Jumat, 05 Juni 2015

Black Pearl chap 3 (Remake) YunJae


Title        : Black Pearl
Author    : Sulis Kim
Main C,  : Kim Jaejoong
                  Jung Yunho
                      Other

Rate    : M+18
Ganre  :Romance, Fiction.

            WARNING

Remake novel Christina Dodd. Title The Barefoot Princess. YAOI. Boy x boy. Dengan berbagai perubahan untuk keperluan cerita. Di ganti dengan Cast fav author. ^.^ jika tidak suka mohon jangan baca, demi kenyamanan bersama. Author cinta damai.

Apabila ada kesalahan typo dan lainya mohon di maklumi. Menerima kritik dan saran. No Bash. ^.^
 

Happy reading ...!


Jadi begitu, pria itu adalah seorang pragmatis, seorang pragmatis yang sangat muda. "Aku memiliki imajinasi ,imajinasi itu cukup aktif."

"Membayangkan aku mendapat hukuman gantung, Mr. Jung?"

" Tidak. Membayangkanmu sebagai simpananku." Yunho tertawa nyaring atas cemohanya untuk Jaejoong dan ia memang berkata Jujur.

Mereka disini, berdua membahas sesuatu yang tidak pantas dibahas.

Jaejoong tidak tersentak atas kejujuran Yunho yang brutal. "Aku dapat membayangkan hal tersebut akan menjadi pengalihan dari pencarianmu untuk bentuk baru kebejatan."

"Oleh karena itu, meskipun aku dapat memutarkan fantasiku kapanpun aku inginkan, aku takut kau tidak cocok untuku."

Sarkasme menetes dari setiap kata Jaejoong. "Kau pintar dalam membayangkan, oleh karena itu bayangkan patah hatimu."

Jadi. Pria itu belum berusia dua puluh tahun. Yunho berusia dua puluh sembilan.

Kebutuhan untuk mengakali musuh yang tidak penting semakin mendesak.

"Semakin aku mengenalmu, semakin aku mengira ngira siapa kau."Yunho dapat menghitung kwalitas pria itu di jari jarinya."Kau punya aksen seperti seorang bangsawan tapi kau berpakaian seperti seorang petani. Kau menembak seperti seorang juru tembak. Kau memandang dunia dengan sinis , akan tetapi kau memuliakan Bibi Yoori. Wajah dan tubuhmu akan menjadi kecemburuan dewi muda, akan tetapi kau menunjukan kepolosan. Dan kepolosan tersebut menyembunyikan kriminal dan kekurang ajaran untuk melaksanakan kejahatan yang paling luar biasa."

" Jadi aku Athena, dewi perang."

" Yang jelas bukan Diana, dewi keparawanan."

Ketika tembakan terakhir mengenai sasaran, Yunho melihat topeng Jaejoong tersingkap. Darah mengalir ke wajah pria itu. Jaejoong mengigit bibirnya dan melihat ke tangga seperti hanya jika sekarang menyadari ia dapat, seharusnya meninggalkan seluruh diskusi tersebut di belakang.

Yunho tertawa perlahan, dengan penuh kemenangan. "Atau mungkin aku salah. Mungkin kau memiliki lebih banyak persamaan dengan diana dari pada yang aku kira."

"Ingat, sir, bahwa diana juga dewi perburuang." Jaejoong menyender ke meja, bermaksud untuk menyampaikan maksudnya, akan tetapi rona merah masih berada di pipinya.

"Dia membawa busur dan anak panah, dan dia selalu membunuh buruanya. Lihatlah lubang peluru di dinding batu lelakangmu dan ingatlah ketrampilanku serta sinismeku. Karena kita mengetahui hal satu sama lain. Aku tahu jika kau lari aku akan di penjara. Kau tahu jika aku menangkapmu lari, aku akan menembakmu melalui hati. Ingatlah itu ketika kau melemparkan pandangan rindu keluar jendela." Dengan perasaan menang, Jaejoong mengambil nampan dan berjalan ke atas tangga.

Yunho telah belajar satu hal dari Jaejoong. Pria itu suka sebagai pihak yang mengakhiri percakapan.





Siapakah dirinya? Dan darimana dia berasal?


Pada puncak tangga, di dapur, Jaejoong berhenti dan menggenggam kalung di lehernya. Kalung yang menyatukanya dengan negara dan saudaranya.

Siapa dia? Dan darimana ia berasal?

Jung Yunho menuntut jawaban seolah olah pria itu memiliki hak untuk mengatahuinya. Jaejoong sudah terbiasa menghadapi sikap tersebut.

Akan tetapi Jaejoong tidak pernah bertemu dengan seorang pria yang begitu menunjukan minat untuk dengan halus menyelidiki pikiranya dan menemukan rahasianya.

Jung Yunho mengolok oloknya, mengatakan ia akan menyingkirkan segala hambatan untuk memiliki Jaejoong sebagai simpananya ...

Akan tetapi jika itu benar, jenis mahluk buas penuh nafsu apa yang akan diciptakan dalam waktu dua hari?

Dan mengapa Jaejoong merasakan kehangatn di dalam dirinya, suatu lelehan, rentangan dari semua yang merupakan hal insting dan keinginan.

Siapa dirinya? Dari mana ia berasal?

Oh, Tuhan. Jaejoong hampir tidak tahu. Ia hampir melupakan siapa dirinya dua belas tahun lalu.



                 ~*~

Di luar, hujan musim semi tiba tiba mencurahkan dirinya di jendela yang tinggi. Angin yang mengenai jendela menimbulkan suara berderik yang berulang ulang.

Dengan pencahayaan lilin yang minim, Yoori mengerjakan renda dan manik.

Yunho melihat Jaejoong berjalan kepadanya, dengan langkah menggoda di bagian pinggulnya, menanggalkan pakaianya ketika ia berjalan, Jaejoong tersenyum,menggoda Yunho ketika ia melangkah keluar dari celananya dan berdiri hanya ditutupi kemeja yang tipis, puncak nipelnya terlihat tegag melalui kemeja, karena hasrat untuk dirinya ...



Nada ketus Jaejoong membuyarkan fantasinya. "Mr. Jung kau telah menatap papan catur itu selama lima menit penuh. Apakah kau mau aku menjalankanya untukmu?"

Yunho melompat seperti anak kecil yang tertangkap basah sedang melakukan kesalahan, kursi reot di bawah dirinya berderit.

"Nah, Jaejoong, kau harus sabar dengan Master Yunho." tegur Yoori. "Dia menghabiskan sepanjang hari di belenggu di pergelangan kakinya dan dia siap untuk menggertak seperti seekor singa."

" Lebih menyerupai musang kecil yang bertempramen buruk,"grutu Jaejoong.

Yunho memandang Jaejoong melalui meja panjang. Yunho duduk di satu ujung, Jaejoong duduk di ujung yang lain. Jaejoong menunjukan ekspresi yang sangat tidak setuju dan matanya berkilau dengan kekesalan.

Jaejoomg membuat keadaan menjadi sangat sulit untuk tenggelam dalam mimpi mengenai dirinya. Yunho berharap, hanya satu kali, Jaejoong memberikan sesuatu untuk digunakan, sebuah lirikan menggoda, sebuah senyum yang memberi isyarat.

" Yunho akan lebih baik esok hari ketika uang tebusan tiba dan dia dapat di bebaskan." kata Yoori dengan tenang.

"Besok?" untuk sesaat, Yunho lupa tentang Jaejoong dan penolakanya yang keras kepala bekerja sama dengan leluconya. "Apakah kau yakin hal itu akan terjadi besok?"

"Jika pamanmu mengikuti perintah, maka uang tebusan akan dikirimkan besok dan kau akan dibebaskan." Jaejoong tersenyum pada Yunho dengan puas.

Jaejoong suka saat Yunho berada dalam kekusaanya, Jaejoong pintar, berlidah tajam. Ia juga terlalu kurus untuk ukuran seorang laki laki, atau mungkin karena dia masih belum berusia dua puluh tahun. Namun Jaejoong memiliki wajah yang cukup cantik ketika tersenyum meskipun pria itu mengatakan ia tidak tersenyum.

Jaejoong tersenyum ketika menatap Bibi Yoori. Jaejoong mungkin salah dalam usaha untuk memperoleh uang darinya, akan tetapi Yunho tidak dapat meragukan perhatian tulusnya bagi wanita tua itu. Yunho juga tidak meragukan kemiskinan yang menimpa Yoori.

Yunho melirik pada kurus yang duduk di kursi goyang topi rajut yang menguning di atas kepala Yoori. Yunho mengenali syal yang ada disekitar bahunya, Yunho pernah mengagumi polanya ketika ia masih kanak kanak. Sekarang setengah dari pinggiran syal itu telah menghilang. Wanita itu meringkuk seakan akan kedinginan.

Yoori bergerak dengan kaku dan Yunho dapat melihat memar di lenganya yang telajang akibat kelakuan dirinya. Jari jari renta itu bergerak ketika menciptakan renda manik manik.

Mungkin setidaknya Jaejoong benar. Renda itu membutuhkan banyak waktu untuk menyelesaikanya. Dengan suatu cara Paman Kangin telah jelas jelas gagal dalam mengurus Bibi Yoori, dan hal itu mengarahkan Yunho kepada kekhawatiran bahwa pamanya gagal dalam hal lain.

Mungkin, jika paman Kangin telah benar benar mengabaikan, Yunho dapat memaafkan kekasaran Jaejoong ...jika tidak penahananya.


Yunho memberikan Jaejoong ciuman damai, dan mengeluskan tanganya menuruni lengan Jaejoong dan menaiki paha dalam balutan celana longgar Jaejoong, dan menciuman bibir Jaejoong yang tersenyum kepadanya, sementara Jaejoong Jaejoong memohon permintaan maaf darinya...


Di butakan nafsu, Yunho memindahkan bidak kudanya.

"Mr. Jung, itu adalah gerakan yang ceroboh dan aku mohon ...oh" Dengan menyandar ke depan, Jaejoong mempelajari papan catur dengan teliti. "Betapa pintar dirimu. Aku belum pernah melihat strategi semacam itu sebelumnya. Biar aku pikirkan cara untuk melawanya."

Pintar? Ia melakukan hal yang pintar? Mungkin kehidupan penuh kesia siaan yang ia jalani belum menyebabkan pikiranya menjadi lemah.

Yunho mengedip.
Darimana pikiran itu muncul?
Yunho melihat di sebrang meja. Apakah ia harus bertanya? Hanya dalam waktu satu hari, Jaejoong telah menempatkan ide ide ke dalam kepalanya. Hal itu pastilah pengaruh Jaejoong. Tidakkah mungkin selama ini, ia semacam diam diam sadar bahwa ia telah menghindari tugas tugasnya.

"Bagaimana aku akan dibebaskan?" Yunho berharap mereka memiliki rencana bodoh. Yang akan memberikan ia kesempatan untuk merasa sangat unggul.

"Setelah aku dan Bibi Yoori pergi dari sini ..."Jaejoong memulai.

"Kau akan melarikan diri?" sebuah ejekan tercetus dengan lembut.

"Ya, dari pada tinggal disini melihatmu memerintahkan untuk menguliti kami hidup hidup, kami akan pergi." Jaejoong menantang Yunho dengan sarkasmenya dan logikanya.

"Aku tidak dapat membayangkan dia menguliti kita hidup hidup, sayang." Kening Yoori menegang." Hal itu sepertinya sudah ketinggalan zaman. Aku yakin Yunho akan harus merasa puas dengan mengganggu kita."

" Benar, Mr. Jung?" Jaejoong tertawa di hadapan Yunho.

Siapa pria menyebalkan ini, dengan bahasa, aksen yang bagus dan mulutnya yang pedas?

Yunho membelokan pandanganya kepapan catur. Dengan lirikan gelap dan suara mengandung suatu ancaman, ia menatap Jaejoong. "Aku baru berpikir terdapat cara lain untuk membunuh Pria cantik sepertimu."

Jaejoong mengigit bibir bawahnya dan menatap dengan rasa khawatir seolah olah hal tersebut tidak dapat dipahaminya.

Apakah Jaejoong benar benar lugu?  Atau itu hanya permainan yang dilakukanya seakan semua ini pertunjukan?

"Seperti ...siksaan?" seakan Yunho adalah mahluk aneh ,misterius, Jaejoong mengamatinya dari sudut matanya ketika menggerakan lagi bidak caturnya.

"Beberapa orang mungkin akan menyebutnya siksaan." Yunho meledak mengeluarkan ledakan tawa singkat. Ya, duduk disini menenggelamkan diri dalam fantasi mengenai pria cantik yang tidak terpelajar, berpikir kriminal jelas merupakan siksaan. " Akan tetapi kau sedang mengatakan kepadaku bagaimana aku akan di bebaskan."

"Oh," Jaejoong meluruskan tubuhnya. "Kau tidak memiliki masalah untuk bebas dan kembali ke tempat seharusnya kau berada. Rumahmu yang berada di sebrang lautan."

"Jadi aku berada di Jeju." Ketika hari berlalu, Yunho mulai mengira ngira. Tidaklah mungkin untuk mengatakan melalui jendela tinggi, dan penyihir ini dapat menempatkanya di tempat penyimpanan anggur manapun dan berbohong mengenainya.

Yunho memindahkan bidak.
"Itu bagus." Jaejoong menggerakan bidak mentetinya.

"Kunci dari belenggu telah disimpan di sebuah laci di rumahmu. Setelah kami pergi, kami akan mengirimkan pesan yang mengatakan dimana kunci tersebut,dan kau akan bebas setelah pamanmu datang kesini dengan kunci itu."

Yunho mepelajari papan catur sambil bersama sama mempelajari Jaejoong dengan diam diam.

"Jadi?" Jaejoong mengetuk ngetukkan kakinya.

Yunho memindahkan ratunya ketempat yang baru di gerakan oleh Jaejoong.

"Itu adalah gerakan yang sangat bodoh, Mr Jung."ketidak senangan Jaejoong begitu nyata. "Apakah kau seorang pemain yang biasa biasa saja atau kau bersikap sebagai seorang pria jantan dan membiarkan aku memenangkan permainan, dan keduanya tampaknya tidak mungkin. Jadi apa yang kau pikirkan?"

Yunho sedang berpikir sangat keras bahwa jika Jaejoong adalah miliknya maka ia akan menyuruh Jaejoong untuk mengenakan pakaian dengan bahan terbaik agar melindungi kulitnya yang lembut tersebut ...dan hal itu mengarahkan kembali kepada fantasi yang nyata.

Yunho menggelengkan kepala. Selama dua bulan ia bersembunyi di estat keluarganya di Nami Island, dan selama itu pula ia merasa bosa setengah mati. Kemungkinan karena itulah ia merasa telah begitu lama menahan hasratnya.

Setelah ia bebas ,,, ia akan melupakan Jaejoong dalam pelukan lengan wanita. Atau ia akan mencari Jaejoong dan menunjukan kepadanya apa yang akan terjadi jika ia berani melawan Jung Yunho.

Yunho mengetuk ngetukan jarinya dan tersenyum.

Yunho melucutinya dari kemeja yang buruk rupa menyentuh niplenya dengan jarinya, memeriksa bentuk dan warna dari puncaknya. Mereka selunak dan sepucat buah persik ...tidak bahkan ia memiliki dada layaknya seorang wanita dan tegang dengan hasrat untuk dirinya ...

" Yunho, kau tampak seperti tertidur?" Yoori menyimpan rendanya di meja. " Apakah kami sebaiknya meninggalkanmu?"

"Tidur pada jam segini? Tidak masuk akal. Sekarang bahkan mungkin belum jam sembilan." Di Seoul Yunho menghabiskan malam malam di klup bersama teman dan wanita hingga matahari terbit.

"Itu mungkin benar bagimu, tapi aku seorang wanita tua dan memerlukan tidur." Yoori berdiri.

Yunho juga berdiri, sifat hormat yang ia rasakan tidak ia sesali.

" Aku akan pergi denganmu." Jaejoong bergegas kesisi Yoori." Kita dapat meninggalkan lilin untuk, Mr. Jung, dia dapat membaca."

Yunho melirik ketumpukan buku buku tua di lemari, ia mengenali semua buku itu.

"Tidak tidak, aku tidak apa apa dan tamu kita sebaiknya tidak ditinggal sendirian. Kalian berdua tinggalah disini dan selesaikan permainan kalian." tanpa perasaan takut Yoori datang dan memeluk Yunho.

Jaejoong bergerak tiba tiba menuju mereka, kemudian ketika Yunho membalas rengkuhan Yoori, Jaejoong berhenti. Jaejoong bergerak ke lemari penyimpanan pistolnya, menempatkan tanganya di laci dan menatap Yunho dengan penuh arti.

Yunho mapir tak dapat menahan rasa jengkelnya. Ia telah mempelajari pelajaran pagi ini. Bibinya rentan. Yunho tidak akan permah melukainya lagi.

Menelungkupkan tanganya di sekitar wajah Yunho, Yoori melihat kedalam matanya. "Senang sekali memilikimu sebagai tamuku lagi. Cepatlah kembali ..." Bibinya melempar tatapan bersalah kepada Jaejoong. "Ya, Tuhan, aku lupa. Aku tidak akan berada disini, akan tetapi aku harap kau tidak akan jadi orang asing bagi Jeju. Desa dan semuanya akan gembira menerima kunjungan dari Directur mereka."

Kembali Yunho melirik pada Jaejoong. Yunho melihat dengan jelas senyum mencemoh yang ia hatapkan. Yunho tahu pendapat Jaejoong tentang dirinya.

"Aku akan melakukan itu, Bibi." membungkuk Yunho mengusapkan sebuah ciuman di pipi Yoori.

"Anakku sayang." suara Yoori bergetar. "Aku merindukanmu." dengan pelukan terakhir ia mengambil lilin dan pergi.

Kegelapan memeluk cahaya lain dari lilin. Akan tetapi Yunho masih tidak dapat lolos dari tatapan menuduh Jaejoong. "Directure yang terhormat, tentu saja. Kau tidak tahu bagaimana caranya untuk menjadi pemimpin yang terhormat."

" Aku adalah keturunan Jung. Kami telah menjadi pemilik dari wilayah ini selama lebih dari lima ratus tahus. Ayahku menurunkan pengetahuan yang diperlukan menjadi seorang pemimpin."  akan tetapi ia telah mengabaikan kewajibanya, dan hinaan Jaejoong menyengat dirinya.

Jadi Jaejoong bertanya dengan kejam." Apa yang di ajarkan ayahmu? Atau apakah kau bahkan tahu siapa dia?"

Jaejoong mendekatinya sedemikian cepat, untuk sejenak Yunho berpikir benar benar dapat merenggutnya. Akan tetapi Jaejoong berhenti menyisakan jarak beberapa centi.


  "Ayahku memberitahuku untuk jujur kepada diriku sendiri, dan aku melakukan hal yang benar. Dia menunjukkan kepadaku arti dari tugas dan pengorbanan. Aku mempelajarinya pelajaran yang di ajarkan oleh ayahku. Sangat disayangkan kau tidak melakukan hal yang sama."

Ya, Tuhan! Jaejoong mencambuknya dengan kata katanya. Menunjukkan tidak sedikitpun hormat untuk posisinya.." Apakah lebih baik aku menjadi seseorang yang lembut setelah terjatuh pada saat saat buruk dan membiarkan kepahitan dari kerja keras untuk meracuni dirimu?"

"Apakah itu teorimu mengenai aku?" jaejoong mendengus. " Aku mengira ngira omong kosong apa lagi yang akan kau ciptakan untuk menjelaskan penahananmu disini?"

" Terdapat suatu hal yang membuat dirimu menjadi dirimu, akan tetapi satu hal yang tidak dapat diubah. Kau adalah pria yang tidak masuk akal." Yunho menggunakan nada yang penuh hina yang ia dapat harapkan menjelaskan apa...

" Hidup merupakan latihan yang tidak masuk akal yang dimainkan oleh yang bosan, yang lapar, dan yang putus asa. Dan aku bertahan denganmu. "Jaejoong memandang kesekeliling. "Aku belum dapat keatas. Kau pemain catur yang buruk."

Tersengat, Yunho membalas. "Sebenarnya, aku salah satu pemain ternaik di Seoul." ketika tidak bermain dengan seorang pria cantik, seseorang yang cantik dan membuatnya naik darah.

"Kalau begitu, Seoul adalah tempat orang orang bodoh." Tatapan Jaejoong mendarat di pekerjaan tangan Yoori. "Memasang manik manik dan membuat renda akan membuatmu terhibur."

" Tidak ...hal itu ...tidak akan" Yunho berbicara melalui giginya.

Mengambil potongan renda Jaejoong melambaikanya di hadapanya. "Ayo, Mr. Jung. Pikirkan seberapa puasnya kau untuk menunjukan bahwa aku salah tentang apapun."

"Aku bukan seorang wanita." Akan tetapi Jaejoong juga bukan, dan itu pengecualian untuk pria cantik itu. Yunho menyukai cara Jaejoong mengancingkan kemejanya sampai kancing teratas menutupi dadanya seolah olah menutupinya dari pandangan Yunho, dan dari nafsu pria itu. Tindakan itu menunjukkan pria manis itu tidak berpengalaman atau malah sebaliknya.

"Tidak, kau salah satu orang yang bosan."

Jaejoong benar sekali mengenai hal itu. Yunho tau Jaejoong sedang memancingnya. Ia tahu seharusnya ia tidak menyerah kepada musuhnya. Akan tetapi ia bosan. Dan bernafsu. Dab putus asa. "Baiklah." Yunho mengambil keputusan dengan cepat. "Tunjukan padaku."

Jaejoong tampak terkejut, kemudian curiga.

"Apa?" Yunho mengangkat alis tanpa dosa seoal olah tak bersalah. "Kau telah menyakinkan aku."

"Kau menjadi terlalu menyenangkan."

"Beberapa orang sebenarnya menyebutku pemuda yang sangat menarik."

"Gadis gadis, wanita dan Gay."Jaejoong mengatakan kata tersebut dengan mencela. "Apakah aku benar?"

"Ya."

"Jangan mempercayai mereka." Jaejoong menasihati."Mereka mengejar cincinmu di jari mereka."

Itu juga yang Yunho percayai, akan tetapi Yunho mempercayainya dengan sesuatu yang berbeda. Suatu cara yang seolah olah tidak pernah percaya. Cara yang secara polos memberitahu Yunho bahwa yunho tidak pernah menarik hati.

Mulut Yunho mengeras." Tidak perlu, pergilah keatas. Aku bukan Anak anak. Aku tidak memerlukanmu untuk menghiburku."

"Baiklah."Jaejoong memasukkan pekerjaan yang belum selesai itu ke sakunya." Lagi pula, aku yakin kau tidak akan berkonsentrasi cukup lama untuk belajar.

Yunho melangkah ke tempat tidurnya dan melemparkan diri ke ranjang yang keras itu. "Ya, karena aku lah orang yang dapat di abaikan, tidak bertanggung jawab dan ditertawakan."

Jaejoong merasa ragu, jelas tidak memahami perasaan hati Yunho.

"Ambil lilinya."Yunho menyuruh Jaejoong pergi dengan menjentikan jarinya.

Dengan menyentakkan tubuhnya karena marah, Jaejoong meninggalkan Yunho menatap kegelapan.



         ~*~

" Kita mendapatkanya! Bibi Yoori, kita mendapatkanya!" Hari berikutnya. Hari sudah menjelang malam ketika Jaejoong berlari ke rumah , surat dari Kangin tergenggam erat di tanganya.

Yoochun mengikutinya dengan kecepatan yang lebih lambat.

Yoori bergegas keluar dari dapur, celemek terpasan di atas tubuh berbalut pakaianya. Dan JiJi berada di samping kakinya. "Terima kasih, Tuhan! Sekarang kita dapat membebaskan Master Yunho."

"Ya, sayang sekali." Jaejoong menjawab ketus, akan tetapi ia tidak dapat menahan kegembiraanya.

Mendengar keketusan Jaejoong Yoori terlihat khawatir. "Anakku sayang, kau tidak dapat mengatakan bahwa merupakan hal yang benar untuk menahan seorang pria yang muda dan sehat."

"Hal itu bagus untuk dirinya." Jaejoong menyobek segelnya.

"Bagaimana kau bisa mengatakan itu?" tanya Yoori.

Jaejoong membaca kata kata dengan cepat. "Dia,um, belajar ..." Kata katanya keluar menjadi sangat perlahan.

"Ada apa, sayang?" suara Yoori bergetar.

Jaejoong melihat keatas, Yoori dan Yoochun memandanginya. Ia tidak tahu apa yang harus dikatakanya. Bagaimana mengatakanya pada mereka.

"Lebih baik kau katakan saja, Jae."Yoochun berdiri disana, tegap seperti biasanya, akan tetapi tidak mampu untuk menahan kesulitan keuangan lebih lama lagi.

Yoori membungkuk, rentan dan masih memar akibat terjatuh dengan Jung Yunho.

Jiji duduk seimbang dengan bagian belakang tubuhnya, menjilati perutnya. Dan Jaejoong menyeret mereka ke dalam hal ini.

"Mr. Jung Kangin mengumumkan bahwa ia tidak akan membayar uang tebusan. Dia mengatakan bahwa minta maaf, akan tetapi kita akan harus membunuh Jung Yunho."

"Aku tidak mengerti. Dia tidak percaya bahwa kita benar benar akan memebunuhnya." Jaejoong duduk di meja dapur dan mengusap usap keningnya yang sakit.

Kening Yoori berkerut bingung."Ya ...kita tidak akan melakukan itu."

"Akan tetapi dia tidak tahu itu."Jaejoong ingin naik darah. Sebaliknya ia merasa sangat heran." Dia tidak tahu salah satu dari kita adalah seorang wanita dengan rencana putus asa. Sejauh yang dia tahu, kita adalah penjahat yang kejam. Kita adalah pembunuh. Bahkan jika dia membayar uang tebusan, kita masih dapat membunuh Jung Yunho.!"

" Kita tidak akan pernah membunuh siapapun."

"Aku tidak tahu mengenai hal itu. Jung Yunho sangat menjengkelkan ..."saat Yoori menarik nafas, Jaejoong melunak. "Baiklah kita juga tidak dapat membunuh dia."

Walaupun ketika melihat pria itu bermalas malasan di atas tempat tidur seperti dewa romawi Jaejoong seakan akan ia adalah orang bodoh, ia benar benar berpikir untuk mencekiknya akan lebih baik untuk pria itu. "Akan tetapi Jung Kangin tidak tahu itu."

"Itu yang terus kau katakan,"Yoochun berdiri di pintu lenganya dilipat di dadanya yang bidang. "Akan tetapi Jung Kangin adalah babi yang curang. Mungkin dia berpikir bahwa kau akan membunuh keponakanya dan dia tidak peduli."

Jaejoong mengangkat kepalanya dan menatap Yoochun. Seluruh dunia telah menjadi gila, dan Yoochun berada di dalamnya.

"Yoochun, itu hal yang sangat buruk untuk dikatakan!" Yoori terkejut. "Aku juga memang tidak menyukai Kangin, tetapi dia bukan pembunuh."

"Bukan, Bibi Yoori. Kalau demikian, dia tidak akan menjadi pembunuh." Yoochun berkata dengan tenang. "Jika itu bukan masalahnya, mengapa dia tidak mengirimkan uang tebusanya?"

"Kau meminta terlalu banya." Yoori berpikir mengenai hal itu, kemudian mengangguk seakan akan hal itu membuatnya puas. "Orang yang malang, dia pasti putus asa dengan pemikiran mengenai keponakanya yang malang akan di bunuh karena kurangan uang."

" Akan tetapi dia kaya! Pabriknya menghasilkan uang ribuan meter renda bermanik, juga pusat liburan di busan dan Nami jangan lupa perusahaan dan penyewa tanah." Jaejoong menampar meja. "Dan pabrik baru itu muncul dengan mesin rancanganmu."

"Sayang, kau tidak memahami keuangan,"kata Yoori. " ketika operasi di mulai di butuhkan modal mesin dan pembangunan. Kedanalah uang Kangin di curahkan."

"Bagaimana kau tahu hal itu?" tanya Jaejoong.

"Keluargaku tidak selalu tidak mampu."Yoori mengangguk dengan bijak.

"Tidak juga keluargaku," kata Jaejoong. "Akan tetapi kami tidak pernah harus mengurus uang kami sendiri."

"Kau memiliki seorang sekertaris pribadi." mata Yoori bersinar seperti ia sedang membayangkan romansa dari masa lalu Jaejong. "Baiklah, tentu saja kau punya."

Dari ruang penyimpanan anggur, teriakan seseorang pria terdengar. "Jae, aku dapat mendengar kau berbicara. Jika kau kembali, jika kau kembali kau dapat melepaskan aku."

"Ya, Tuhan." Jaejoong merasa putus asa. "Apa yang akan kita katakan kepadanya?"

"Kita." Yoori melebarkan matanya yang polos.

" Ya, kurasa aku layak memperoleh itu." ketika Yunho berteriak kembali, Jaejoong berpaling menatap tangga. "Apa yang akan ku katakan padanya?"

"Bahwa bagaimanapun juga kita akan membebaskanya?" Yoori menyarankan.

"Jangan konyol. Kita tidak dapat menyerah sekarang. Dia tahu apa yang telah kita lakukan dan tanpa uang kita tidak dapat melarikan diri."Jaejoong berdiri. " Tidak. Biarkan aku menangani masalah ini. "Jaejoong mulai menuruni tangga.

"Jae, kau mungkin sebaiknya mempertimbangkan untuk menenangkan mahluk buas yang liar." Yoochun mengangguk kearah nampan Yoori yang penuh yang telah diisi minuman teh untuk Yunho.

"Mengapa aku harus mengambil hati laki laki itu? Dia dalam keadaan kuasa kita." Akan tetapi sikap menantang Jaejoong bergema tanpa suara di dapur.

Ia menyeret kakinya dengan enggan ketika ia berjalan ke poci teh. Menuangkan secangkir teh dengan gula dan krim. Ia menempatkan sebongkah besar roti di piring. Ia menyelipkan surat Mr. Kangin di bawah piring.

Teriakan ketidak sabaran dari bawah semakin meningkat.

Mengambil nampan Jaejoong bergerak lebih jati hati menuju tangga, berharap dengan seluruh keinginanya bahwa ia tidak perlu menghadapi Jung muda itu dan berusaha untuk menjelaskan apa yang terjadi.

Suara teriakan itu berhenti ketika suara derap langkah pertama terdengar di tangga. Jiji menyelinap menuruni tangga di belakangnya. Ia memfokuskan pandanganya kepada cangkir teh agar tidak tumpah, kemanapun agar tidak melihat Yunho. Jaejoong merasakan tatapan Yunho kepadanya, menatap tajam setiap gerakan Jaejoong.

Ketika Jaejoong menempatkam nampan di bagian ujung meja lain, Yunho berkata. " Suatu gambaran kerumah tanggan yang indah yang kau buat. Sebuah topi pelayan dan celemek akan melengkapi gambar itu."

Pada nada lambat yang di ucapkan dengan menyindir itu, tatapan Jaejoong terlempar kepada Yunho.

Pria itu tahu. Dengan suatu cara, Yunho tahu. Jaejoong melirik ke tangga.

"Kau mengira ngira apakah kau dapat mendengar apa yang terjadi diatas sana. Aku tidak dapat. Akan tetapi ketika kau menuruni tangga membawa nampan permohonan maaf dan ekspresi wajah seperti itu ..." suara Yunho meninggi. "Aku tahu ada sesuatu yang salah."

Jiji menyelinap di sekitar pinggiran dinding memasang mata waspada kearah dua orang itu.

Tulang belakang Jaejoong menegang. "Tetapi tidak ada hal apapun yang dapat kau lakukan mengenai hal itu. Kau adalah tawanan kami." Jaejoong mendorong nampan itu mendekati Yunho, tetap berada cukup jauh dari jangkauan pria itu.

"Ya, benar, dan aku sudah mulai bosan dengan itu." Yunho memiliki luka kecil di dahunya bekas pisau cukur yang dihasilkan oleh tanganya yang tidak pernah menggunakan benda itu sebelumnya. "Kapan aku dibebaskan?"

"Makanlah sebuah roti. Mereka baru di panggang pagi ini dari toko roti terbesar di sini."

"Aku tidak mau roti. " Yunho menekankan kejengkelan di antara kata katanya. "Aku ingin keluar!"

"Kami belum dapat melakukan hal itu," Jaejoong bertengger di lengan kursi, berusaha menunjukan tingkah laku yang biasa, seolah olah bernafas tanpa hambatan." Setidaknya minumlah tehmu selagi panas."

Yunho mengabaikan semua hal kecuali apa yang Jaejoong inginkan agar di abaikan. "Mengapa kau tidak dapat melepaskan aku?"

"Karena pamanmu tidak mau membayar uang tebusan."

"Apa?" panas dari Yunho hampir menjatuhkan Jaejoong dari kursi.

"Pemanmu tidak mau ..."

"Aku mendengarmu." Yunho tidak berdiri penuh ketika ia bangkit menjadi ketinggian yang luar biasa. "Kau mengharapkan aku untuk mempercayai hal itu?"

"Untuk alasan apa aku berbohong?" kemarahan mendidih di saraf Jaejoong, dan sedikit kegembiraan yang nyata. Untuk alasan buruk apapun Jaejoong suka membuat Yunho kehilangan kesabaran dan meraung.

Melihat Yunho yang dipenuhi amarah membuat jantungnya melompat di dadanya, membuat kulitnya merinding, memalukan ini bukan sesuatu yang ia suka untuk ia akui, atau bahkan sesuatu yang ia pahami, akan tetapi hal itu ada dalam dirinya dan ia hidup di dalamnya. Di dalam diri Yunho. "Walaupun kau adalah orang yang sangat tidak tahu adat, apakah untuk satu menit kau membayangkan bahwa aku ingin menyimpanmu disini?"

" Aku membayangkan kau menikmati hal itu ...memegang nasib seorang pria yang terpandang di dalam tanganmu yang tidak penting. Menggunakanku sebagai pembalasan untuk semua laki laki yang telah mempermalukanmu secara tidak hormat dan tidak memperlakukanmu dengan penghormatan yang kau asumsikan layaknya kau peroleh." Yunho bergegas meraih ujung rantainya, dengan otot yang mengendur dan mengencang seperti harimau yang sedang berkeliling mencari mangsa.
"Aku tidak tahu siapa dirimu, akan tetapi Mr. Kim Jaejoong, rencanamu ini di takdirkau untuk gagal."

"Jadi kau yakin rencana ini akan gagal? Atau bahwa aku berbohong tentang uang tebusan sehingga aku dapat menahanmu disini? " Jaejoong menawarkan pilihan.

"Karena kau tidak memiliki keduanya. Apakah ini karena pamanmu menolak untuk membayar uang tebusan karena dia tidak dapat mengumpulkan sukup banyak uang ..."

"Apakah kau menyangkalnya?"

"Tidak, aku tidak menyangkalnya!".Jaejoong juga mulai merasa kesal. "Kau layak untuk di pukul juga hingga kau belajar sejumlah perilaku, walaupun aku kira sudah terlambat untuk itu. Akan tetapi jika hal terakhir itu benar, jika aku menahanmu disini untuk menyiksamu, Mr. Jung? Kapan aku mengatakan ini sudah cukup dan pergi? Karena diluar sepengetahuanku, kami mengeluarkan uang kami yang terakhir untuk menyediakan makanan yang enak bagimu."

" Kau menyebut ini makanan yang enak?" dengan sapuan dari lenganya, Yunho menyapu bersih isi nampan. Cangkir dan piring pecah ketika mereka menghantam dinding. Roti terlempar ketanah. Surat berkibar di lantai.





             ~TBC~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar