan rasa suram di matanya. "Didalam semua kehidupanku, aku tidak pernah mendengar kata lain darinya."

"Aku tidak mempercayaimu!" Jaejoong tidak dapat mempercayainya.

" Orang tuaku bertengkar pada hari itu. Aku tidak pernah mendengar mereka meninggikan suara mereka, akan tetapi mereka melakukanya saat itu. Aku tidak dapat memahami mereka ...aku berada di luar pintu ...tapi Ayah sangat marah, dingin, dan tajam, dan Ibuku sangat bernafsu, berapi api, berpendapat bahwa keberadaanya sangat tergantung pada kemenangan ...hal berikutnya yang aku ketahui, dia mengendarai mobilnya dan menuju pelabuhan." Yunho menceritakam kembali dengan tenang, tidak memahami mengapa ia harus menceritakanya pada Jaejoong.

Ada sesuatu mengenai pria itu yang membuatnya mengoceh. "Kapal kami ada disana. Ibuku terlihat berbicara dengan agen asih, agen itu pergi berlayar, membawa Ibuku denganya. Mereka mengatakan ibuku akan turun sebelum kapal berangkat. Akan tetapi dia tidak pernah pulang kerumah. Dia meninggalkan aku. Dia meninggalkan ayahku. Dan tidak pernah pulang kerumah."

"Aku tidak mempercayainya," Jaejoong mengulangi. " Bagaimana mungkin wanita yang sangat mencintai keluarganya pergi dan tidak memandang kebelakang?"

"Aku sudah memikirkan itu ribuan kali. Aku hanya memiliki dua jawaban yang mungkin. Dia tidak benar benar mencintai aku." Yunho memandang Jaejoong lekat. "Atau semua wanita bertingkah laku tidak karuan dan tidak setia."

Jaejoong bahkan tidak berhenti untuk berpikir. "Itu bodoh, kedua teorimu bodoh."

"Apa maksudmu, bodoh?"

Jaejoong berdiri dalam Jangkauan Yunho, seakan menantang Yunho untuk meraihnya, untuk mengguncangnya, untuk menunjukkan kekerasan. Dan Yunho bersiap untuk melakukan itu selama dikurung enam hari disana, Yunho berjalan keujung rantainya berkali kali sampai ia tidak dapat menghitungnya.

"Lihat kesekelilingmu. Ke manapun kau melihat, kau akan melihat wanita mencintai suami mereka dan anak anak mereka sedemikian kuat sehingga mereka akan melkukan apapun untuk melindungi keluarga mereka. Untuk mengutuk semua wanita hanya karena satu orang wanita adalah bodoh." Jaejoong cukup terus terang, tidak peduli untuk menggunakan nada menghibur.

"Jadi kau mengatakan ibuku tidak benar benar mencintai kami." Hal yang Yunho ketahui, tetapi ia tidak suka jaejoong menunjukkan hal tersebut di hadapanya.

Jaejoong mengerutkan dahi dengan tajam kepada Yunho, jelas merasa tidak yakin. "Apakah ibumu tidak mengatakan hal lain, terakhir kali dia menemuimu?"

"Tidak mengatakan apapun? Apa maksudmu? Tidak mengatakan apapun?" Mengapa ia memulai percakapan itu dengan Jaejoong? Mengapa Jaejoong akan mengerti? Ia telah berulang kali membuktikan ketidak bijaksanaanya. "Tentu saja dia mengatakan sesuatu."

"Apakah dia menggenggam erat dirimu di hadapanya, memberimu nasehat untuk masadepan, mengatakan dia mencintaimu tetapi ia harus pergi?"

Yunho tahu dengan pasti apa yang dikatakan ibunya. Setelah ibunya pergi, ia mengulangi perkataan itu lagi dan lagi, berusaha menyerap sejumlah indikasi kehangatan kehilangan dari kata katanya. "Hal terakhir yang ia katakan padamu adalah ' Anakku, sayang, bertingkahlah yang baik kepada Bibi Lee hingga aku kembali." Ia mengejek dirinya sendiri, ibunya dan Jaejoong. "Bibi Lee adalah pengasuhku."

Jaejoong menatap Yunho dengan tatapan kosong." Itu bukan cara seorang wanita bertindak, terutama bukan seorang wanita yang mencintai anaknya dan meninggalkanya untuk terakhir kali."

"Walau bagaimanapun, dia meninggalkanku."

"Menurutku, ceritamu tidak masuk akal. Kau hanyalah seorang anak anak. Kau tidak mengetahui semua detailnya. Dan satu hal yang jelas, Mr. Jung. Jika kau akan menyalahkan seseorang untuk masalahmu saat ini, kau seharusnya tidak menyalahkan ibumu atau wanita lain." Warna merah merona di pipi Jaejoong. Matanya yang hitam bersinar dengan frustasi.

"Aku sebaiknya tidak menyalahkanmu? Kau menculikku!"

"Ya, tetapi aku akan melepaskanmu sekarang. Tolong Mr. Jung, salahkan pamanmu yang tidak mau membayar uang tebusan. Aku mendengar hal hal yang buruk mengenai dirinya ...dan kau ..dan tampaknya semua hal itu benar." Dada Jaejoong mengembang di bawah pengaruh kejengkelanya. "Mungkin seharusnya kau lebih memperhatikan kebusukan dalam karaktermu dan dalam diri pamanmu dari pada meratapi penghianatanku."

Persetan dengan pria itu. Dan perkataan Jaejoong, Yunho mendengar ucapan yang telah lama di lupakan.

Pada waktu yang bersamaan, Yunho mengamati pergerakan samar dari dada Jaejoong dengan kebutuhan yang membuat kemaluanya membengkak di kancing celananya.

Seseorang pria yang penuh pendapat, kasar, dengan pakaian yang buruk membuat kemaluanya berdiri baru dirasakanya seumur hidup sementara pria itu, tampaknya tidak memiliki perasaan apa pun terhadapnya, menjelek jelekan keadaanya. Situasi ini tidak akan di tanggungnya lebih lama. "Dimana Bibi Yoori?"

"Dia sedang tidur siang."

"Bagus, bagus. "Yunho menempatkan kakinya di lantai. Perlahan lahan ia berdiri, bangkit , sehingga tingginya yang penuh dekat denganya, membiarkan Jaejoong untuk merasakan panas tubuhnya. Kemarahanya.

Mata Jaejoong melebar.
Yunho mengergap.
Jaejoong melompat menjauh.

Terlambat. Yunho menangkapnya di pinggang. Kemenangan berkobar dalam dirinya.

Rantai tertarik sampai panjang penuhnya. Belenggu menekan pergelangan kakinya. Yunho jatuh. Terputar. Mendarat di atas Jaejoong di tempat tidur. Di bawahnya nafas Jaejoong mengembus.


                ~TBC~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar